Tiga Dekade Lebih Bersama Buku, Mudianah Tak Pernah Menyesal Jadi Pustakawan…
Tim Redaksi
TANGERANG SELATAN, KOMPAS.com –
Lebih dari tiga dekade hidup Mudianah Mahmud (54) dihabiskan bersama buku dan rak-rak perpustakaan.
Namanya mungkin tak banyak dikenal publik. Namun, bagi sivitas akademika Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, ia adalah sosok pustakawati yang setia menjaga denyut literasi kampus.
“Kalau dihitung, saya sudah jadi pustakawan itu sekitar 31 tahun,” ujar Mudianah membuka kisahnya kepada
Kompas.com
.
Ia memulai karier sebagai tenaga honorer di Perpustakaan Fakultas Ushuluddin UIN Jakarta pada 1994. Saat itu, Yana, sapaan akrab Mudianah, sudah menikah dan memiliki anak. Kondisi tersebut tak menghalangi semangatnya untuk menekuni dunia perpustakaan.
Mudianah mengakui, profesi pustakawan bukan jalur karier yang ia rencanakan. Namun, ia menerimanya sebagai jalan hidup yang datang tanpa disangka.
“Kenapa saya ke perpustakaan? Ya mungkin jalan hidup ya. Kebetulan waktu itu di UIN ada perpustakaan fakultas untuk menunjang perkuliahan. Saya ditempatkan di situ, jadinya ya terjunlah,” kenang dia.
Meski hanya pegawai honorer, Yana merasa tetapi perlu membekali diri dengan ilmu kepustakawanan.
Oleh karena itu, ia memutuskan kuliah S1 jurusan Ilmu Perpustakaan pada 2002 lewat jalur ekstensi sambil tetap bekerja.
“Waktu itu saya kuliah malam, pulang kerja harus mandi dulu lalu lanjut belajar. Capek iya, tapi saya pikir harus
upgrade
diri,” tutur dia.
Selama menjalani masa kuliah S1 Ilmu Perpustakaan, Yana merasa sangat bersyukur. Sebab, dirinya mendapatkan banyak dukungan, baik dari keluarga, pimpinan fakultas, hingga teman-temannya.
Pilihan itu terbukti tepat. Pada 2007 ia lulus dan resmi beralih status menjadi pustakawan fungsional.
Dari perubahan status itulah karier Yana terus menanjak hingga kini menjabat sebagai Pustakawan Ahli Muda di Perpustakaan Pusat UIN Jakarta.
Bagi sebagian orang, profesi pustakawan dianggap sepi peminat, bahkan kerap dipandang sebelah mata.
Namun, Mudianah mematahkan prespektif itu. Ia menolak menyerah pada stigma itu dan tak pernah menyesali pilihannya sebagai pustakawati.
“Saya enggak pernah menyesali apa yang saya pilih. Hidup ini kan pilihan. Kalau sudah pilih, ya jalani, jangan setengah-setengah,” kata Yana.
Bagi ibu tiga anak itu, menjadi pustakawan di sebuah kampus tidaklah mudah. Pasalnya, tugas mereka bukan hanya sekadar penjaga buku.
Justru, tugas mereka jauh lebih kompleks dari yang dibayangkan, yakni mulai dari mengolah koleksi, memberi layanan informasi, hingga membimbing mahasiswa agar melek literasi.
Terlebih di UIN Jakarta. Untuk menjadi pustakawan di universitas negeri itu juga harus akrab dengan kitab-kitab klasik berbahasa Arab tanpa harakat.
“Kesulitannya banyak, apalagi saya bukan lulusan pesantren. Tapi saya belajar dari dosen-dosen Ushuluddin. Saya enggak malu bertanya, bawa kitab, diskusi. Dari situ saya bisa mengklasifikasi kitab sesuai subjeknya,” tutur Mudianah.
Seiring perkembangan zaman dan teknologi, perpustakaan kini tak lagi identik dengan rak buku. Kehadiran e-book, e-jurnal, dan database daring menjadi tantangan baru bagi Yana.
Meski begitu, ia tak khawatir peran pustakawan yang disebut-sebut akan tergeser. Baginya, digitalisasi justru menuntut pustakawan untuk terus belajar.
“Digitalisasi itu enggak bisa kita hindari. Jadi caranya ya belajar lagi,
upgrade
diri. Kalau pustakawan enggak mau belajar, pasti ketinggalan,” kata dia.
Setiap kali perpustakaan melanggan database baru, Yana tak segan mengikuti pelatihan dari penyedia layanan lalu menularkannya kepada mahasiswa.
Menurut dia cara itu dapat membantu mahasiswa, khususnya di UIN Jakarta untuk bisa mengakses informasi. Rasa puas akan hadir saat bisa membantu mahasiswa menemukan sumber belajar yang tepat.
“Kalau mahasiswa bilang, ‘Terima kasih Bu, ketemu bukunya,’ itu sudah jadi kebahagiaan sendiri,” kata Mudianah sambil tersenyum.
Di usianya saat ini, Mudiana tetap bersemangat menjalani profesi pustakawati. Ia percaya, menjalani profesi tersebut adalah ujung tombak literasi kampus.
“Kalau kita mau, pustakawan bisa bermanfaat luas. Bukan cuma untuk kampus, tapi juga untuk masyarakat. Intinya jangan berhenti belajar,” pesan dia.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
Tiga Dekade Lebih Bersama Buku, Mudianah Tak Pernah Menyesal Jadi Pustakawan… Megapolitan 18 September 2025
/data/photo/2025/09/18/68cc0a7ad831e.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)