PIKIRAN RAKYAT – Menteri Ketenagakerjaan Yassierli menegaskan bahwa tunjangan hari raya (THR) bagi pekerja atau buruh harus dibayarkan penuh tanpa dicicil. Pengusaha juga diperbolehkan memberikan THR lebih besar dari ketentuan, asalkan telah disepakati di perusahaan.
“THR harus dibayar penuh, tidak boleh dicicil, dan saya minta sekali lagi agar perusahaan memberikan perhatian terhadap ketentuan ini. Perusahaan dimungkinkan memberikan THR kepada pekerja atau buruh, tentu lebih baik dari peraturan perundang-undangan,” ujar Menteri Ketenagakerjaan Yassierli dalam keterangan di Jakarta, Rabu (12/3/2025).
Ilustrasi THR.
Kewajiban pemberian THR diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 36/2021 tentang Pengupahan dan diperjelas dalam Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 6/2016 mengenai Tunjangan Hari Raya Keagamaan bagi Pekerja/Buruh di Perusahaan.
THR diberikan kepada pekerja atau buruh yang telah bekerja minimal satu bulan secara terus menerus, baik yang terikat Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu (PKWTT) maupun Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT).
Pekerja harian lepas dan pekerja dengan sistem satuan hasil juga berhak atas THR jika memenuhi syarat sesuai peraturan. “Bagi pekerja atau buruh yang telah memiliki masa kerja 12 bulan secara terus menerus atau lebih, diberikan THR sebesar 1 bulan upah. Sedangkan bagi pekerja atau buruh dengan masa kerja 1 bulan secara terus menerus, tapi kurang dari 12 bulan diberikan secara proporsional,” tambahnya.
Untuk memastikan hak pekerja terpenuhi, Yassierli menerbitkan Surat Edaran (SE) Nomor M/2/HK.04.00/III/2025 tentang Pelaksanaan Pemberian THR 2025 bagi Pekerja/Buruh. Ia juga mengeluarkan SE kepada seluruh gubernur agar menjalankan aturan ini.
“Kementerian Ketenagakerjaan telah menerbitkan surat edaran tentang pelaksanaan pemberian tunjangan hari raya keagamaan tahun 2025 bagi pekerja atau buruh di perusahaan yang ditujukan kepada para gubernur di seluruh Indonesia dan agar disampaikan kepada bupati, wali kota di wilayah provinsi masing-masing,” kata Yassierli.
Selain itu, Kementerian Ketenagakerjaan mendirikan posko THR 2025 di kantor Kemnaker untuk memberikan konsultasi dan penegakan hukum terkait THR. “Saya juga minta di masing-masing wilayah provinsi dan kabupaten atau kota untuk juga membentuk posko THR,” kata Yassierli.
Tidak tingkatkan daya beli
Sementara itu, pengamat ekonomi dari Center of Reform on Economic (CoRE) Indonesia, Yusuf Rendy Manilet, menilai bahwa THR tahun ini tidak akan banyak meningkatkan daya beli masyarakat. Hal ini karena masyarakat cenderung lebih berhati-hati dalam membelanjakan THR mereka dibandingkan tahun sebelumnya.
“Dalam konteks ekonomi saat ini yang ditandai oleh ketidakpastian global dan tekanan inflasi, khususnya pada harga pangan, banyak masyarakat mungkin akan lebih berhati-hati dalam membelanjakan THR mereka,” kata Yusuf dalam keterangan.
Data Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) dari Bank Indonesia menunjukkan bahwa hampir semua kelompok pengeluaran mengalami penurunan indeks, terutama masyarakat dengan pengeluaran Rp1 juta hingga Rp2 juta.
Hal ini mencerminkan ketidakpastian pendapatan dalam beberapa bulan ke depan. Meskipun THR diberikan dan meningkatkan daya beli, dampaknya tidak akan sebesar Lebaran sebelumnya.
Menurut Yusuf, pemerintah harus memperhatikan kecenderungan masyarakat yang lebih berhati-hati dalam belanja serta prospek pendapatan yang cenderung pesimistis. Konsumsi rumah tangga masih menjadi penopang utama perekonomian nasional, sehingga daya beli yang lemah bisa membatasi pertumbuhan konsumsi dan mengurangi kontribusinya terhadap Produk Domestik Bruto (PDB).
Tahun lalu, meskipun ekonomi Indonesia tumbuh sekitar 5%, pertumbuhan konsumsi rumah tangga melambat. “Dalam beberapa tahun terakhir, pengeluaran untuk kelas menengah terus mengalami penurunan, yang salah satunya disumbang tekanan terhadap daya beli masyarakat,” ujarnya.
“Di tahun lalu, meskipun kita masih bisa tetap tumbuh 5,0 persen, namun angka ini relatif melambat jika dibandingkan kondisi di 2023, dan kalau kita lihat konsumsi rumah tangga pertumbuhannya di bawah 5 persen,” katanya.
Data menunjukkan adanya penurunan kemampuan belanja masyarakat. Yusuf melihat hubungan langsung antara berkurangnya jumlah kelas menengah, melemahnya daya beli, dan stagnasi pertumbuhan konsumsi rumah tangga.
Menurutnya, pemerintah perlu menanggapi hal ini secara serius dengan kebijakan yang menyeluruh, baik jangka pendek maupun jangka panjang. Langkah yang bisa diambil adalah mengendalikan inflasi dengan subsidi yang tepat sasaran, memperbaiki rantai pasok, serta menerapkan kebijakan stabilisasi harga untuk mengurangi beban masyarakat berpenghasilan rendah dan menengah.
Selain itu, pemerintah juga perlu meningkatkan pendapatan masyarakat secara berkelanjutan, misalnya melalui kenaikan upah minimum, perluasan program bantuan sosial, atau keringanan pajak bagi kelompok berpenghasilan rendah agar daya beli tetap terjaga.***
Simak update artikel pilihan lainnya dari kami di Google News