Purbaya Sebut Dana APBD DKI Rp 14,6 Triliun Mengendap, Pramono: Betul 1.000 Persen
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com –
Gubernur DKI Jakarta Pramono Anung membenarkan pernyataan Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa soal dana milik Pemerintah Provinsi DKI Jakarta yang masih mengendap di bank sebesar Rp14,6 triliun.
“Seperti yang disampaikan oleh Bapak Menteri Keuangan, Pak Purbaya, beliau menyampaikan ada dana Rp 14,6 triliun yang dimiliki oleh Pemda DKI yang ada di Bank Jakarta, itu betul 1.000 persen, bukan 100 persen lagi, 1.000 persen,” ucap Pramono saat ditemui di Stasiun MRT Dukuh Atas, Jakarta Pusat, Rabu (22/10/2025).
Pramono menjelaskan hal itu terjadi karena pola pembayaran belanja APBD DKI Jakarta memang cenderung meningkat di akhir tahun. Menurut Pramono, hal ini bukan kali pertama terjadi.
“Tetapi memang Jakarta ini, pola pembayaran untuk APBD-nya biasanya terjadi pelonjakan di akhir tahun. Dan sebagai contoh, di akhir 2023 itu sekitar Rp 16 triliun, di tahun 2024, Rp 18 triliun,” kata dia.
Pramono memastikan, dana Rp14,6 triliun nantinya akan digunakan untuk keperluan belanja pada November dan Desember mendatang yang nominalnya diperkirakan sama seperti tahun-tahun sebelumnya, yakni berkisar antara Rp16 triliun hingga Rp18 triliun.
Ia juga memastikan kondisi keuangan DKI Jakarta dalam keadaan sehat, dengan realisasi pajak yang melampaui target.
“
Alhamdulillah
pajaknya juga tercapai, terpenuhi sesuai dengan target, bahkan melebihi sedikit daripada target,” ungkap Pramono.
Sebelumnya, Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menyoroti lambatnya realisasi belanja pemerintah daerah yang menyebabkan dana sebesar Rp234 triliun masih mengendap di bank hingga akhir September 2025.
Dari total tersebut, DKI Jakarta tercatat sebagai daerah dengan simpanan terbesar, yakni mencapai Rp 14,6 triliun.
Purbaya menegaskan lambatnya penyerapan anggaran bukan disebabkan oleh kurangnya dana, melainkan karena keterlambatan eksekusi di daerah.
“Pemerintah pusat sudah menyalurkan dana ke daerah dengan cepat. Sekali lagi, (untuk) memastikan uang itu benar-benar bekerja untuk rakyat,” ujar Purbaya dalam acara Pengendalian Inflasi Daerah 2025 di Kantor Kemendagri, Jakarta, Senin (20/10/2025).
Ia menambahkan, rendahnya serapan anggaran membuat simpanan uang daerah di bank terus menumpuk.
“Realisasi belanja APBD sampai dengan triwulan ketiga tahun ini masih melambat. Rendahnya serapan tersebut berakibat menambah simpanan uang pemda yang menganggur di bank sampai Rp234 triliun. Jadi jelas ini bukan soal uangnya tidak ada, tapi soal kecepatan eksekusi,” kata dia.
Purbaya mengingatkan agar pemerintah daerah segera mempercepat belanja agar uang tersebut benar-benar memberi manfaat bagi masyarakat.
“Pesan saya sederhana, dananya sudah ada, segera gunakan, jangan tunggu akhir tahun. Gunakan untuk pembangunan yang produktif dan bermanfaat langsung bagi masyarakat,” tegasnya.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
Topik: APBD DKI
-
/data/photo/2025/10/22/68f83edade713.jpeg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Purbaya Sebut Dana APBD DKI Rp 14,6 Triliun Mengendap, Pramono: Betul 1.000 Persen Megapolitan 22 Oktober 2025
-

Molor, RAPBD DKI Ditargetkan Selesai 11 Desember
JAKARTA – Badan Musyawarah (Bamus) DPRD dan Pemprov DKI sepakat menargetkan pengesahan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (RAPBD) tahun 2020 pada 11 Desember mendatang.
