Topik: alutsista

  • Anggaran Terbatas, Kapal Induk Ringan Dinilai Realistis buat RI
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        8 Februari 2025

    Anggaran Terbatas, Kapal Induk Ringan Dinilai Realistis buat RI Nasional 8 Februari 2025

    Anggaran Terbatas, Kapal Induk Ringan Dinilai Realistis buat RI
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Co-Founder Institute for Security and Strategic Studies (ISESS), Khairul Fahmi menyambut baik rencana pengadaan kapal induk ringan berjenis
    landing helicopter dock
    (LHD) yang tengah dikaji Kementerian Pertahanan (Kemenhan) dan TNI AL.
    Pasalnya, anggaran Indonesia untuk mengadakan kapal induk besar seperti milik Amerika Serikta, Perancis, hingga Inggris masih sangat terbatas.
    Terlebih, Indonesia masih menganut doktrin bersifat defensif, dengan konsep
    anti-access/area denial
    (A2/AD) yang berfokus pada pertahanan wilayah dengan sistem pertahanan berlapis.
    Sedangkan negara-negara tersebut menganut doktrin ofensif yang memiliki strategi proyeksi kekuatan global.
    “Saya kira kapal induk ringan minimal, ya atau kapal serbu amfibi dengan kemampuan pesawat lepas landas pendek, lebih realistis untuk diwujudkan. Jadi, bukan kapal induk yang besar,” kata Khairul saat dihubungi
    Kompas.com,
    Sabtu (8/2/2025).
    Ia tidak memungkiri, keberadaan kapal induk sangat penting untuk pengamanan jalur perdagangan internasional, operasi kemanusiaan, dan respons cepat terhadap bencana.
    Begitu pun tantangan keamanan maritim, seperti penangkapan ikan ilegal (
    illegal fishing
    ), konflik di Laut China Selatan (LCS), serta ancaman bencana alam.
    Katanya, kapal induk bisa difungsikan sebagai rumah sakit terapung, pusat komando darurat, hingga pangkalan udara ketika muncul kondisi-kondisi darurat.
    “Karena bisa menjangkau wilayah-wilayah yang relatif terpencil, sehingga ketika misalnya Covid-19 kemarin, satu pulau sulit diakses oleh layanan kesehatan yang baik, kapal induk bisa difungsikan juga,” tutur Khairul.
    Kendati begitu, Khairul mengingatkan pemerintah untuk turut mempertimbangkan biaya pemeliharaan dan pembangunan infrastruktur menyusul wacana pengadaan kapal induk untuk Operasi Militer Selain Pedang (OMSP).
    Terlebih, kata dia, prioritas anggaran pertahanan negara saat ini masih fokus pada modernisasi alutsista.
    Negara lebih memprioritaskan penggantian alutsista yang sudah tua, seperti pesawat tempur hingga sistem pertahanan darat lainnya. Dengan anggaran terbatas, pengadaan kapal induk belum bisa menjadi prioritas utama.
    “Ini terkait investasi jangka panjang, butuh anggaran besar. Bukan hanya untuk pembeliannya, tapi untuk pemeliharaan infrastruktur pendukung, kemudian SDM terlatihnya,” tandas Khairul.
    Sebelumnya diberitakan, Kementerian Pertahanan (Kemenhan) RI mengakui bahwa Kemenhan dan TNI Angkatan Laut (AL) sedang mengkaji pengadaan kapal induk jenis landing helicopter dock (LHD).
    Kepala Biro Info Pertahanan Setjen Kemenhan RI Brigjen Frega Wenas Inkiriwang mengatakan, kapal ini merupakan salah satu opsi yang dikaji dalam pengembangan kekuatan TNI AL guna meningkatkan kemampuan proyeksi kekuatan dan operasi gabungan.
    “Kajian ini dilakukan untuk memastikan bahwa pengadaan alat utama sistem senjata (alutsista) yang dilakukan ke depan sesuai dengan kebutuhan pertahanan negara serta mendukung berbagai operasi, baik dalam konteks penyiapan Operasi Militer Perang (OMP) maupun mendukung Operasi Militer Selain Perang (OMSP),” kata Frega kepada
    Kompas.com.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Anggaran Terbatas, Kapal Induk Ringan Dinilai Realistis buat RI
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        8 Februari 2025

