“Apalagi, PKS di Sulsel sebenarnya punya basis kader yang luar biasa, tetapi belum secara signifikan mendapatkan perolehan suara dan kursi di beberapa kabupaten/kota. Hal ini membutuhkan regenerasi kepemimpinan yang bisa melahirkan cara pendekatan baru dalam menggaet kelompok pemilih,” jelasnya.
Kemudian, proses peremajaan dalam partai politik juga bertujuan agar tidak tercipta stagnasi politik. Sebab, jika kader-kader lama terus memproduksi kegiatan partai dengan pendekatan yang tidak sesuai dengan konteks dan kebutuhan pemilih masa kini, maka partai bisa tertinggal.
“Regenerasi ini juga mempertimbangkan faktor kelompok pemilih, di mana dominasi terbesar ada pada kelompok muda. Pengurus yang masih berusia muda, apalagi di posisi pengurus inti, akan lebih mudah memahami kepentingan, kebutuhan, dan aspirasi para pemilih. Hal ini akan membantu meningkatkan nilai elektoral dan citra partai,” ungkapnya.
Namun begitu, PKS juga harus tetap memiliki mekanisme internal untuk mengevaluasi capaian pengurus sebelumnya, baik di kontestasi Pileg maupun pilkada 2024 lalu. Evaluasi ini bisa dijadikan dasar pertimbangan dalam proses regenerasi. Sebab dalam partai politik, perlu ada mekanisme punishment and reward.
Model punishment and reward ini, kata dia, bisa dilakukan dengan memberikan kesempatan kepada kader-kader militan yang punya kemampuan, kapasitas, dan kinerja baik, untuk menjadi pengurus inti di tingkat organisasi, misalnya di kabupaten/kota.
“Begitu juga sebaliknya, kader yang tidak menjalankan amanat partai atau berkontribusi secara maksimal perlu dikenakan sanksi. Mekanisme ini akan memacu kerja pengurus karena mereka merasa ada evaluasi yang dilakukan secara terbuka,” terangnya.