“Jadi, untuk paripurna Rancangan APBD DKI 2020 selesai pada tanggal 11 Desember,” ucap Ketua Bamus Prasetyo Edi Marsudi di Gedung DPRD DKI, Senin, 25 November.
Tahapannya, 29 November DPRD dan Pemprov mengesahkan kebijakan umum anggaran-plafon prioritas anggaran sementara (KUA-PPAS) lewat MoU. Kemudian, tanggal 2 Desember Gubernur DKI Anies Baswedan menggelar pidato soal Rancangan Peraturan Daerah soal APBD.
Pada tanggal 3 sampai 10 Desember, dijadwalkan pembahasan RAPBD dari tingkat komisi hingga pandangan akhir oleh DPRD. Sehari setelahnya, RAPBD disahkan. Kemudian, RAPBD dibawa ke Kementerian Dalam Negeri untuk dievaluasi dalam beberapa hari. Tahap akhir, RAPBD hasil evaluasi diketok menjadi Perda APBD 2020.
Target pengesahan RAPBD sebenarnya molor dari aturan PP Nomor 12 Tahun 2019 Tentang Pengelolaan Keuangan Daerah. Pasal 106 PP 12/2019 menyatakan, kepala daerah dan DPRD wajib mengesahkan rancangan Perda APBD paling lambat 1 bulan sebelum tahun anggaran dimulai atau 30 November.
Sekretaris Daerah DKI Saefullah meminta pemakluman. Sebab, pembahasan rancangan sejak awal memang sudah molor dari jadwal karena ada pergantian periode DPRD DKI dari masa jabatan 2014-2019 ke 2019-2024.
“Di tengah-tengah kan ada transisi DPRD. Sabarlah,” kata Saefullah.
Dalam hal ini, Pemprov dan DPRD mengesampingkan tenggat waktu pengesahan RAPBD yang ditentukan. Menurut mereka, DKI masih punya waktu untuk pembahasan RAPBD selama 60 hari, sesuai aturan Kemendagri. Namun, pembahasan RAPBD yang digelar sejak tanggal 3 November tak mungkin berjalan 60 hari karena akan melewati pergantian tahun.
Meski begitu, Saefullah bilang pengetokan final atas APBD tak akan lewat dari 31 Desember. Mengingat, Kemendagri punya waktu selama 15 hari untuk mengevaluasi.
“Jadi, setelah disahkan tanggal 11 Desember, kami kirim ke Kemendagri untuk evaluasi. Jika ditambah 15 hari, jadi (evaluasi selesai) tanggal 26. Balik dari evaluasi (Kemendagri), masih ada waktu untuk kami sepakati dan kemudian diundangkan,” jelas Saefullah.
Dihubungi terpisah, Direktur Jenderal Keuangan Daerah Kemendagri Syarifuddin menyatakan keputusan Bamus melanggar tahapan perencanaan keuangan daerah. Sebab, mereka menargetkan pengesahan RAPBD lewat dari 30 November.
Meski begitu, Syarifuddin belum bisa memastikan adanya sanksi administratif dari Kemendagri kepada DPRD dan Pemprov DKI. Yang jelas, Syarifuddin mengakui Kemendagri bakal kerepotan mengevaluasi RAPBD DKI jika hanya memiliki waktu 15 hari.
“Kalau pengesahan lebih dari 30 November, berarti kami mengevaluasi lambat juga paling sedikit 15 hari, itu sudah lampu merah karena (evaluasi RAPBD) DKI tebal. Jangka waktu 15 hari untuk mengevaluasi (terasa) empot-empotan,” tutur Syarifuddin.
-
/data/photo/2025/04/17/6800167bd979f.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Pengguna Transjakarta Setuju Tarif Naik tapi Armada dan Fasilitas Ditingkatkan Megapolitan 17 Oktober 2025
Pengguna Transjakarta Setuju Tarif Naik tapi Armada dan Fasilitas Ditingkatkan
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com — Sejumlah pengguna Transjakarta menyatakan tidak keberatan jika tarif dinaikkan, asalkan layanan lebih efisien, tepat waktu, dan kepadatan penumpang berkurang pada jam sibuk.