    TB Hasanuddin Sebut Kapal Induk Dibutuhkan, tetapi Biayanya Mahal Nasional 7 Februari 2025

    TB Hasanuddin Sebut Kapal Induk Dibutuhkan, tetapi Biayanya Mahal
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com –
    Anggota Komisi I DPR
    TB Hasanuddin
    menyatakan, TNI memang memerlukan kapal induk, tetapi biaya membangun atau membeli kapal induk sungguh mahal.
    TB Hasanuddin mengatakan, TNI mesti mempertimbangkan beragam hal, termasuk pemeliharaan dan integrasi dengan alat utama sistem perenjataan (alutsista) lain, saat membangun kapal induk.
    “Memang di wilayah barat kita butuh (kapal induk), tetapi mahal. Jadi harus ada pertimbangan masalah pemeliharaan, integrasi dengan pesawat-pesawat, dan sebagainya,” ujar TB Hasanuddin saat dihubungi
    Kompas.com
    , Jumat (7/2/2025) malam.
    TB Hasanuddin menjelaskan, kapal induk bisa dimanfaatkan di wilayah barat Indonesia dalam rangka mengintegrasikan kemampuan TNI AD, AL, dan AU.
    Purnawirawan TNI ini menyebutkan, kapal induk bisa membantu integrasi kekuatan TNI di wilayah barat Indonesia yang lokasi pangkalan udaranya berjauhan.
    “Pangkalan udara (di barat) itu hanya ada di 3 titik, dan berjauhan. Satu di Medan, dua di wilayah Pekanbaru, kemudian ketiga itu di Pontianak. Kita tidak punya pangkalan terdekat dengan wilayah barat,” kata TB Hasanuddin.
    “Saya sebut saja, misalnya di wilayah Natuna, Natuna ini kalau mau dibantu dari udara itu harus dari wilayah Kalimantan, kemudian dari Sumatera Utara, atau mungkin dari Pekanbaru. Dari 3 titik itu. Dari 3 titik itu, itu kan jarak jauh semua. Sehingga memang di wilayah itu, khusus di wilayah itu ya dibutuhkan kapal induk,” ujar dia.
    Meski demikian, TB Hasanuddin mengingatkan TNI harus betul-betul mempertimbangkan segala aspek jika ingin membeli kapal induk karena harga kapal induk sangatlah mahal.
    “Harus dipertimbangkan juga itu adalah misalnya saja ancamannya seperti apa, kapal induk itu kan harus benar-benar ancamannya seperti apa. Yang kedua harus dilengkapi dengan kapal-kapal tempur, berarti kan harganya mahal. Jadi ada banyak pertimbangan,” ujar politkus PDI-P ini.
    Diberitakan sebelumnya, TNI Angkatan Laut (TNI AL) tengah mengkaji kebutuhan kapal induk untuk operasi militer selain perang (OMSP).
    Kepala Staf Angkatan Laut (KSAL) Laksamana TNI Muhammad Ali mengatakan, kajian ini dilakukan dalam rangka pembangunan kekuatan TNI AL ke depan.
    “Kapal induk masih dalam pengkajian, tapi kelihatannya kita memerlukan kapal induk untuk kepentingan OMSP terutama ya,” ujar Ali, kepada wartawan di Mabes TNI AL, Kamis (6/2/2025).
    Ali menegaskan bahwa pembangunan kekuatan pertahanan merupakan ranah Kementerian Pertahanan (Kemhan).
    Namun, TNI AL tetap mengusulkan kebutuhan alat utama sistem senjata (alutsista) yang perlu dikembangkan.
    “Untuk masalah pembangunan kekuatan itu kan memang ranahnya Kemhan, tapi kita mengusulkan. Dari Angkatan mengusulkan apa yang akan dikembangkan di TNI Angkatan Laut terkait dengan alutsista terutama,” kata Ali.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Utang atau Realokasi, Bagaimana Jerman Ingin Menambah Belanja Pertahanan? – Halaman all

    Utang atau Realokasi, Bagaimana Jerman Ingin Menambah Belanja Pertahanan? – Halaman all

    Dalam skenario invasi adidaya nuklir, sistem pertahanan Jerman hanya mampu bertahan selama beberapa hari, demikian peringatan pakar militer nasional. Sejak perang di Ukraina, pemerintah di Berlin sibuk membenahi anggaran Bundeswehr yang dipaksa menghemat selama lebih dari dua dekade.

