Pemerintah Dipastikan Tanggung Biaya Pembangunan Hunian Tetap Korban Bencana Sumatera
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com
– Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Pratikno memastikan, pemerintah yang sepenuhnya menanggung pembangunan hunian tetap (huntap) untuk korban bencana Sumatera.
Kepastian tersebut disampaikan
Pratikno
dalam konferensi pers perkembangan penanggulangan
bencana Sumatera
, Jumat (19/12/2025).
“Skema hunian tetap itu, adalah hunian tetap dibangun sepenuhnya oleh pemerintah,” ujar Pratikno dalam konferensi pers, Jumat.
Pemerintah dipastikan juga mempercepat pembangunan hunian sementara dan hunian tetap di wilayah terdampak bencana.
Proses pendataan penerima manfaat, penyiapan lahan, hingga konstruksi terus dilakukan oleh kementerian dan lembaga terkait, TNI, Polri, serta pemerintah daerah.
Dalam kesempatan tersebut, Pratikno menegaskan bahwa pemerintah terus bekerja keras agar wilayah Sumatera yang terdampak bencana banjir dapat segera pulih dan bangkit.
Pratikno mengakui, bencana yang melanda Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat telah menimbulkan dampak signifikan, mulai dari korban jiwa, pengungsian, hingga kerusakan infrastruktur.
“Kita berusaha keras agar Sumatera bisa segera pulih lebih baik, bangkit lebih tangguh serta tumbuh bersama dengan alam yang lestari dan berkelanjutan,” kata Pratikno.
Pemerintah, kata Pratikno, telah menetapkan penanganan bencana di Sumatera sebagai prioritas nasional.
Seluruh kementerian/lembaga telah mengerahkan upaya maksimal dalam penanganan bencana di tiga provinsi tersebut.
“Kita menyaksikan kekuatan bangsa Indonesia bersatu padu, solidaritas tinggi membantu masyarakat terdampak untuk segera pulih dan ini adalah kekuatan kita bersama, kolaborasi yang sinergis di internal pemerintah dan juga dengan masyarakat seluruh komponen bangsa,” tutur Pratikno.
ANTARA FOTO/ERLANGGA BREGAS PRAKOSO via BBC INDONESIA Warga merunduk melewati tiang listrik yang roboh akibat banjir bandang di Kuala Simpang, Kabupaten Aceh Tamiang, Aceh, Sabtu (6/12/2025).
Sementara itu, Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) Maruarar Sirait atau Ara menyampaikan rencana pemerintah untuk membangun 2.603 hunian tetap bagi korban banjir di Sumatera.
Pembangunan hunian tersebut ditargetkan mulai dikerjakan pada bulan ini.
“Sudah ada kesiapan untuk membangun rumah bagi saudara-saudara kita ya di Sumatera Barat, Sumatera Utara, dan Aceh sebesar 2.603 unit. Mohon doanya kita mulai bulan ini membangun hunian tetap,” kata Ara di Kantor Kemenko PMK, Jakarta Pusat, Rabu (17/12/2025).
Rencana pembangunan huntap untuk masyarakat terdampak bencana telah disampaikan kepada Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (
Menko PMK
) Pratikno.
Saat ini, pembahasan masih difokuskan pada penentuan lokasi pembangunan dengan sejumlah kriteria utama.
“Pertama dari aspek hukum, bagaimana itu klir dari aspek hukumnya. Kedua, dari teknikal, artinya jangan memindahkan atau relokasi rakyat ke tempat yang tidak aman,” ujar Ara.
Selain aspek teknis dan hukum, Ara menambahkan bahwa lokasi huntap juga tidak sekadar bersifat fisik semata.
