Topik: APBN

  • RAPBN 2026: Anggaran Kementerian PKP Rp10,9 Triliun untuk Program Perumahan

    RAPBN 2026: Anggaran Kementerian PKP Rp10,9 Triliun untuk Program Perumahan

    Bisnis.com, JAKARTA — Kementerian Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) diketahui mendapat alokasi anggaran sebesar Rp10,9 triliun dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Tahun Anggaran (TA) 2026.

    Mengacu pada Buku II Nota Keuangan beserta RAPBN 2026, alokasi anggaran Kementerian PKP 2026 itu meningkat dari anggaran pada 2025 yakni Rp4,7 triliun.

    Sementara itu, Menteri Keuangan (Menkeu), Sri Mulyani Indrawati menyebut anggaran Kementerian PKP pada tahun depan mayoritas akan digunakan untuk sejumlah program perumahan seperti pelaksanaan renovasi rumah atau program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya (BSPS).

    Sri Mulyani merinci, BSPS tahun depan dialokasikan untuk 373.939 unit rumah dengan nilai mencapai Rp8,6 triliun.

    “Targetnya [BSPS] tahun 2026 itu 373.939 rumah, anggarannya naik cukup tajam [menjadi] Rp8,6 triliun dari tahun ini sebesar Rp1,4 triliun,” jelas Sri Mulyani dalam akun Youtube Kemenkeu, dikutip Senin (18/8/2025).

    Adapun, Program BSPS itu bakal diberikan kepada Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) untuk meningkatkan kondisi rumah yang dinilai sudah tidak layak huni.

    “Kementerian Perumahan memiliki program [BSPS] untuk memberikan langsung pada rumah yang perlu di upgrade terutama dari kelompok miskin dengan pembangunan swadaya,” tegas Sri Mulyani.

    Anggaran Tak Sesuai Usulan Kementerian PKP

    Sebelumnya, Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP), Maruarar Sirait (Ara) mengungkap kebutuhan anggaran untuk pengerjaan program 3 juta rumah Tahun Anggaran (TA) 2026 mencapai Rp49,85 triliun.

    Ara merinci, kebutuhan anggaran Rp49,85 triliun itu bakal digunakan untuk alokasi BSPS senilai Rp45,55 triliun atau sebesar 91,37% dari usulan pagu anggaran Kementerian PKP TA 2026.

    “Kami mengajukan dari usulan anggaran tersebut sebesar Rp45,55 triliun atau 91,37% untuk bantuan stimulan perumahan swadaya dengan target 2 juta unit rumah di tahun 2026,” ujarnya dalam Rapat Kerja (Raker) bersama Komisi V DPR RI, Kamis (10/7/2025).

    Selain itu, alokasi usulan anggaran itu bakal digunakan untuk pembangunan 3.047 unit rumah susun (rusun) senilai Rp1,67 triliun dan anggaran senilai Rp287,81 miliar untuk pembangunan 1.166 unit rumah khusus (rusus).

    Kementerian PKP juga akan mengalokasikan anggaran senilai Rp290,82 miliar untuk pembangunan PSU rumah umum. Serta, penanganan permukiman kumuh dan sanitasi senilai Rp660 miliar, serta untuk dukungan manajemen Rp1,11 triliun dan monitoring pelaksanaan kegiatan perubahan Rp271,52 miliar.

    “Jumlah anggaran tersebut kami yakini dalam rangka mencapai target pembangunan dan renovasi 3 juta rumah dan penanganan kawasan kumuh sebagai target dan prioritas rencana pembangunan jangka menengah nasional 2025-2029 dan rencana kerja pemerintah 2026,” pungkasnya.

  • Demi Program Prioritas, Apa Saja yang Dikorbankan Prabowo dalam RAPBN 2026?

    Demi Program Prioritas, Apa Saja yang Dikorbankan Prabowo dalam RAPBN 2026?

    Bisnis.com, JAKARTA — Presiden Prabowo Subianto memfokuskan alokasi anggaran ke program-program unggulannya. Di tengah keterbatasan fiskal, harus ada yang menjadi korban dari ambisi Prabowo memenuhi janji politiknya

    Presiden sendiri telah menyerahkan Nota Keuangan dan RAPBN 2026 ke parlemen pada akhir pekan lalu. Dalam pidatonya, Prabowo memaparkan fokus anggaran pada tahun depan.

    Jika dibandingkan dengan postur APBN tahun ini maka tampak belanja negara menjadi lebih tersentralisasi. Belanja pemerintah pusat naik 17,8% dari Rp2.663,4 triliun (outlook APBN 2025) menjadi Rp3.136,5 triliun (RAPBN 2026).

    Sebaliknya, transfer ke daerah (TKD) turun 24,8% dari Rp864,1 triliun (outlook APBN 2025) menjadi Rp650 triliun (RAPBN 2026). Artinya, Prabowo mengorbankan anggaran yang selama ini digunakan daerah untuk melakukan pembangunan sesuai keinginannya.