    Untuk menjembatani pendanaan, Kanselir Jerman Olaf Scholz mengucurkan anggaran tambahan yang disebut “asset khusus” untuk belanja militer sebesar 100 miliar Euro pada awal 2022 silam.

    Namun menjelang pemilu legislatif yang dipercepat, Jerman kembali mendebatkan bagaimana membiayai ekspansi Bundeswehr di tengah cekaknya kas negara.

    Pada tahun 2024, anggaran pertahanan Jerman dipatok sebesar 52 miliar Euro, ditambah sekitar 20 miliar Euro per tahun dari dana khusus militer. Jumlah tersebut belum ditambah bantuan militer untuk Ukraina.

    Secara keseluruhan, Jerman membelanjakan sekitar 90,6 miliar Euro tahun lalu untuk pertahanan. Artinya, pemerintah di Berlin berhasil memenuhi syarat minimal belanja militer di NATO, yang sebesar dua persen dari Produk Domestik Bruto, PDB. Tuntutan ini berulang kali disuarakan Presiden Amerika Serikat Donald Trump kepada Eropa.

    Dana khusus habis tahun 2027

    Perkaranya, pengeluaran militer sebesar 2% di Jerman hanya bersifat sementara, dan dihitung selama dana khusus sebesar 100 miliar Euro masih dibayarkan hingga tahun 2027.

    Menurut Menteri Pertahanan Boris Pistorius, dana belanja tambahan tersebut akan sudah diikat secara kontraktual pada tahun ini. Uang itu kemudian akan dibelanjakan paling lambat akhir tahun 2027, antara lain untuk membiayai pemesanan jet tempur siluman F-35A, helikopter serbu, pengangkut personel lapis baja, pesawat patroli maritim, fregat dan sistem pertahanan rudal Patriot.

    Kebutuhannya tinggi, terutama karena Bundeswehr telah mengirimkan sebagian cadangan senjata ke Ukraina. Dengan pengadaan alutsista yang baru, Pistorius ingin memulihkan “kesiapan perang” Bundeswehr, dalam menghadapi ancaman invasi.

    Pemilihan umum legislatif kali ini bisa menjadi kesempatan bagi Jerman untuk melembagakan dana tambahan ke dalam anggaran tahunan. Akibat kisruh politik di Berlin, pemerintah sejauh ini belum menerbitkan rencana belanja untuk tahun 2025. Namun menurut laporan media, anggaran militer hanya akan ditambah sebanyak 1,2 miliar menjadi 53,25 miliar Euro.

    Padahal, untuk mencapai target dua persen dalam jangka menengah, Jerman harus menambah anggaran militer sebanyak antara 28 hingga 30 miliar euro per tahun.

    Kandidat kanselir Jerman dari partai konseratif CDU, Friedrich Merz menegaskan bulan Desember lalu di Berlin, Bundeswehr membutuhkan “setidaknya 80 miliar Euro per tahun.”

    “Kita harus menutup celah ini paling lambat pada tahun 2027. Tugas ini akan menuntut upaya yang sangat besar, dan tidak dapat dilakukan tanpa mengubah prioritas dalam anggaran”, ujar Merz.

    CDU realokasi anggaran belanja

    Bagi Merz, penambahan belanja militer tidak harus dibiayai lewat utang baru. “Kami tetap berpegang pada aturan pembatasan utang dalam Undang-Undang Dasar,” tulis Partai Uni Kristen Demokrat, CDU, dalam program politiknya.

    Sebagai gantinya, Merz mengusulkan untuk merelokasi anggaran demi mendukung angkatan bersenjata Jerman. “Hal ini harusnya bisa tercapai dengan anggaran negara yang lebih dari 1000 miliar euro.”

    Selain itu, Merz menegaskan bahwa CDU memahami “sasaran dua persen NATO sebagai batas bawah, bukan batas atas.”

    Meski demikian, Jerman menolak imbauan Presiden AS Donald Trump bahwa setiap negara anggota NATO harus mengalokasikan lima persen dari PDB-nya untuk pertahanan.