Terkait pendanaan, Ara memastikan pembangunan hunian tetap tersebut tidak menggunakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
“Uangnya non-APBN. Dari Yayasan Buddha Tzu Chi 2.500, dari saya pribadi 103,” ujar Ara.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
Topik: APBN
-
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5450319/original/075355600_1766137086-WhatsApp_Image_2025-12-19_at_14.45.43.jpeg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
ESDM Optimistis Capai Target PNBP Rp256 Triliun, Realisasi Sudah Menyentuh Rp228 Triliun
Gita menjelaskan, pencatatan PNBP sektor ESDM dilakukan melalui dua mekanisme, yakni pada Kementerian ESDM dan Kementerian Keuangan, sesuai dengan ketentuan penganggaran dan pencatatan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
“Pada catatan internal Kementerian ESDM, realisasi PNBP yang menjadi tanggung jawab teknis kami telah melampaui target dengan mencapai Rp130,71 triliun atau sekitar 102,57 persen,” jelas Gita.
Adapun sebagian penerimaan lainnya, termasuk sebagian besar penerimaan migas dan panas bumi, dicatat pada akun Kementerian Keuangan dengan realisasi mencapai Rp97,3 triliun.
Di tengah sisa waktu tahun anggaran yang ada, Kementerian ESDM menilai peluang pencapaian target PNBP sektor ESDM tahun 2025 masih terbuka dan dapat terus dikejar.
“Dengan realisasi saat ini sebesar Rp228,05 triliun, insya Allah target PNBP sektor ESDM tahun 2025 sekitar Rp256 triliun dapat tercapai,” tutur Gita.
(*)
-

Purbaya Keteteran soal Permintaan Uang Kementerian, Ferdinand Hutahaean: Bukannya Tugas Lu Bayar-bayar Anggaran? Jangan Ngeluh
Meski demikian, Purbaya menegaskan hingga saat ini belum ada rencana untuk mengubah postur Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tahun depan.
Namun, ia tak menampik intensitas permintaan anggaran dari K/L terus meningkat.
“Terus terang kita (Kementerian Keuangan) agak keteteran tuh karena mereka (K/L) minta duit terus, minta duit terus. Jadi, kita agak kendalikan sedikit,” ungkap Purbaya, kemarin.
Menurut Purbaya, tingginya permintaan anggaran tersebut justru menunjukkan kesiapan K/L dalam menyerap belanja negara semakin membaik dibandingkan awal tahun. Meski begitu, ia kembali menegaskan bahwa postur APBN 2026 tetap tidak akan diubah.
“Apalagi, mereka (K/L) takut kalau enggak bisa belanja, saya potong anggarannya. Jadi, tahun depan (2026) mereka pasti akan lebih baik (menyerap anggaran),” tegasnya.
Pada tahun anggaran berjalan, sejumlah K/L diketahui telah mengembalikan sebagian anggaran ke Kementerian Keuangan. Hingga Selasa (16/12), nilai pengembalian anggaran tersebut tercatat mencapai Rp4,5 triliun.
Di tengah dinamika tersebut, Purbaya tetap optimistis terhadap kinerja perekonomian nasional.
Ia memproyeksikan pertumbuhan ekonomi pada kuartal IV 2025 mampu menembus angka di atas 5,5 persen secara tahunan (year on year).
Keyakinan itu, menurutnya, akan membawa pertumbuhan ekonomi Indonesia sepanjang 2025 berada di level 5,2 persen. Sementara pada 2026, laju pertumbuhan ekonomi diperkirakan meningkat hingga 5,4 persen.
“Sekarang saya kan sedang hidupkan semua mesin ekonomi. Fiskal sudah mulai jalan, moneter sudah semakin sinkron, iklim investasi akan diperbaiki. Saya tetap melihat 6 persen bukan angka yang mustahil untuk 2026, walaupun asumsi kita di 5,4 persen,” pungkasnya.
-

Purbaya Keteteran soal Permintaan Uang Kementerian, Ferdinand Hutahaean: Bukannya Tugas Lu Bayar-bayar Anggaran? Jangan Ngeluh
Meski demikian, Purbaya menegaskan hingga saat ini belum ada rencana untuk mengubah postur Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tahun depan.
Namun, ia tak menampik intensitas permintaan anggaran dari K/L terus meningkat.
“Terus terang kita (Kementerian Keuangan) agak keteteran tuh karena mereka (K/L) minta duit terus, minta duit terus. Jadi, kita agak kendalikan sedikit,” ungkap Purbaya, kemarin.