Fadil (29), pengguna di Halte Blok M, mengatakan tarif masih bisa diterima jika kenaikannya tidak terlalu signifikan, misalnya naik menjadi Rp 4.000.
Namun ia menekankan, fasilitas dan jumlah armada harus ditingkatkan agar kenyamanan penumpang terjaga.
“Kalau naiknya enggak terlalu signifikan, menurutku sih enggak terlalu. Ya paling naik berapa ya? Rp4.000 kali ya?” kata Fadil kepada
Kompas.com
, Jumat (17/10/2025).
Fadil menambahkan, penambahan armada menjadi hal paling penting, terutama di jam-jam kerja yang padat.
“Mungkin armadanya kayaknya ditambah, soalnya kan di jam-jam kerja kan pasti padat banget,” ujarnya.
Ia juga berharap seluruh fasilitas Transjakarta, termasuk halte dan sarana penunjang lain, bisa diperbarui untuk kenyamanan penumpang.
“Lebih ke situ sih, fasilitas semuanya di-upgrade lagi,” tambah Fadil.
Hal senada disampaikan Bayu (23), pengguna Halte Puri Beta 2, yang menilai tarif Transjakarta sebenarnya sudah tergolong murah.
Ia menambahkan, perhatiannya bukan hanya kenaikan tarif, tetapi juga apakah tarif integrasi Transjakarta ke MRT akan ikut disesuaikan.
“Saya konsenin misalkan tarifnya dinaikin, apakah tarif integrasi yang digunakan pengguna ketika memakai TJ dan lanjut ke MRT, itu bakalan dipotong juga apa enggak?” kata Bayu.
Gubernur DKI Jakarta, Pramono Anung, mengatakan tarif transportasi umum di ibu kota masih termasuk yang paling murah dibandingkan kota lain di Indonesia.
Masyarakat hanya membayar Rp3.500 untuk naik Transjakarta, padahal biaya operasionalnya jauh lebih besar.
“Tarif di Jakarta ini jauh lebih murah dibandingkan kota-kota lain. Hampir semua angkutan disubsidi oleh pemerintah daerah,” ucap Pramono, Jumat (10/10/2025).
Subsidi dari APBD DKI tercatat mencapai sekitar Rp15.000 per penumpang.
Namun, setelah Dana Bagi Hasil (DBH) dari pemerintah pusat dipangkas Rp15 triliun, Pemprov DKI kini mengkaji kemungkinan penyesuaian tarif transportasi umum.
“Sebelum DBH dipotong, saya sudah sampaikan akan ada kajian. Sekarang kami masih menghitung dan belum memutuskan apa pun,” ujar Pramono.
Pramono menegaskan keputusan kenaikan tarif belum final dan masih mempertimbangkan dampak sosial serta ekonomi terhadap masyarakat.
“Pada saatnya nanti kami akan lihat, apakah perlu ada penyesuaian atau tidak,” tambahnya.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -
/data/photo/2025/04/17/6800167bd979f.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Warga Setuju Tarif Transportasi Naik tapi Layanan Juga Ditingkatkan Megapolitan 14 Oktober 2025
Warga Setuju Tarif Transportasi Naik tapi Layanan Juga Ditingkatkan
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com
– Warga Jakarta mendukung kenaikan tarif transportasi umum, baik transjakarta dan moda lain asalkan layanan bus dan fasilitas halte ikut diperbaiki.
Pernyataan itu menyusul rencana Pemerintah Provinsi Jakarta yang akan menaikkan tarif transportasi.
“Kalau memang harus naik, ya enggak apa-apa, asal layanan juga ditingkatkan. Bus jangan telat, halte harus bersih, dan sopirnya jangan sering ngetem,” kata Rusdi (34), warga Tanah Abang, Jakarta Pusat, Selasa (14/10/2025).
Rusdi menilai tarif saat ini sebesar Rp3.500 masih terjangkau bagi pekerja harian di Jakarta.
Namun ia berharap kenaikannya tidak terlalu tinggi agar tetap ramah bagi masyarakat menengah ke bawah.
Hal senada disampaikan Siti (29), warga Kemayoran, Jakarta Pusat.