    Menteri Ekonomi Robert Habeck, calon kanselir dari Partai Hijau, bahkan mengusulkan anggaran sekitar tiga setengah persen dari PDB untuk pertahanan dalam beberapa tahun mendatang.

    Namun berbeda dengan usulan CDU, Partai Hijau menilai pemerintah “akan membutuhkan pinjaman lebih tinggi dalam jangka menengah,” demi membiayai modernisasi Bundeswehr.

    Dana Khusus kedua?

    Salah satu isu yang kembali dibahas adalah pembentukan dana khusus kedua untuk militer Jerman. Namun, Menteri Pertahanan Boris Pistorius menolak gagasan tersebut. “Bagi saya, yang penting adalah tidak membuatnya lagi dalam bentuk dana khusus, karena dana khusus tidak menggambarkan kenaikan biaya operasional untuk pengadaan peralatan militer baru,” ujar Pistorius.

    Dalam artian, biaya untuk bahan bakar, suku cadang, pemeliharaan, dan personel yang bertambah akibat pembelian sistem senjata baru.

    Selama Perang Dingin, Jerman Barat memang terbiasa mengalokasikan sejumlah besar uang untuk pertahanan. Rata-rata tiga persen dari PDB digunakan untuk membeli tank, pesawat tempur, dan membangun jaringan barak yang padat. Pada tahun 1963, pengeluaran pertahanan bahkan mencapai 4,9 persen dari PDB.

  • Wujudkan Asta Cita, TNI AU Perkuat Sistem Pertahanan Udara

    Wujudkan Asta Cita, TNI AU Perkuat Sistem Pertahanan Udara

    loading…

    Wakasau Marsekal Madya TNI Andyawan Martono Putra memimpin rapat evaluasi Lomba Antar Satuan Operasional 2025. Foto/Riana Rizkia

    JAKARTA – TNI Angkatan Udara (AU) menyelenggarakan Lomba Antar Satuan Operasional sebagai tolak ukur efektivitas dan profesionalisme satuan operasionalnya dalam menghadapi tantangan strategis yang terus berkembang.

    Hal itu karena kesiapan tempur adalah jantung dari setiap operasi udara. Dalam lanskap pertahanan udara yang terus berkembang, TNI AU memahami bahwa keunggulan operasional bukan hanya diukur dari jumlah alutsista.

    Namun juga dari sejauh mana setiap satuan mampu beradaptasi, berinovasi, dan merespons setiap ancaman modern dengan tepat.

    Dalam rapat evaluasi Lomba Antar Satuan Operasional 2025 yang dipimpin oleh Wakil Kepala Staf Angkatan Udara (Wakasau) Marsekal Madya TNI Andyawan Martono Putra, TNI AU tidak hanya meninjau hasil kompetisi, tetapi juga mengevaluasi langkah ke depan untuk meningkatkan kesiapan satuan di era yang semakin dinamis.

    “Kompetisi ini bukan hanya tentang mencari yang terbaik. Ini adalah cerminan kesiapan nyata satuan operasional dalam menghadapi tantangan pertahanan udara yang semakin kompleks,” ujar Marsekal Madya TNI Andyawan, Kamis (6/2/2025).

    Selama lebih dari sembilan bulan, setiap satuan operasional TNI AU telah dinilai secara komprehensif berdasarkan tugas dan fungsinya, mencerminkan tingkat kesiapan tempur serta efektivitas operasional dalam berbagai skenario.

    Namun, Lomba Antar Satuan Operasional bukan hanya ajang kompetisi. Ini adalah cara TNI AU menanamkan pola pikir bahwa keunggulan hanya dapat dicapai melalui latihan yang konsisten, inovasi yang berkelanjutan, dan kesiapan menghadapi dinamika ancaman yang terus berkembang.

  • Bersama Nelayan, TNI AL Sudah Bongkar 22,5 Km Pagar Laut di Tangerang

    Bersama Nelayan, TNI AL Sudah Bongkar 22,5 Km Pagar Laut di Tangerang

    GELORA.CO -TNI Angkatan Laut terus melakukan pembongkaran pagar laut di wilayah perairan Tangerang, Banten. Hingga Rabu, 6 Februari 2025, pagar laut yang telah dibongkar mencapai 22,5 km.