Menurut Purbaya, tingginya permintaan anggaran tersebut justru menunjukkan kesiapan K/L dalam menyerap belanja negara semakin membaik dibandingkan awal tahun. Meski begitu, ia kembali menegaskan bahwa postur APBN 2026 tetap tidak akan diubah.
“Apalagi, mereka (K/L) takut kalau enggak bisa belanja, saya potong anggarannya. Jadi, tahun depan (2026) mereka pasti akan lebih baik (menyerap anggaran),” tegasnya.
Pada tahun anggaran berjalan, sejumlah K/L diketahui telah mengembalikan sebagian anggaran ke Kementerian Keuangan. Hingga Selasa (16/12), nilai pengembalian anggaran tersebut tercatat mencapai Rp4,5 triliun.
Di tengah dinamika tersebut, Purbaya tetap optimistis terhadap kinerja perekonomian nasional.
Ia memproyeksikan pertumbuhan ekonomi pada kuartal IV 2025 mampu menembus angka di atas 5,5 persen secara tahunan (year on year).
Keyakinan itu, menurutnya, akan membawa pertumbuhan ekonomi Indonesia sepanjang 2025 berada di level 5,2 persen. Sementara pada 2026, laju pertumbuhan ekonomi diperkirakan meningkat hingga 5,4 persen.
“Sekarang saya kan sedang hidupkan semua mesin ekonomi. Fiskal sudah mulai jalan, moneter sudah semakin sinkron, iklim investasi akan diperbaiki. Saya tetap melihat 6 persen bukan angka yang mustahil untuk 2026, walaupun asumsi kita di 5,4 persen,” pungkasnya.
-

APBN 2025 Defisit Rp560,3 Triliun, Menkeu Purbaya Pastikan Masih dalam Kendali
FAJAR.CO.ID, JAKARTA — Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa melaporkan posisi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2025 hingga akhir November masih berada dalam batas aman meski mencatatkan defisit ratusan triliun rupiah.
Dalam konferensi pers APBN KiTa Edisi Desember 2025 di Jakarta, Kamis, Purbaya menyebut defisit APBN per 30 November 2025 mencapai Rp560,3 triliun atau setara 2,35 persen dari produk domestik bruto (PDB).
“Defisit APBN tercatat sebesar Rp560,3 triliun atau 2,35 persen terhadap PDB. Ini masih dalam batas yang terkelola dan sesuai dengan desain APBN kita,” kata Purbaya.
Dari sisi pendapatan, negara berhasil mengumpulkan Rp2.351,5 triliun atau 82,1 persen dari target APBN 2025 yang dipatok sebesar Rp2.865,5 triliun. Kontribusi terbesar masih datang dari sektor perpajakan.
Realisasi penerimaan pajak dan kepabeanan tercatat sebesar Rp1.903,9 triliun atau 79,8 persen dari proyeksi Rp2.387,3 triliun. Angka tersebut terdiri atas penerimaan pajak sebesar Rp1.634,4 triliun atau 78,7 persen dari target, serta penerimaan kepabeanan dan cukai yang mencapai Rp269,4 triliun atau 86,8 persen.
Sementara itu, penerimaan negara bukan pajak (PNBP) menunjukkan kinerja positif dengan realisasi Rp444,9 triliun atau 93,2 persen dari proyeksi.
Di sisi belanja, realisasi pengeluaran negara mencapai Rp2.911,8 triliun atau 82,5 persen dari pagu APBN 2025 sebesar Rp3.527,5 triliun. Belanja pemerintah pusat menyumbang Rp2.116,2 triliun atau 79,5 persen dari target Rp2.663,4 triliun.
Untuk belanja kementerian dan lembaga, penyerapan anggaran tercatat Rp1.110,7 triliun atau 87,1 persen. Adapun belanja non-kementerian/lembaga terealisasi Rp1.005,5 triliun atau 72,5 persen dari proyeksi.