Ia menilai tarif Transjakarta saat ini sudah ideal mengingat fasilitas dan jangkauan layanan yang luas.
“Kalau dinaikkan, menurut saya paling tinggi jadi Rp5.000 masih masuk akal. Tapi bus jangan sering ngetem dan harus tepat waktu,” ujar Siti.
Beberapa warga lain juga menekankan, kenaikan tarif sebaiknya disertai perbaikan layanan agar transportasi publik lebih nyaman, aman, dan terkoneksi antar moda.
“Kalau naik harisnya bisa disesuaikan dengan layanan yang mungkin ditingkatkan ya. Salah satunya mungkin armada yang ditambah, kondisi halte yang bersih,” kata Ilmi (29), warga Pancoran.
Gubernur DKI Jakarta, Pramono Anung, mengatakan tarif transportasi umum di ibu kota masih termasuk paling murah dibanding daerah lain di Indonesia.
Masyarakat Jakarta hanya membayar Rp3.500 untuk naik Transjakarta, padahal biaya operasionalnya jauh lebih besar.
“Tarif di Jakarta ini jauh lebih murah dibandingkan kota-kota lain. Hampir semua angkutan disubsidi oleh pemerintah daerah,” ucap Pramono, Jumat (10/10/2025).
Subsidi dari APBD DKI tercatat mencapai sekitar Rp15.000 per penumpang.
Namun, setelah Dana Bagi Hasil (DBH) dari pemerintah pusat dipangkas Rp15 triliun, Pemprov DKI kini mengkaji kemungkinan penyesuaian tarif transportasi umum.
“Sebelum DBH dipotong, saya sudah sampaikan akan ada kajian. Sekarang kami masih menghitung dan belum memutuskan apa pun,” ujar Pramono.
Pramono menegaskan, keputusan kenaikan tarif belum final. Pemerintah masih mempertimbangkan dampak sosial dan ekonomi terhadap masyarakat.
“Pada saatnya nanti kami akan lihat, apakah perlu ada penyesuaian atau tidak,” tambahnya.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -

Anggaran dipangkas, DKI Jakarta pastikan tarif MRT dan LRT tak naik
Jakarta (ANTARA) – Pemerintah Provinsi DKI Jakarta memastikan tarif MRT Jakarta dan LRT tidak akan naik di tengah wacana efisiensi subsidi transportasi, menyusul pemangkasan dana transfer dari pemerintah pusat ke daerah.
“Saya pastikan tarif MRT dan LRT tidak naik. Kajian terhadap ‘willingness to pay’ (kesediaan membayar) dan ‘ability to pay’ (kemampuan membayar) menunjukkan bahwa tarif yang berlaku masih dalam batas tarif yang berlaku saat ini,” ujar Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta Syafrin Liputo dalam Media Fellowship Program MRT Jakarta 2025 di Jakarta, Kamis.
Dengan demikian, kata Safrin, jika dilihat untuk perhitungan tahun lalu terkait keekonomian tarif MRT itu sebesar Rp13 ribu sekian, tetapi tarifnya Rp7000 sehingga subsidi pada 2024 rata-rata per pelanggan itu sekitar Rp6000.
Angka ini, menurutnya, masih masuk dalam skema subsidi transportasi yang telah dirancang.
Berbeda dengan MRT dan LRT, Syafrin mengungkapkan bahwa tarif Transjakarta terakhir kali ditetapkan pada 2005, yakni Rp3.500. Dalam dua dekade terakhir, upah minimum provinsi (UMP) telah meningkat enam kali lipat dan inflasi kumulatif mencapai 186,7 persen.
Berdasarkan analisis tersebut, penyesuaian tarif Transjakarta dinilai sudah seharusnya dilakukan untuk menjaga keberlanjutan layanan.
“Cost recovery Transjakarta turun dari 34 persen pada 2015 menjadi 14 persen saat ini. Artinya biaya yang dibutuhkan untuk menutup itu semakin tinggi. Tapi belum ada angka (penyesuaiannya), masih terus didetailkan,” katanya.
Cost recovery menunjukkan seberapa besar biaya operasional yang bisa ditutup dari tarif yang dibayarkan oleh penumpang. Sisanya biasanya ditanggung oleh pemerintah melalui subsidi.