    Dari total pagar laut yang dibongkar itu, 18,2 km di Tanjung Pasir dan 4,3 Km di Kronjo.

    Dalam operasi kali ini TNI AL melibatkan 219 personel dari Pasmar 1, Lantamal III, dan Koarmada I yang didukung dengan alutsista seperti 1 Kapal Patroli Keamanan Laut (Patkamla), 10 perahu karet (PK), 1 RBB (Ranger Boat), serta 1 RHIB (Rigid-Hull Inflatable Boat).

    Selain itu, TNI AL juga dibantu 40 orang nelayan setempat yang turun serta membantu proses pembongkaran pagar laut ini dengan menggunakan 8 kapal nelayan.

    Meski demikian, pelaksanaan pembongkaran menghadapi beberapa kendala seperti angin dan gelombang tinggi, keterbatasan daya tarik mesin kapal, serta pagar bambu yang banyak dipasang dua lapis. 

    Selain itu, para prajurit TNI AL juga menemukan keramba apung yang tertancap di sekitar pagar bambu yang memberi tantangan tersendiri dalam proses pembongkaran pagar laut ini.

  • Jet tempur Rafale pesanan pemerintah tiba di Lombok

    Jet tempur Rafale pesanan pemerintah tiba di Lombok

    Sabtu, 1 Februari 2025 18:01 WIB

    Dua awak kapal berada di dekat pesawat jet tempur Rafale yang dibawah oleh kapal Induk Charles de Gaulle (R91) saat bersandar di Pelabuhan Gili Mas, Desa Labuan Tereng, Kecamatan Lembar, Lombok Barat, NTB, Sabtu (1/2/2025). Pesawat jet tempur Refale buatan Dassault Aviation Prancis tersebut merupakan pesanan pemerintah RI dari Prancis guna menambah alutsista TNI AU dalam menjaga pertahanan NKRI. ANTARA FOTO/Ahmad Subaidi/foc.

    Tiga pesawat jet tempur Rafale berada di atas Kapal Induk Charles de Gaulle (R91) yang bersandar di Pelabuhan Gili Mas, Desa Labuan Tereng, Kecamatan Lembar, Lombok Barat, NTB, Sabtu (1/2/2025). Pesawat jet tempur Refale buatan Dassault Aviation Prancis tersebut merupakan pesanan pemerintah RI dari Prancis guna menambah alutsista TNI AU dalam menjaga pertahanan NKRI. ANTARA FOTO/Ahmad Subaidi/foc.

  • TNI AL Mulai Kajian Kebutuhan Kapal Induk untuk Operasi Selain Perang
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        6 Februari 2025

    TNI AL Mulai Kajian Kebutuhan Kapal Induk untuk Operasi Selain Perang Nasional 6 Februari 2025

    TNI AL Mulai Kajian Kebutuhan Kapal Induk untuk Operasi Selain Perang
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – TNI Angkatan Laut (
    TNI AL
    ) tengah mengkaji kebutuhan
    kapal induk
    untuk
    operasi militer selain perang
    (OMSP).
    Kepala Staf Angkatan Laut (KSAL)
    Laksamana TNI Muhammad Ali
    mengatakan, kajian ini dilakukan dalam rangka pembangunan kekuatan
    TNI AL
    ke depan.