-

DPRD Bojonegoro Kunjungan ke PGN Minta Perluas Jangkauan Jargas ke 10.000 Rumah
Bojonegoro (beritajatim.com) – Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Bojonegoro melakukan kunjungan kerja strategis ke dua BUMN energi, PT Perusahaan Gas Negara (PGN) dan PT Pertamina Gas.
Agenda utama lawatan ini adalah pengembangan jaringan gas rumah tangga (jargas) untuk memperluas akses energi bersih bagi masyarakat.
Ketua DPRD Bojonegoro, Abdulloh Umar, menyatakan kunjungan ini merupakan langkah konkret untuk memperdalam pemahaman dan menyusun kebijakan yang tepat di sektor energi.
“Kami ingin mendapat gambaran langsung soal pengembangan jargas di Bojonegoro, termasuk peluang, tantangan, dan strategi ke depan,” ujarnya, Kamis (18/12/2025).
Rombongan yang terdiri dari 15 orang, termasuk pimpinan dan anggota Komisi B, akan fokus membahas percepatan perluasan jaringan. Komitmen DPRD, lanjut Umar, adalah memastikan kebijakan energi daerah selaras dengan kebutuhan masyarakat dan mendukung program nasional.
“Kami berharap ada penambahan jaringan yang bisa menjangkau 10.000 pelanggan baru, serta perluasan ke lebih banyak kecamatan, seperti Kecamatan Kapas,” jelas Umar.
Di sisi lain, Area Head PGN Bojonegoro, Faishal Arief, mengungkapkan data terbaru. Hingga November 2025, jumlah pelanggan jargas rumah tangga yang dibiayai APBN di Bojonegoro tercatat 7.662 sambungan. Angka ini mengalami penurunan sekitar 23 persen dari awal pengaliran yang mencapai 10.000 pelanggan.
“Penurunan terjadi secara bertahap karena berbagai faktor,” tandas Faishal, tanpa merinci lebih lanjut.
Informasi ini menjadi salah satu bahan pembahasan penting dalam kunjungan kerja tersebut untuk mencari solusi penguatan dan perluasan infrastruktur gas bumi di wilayah Bojonegoro. [lus/ted]
-

Purbaya Kian Agresif Terbitkan Surat Utang Jangka Pendek, Ini Tujuannya
Bisnis.com, JAKARTA — Kementerian Keuangan (Kemenkeu) akan meningkatkan penerbitan surat utang jangka pendek yakni Surat Perbendaharaan Negara (SPN) sebagai strategi pembiayaan APBN 2026. Bahkan, strategi itu sudah dilakukan sejak akhir 2025 ini.
Direktur Jenderal Pembiayaan dan Pengelolaan Risiko (DJPPR) Kemenkeu Suminto mengatakan bahwa pada 2026, pihaknya akan menerbitkan surat berharga negara atau SBN maupun SPN sebagai strategi pembiayaan APBN.
Pada tahun depan, sebagaimana UU APBN 2026 yang sudah disetujui DPR September 2025 lalu, pembiayaan anggaran ditetapkan sebesar Rp689,1 triliun. Hal itu sejalan dengan defisit yang ditargetkan dengan dengan nilai yang sama, atau setara 2,68% terhadap PDB.
Suminto mengatakan, unitnya telah meningkatkan penerbitan SPN atau surat utang jangka pendek sejak kuartal IV/2025. Strategi ini akan dilanjutkan mulai awal tahun depan.
“Sejak triwulan keempat 2025 kami meningkatkan penerbitan SPN tujuannya adalah untuk mengembangkan pasar uang, pendalaman pasar dan sekaligus membangun manajemen kas pemerintah yang lebih efisien, sehingga ke depan dalam hal ini tahun 2026 kami akan meningkatkan penerbitan SPN, SPNS dengan tenor di bawah satu tahun,” terangnya pada konferensi pers APBN KiTa edisi Desember 2025, Kamis (18/12/2025).
Sejak periode Oktober-Desember 2025 ini, Suminto menyebut DJPPR Kemenkeu sudah melengkapi kebutuhan SPN dengan tenor beragam di pasar yakni 1 bulan, 3 bulan, 6 bulan, 9 bulan dan 12 bulan.