    “Jadi, semua program itu akan didorong dan dijalankan sebagian besar oleh pemerintah pusat. Sementara, pemerintah daerah hanya akan tergantung lewat DAK [dana alokasi khusus] atau DAU [dana alokasi umum] yang semuanya juga banyak telah diarahkan pengeluarannya,” jelas Peneliti Senior Departemen Ekonomi CSIS Deni Friawan dalam media briefing, Senin (18/8/2025).

    Sementara berdasarkan jenis belanja pemerintah pusat, Prabowo tampak mengorbankan investasi jangka panjang. Ketika jenis belanja lain meningkat, belanja modal yang biasanya digunakan untuk pembangunan infrastruktur dan pembelian aset pemerintah justru berkurang cukup drastis.

    Perinciannya, belanja modal turun 20,4% dari Rp344,33 triliun (outlook APBN 2025) menjadi Rp274,17 triliun (RAPBN 2025). Akibatnya porsinya belanja modal terhadap total belanja pemerintah pusat menurun drastis yaitu dari 12,9% (outlook APBN 2025) menjadi 8,7% (RAPBN 2026).

    “Ini menjadi pertanyaan tentang kapasitas, produktivitas atau production capacity dari negara ini karena belanja modalnya makin hari makin kecil,” ujar Deni.

    Sementara itu, jenis belanja pemerintah pusat jenis lain mengalami kenaikan nilai anggaran seperti belanja pegawai (naik 11,6%), belanja barang (47,5%), pembayaran bunga utang (8,6%), subsidi (10,7%), hibah (73%), bantuan sosial (8,5%), dan belanja lain-lain (50,4%).

    Meski naik dari segi nilai anggaran, ada yang mengalami penurunan dari segi persentasenya terhadap total belanja pemerintah pusat: porsi belanja pegawai turun dari 19,5% (outlook APBN 2025) menjadi 18,5% (RAPBN 2025), pembayaran bunga utang turun dari 20,7% menjadi 19,1%, subsidi turun dari 10,8% menjadi 10,2%, dan bantuan sosial turun dari 5,8% menjadi 5,3%.

    “Jadi peningkatan [anggaran] program-program prioritas pemerintahan Prabowo mengorbankan belanja dari bantuan sosial yang cenderung menurun, dan walaupun porsi pembayaran bunga utang sedikit berkurang, porsinya itu dalam belanja negara masih sangat besar yaitu sekitar 19%,” tutup Deni.

    RAPBN 2026 Diarahkan untuk Program Prioritas Prabowo

    Adapun Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengakui RAPBN 2026 disusun untuk mendukung agenda-agenda prioritas Prabowo. Berbagai agenda prioritas itu masing-masing mendapat anggaran sebesar Rp164,4 triliun untuk ketahanan pangan, Rp757,8 triliun untuk anggaran pendidikan (Rp335 triliun di antaranya atau hampir 44% untuk biayai program makan bergizi gratis).

    Kemudian Rp244 triliun untuk anggaran kesehatan; Rp181,8 triliun untuk pembangunan desa, koperasi merah putih, dan UMKM; Rp402,4 triliun untuk anggaran ketahanan energi; Rp608,2 untuk anggaran perlindungan sosial; Rp424,8 triliun untuk pertahanan semesta; Rp530 triliun untuk kontribusi investasi; dan Rp57,7 triliun untuk program tiga juta rumah.

    Untuk biayai semua itu di tengah kapasitas fiskal yang sempit, Sri Mulyani tidak menampik anggaran transfer ke daerah atau TKD menjadi menurun. Hanya saja, dia meyakini penurunan itu akan terkompensasi dengan anggaran program kementerian atau lembaga (K/L) yang diklaim langsung diterima dan dirasakan masyarakat senilai Rp1.376,9 triliun.

    “Itu yang makanya diharapkan sesuai dengan arahan bapak Presiden, para menteri harus rajin untuk menyampaikan ke masing-masing daerah,” tuturnya di konferensi pers RAPBN 2026 di kantor Ditjen Pajak Kemenkeu, Jumat (15/8/2025).

    Di samping itu, Bendahara Negara mengakui bahwa ada beberapa daerah yang memiliki kapasitas fiskal sebagaimana pemetaan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri). Oleh sebab itu, lanjutnya, pemerintah akan mengatasi agar pelayanan minimal daerah-daerah tersebut bisa tetap dilakukan untuk publik.

    Pada kesempatan yang sama, Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian menyampaikan harapannya agar alokasi anggaran itu tepat sasaran dan sesuai dengan kapasitas fiskal masing-masing daerah.

    Tito menjelaskan, daerah-daerah yang memiliki kapasitas fiskal kuat lantaran kepemilikan Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang tinggi. Sementara itu, ada daerah juga yang masih sangat bergantung dengan transfer dari pemerintah pusat.