Dalam kesempatan yang sama, Direktur Utama PT MRT Jakarta, Tuhiyat, mengatakan untuk rute seperti Bundaran HI—Lebak Bulus nilai keekonomian sebenarnya mencapai Rp32.000, sedangkan tarif yang dibayar penumpang hanya Rp14.000. Selisih sebesar Rp18.000 ditanggung pemerintah melalui skema public service obligation (PSO) atau subsidi layanan publik.
“Agar perusahaan tetap berkelanjutan, kami mengembangkan pendapatan dari non-farebox,” ucap Tuhiyat.
Untuk menjaga keberlanjutan operasional, MRT Jakarta mengandalkan berbagai sumber pendapatan di luar tarif penumpang, seperti penamaan (naming rights), penyewaan ruang ritel dan komersial, serta aktivitas digital dan media.
Sebelumnya, Gubernur DKI Jakarta Pramono Anung menyatakan pemerintah provinsi akan mengkaji ulang skema subsidi transportasi umum sebagai bagian dari langkah efisiensi anggaran, menyusul pemangkasan dana transfer dari pemerintah pusat ke daerah.
Meski demikian, Pramono menegaskan bahwa kajian tersebut tidak serta-merta akan berujung pada kenaikan tarif transportasi umum di Jakarta.
“Subsidi transportasi kita besar sekali, tapi bukan berarti tarif akan langsung dinaikkan. Ini hanya contoh,” ujar Pramono pada Senin (6/10).
Ia mengungkapkan bahwa besaran subsidi transportasi umum di Jakarta saat ini mencapai hampir Rp15.000 per orang, sehingga perlu ditinjau kembali agar tetap sejalan dengan kondisi fiskal daerah tanpa mengorbankan aksesibilitas layanan publik.
Adapun pemangkasan dana transfer ke daerah, termasuk dana bagi hasil (DBH), membuat proyeksi APBD DKI Jakarta 2025 turun signifikan yakni dari Rp95,35 triliun menjadi Rp79,03 triliun.
Pewarta: Shofi Ayudiana
Editor: Edy Sujatmiko
Copyright © ANTARA 2025Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.
-
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5372668/original/006817500_1759749694-IMG_0414.jpeg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Pemangkasan Dana Transfer Bikin APBD DKI Anjlok Jadi Rp 79 Triliun – Page 3
Ia menjelaskan, di tengah penurunan anggaran tersebut, Pemprov DKI Jakarta dipastikan akan tetap menjaga berbagai program prioritas, terutama bantuan pendidikan bagi warga tidak mampu, seperti Kartu Jakarta Pintar (KJP) dan Kartu Jakarta Mahasiswa Unggul (KJMU).
“Saya sudah memutuskan hal yang berkaitan dengan Kartu Jakarta Pintar, KJP, yang dibagi 707.513 siswa tidak boleh diotak-atik. Termasuk kemudian KJMU yang telah dibagikan untuk 16.979,” ujarnya.
Sedangkan untuk menjaga stabilitas fiskal, dia menyebut Pemprov DKI Jakarta akan melakukan realokasi, efisiensi, dan penekanan pada hal-hal yang tidak boleh dikurangi.
“Harus ada realokasi, efisiensi, dan juga stressing pada hal-hal yang tidak boleh dikurangkan,” ucapnya.
-

Pramono gelar rapat khusus bahas pemotongan dana transfer ke Jakarta
Jakarta (ANTARA) – Gubernur DKI Jakarta Pramono Anung Wibowo menggelar rapat khusus bersama jajaran untuk membahas pemangkasan dana transfer dari pemerintah pusat ke Jakarta.
“Kebetulan nanti jam 16.00 WIB rapat khusus mengenai ini. Saya ingin mendapatkan laporan terlebih dahulu dari Kepala BAPENDA (Badan Pendapatan Daerah) dan juga tentunya dari Sekda (Sekretaris Daerah) untuk bagaimana kita menghadapi ini,” ujar Pramono saat dijumpai di Jakarta Utara, Jumat.
Dia mengaku sudah mendengar informasi dari Badan Anggaran DPR terkait pemotongan Dana Bagi Hasil (DBH) dari pemerintah pusat ke Jakarta.