Pejabat eselon I Kemenkeu itu menyampaikan, penerbitan SPN lebih banyak bertujuan untuk agar pemerintah memiliki fleksibilitas yang lebih baik dalam rangka pemenuhan kebutuhan pembiayaan dan manajemen cash yang efisien.
“Dengan saldo kas yang efisien, pada saat yang bersamaan, market memiliki instrumen yang lengkap yang dibutuhkan oleh investor khususnya SPN dan SPNS juga untuk strategi treasury operation dari investor,” paparnya.
Ide Dari Purbaya
Pada pemberitaan sebelumnya, Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa juga pernah melontarkan ide untuk menerbitkan surat utang negara dalam jangka pendek lebih banyak. Salah satunya untuk kebutuhan transfer ke daerah (TKD) lebih cepat.
Saat itu, dia menyebut tujuan penerbitan SPN guna mencegah sisa lebih pembiayaan anggaran (Silpa) menumpuk di rekening pemda setiap akhir tahun.
Purbaya menyebut setiap tahunnya pemda harus menyediakan Silpa sekitar Rp100 triliun untuk pendanaan pemerintahan awal tahun sembari menunggu penyaluran TKD dari pusat. Akan tetapi, dia memastikan sistem yang tengah digodok Kemenkeu itu tidak akan diterapkan pada awal tahun anggaran (TA) 2026.
Menurut Purbaya, pemerintah pusat masih bisa untuk mempercepat penyaluran TKD kendati pendapatan negara masih minim di awal tahun. Dia menyebut akan menerbitkan surat utang jangka pendek untuk membiayai kebutuhan TKD lebih cepat di awal tahun anggaran.
Mantan Ketua Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) itu menyebut sistem pembiayaan dimaksud sedang dikembangkan. Sejalan dengan hal tersebut, otoritas fiskal juga tengah melatih agar pasar keuangan terbiasa dengan penerbitan Surat Perbendaharaan Negara (SPN) oleh pemerintah.
“Kami bisa terbitkan surat utang jangka pendek, satu bulan, dua bulan tiga bulan, empat bulan. Jadi mesti kreatif sedikit dibanding menghambat perekonomian dengan menumpuk uang di perbankan. Lebih baik seperti itu, uangnya habis nanti di awal tahun saya pastikan pemdanya dapat uang cepat di minggu pertama atau tanggal 2 [Januari] sudah dapat uangnya,” kata Purbaya, Oktober 2025 lalu.
-

Kritik Rektor Didik Rachbini ke Wamen Stella soal Kuota PTN: Tidak Paham Kondisi Lapangan!
GELORA.CO -Rektor Universitas Paramadina Prof. Didik J. Rachbini mengkritik pernyataan Wakil Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi Stella Christie yang menilai pembukaan kuota mahasiswa baru di perguruan tinggi negeri (PTN) tidak perlu dipersoalkan.
Menurut Didik, respons Stella terhadap kritik publik menunjukkan ketidakpahaman terhadap kondisi riil pendidikan tinggi di Indonesia.
“Prof Stella guru besar yang pintar tetapi tidak paham situasi sosial ekonomi dan sistem pendidikan di lapangan. Menjawab kritik publik asal bunyi,” kata Didik dalam keterangannya, Kamis, 18 Desember 2025.
Didik menilai persoalan kuota mahasiswa tidak bisa dilepaskan dari kinerja PTN secara keseluruhan. Ia menyebut PTN yang dibiayai dana rakyat lebih dari setengah abad gagal menembus jajaran kampus elite Asia dan dunia.
“Yang jelas PTN kita sudah gagal masuk ke dalam elite kampus Asia dan global, hanya menjadi kampus kelas tiga. Ini tugas Prof Stella, dan setahun terakhir pun tidak ada hasil signifikan untuk mendekati rival di negara tetangga seperti Singapura dan Malaysia,” tegasnya.