    Kapal induk
    masih dalam pengkajian, tapi kelihatannya kita memerlukan kapal induk untuk kepentingan OMSP terutama ya,” ujar Ali, kepada wartawan di Mabes TNI AL, Kamis (6/2/2025).
    Ali menegaskan bahwa pembangunan kekuatan pertahanan merupakan ranah Kementerian Pertahanan (Kemhan).
    Namun, TNI AL tetap mengusulkan kebutuhan alat utama sistem senjata (alutsista) yang perlu dikembangkan.
    “Untuk masalah pembangunan kekuatan itu kan memang ranahnya Kemhan, tapi kita mengusulkan. Dari Angkatan mengusulkan apa yang akan dikembangkan di TNI Angkatan Laut terkait dengan alutsista terutama,” kata Ali.
    Saat ini, lanjut Ali, TNI AL telah mendapatkan sejumlah kapal perang baru, baik dari luar negeri maupun hasil produksi dalam negeri.
    Ali menyebut bahwa Indonesia telah menerima dua kapal jenis Pattugliatore Polivalente d’Altura (PPA) dan dua fregat dari Italia.
    “Kemarin di Italia kita mendapatkan dua PPA, dua fregate-nya, walaupun itu OPV, tapi itu kelasnya fregat,” ungkap Ali.
    Selain itu, dua fregat Merah Putih sedang dibangun di dalam negeri, dan dua
    light frigate
    dari Lampung telah diluncurkan.
    TNI AL juga menerima beberapa kapal cepat rudal (KCR) dari Turki.
    Ali mengungkapkan bahwa ada kemungkinan penambahan fregat dari beberapa negara di masa mendatang.
    “Mungkin nanti akan ada tambahan lagi fregat dari beberapa negara mungkin,” pungkas dia.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Menhan Sjafrie Sjamsoeddin Bingung Minat Jadi Anggota TNI Rendah : ‘Mungkin Karena Gajinya Kecil’ – Halaman all

    Menhan Sjafrie Sjamsoeddin Bingung Minat Jadi Anggota TNI Rendah : ‘Mungkin Karena Gajinya Kecil’ – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Menteri Pertahanan (Menhan), Sjafrie Sjamsoeddin mengaku bingung lantaran orang yang bergabung menjadi anggota TNI sedikit.

    Hal ini disampaikan Sjafrie dalam rapat kerja dengan Komisi I DPR RI di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (4/2/2025).

    Dalam rapat ini, Sjafrie mengatakan belanja alat utama sistem persenjataan (alutsista) masih diperlukan. 

    “Sedikit saya mau memberitahu kepada bapak/ibu sekalian, bahwa TNI memang menghabiskan uang negara,” kata Sjafrie.

    Sebaliknya, kata dia, TNI tidak memberikan keuntungan finansial secara langsung.

    “Tetapi sebaliknya TNI tidak memberi keuangan negara,” ujar Sjafrie.

    Sjafrie menegaskan bahwa kedaulatan negara tidak bisa diukur dengan uang karenanya pemenuhan kebutuhan alutsista dan kesejahteraan prajurit perlu menjadi perhatian bersama.

    “Jadi kita memang susah, susah diukur, karena kita hanya intengible  benefit (keuntungan yang tidak dapat diukur secara langsung. red),untuk negara yaitu kedaulatan, tinggal kita sekarang ditanya apakah kedaulatan itu harganya berapa? Nah ini lah yang kita kerjakan, bahwa memang alutsista kebutuhan TNI itu mahal pak,” tegasnya.

    Namun, Sjafrie mengaku bingung lantaran tingkat minat masyarakat untuk menjadi prajurit TNI rendah.

    “Mulai dari orangnya sampai peralatannya. Ini memang mahal, tetapi saya juga bingung kenapa kok tidak banyak orang yang masuk Tentara Nasional Indonesia, mungkin karena gajinya kecil, ini mungkin jadi perhatian kita bersama,” ucapnya.

  • TNI Bakal Revisi Regu untuk Tempatkan Tamtama atau Bintara Drone
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        4 Februari 2025

    TNI Bakal Revisi Regu untuk Tempatkan Tamtama atau Bintara Drone Nasional 4 Februari 2025

    TNI Bakal Revisi Regu untuk Tempatkan Tamtama atau Bintara Drone
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com