Untuk itu, dia beserta jajarannya segera memperhitungkan perencanaan anggaran Jakarta ke depannya.
Namun meskipun pemerintah pusat memotong DBH untuk Jakarta, Pramono mengatakan pihaknya akan melakukan sejumlah terobosan agar pembangunan Jakarta tetap berlangsung tanpa terlalu bergantung pada anggaran.
Salah satu terobosan itu, kata dia, yakni kebijakan terkait Koefisien Lantai Bangunan (KLB) yang berlarut-larut hingga 12 tahun, kini urusan birokrasi terkait kebijakan tersebut dapat diselesaikan maksimal dalam 15 hari.
Dengan demikian, terobosan itu dapat menjadi peluang baru untuk memperkuat pendapatan daerah dan menarik para investor.
“Menurut saya, ini akan menjadi penyemangat bagi para pengusaha yang ada di Jakarta untuk memanfaatkan fasilitas itu, dan sekarang betul-betul transparan, terbuka, 15 hari harus selesai,” ungkap Pramono.
Sebelumnya, Ketua DPRD DKI Jakarta Khoirudin mengungkapkan nilai APBD DKI 2026 berpotensi turun karena rencana pemangkasan dana transfer ke DKI Jakarta oleh pemerintah pusat.
Padahal, DPRD dan Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI telah menyepakati Kebijakan Umum Anggaran dan Prioritas Plafon Anggaran Sementara (KUA-PPAS) Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) 2026.
Dari kebijakan itu, diproyeksikan penerimaan transfer dari pusat, seperti dana bagi hasil (DBH), dana alokasi umum (DAU), dan dana alokasi khusus (DAK) mencapai Rp26 triliun.
“DBH kita akan berubah sekitar Rp15 triliun, yang tersisa Rp11 triliun. Tentu ini akan mengubah postur angka yang sangat signifikan perubahannya, sementara kita sudah MoU KUA-PPAS, sudah (menyusun) RKA (rencana kerja anggaran),” tutur Khoirudin.
DPRD dan Pemprov DKI telah merencanakan APBD DKI Jakarta pada 2026 sebesar Rp95,35 triliun. Angka ini naik 3,8 persen dibandingkan nilai APBD pada tahun anggaran 2025 yang hanya Rp91,86 triliun.
Dengan adanya pemangkasan, maka dana transfer dari pemerintah pusat ke Jakarta menjadi hanya Rp11 triliun, dan nilai APBD DKI 2026 berpotensi turun.
“Karena kita sudah MoU dengan angka Rp95,3 triliun. Kalau kita melihat DBH hari ini, (APBD 2026) kita sekitar Rp78 triliun atau Rp79 triliun. Jadi, sangat jauh perubahannya,” jelas Khoirudin.
Pewarta: Lifia Mawaddah Putri
Editor: Rr. Cornea Khairany
Copyright © ANTARA 2025Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.
-

Dana transfer dipangkas, Pramono pastikan program masyarakat aman
Jakarta (ANTARA) – Gubernur DKI Jakarta Pramono Anung Wibowo memastikan program-program Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI untuk masyarakat tetap berjalan meskipun dilakukan pemangkasan dana transfer oleh pemerintah pusat.
Dia mengatakan program tersebut, di antaranya Kartu Jakarta Pinter (KJP), Kartu Jakarta Mahasiswa Unggul (KJMU), dan pemutihan ijazah.
“Tentunya saya akan berusaha semaksimal mungkin untuk KJP, KJMU, Pemutihan Ijazah, program-program yang berkaitan dengan kepentingan rakyat banyak, tidak terganggu,” ujar Pramono saat dijumpai di kawasan Jakarta Utara, Jumat.
Dia menuturkan apabila nantinya dilakukan pemotongan dana bagi hasil (DBH) oleh pemerintah pusat, maka Pemprov DKI harus siap berinovasi untuk pembiayaan ke depannya.
“Ya, intinya Jakarta dalam kondisi apapun, DBH dipotong tentunya kita harus siap,” kata Pramono.