Ia mengingatkan bahwa PTN dibiayai penuh oleh anggaran negara, mulai dari gaji dosen, gedung, laboratorium hingga fasilitas lainnya. Namun di saat yang sama, PTN juga dibebaskan menarik dana besar dari masyarakat dengan menerima mahasiswa sebanyak-banyaknya.
“Sekarang dan selama ini mempraktekkan sistem tidak adil karena negara absen menjadi wasit yang adil. Ini masalah di lapangan yang tidak dimengerti Prof Stella. PTN sudah menerima dana dari pajak rakyat tetapi juga mengeruk dana masyarakat,” ujarnya.
Kondisi tersebut, lanjut Didik, berdampak langsung pada terpinggirkannya peran perguruan tinggi swasta (PTS) yang sejak lama berkontribusi mencerdaskan bangsa. Ia mencontohkan Universitas Islam Indonesia (UII) yang berdiri sebelum Indonesia merdeka dan Universitas Nasional (Unas) yang lahir pada 1948.
Didik juga menyoroti membengkaknya birokrasi PTN yang tidak efisien, sehingga mendorong kampus negeri menyedot dana ganda dari negara dan masyarakat. Akibatnya, terjadi persaingan tidak sehat atau cutthroat competition antara PTN dan PTS.
“Banyak PTS mati bergelimpangan, peran masyarakat dalam pendidikan tinggi dibunuh pelan-pelan. Sistem tidak adil seperti ini menekan dan menggerus peran ormas besar seperti NU, Muhammadiyah dan banyak yayasan-yayasan di daerah,” ungkapnya.
Untuk menciptakan keadilan, Didik mengusulkan agar anggaran negara untuk PTN dipotong 50 persen dan dialihkan secara proporsional kepada PTS. Ia bahkan mendorong DPR agar kebijakan tersebut diputuskan melalui APBN Perubahan pada pertengahan 2026.
Menurutnya, bagi PTN yang saat ini sudah memperoleh 70?”80 persen dana dari masyarakat, pemotongan anggaran negara tidak akan terlalu berat. Hanya berkurang sekitar 10?”15 persen. “Dana pajak rakyat harus dibagi adil antara PTN dan PTS. Negara tidak boleh terus mempraktikkan diskriminasi,” tegasnya.
Jika pembagian anggaran dinilai tidak mungkin dilakukan, Didik menawarkan opsi lain, yakni pembatasan penerimaan mahasiswa di PTN melalui skema beasiswa negara dan cross subsidy. “PTN harus fokus menerima mahasiswa tidak mampu yang dibiayai penuh negara, dan mahasiswa mampu membiayai mahasiswa tidak mampu. Ini asas proporsional,” katanya.
Didik menegaskan, ke depan negara tidak boleh lagi menempatkan PTN lebih tinggi derajatnya dibanding PTS. “Anggaran dari pajak rakyat harus dibagi adil. Tanpa itu, praktik diskriminatif dalam pendidikan tinggi akan terus merusak sistem dan peran masyarakat,” pungkasnya.
Diketahui, kebijakan PTN memperbesar kuota penerimaan mahasiswa baru menuai kritik karena dinilai tidak memperhatikan keberadaan PTS yang juga membutuhkan mahasiswa. Wamendiktisaintek Stella Christie menjawab kritik tersebut, bahwa kuota seharusnya tidak terlalu dipermasalahkan.
“Yang kita pikirkan bukan kuota, tapi apa kita memberikan peluang yang paling banyak dan paling bagus untuk semua masyarakat Indonesia, mahasiswa kita untuk belajar,” tutur Stella kepada wartawan usai acara 2025 International Symposium on ECD di Thamrin Nine, Jakarta Pusat, Rabu, 17 Desember 2025.
Menurut Stella jika PTN bisa memberikan kesempatan yang luas agar anak Indonesia bisa kuliah, perbanyak kuota bukan suatu hal yang salah dan akan didukung oleh Kemdiktisaintek. Langkah ini juga berlaku dengan penerimaan mahasiswa baru di perguruan tinggi swasta (PTS).