    Panglima TNI
    Jenderal
    TNI
    Agus Subiyanto berencana membentuk tamtama atau bintara
    drone
    dalam organisasi TNI. Hal ini disampaikan saat rapat kerja (raker) dengan Komisi I DPR, Selasa (4/2/2025).
    Di hadapan jajaran Komisi I, Panglima Agung mulanya menyebut bahwa kini TNI sudah mengembangkan kemampuan pesawat nirawak saat memeriksa wilayah operasi.
    “Seperti yang sekarang di daerah operasi kita sudah menggunakan drone untuk
    surveillance
    ,” kata Panglima TNI, Selasa.
    Dengan keberadaan drone itu, menurut Panglima, pasukan TNI tidak melulu harus berjalan kaki saat melaksanakan operasi.
    Dia menyebut, cukup satu sampai dua kilometer, TNI kemudian menerbangkan drone untuk memeriksa keseluruhan wilayah.
    “Sehingga kalau dulu kita patroli lima kilometer harus berjalan kaki, sekarang satu kilometer, dua kilometer kita bisa naikan drone kita tahu kondisi di wilayah sekitar itu sesuai dengan jangkauan drone tersebut,” ujar mantan Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) tersebut.
    Meski demikian, Panglima TNI mengatakan, ada konsekuensi yang harus dilakukan jika ingin mengembangkan drone untuk kegiatan operasi wilayah.
    Dia lantas kemudian menyinggung soal pembentukan tamtama atau bintara yang dikhususkan bertugas mengendalikan drone saat operasi.
    “Nah, ini juga kita apabila ada unit drone, itu berarti kita merevisi organisasi regu. Dari mulai regu kita revisi supaya di situ ada tamtama drone atau bintara drone,” kata Panglima TNI.
    Sebagai informasi, TNI memang sudah menggunakan drone sebagai salah satu bagian alat utama sistem senjata (alutsista) pertahanan.
    Berbagai drone yang dimiliki TNI sudah pernah dipamerkan kepada publik.
    Drone
    -drone TNI dihadirkan dalam parade Hari Ulang Tahun (HUT) Ke-79 TNI di Lapangan Silang Monas, Jakarta Pusat pada Oktober tahun lalu.
    Disebutkan, drone tersebut memiliki teknologi modern dan canggih untuk mendukung tugas pokok TNI, baik dalam operasi militer perang maupun operasi militer selain perang.
    Drone milik TNI antara lain Drone Geospasial yang dilengkapi dengan kamera sensor canggih sehingga mampu menghasilkan gambar dan data yang akurat.
    Kemudian, drone
    surveillance
    . Drone ini dilengkapi dengan berbagai sensor, seperti inframerah, radar, dan penginderaan jauh, untuk mendeteksi gerakan atau aktivitas di bawahnya, bahkan dalam kondisi cuaca yang buruk.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Menhan: Saya Bingung, Kok Tak Banyak Orang yang Masuk TNI?
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        4 Februari 2025

    Menhan: Saya Bingung, Kok Tak Banyak Orang yang Masuk TNI? Nasional 4 Februari 2025

    Menhan: Saya Bingung, Kok Tak Banyak Orang yang Masuk TNI?
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com

    Menteri Pertahanan
    (Menhan) RI Sjafrie Sjamsoeddin mengaku heran karena menurutnya, tidak banyak orang yang ingin masuk
    TNI
    .
    Pernyataan ini disampaikan Sjafrie di hadapan anggota Komisi I DPR saat rapat kerja, Selasa (4/2/2025). Hadir juga Panglima TNI Jenderal TNI Agus Subiyanto yang mendampingi Menhan.
    “Saya juga bingung kenapa kok tidak banyak orang yang masuk Tentara Nasional Indonesia, mungkin karena gajinya kecil. Ini mungkin jadi perhatian kita bersama,” kata Menhan dalam ruang rapat di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta.
    Lepas dari situ, Sjafrie mengungkit soal mahalnya biaya untuk pengadaan alat utama sistem senjata (alutsista).
    Terkait hal ini, Sjafrie menyinggung soal menjaga
    kedaulatan negara
    yang tidak bisa diukur dengan uang.
    “Jadi kita memang susah, susah diukur, karena kita hanya
    intangible benefit
    untuk negara yaitu kedaulatan, tinggal kita sekarang ditanya apakah kedaulatan itu harganya berapa? Nah ini lah yang kita kerjakan, bahwa memang alutsista kebutuhan TNI itu mahal, Pak,” ujar dia.
    Berkaitan dengan alutsista, Menhan pun mengaku wajar jika TNI sebagai pengguna alutsista terkesan menghabiskan uang negara.
    Namun, ia kemudian menggambarkan negara sebagai sebuah rumah yang perlu dijaga agar tidak dimasuki maling.
    “Urgensinya adalah memang alutsista ini adalah kebutuhan kita, sedikit saya mau memberitahu kepada bapak ibu sekalian, bahwa TNI memang menghabiskan uang negara. Tapi sebaliknya TNI tidak memberi keuangan negara,” tutur Menhan.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.