    Menurut Tito, standar minimum kapasitas fiskal daerah ditentukan dengan kemampuan masing-masing pemerintah daerah untuk memenuhi pelayanan minimal mereka. Misalnya, belanja operasional, pegawai, maupun belanja-belanja standar pelayanan minimal (SPM) yang meliputi pendidikan, kesehatan, infrastruktur, perumahan, kawasan dan permukiman serta perlindungan sosial (perlinsos).

    “Nanti mungkin kita akan berkoordinasi dengan Kementerian Kesehatan, Kementerian Pendidikan [Dasar dan Menengah], Kementerian Pekerjaan Umum terutama untuk meng-cover problem-problem di tiga bidang yang sangat dasar itu di daerah-daerah sehingga ada pengalihan anggaran ke pusat ke kementerian/lembaga, tapi pemerintahan tetap berjalan dan dampaknya bisa dirasakan oleh masyarakat karena langsung dikerjakan pemerintah pusat,” terang mantan Kapolri itu.

  • RAPBN 2026 Fokus MBG, CSIS Khawatir Sektor Perhotelan Makin Terkontraksi

    RAPBN 2026 Fokus MBG, CSIS Khawatir Sektor Perhotelan Makin Terkontraksi

    Bisnis.com, JAKARTA — Centre for Strategic and International Studies (CSIS) Indonesia memaparkan postur RAPBN 2026 yang berfokus pada proyek Makan Bergizi Gratis (MBG) dapat memperdalam kontraksi pertumbuhan sejumlah sektor industri, tak terkecuali perhotelan.

    Peneliti CSIS Indonesia Riandy Laksono menjelaskan anggaran pemerintah saat ini banyak dialihkan untuk mendukung proyek MBG seperti sektor pertanian dan jasa makanan-minuman.

    Efisiensi belanja pemerintah pusat yang dicanangkan berlanjut pada tahun depan juga menjadi faktor penguat pandangan tersebut.

    “Uang sudah ditarik dari sektor-sektor seperti konstruksi dan perhotelan, karena orang tidak boleh lagi berjalan dinas, infrastruktur juga berkurang. Jadi sektor konstruksi dan perhotelan ini terkontraksi,” katanya dalam media briefing yang disiarkan di kanal YouTube CSIS Indonesia, Senin (18/8/2025).

    Menurutnya, kontribusi sektor konstruksi dan perhotelan terhadap pertumbuhan ekonomi Tanah Air saat ini juga telah menurun. 

    Berdasarkan data yang ditampilkan, sektor perhotelan menyumbang sekitar 0,215% terhadap pertumbuhan ekonomi pada kuartal II/2024, lantas melandai 0,003% pada kuartal II/2025.

    Sebaliknya, jasa makanan dan minuman menunjukkan pertumbuhan sepanjang tahun berjalan, dan dapat berlanjut dengan catatan masalah disbursement alias pencairan MBG dapat diatasi.

    Riandy menjelaskan bahwa saat ini disbursement anggaran MBG baru sebesar Rp8 triliun dari Rp71 triliun pada 2025. Menurutnya, untuk memacu pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan, pemerintah perlu mengalokasikannya kembali untuk sektor perhotelan.

    “Di saat ekonomi sulit, yang penting uangnya mengucur ke bawah. Ini yang paling penting, karena kita ingin menolong rakyat. Bukan menahan-nahan uangnya ada di kantong pemerintah,” ujarnya.

    Adapun, anggaran untuk MBG tahun 2026 dialokasikan sebesar Rp335 triliun. Jumlah ini melonjak dari yang ditetapkan di APBN 2025 sebesar Rp71 triliun.

    Sebelumnya, Kementerian Pariwisata (Kemenpar) mengungkapkan adanya penurunan okupansi hotel berbintang di Tanah Air pada Juni 2025.

    Menteri Pariwisata (Menpar) Widiyanti Putri menjelaskan bahwa memasuki paruh pertama tahun ini, perkembangan industri perhotelan Indonesia terbilang masih dinamis.

    “Pada Juni tahun ini terdapat penurunan tingkat okupansi hotel bintang sebesar 4,71% dibandingkan Juni tahun lalu,” kata Widiyanti sebagaimana dikutip dari YouTube Kementerian Pariwisata, Minggu (17/8/2025).

    Sementara itu, apabila ditilik dari periode Januari–Juni tahun ini dibandingkan periode yang sama tahun lalu, dia menyampaikan terdapat penurunan sebesar 3,54%.

  • Utang Raksasa Rp 800 Triliun jadi Ujian Berat Pemerintahan Prabowo – Page 3

    Utang Raksasa Rp 800 Triliun jadi Ujian Berat Pemerintahan Prabowo – Page 3

    Liputan6.com, Jakarta Pemerintahan Presiden Prabowo Subianto menghadapi tantangan serius dalam menyusun Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2026.

