Terungkap, Konflik Mata Elang di Jalan Justru Tak Melibatkan Debitur
Editor
JAKARTA, KOMPAS.com
– Industri pembiayaan kendaraan bermotor menegaskan konflik antara mata elang (matel) dengan masyarakat di jalan bukan paling sering terjadi dengan debitur aktif, melainkan dengan pihak ketiga yang menguasai kendaraan.
Berdasarkan data dan pengalaman pelaku industri pembiayaan, lebih dari 95 persen kendaraan yang ditindak di jalan telah berpindah kepemilikan ke tangan kepada pihak ketiga.
“Ada 95 persen lebih eksekusi terjadi karena kendaraannya sudah bukan di tangan debitur, tetapi di tangan pihak ketiga,” ujar Salah satu direktur perusahaan leasing, Ronald (bukan nama sebenarnya), kepada
Kompas.com
, Senin (22/12/2025).
Kondisi tersebut menjadi akar utama ketegangan di lapangan, sekaligus menjelaskan mengapa praktik penelusuran
kendaraan kredit bermasalah
masih terus berlangsung.
Menurut Ronald, pihak ketiga yang menguasai kendaraan justru kerap bersikap lebih agresif saat berhadapan dengan penagih.
Sementara itu, debitur awal kerap merasa tidak lagi memiliki kewajiban setelah kendaraan tersebut dijual.
“Pihak ketiga ini yang sering kali lebih agresif di lapangan. Sementara debiturnya sudah merasa tidak punya kewajiban,” kata Ronald.
Penjualan kendaraan bermotor yang masih berstatus kredit umumnya dilakukan hanya bermodalkan Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK), tanpa Buku Pemilik Kendaraan Bermotor (BPKB).
Praktik tersebut marak ditemukan melalui berbagai kanal media sosial.
Akibatnya, kendaraan berpindah tangan secara ilegal, cicilan tidak lagi dibayarkan, dan perusahaan pembiayaan kehilangan akses untuk menagih kewajiban kepada debitur awal.
“Kendaraan masih status kredit, tapi dijual begitu saja. Ini melawan hukum. Ketika kemudian dicari dan ditemukan, yang memegang unit merasa sebagai korban. Padahal akar masalahnya ada di penjualan ilegal itu,” ujar Ronald.
Fenomena tersebut berdampak langsung pada kebijakan pembiayaan.
Sepanjang 2025, perusahaan leasing memperketat proses persetujuan kredit, mulai dari survei lapangan hingga verifikasi data calon debitur.
“Kalau dulu dari sepuluh aplikasi bisa disetujui tujuh atau delapan, sekarang mungkin hanya empat atau lima. Survei lebih ketat, verifikasi lebih detail,” kata Ronald.
Meski demikian, ia menegaskan proses penagihan tetap harus mengikuti ketentuan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Kementerian Hukum dan HAM.
Penagih resmi wajib memiliki surat kuasa, sertifikat fidusia, SPPI (Sertifikasi Profesi Pembiayaan Indonesia), serta bertindak sesuai standar operasional prosedur.
“Debt collector resmi itu harus punya surat kuasa, sertifikat fidusia, SPPI, dan bertindak sopan. Kalau tidak ada dasar hukum dan melakukan intimidasi, itu jelas salah,” ujarnya.
Ronald juga membedakan penagih resmi dengan oknum atau debt collector gadungan yang melakukan eksekusi sepihak tanpa dasar hukum.
“Kalau diajak ke kantor polisi lalu dia gagap, itu tanda-tanda tidak benar,” kata dia.
Sementara itu, polisi menyebut
perampasan kendaraan di jalan
oleh mata elang, tidak dibenarkan.
Oknum yang melakukan perampasan dapat dijerat Pasal 368 KUHP tentang pemerasan, pasal penganiayaan, atau pasal lain sesuai perbuatannya.
Sementara itu, seorang mata elang bernama Putra (bukan nama sebenarnya) yang telah bekerja lebih dari lima tahun mengakui stigma negatif terhadap profesinya.
Namun, ia menegaskan bahwa penarikan kendaraan secara paksa di jalan bukan bagian dari SOP.
“Kalau langsung ambil unit di jalan, itu oknum. SOP tidak membenarkan,” ujar Putra.
Menurut dia, mayoritas kendaraan bermasalah yang ditemukan di lapangan memang sudah berpindah tangan. Proses penindakan, kata Putra, selalu diawali dengan konfirmasi ke kantor perusahaan pembiayaan.
“Kalau orangnya kooperatif dan tunggakannya kecil, masih bisa diselesaikan. Tidak langsung diambil,” kata dia.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
Terungkap, Konflik Mata Elang di Jalan Justru Tak Melibatkan Debitur Megapolitan 24 Desember 2025
/data/photo/2025/12/22/694964dfe401a.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)