Sebelumnya, Ketua DPRD DKI Jakarta Khoirudin mengungkapkan nilai APBD DKI 2026 berpotensi turun karena rencana pemangkasan dana transfer ke DKI Jakarta oleh pemerintah pusat.
Padahal, DPRD dan Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI telah menyepakati Kebijakan Umum Anggaran dan Prioritas Plafon Anggaran Sementara (KUA-PPAS) Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) 2026.
Dari kebijakan itu, diproyeksikan penerimaan transfer dari pusat, seperti dana bagi hasil (DBH), dana alokasi umum (DAU), dan dana alokasi khusus (DAK) mencapai Rp26 triliun.
“DBH kita akan berubah sekitar Rp15 triliun, yang tersisa Rp11 triliun. Tentu ini akan mengubah postur angka yang sangat signifikan perubahannya, sementara kita sudah MoU KUA-PPAS, sudah (menyusun) RKA (rencana kerja anggaran),” tutur Khoirudin.
DPRD dan Pemprov DKI telah merencanakan APBD DKI Jakarta pada 2026 sebesar Rp95,35 triliun. Angka ini naik 3,8 persen dibandingkan nilai APBD pada tahun anggaran 2025 yang hanya Rp91,86 triliun.
Dengan adanya pemangkasan, maka dana transfer dari pemerintah pusat ke Jakarta menjadi hanya Rp11 triliun, dan nilai APBD DKI 2026 berpotensi turun.
“Karena kita sudah MoU dengan angka Rp95,3 triliun. Kalau kita melihat DBH hari ini, (APBD 2026) kita sekitar Rp78 triliun atau Rp79 triliun. Jadi, sangat jauh perubahannya,” jelas Khoirudin.
Pewarta: Lifia Mawaddah Putri
Editor: Rr. Cornea Khairany
Copyright © ANTARA 2025Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.
-

Pramono pastikan dana APBD DKI tidak mengendap di bank
Jakarta (ANTARA) – Gubernur DKI Jakarta Pramono Anung Wibowo memastikan dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) DKI Jakarta tidak mengendap di perbankan.
“Jadi, secara prinsip karena memang APBD DKI ini kami kontrol terus-menerus, kita tidak ada masalah karena memang di DKI sangat dinamis dan untuk itu nggak ada yang mengendap sama sekali lah,” kata Pramono di Balai Kota DKI Jakarta, Rabu.
Dalam kesempatan yang sama, Kepala Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) DKI Jakarta Lusiana Herawati memaparkan dana yang tersimpan di rekening kas daerah bukan sisa anggaran, melainkan dana yang masih menunggu jadwal pencairan.
“Jadi, tersimpan di Bank DKI, di rekening kas daerah. Jadi, tidak bisa disampaikan seperti mengendap. Karena pada saat nanti minggu depan ada belanja, itu nanti akan kita keluarkan. Jadi, masih dalam koridor yang wajar,” ujar Lusiana.
Menurut dia, percepatan pengadaan barang dan jasa sudah dilakukan sepanjang 2025. Kegiatan lainnya kini hanya menunggu Surat Pertanggung Jawaban (SPJ). Setelah APBD Perubahan diketok, maka seluruh anggaran segera dicairkan.
“Tentu saja, dengan adanya ini sebentar lagi kan APBD perubahan juga diketok. Nanti pada saat sudah diketok, maka kita akan kucurkan semua,” ujar Lusiana.
Sebelumnya, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mencatat dana pemerintah daerah (pemda) yang mengendap di perbankan menembus rekor tertinggi sejak lima tahun terakhir. Kondisi ini menunjukkan pemda lambat dalam membelanjakan anggarannya.
Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara mengatakan hingga akhir Agustus 2025, dana pemda yang mengendap di perbankan mencapai Rp233,11 triliun.
Berdasarkan bahan paparan Kemenkeu, pemda di Pulau Jawa yang paling banyak mengendapkan dana di bank.
Sebanyak 119 pemda menaruh dana di bank dengan total mencapai Rp84,77 triliun atau 36,37 persen dari total dana pemda di perbankan.
Pewarta: Lifia Mawaddah Putri
Editor: Rr. Cornea Khairany
Copyright © ANTARA 2025Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.