    Peneliti Senior Departemen Ekonomi CSIS, Deni Friawan, menyoroti bahwa pembayaran pokok dan bunga utang yang jatuh tempo tahun depan diperkirakan mencapai sekitar Rp800 triliun. Jumlah ini menjadi salah satu faktor utama yang membuat ruang fiskal semakin sempit.

    “Dari sisi defisit, kita lihat bahwa besarnya pembayaran pokok dan bunga utang yang akan jatuh tempo tahun depan, yang diperkirakan akan sekitar Rp800 triliun,” kata Deni dalam Media Briefing CSIS RAPBN 2026: Menimbang Janji Politik di Tengah Keterbatasan Fiskal, Senin (18/8/2025).

    Menurut Deni, beban utang yang menumpuk berbarengan dengan belanja mengikat lainnya, seperti subsidi dan belanja pegawai, membuat fleksibilitas anggaran pemerintah sangat terbatas.

    Kondisi tersebut memaksa pemerintah untuk berhitung cermat agar tetap mampu membiayai program prioritas tanpa mengorbankan stabilitas fiskal.

    “Dan beberapa tahun berikutnya, bersamaan dengan berbagai item belanja mengikat lainnya, itu membuat ruang fiskal kita menjadi sempit,” ujarnya.

    Meski demikian, ia menilai disiplin fiskal pemerintah tetap patut diapresiasi. Dengan defisit dijaga di bawah 3% dari Produk Domestik Bruto (PDB), ada sinyal positif bahwa keberlanjutan fiskal masih menjadi perhatian utama.

    “Beruntungnya atau baiknya, ada kedisiplinan fiskal pemerintah dengan menjaga keseimbangan primer dan defisit, anggaran terkendali di bawah 3% dari PDB. Ini adalah hal yang positif dan perlu diapresiasi,” ujarnya.

     

  • Program Raksasa Prabowo 2026: Antara Janji Politik dan Risiko Eksekusi – Page 3

    Program Raksasa Prabowo 2026: Antara Janji Politik dan Risiko Eksekusi – Page 3

    Sebelumnya, Presiden Prabowo Subianto menargetkan angka pertumbuhan ekonomi mencapai 5,4 persen pada 2026. Angka inflasi pun akan dijaga dalam batas aman hingga target penurunan angka kemiskinan di Republik Indonesia (RI).

    Target pertumbuhan ekonomi itu didasari dengan pengelolaan fiskal yang sehat dengan dibarengi transformasi ekonomi nasional.

    “Dengan pengelolaan fiskal yang sehat, disertai dengan efektivitas transformasi ekonomi dan peningkatan kesejahteraan rakyat, maka pertumbuhan ekonomi tahun 2026 ditargetkan mencapai 5,4 persen atau lebih,” kata Prabowo dalam Penyampaian RUU APBN 2026 dan Nota Keuangan pada Sidang Paripurna DPR RI, di Jakarta, Jumat (15/8/2025).

    Kemudian, tingkat inflasi akan dijaga di level 2,5 persen, suku bunga Surat Berharga Negara (SBN) 10 tahun di kisaran 6,9 persen, nilai tukar berada di kisaran Rp16.500 per dolar Amerika Serikat (AS).

    Prabowo juga menargetkan pengangguran terbuka pada 2026 terus turun ke 4,44 persen hingga 4,96 persen. Angka kemiskinan ditargetkan turun pada kisaran 6,5 persen hingga 7,5 persen.

    “Rasio Gini turun ke 0,377 hingga 0,380, serta Indeks Modal Manusia sebesar 0,57. Selain itu, Indeks Kesejahteraan Petani dan penciptaan lapangan kerja formal ditargetkan meningkat,” tutur dia.

     

  • Program Raksasa Prabowo 2026: Antara Janji Politik dan Risiko Eksekusi – Page 3

    CSIS: Pemerintah Perlu Desain Ulang Program Prioritas dalam RAPBN 2026 – Page 3

     MBG misalnya, melonjak dari Rp171 triliun menjadi Rp335 triliun. Alokasi besar juga diberikan untuk koperasi Merah Putih Rp181,8 triliun, pembangunan rumah Rp57,7 triliun, serta ketahanan energi Rp402,4 triliun.

    Namun, di balik angka fantastis itu, CSIS mengingatkan adanya konsekuensi serius terhadap postur fiskal. Keterbatasan ruang fiskal membuat pemerintah harus menjaga defisit tetap terkendali di 2,48 persen.

    “Keterbatasan ruang fiskal dan upaya pemerintah untuk menjaga defisit APBN di bawah 3 persen, dalam hal ini defisitnya menjadi 2,48 persen, itu membuat pelaksanaan program-program tersebut berpotensi untuk memaksa peningkatan penerimaan negara dan atau mengorbankan belanja-belanja lainnya,” ujarnya.