“Jadi ayo, kalau misalkan PTN, apakah PTN ini memberikan kesempatan bagi mahasiswa kita agar mereka bisa kuliah? kalau jawaban iya itu selalu kita dukung. Sama juga dengan PTS, PTS memberikan kesempatan agar mahasiswa kita di Indonesia semuanya bisa kuliah, bisa belajar,” katanya.
-

Setoran Pajak Kian Kritis, Dirjen Bimo Bantah Lakukan Ijon
Bisnis.com, JAKARTA — Direktur Jenderal Pajak Kementerian Keuangan (Kemenkeu) membantah isu ijon pajak yang dilakukan pihaknya untuk menutup target penerimaan yang masih kurang Rp442,5 triliun sampai dengan akhir November 2025.
Bimo menjelaskan bahwa yang dilakukan pihaknya adalah dinamisasi pajak. Hal itu sebelumnya juga sudah disampaikan ke Komisi XI DPR pada November 2025 lalu.
Dinamisasi, terang Bimo, sesuai dengan aturan pada pasal 25 ayat (6) Undang-Undang (UU) tentang Pajak Penghasilan. Secara prinsip, angsuran bulanan PPh pasal 25 dibayar sendiri oleh wajib pajak (WP) didasarkan pada kinerja tahun sebelumnya.
Oleh sebab itu, ketika tahun berjalan, Direktorat Jenderal Pajak diberikan kewenangan untuk menyesuaikan besaran angsuran tersebut dalam rangka penyesuaian terhadap adanya penghasilan-penghasilan yang berbeda polanya dengan tahun sebelumnya, atau penghasilan yang sifatnya tidak teratur.
Penyesuaian juga bisa dilakukan oleh otoritas pajak, lanjut Bimo, apabila ada perubahan kegiatan maupun size usaha, serta peningkatan bisnis dari WP.
“Hal ini dimaksudkan supaya angsuran wajib pajak di dalam tahun yang berjalan ini sedapat mungkin bisa diupayakan mendekati jumlah pajak yang memang seharusnya terhutang di akhir tahun. Konteksnya apa? Supaya itu bisa mengurangi beban kurang bayar wajib pajak pada saat penyampaian SPT tahunan di tahun 2026,” terang Bimo pada konferensi pers APBN KiTa edisi Desember 2025 di kantor Kemenkeu, Jakarta, Kamis (18/12/2025).
Secara terpisah, Staf Ahli Bidang Kepatuhan Pajak Kemenkeu Yon Arsal menjelaskan bahwa otoritas fiskal pusat tidak memberikan target spesifik untuk penerimaan yang berasal dari upaya dinamisasi itu. Sebab, dia menyebut upaya-upaya dimaksud dilakukan oleh masing-masing kantor pelayanan pajak (KPP).
Yon menjelaskan bahwa upaya dinamisasi juga bukan hal yang luar biasa. “Enggak ada target masing-masing itu kan masing-masing KPP saja. Enggak ada secara angka,” tuturnya.
Sebelumnya, Ekonom Universitas Paramadina Wijayanto Samirin menduga Ditjen Pajak bakal melakukan ijon pajak seiring dengan risiko shortfall penerimaan pajak akan relatif besar dengan kondisi tersebut. Hal itu kendati defisit diperkirakan masih dalam batas 3% terhadap PDB.
“Ada kemungkinan pemerintah melakukan ijon pajak; paling tidak ini informasi yang beredar dari para pelaku usaha,” ujar ekonom yang pernah menjabat penasihat ekonomi bagi Gubernur Jakarta hingga Wakil Presiden ini.
Sampai dengan akhir November 2025, penerimaan pajak tercatat sebesar Rp1.634,4 triliun atau 78,7% dari outlook laporan semester I/2025 yakni Rp2.067,9 triliun.
Realisasi itu lebih rendah dari penerimana bruto Rp1.985,4 triliun, sehingga tercatat selisih atau restitusinya mencapai Rp351 triliun.
/data/photo/2025/12/19/6944ccc234a6f.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/3292652/original/037078700_1605013125-SKK_migas...jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)