  • Gali Lubang Tutup Lubang Bayar Bunga Utang APBN Pertama Prabowo

    Gali Lubang Tutup Lubang Bayar Bunga Utang APBN Pertama Prabowo

    Bisnis.com, JAKARTA — Pemerintahan Presiden Prabowo Subianto harus gali lubang tutup lubang guna menjaga stabilitas pengelolaan anggaran di tengah penurunan peforma penerimaan pajak, risiko rasio utang, dan membengkaknya alokasi untuk pembayaran bunga utang.

    Sekadar catatan, dalam nota keuangan Rancangan APBN (RAPBN) 2026, pemerintah telah mengalokasikan anggaran pembayaran bunga utang senilai Rp599,4 triliun, naik 8,56% dari outlook tahun 2025 sebesar Rp552,1 triliun. Jumlah itu setara 17,8% dari pagu belanja pemerintah pusat dalam RAPBN 2026 senilai Rp3.136,5 triliun. 

    Rencana alokasi anggaran pembayaran bunga utang tersebut juga sejatinya jauh lebih rendah baik dari sisi pertumbuhan maupun porsinya terhadap belanja pemerintah pusat selama tiga tahun terakhir. 

    Sebagai perbandingan, dengan total outlook senilai Rp552,1 triliun pada APBN 2025, pertumbuhan alokasi anggaran pembayaran bunga utang mencapai 11,5% dan memakan porsi anggaran belanja pemerintah pusat sebesar 20,4%.

    Meski demikian, pagu anggaran pembayaran bunga utang 2026 tetap menjadi salah satu komponen paling dominan dalam struktur belanja pemerintah pusat. Pagu belanja pembayaran bunga utang bahkan lebih besar dibandingkan dengan belanja subsidi atau belanja sosial yang masing-masing hanya dialokasikan senilai Rp318,9 triliun dan Rp167,36 triliun di RAPBN 2026.

    Besarnya porsi pembayaran bunga utang dan kondisi keseimbangan primer yang masih defisit, memaksa pemerintah menarik utang baru pada tahun depan. Menarik utang baru untuk membayar bunga dan cicilan pokok utang lama. Tidak tanggung-tanggung, pemerintah berencana menarik utang senilai Rp781,9 triliun pada tahun 2026 atau paling banyak sejak pandemi berakhir. 

    Dalam catatan Bisnis, pemerintah pernah menarik utang besar saat terjadinya pandemi Covid-19. Pada tahun 2021, misalnya, pemerintah menarik utang hingga Rp870,5 triliun; kemudian turun menjadi Rp696 triliun pada 2022; turun menjadi Rp404 triliun pada 2023; Rp558,1 triliun pada 2024, dan Rp715,5 triliun pada 2025 (outlook).

    Pemerintah dalam penjelasan di Nota Keuangan RAPBN 2026 berdalih bahwa berbagai kebijakan anggaran yang tercantum di RAPBN 2026, termasuk penarikan utang tersebut, memang dirancang untuk mengemban dua agenda utama yaitu meredam gejolak global sekaligus mendukung agenda pembangunan. “Pemerintah memastikan pengelolaan utang berjalan secara prudent, akuntabel, dan terkendali, sehingga dapat dijaga keberlanjutan fiskal,” jelas dokumen tersebut, dikutip Jumat (15/8/2025).

    Khusus soal pengendalian utang, pemerintah bahkan telah menetapkan tiga prinsip utama. Pertama, akseleratif dengan memanfaatkan utang sebagai katalis percepatan pembangunan dan menjaga momentum pertumbuhan. Kedua, efisien dengan memperhatikan penerbitan utang dengan biaya yang minimal melalui pengembangan dan pendalaman pasar keuangan dan diversifikasi instrumen utang.

    Ketiga, seimbang dengan menjaga portofolio utang pemerintah yang optimal pada keseimbangan antara biaya minimal dengan tingkat risiko yang dapat ditoleransi dalam rangka mendukung keberlanjutan fiskal.

    Mimpi Presiden Prabowo 

    Menariknya, di tengah kondisi anggaran yang diperkirakan sampai tahun depan masih gali lubang tutup lubang, Presiden Prabowo Subianto mengungkap keinginannya untuk menekan defisit sekecil mungkin bahkan kalau perlu tidak ada defisit setidaknya pada tahun 2027-2028.

    “Defisit ini ingin kami tekan sekecil mungkin. Adalah cita-cita saya, suatu saat—apakah dalam 2027 atau 2028—saya ingin berdiri di majelis ini, menyampaikan bahwa kita berhasil punya APBN yang tidak ada defisitnya sama sekali,” ujar Prabowo di Kompleks Parlemen, Jakarta, Jumat (15/8/2025).

    Namun demikian dengan besarnya porsi pembayaran bunga utang, peforma penerimaan pajak yang loyo, hingga kebutuhan belanja untuk membiayai program-program ambisius pemerintah, mimpi Presiden Prabowo masih panggang jauh dari api. Apalagi rasio pajak pemerintah sampai sekarang masih terjebak di kisaran 10-11% dari produk domestik bruto (PDB).

    Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati telah menjelaskan bahwa pemerintah akan melihat terlebih dahulu perkembangan anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) 2026, baru memikirkan defisit tahun-tahun setelahnya, termasuk soal tak ada lagi defisit atau anggaran berimbang (balance budget) APBN.

    “Untuk balance budget 2—3 tahun, kita lihat di 2026 dulu ya, belum mulai 2026 sudah mikir 2—3 tahun. Namun, saya melihat sinyal dari presiden, jadi nanti kita juga akan siapkan sesuai tadi yang diharapkan, tetapi kita lihat setahap demi setahap,” ujar Sri Mulyani pada Jumat (15/8/2025).

    Sri Mulyani menyebut bahwa 2025 pun masih tersisa beberapa bulan dan Kemenkeu selaku pengelola fiskal harus terus mengawalnya dengan ketat. Oleh karena itu, saat ini pihaknya akan fokus menjalankan APBN 2025 dan menyiapkan APBN 2026.

    Meskipun begitu, dia menyebut bahwa selaku anak buah Prabowo, jajaran Kemenkeu akan tetap mengkaji strategi untuk bisa mencapai balance budget, yakni defisit APBN menjadi 0% atau bahkan menjadi surplus.

    “Kemudian direction yang dimintakan tadi oleh bapak presiden untuk suatu saat Indonesia balance budget saya rasa itu adalah sesuatu yang nanti harus kita terus hitung, dan nanti pasti dilaporkan kepada presiden,” ujarnya.

    Bukan Pekerjaan Mudah 

    Sementara itu, ekonom Center of Reform on Economics (Core) Indonesia Yusuf Rendy Manilet menuturkan bahwa untuk menekan defisit, pemerintah salah satunya harus meningkatkan penerimaan pajaknya dengan optimal. Hal tersebut dapat ditempuh dengan mengenakan pajak yang cukup tinggi kepada masyarakat.

    Di sisi lain, pemerintah juga harus berupaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan pendapatan pajak yang diperoleh.

    “Apakah kemudian masyarakat siap dipajakin untuk mengejar target defisit 0%? Saya kira secara politik itu tidak populer. Kalau misalnya pajaknya besar dan tingkat kesejahteraannya tidak naik, saya kira cukup sulit,” kata Yusuf saat ditemui di kantor Bisnis Indonesia, Jakarta pada Jumat (15/8/2025).

    Yusuf melanjutkan, melihat dari komponen penyumbang pajak, sektor-sektor yang pertumbuhan pemungutannya tinggi dalam beberapa tahun terakhir justru memiliki kontribusi yang relatif minim. Dia menuturkan, karakteristik ini kebanyakan terlihat pada sektor-sektor jasa.

    Sebaliknya, sektor yang kontribusi pajaknya besar memiliki pertumbuhan pemungutan yang rendah, seperti manufaktur, perdagangan, dan lainnya.

    “Melihat kondisi tersebut cukup sulit untuk kemudian mencapai target defisit 0%,” lanjutnya.

  • Target 3 Tahun IKN Rampung di Tengah Anggaran yang ‘Terpasung’

    Target 3 Tahun IKN Rampung di Tengah Anggaran yang ‘Terpasung’

    Bisnis.com, JAKARTA – Nasib megaproyek Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara untuk 3 tahun ke depan telah ditentukan. Presiden Prabowo Subianto telah menginstruksikan Kepala Otorita IKN Basuki Hadimuljono untuk menyelesaikan pembangunan Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara dalam 3 tahun ke depan.

    Dia menegaskan bahwa pemerintahan Prabowo akan meneruskan megaproyek ibu kota baru RI yang dimulai di era pemerintahan Joko Widodo (Jokowi) itu.

    “IKN lanjut, sebagaimana sudah diputuskan oleh Bapak Presiden bahwa pembangunan IKN akan dilanjutkan dan diminta kepada Kepala Otorita IKN, dalam ini Bapak Basuki, diberi target dalam 3 tahun ke depan harus menyelesaikan seluruh perangkat yang dibutuhkan untuk memenuhi syarat kita berpindah,” ujar Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Prasetyo Hadi kepada wartawan di DPR RI, Jumat (15/8/2025).

    Dalam hal ini, dia menerangkan bahwa seluruh lembaga eksekutif, legislatif, hingga yudikatif akan pindah setelah IKN rampung dalam 3 tahun ke depan.

    “Jadi tidak ada masalah dengan IKN. Lanjut terus,” tuturnya.

    Meskipun telah memberikan IKN rampung dalam 3 tahun, anggaran yang disiapkan oleh Pemerintah dinilai tidak mencukupi.

    Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengungkap pagu anggaran Otorita Ibu Kota Nusantara (OIKN) dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2026 ditetapkan sebesar Rp6,3 triliun.

    Adapun, anggaran tersebut dikucurkan untuk mendukung pembangunan sarana dan prasarana di Kawasan Inti Pusat Pemerintahan (KIPP) IKN.

    “Anggarannya Rp6,3 triliun untuk IKN,” jelasnya dalam Konferensi Pers RAPBN di Kantor Pusat Ditjen Pajak, Jakarta, Jumat (15/8/2025).

    Apabila dibandingkan dengan Pagu TA 2025, posisinya tidak berbeda. Semulanya Pagu OIKN TA 2025 ditetapkan sebesar Rp6,3 triliun. Namun, baru-baru ini OIKN mendapat alokasi anggaran tambahan sebesar Rp8,1 triliun.

    Meski demikian, pagu anggaran OIKN yang ditetapkan dalam RAPBN 2026 masih jauh lebih besar dari pagu indikatif TA 2026 yang dianggarkan sebelumnya sebesar Rp5,05 triliun.

    Sebelumnya, Kepala Otorita Ibu Kota Nusantara (OIKN) Basuki Hadimuljono menjelaskan bahwa pagu indikatif Rp5,05 triliun itu sebagaimana tertuang dalam surat Bersama Pagu Indikatif (SBPI) Menteri Keuangan dan Menteri PPN/Bappenas Nomor S-356/MK.02/2025 dan Nomor B-383/D.9/PP.04.03/05/2025 yang dikeluarkan tanggal 15 Mei 2025.

    “Pagu indikatif Otorita IKN Tahun 2026 sebesar Rp5,05 triliun,” kata Basuki dalam Rapat Kerja (Raker) bersama Komisi II DPR RI, Selasa (8/7/2025).

    Basuki menambahkan anggaran tersebut dialokasikan untuk belanja pegawai senilai Rp423 miliar, belanja operasional senilai Rp138 miliar dan belanja non-operasional sebesar Rp4,48 triliun yang sebagian besar digunakan untuk pembangunan konstruksi fisik lanjutan.

    Kendati demikian, pagu indikatif tersebut dinilai masih jauh untuk mencukupi pembangunan pada 2026. Pasalnya, OIKN membutuhkan tambahan anggaran mencapai Rp16,13 triliun untuk melanjutkan proyek baru di IKN. 

    Kepala OIKN menyebut pihaknya telah menyampaikan usulan tambahan anggaran tersebut kepada Kementerian Keuangan (Kemenkeu) pada 4 Juli 2025 melalui Surat Kepala OIKN Nomor B.132/Kepala/Otorita IKN/VII/2025.

    IKN Tetap Jadi Prioritas?

    Diberitakan sebelumnya, Pembangunan IKN Nusantara pada masa kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto dipastikan bakal terus berlanjut. Di mana, konstruksi pembangunan bakal ibu kota baru Indonesia itu masih akan didukung oleh injeksi Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN).

    Kepala Otorita Ibu Kota Nusantara (OIKN), Basuki Hadimuljono juga telah memastikan bahwa tidak akan ada moratorium pembangunan IKN semasa kepemimpinan Presiden ke-8 Prabowo Subianto.

    “Dari Istana disampaikan bahwa tidak akan ada moratorium, dan pembangunan IKN justru dipercepat,” jelas Basuki dalam keterangan tertulis, dikutip Senin (11/8/2025).

    Adapun saat ini, pembangunan IKN difokuskan pada pengembangan Kawasan Legislatif dan Yudikatif. Hal itu dilakukan guna melengkapi area Kawasan Eksekutif yang telah dibangun pada masa kepemimpinan Presiden ke-7 Indonesia yakni Joko Widodo (Jokowi).

    Berdasarkan catatan Bisnis, Deputi Bidang Sarana dan Prasarana OIKN, Danis H. Sumadilaga menjelaskan bahwa lelang pengadaan proyek Kawasan Legislatif dan Yudikatif di IKN itu direncanakan akan dilaksanakan pada tahun depan.

    Hal itu dilakukan sembari menunggu proses politik anggaran tahun kedua Prabowo rampung dirumuskan.  

    “Ruang lingkupnya ya [yang akan ditender tahun depan], satu pembangunan gedung yudikatif dan legislatif, itu 7 paket pekerjaan, kemudian pekerjaan jalan untuk yudikatif, legislatif dan sekitarnya,” jelasnya saat ditemui di Kompleks DPR RI, Selasa (8/7/2025).

  • RI Perlu Rp7,45 Kuadriliun Investasi untuk Tumbuh 5,4 Persen di 2026

    RI Perlu Rp7,45 Kuadriliun Investasi untuk Tumbuh 5,4 Persen di 2026

    JAKARTA – Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyatakan bahwa Indonesia membutuhkan total investasi sebesar Rp7,45 kuadriliun agar perekonomian nasional dapat mencapai pertumbuhan 5,4 persen secara tahunan (year-on-year/yoy) pada tahun depan.

    “Untuk mencapai 5,4 persen pertumbuhan kita di tahun 2026 dibutuhkan Rp7.450 triliun dari total investment (investasi) di dalam GDP (Gross Domestic Product/Produk Domestik Bruto/PDB) kita,” ujar Sri Mulyani dikutip dari Konferensi Pers RAPBN dan Nota Keuangan 2026 di Jakarta, dilansir dari ANTARA, Sabtu, 16 Agustus.

    Ia mengatakan bahwa tidak semua investasi tersebut harus bersumber dari APBN 2026. Ia menyatakan anggaran negara diharapkan hanya menjadi katalis untuk mengakselerasi kegiatan investasi.

    “Dari sisi investasi, Bapak Presiden (Prabowo Subianto) menyampaikan dan mengindikasikan tidak semuanya harus tergantung dari APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara), tapi APBN menjadi katalis dan saling membantu,” kata Sri Mulyani.

    Ia menuturkan sektor target investasi pada tahun depan meliputi sektor mineral dan batu bara, transisi energi, ketahanan energi, hilirisasi pertanian, serta hilirisasi kelautan dan perikanan.

    Kerja sama Badan Pengelola Investasi (BPI) Danantara Indonesia dan para pelaku usaha swasta juga akan diperkuat sebagai motor pertumbuhan ekonomi nasional.

    Ia menyatakan terdapat tiga kontributor investasi pada 2026, yakni sektor swasta, berbagai Badan Usaha Milik Negara (BUMN) di bawah Danantara Indonesia, serta pemerintah melalui penyaluran APBN.

    “Yang mana Rp720 triliun itu adalah (investasi yang diharapkan dari) Danantara. Sedangkan yang lain adalah dari sisi swasta Rp6.200 triliun dan APBN Rp530 triliun,” imbuh Sri Mulyani.

    Dalam kesempatan yang sama, Menteri Investasi dan Hilirisasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Rosan Perkasa Roeslani menyampaikan dibutuhkan penanaman modal asing dan dalam negeri senilai Rp13.032,8 triliun dalam rentang 2025–2029.

    Ia mengatakan target investasi pada 2025–2029 itu lebih tinggi sekitar 43 persen apabila dibandingkan dengan capaian investasi dalam 10 tahun terakhir, yakni 2014–2024 sebesar Rp9.912 triliun.

    “Kontribusi dari investasi ini juga diharapkan terus meningkat, karena memberikan dampak positif terhadap lapangan pekerjaan, daya beli, dan juga ekspor nasional,” ucap Rosan.

  • Prabowo Bertekad Tak Ada Defisit APBN, Luhut: Kita Harus Kerja!

    Prabowo Bertekad Tak Ada Defisit APBN, Luhut: Kita Harus Kerja!

    Jakarta

    Ketua Dewan Ekonomi Nasional (DEN) Luhut Binsar Pandjaitan berharap dalam HUT RI ke-80 ini target-target yang telah dicanangkan Presiden Prabowo Subianto dapat tercapai. Salah satunya yakni tidak ada lagi defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) di 2027.

    Menurut Luhut, untuk mencapai target tersebut semua pembantu presiden harus kerja keras. “Ya kita lihat tadi, presiden kasih target defisit kita mendekati nol pada 2027, kita harus kerja lah,” kata Luhut usai menghadiri Upacara HUT RI ke-80 di Istana Kepresidenan, Jakarta, Minggu (17/8/2025).

    Sebelumnya, Prabowo menyampaikan harapannya agar APBN tahun 2027 atau 2028 tidak defisit sama sekali. Di 2026 sendiri diperkirakan masih terjadi defisit Rp 638,8 triliun atau 2,48% PDB.

    Hal itu disampaikan Prabowo saat menyampaikan RUU APBN 2026 dan Nota Keuangannya di Gedung DPR RI, Jakarta, Jumat (15/8).

    “Pemerintah yang saya pimpin berjanji di hadapan majelis ini, kami akan terus melaksanakan efisiensi sehingga defisit ini kita ingin tekan sekecil mungkin dan adalah harapan saya, adalah cita-cita saya untuk suatu saat apakah dalam 2027 atau 2028, saya ingin berdiri di depan majelis ini, di podium ini untuk menyampaikan bahwa kita berhasil punya APBN yang tidak ada defisitnya sama sekali,” ujar Prabowo.

    Untuk mencapai itu, Prabowo menegaskan bahwa pihaknya akan menekan segala kebocoran APBN yang selama ini menjadi penyebab defisit.

    “Kita harus berani, kita harus berani dan kita harus bertekad menghilangkan kebocoran, menekan segala bentuk kebocoran. Untuk itu, saya minta dukungan seluruh kekuatan politik yang ada di Indonesia,” tegasnya.

    (kil/kil)