Terdakwa Kasus Judol Klaim Diintimidasi untuk Seret Nama Budi Arie Megapolitan 7 Agustus 2025

Terdakwa Kasus Judol Klaim Diintimidasi untuk Seret Nama Budi Arie
                
                    
                        
                            Megapolitan
                        
                        7 Agustus 2025

Terdakwa Kasus Judol Klaim Diintimidasi untuk Seret Nama Budi Arie
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com –
Terdakwa Zulkarnaen Apriliantony alias Tony, mengaku mengalami tekanan berat selama menjalani proses hukum dalam perkara beking situs judi
online
(judol) oleh pegawai Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) yang kini bernama Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi).
Hal tersebut disampaikannya saat membacakan nota pembelaan atau pleidoi di hadapan majelis hakim di Ruang Sidang Utama Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Rabu (6/8/2025).
Dalam pleidoi, Zulkarnaen menyebut, dirinya sempat diintimidasi oleh pihak penyidik dan kuasa hukum sebelumnya agar memberikan kesaksian yang tidak benar, dengan tujuan menyeret nama mantan Menteri Kominfo, Budi Arie Setiadi.
“Pengacara saya yang lama dan penyidik berusaha mengintimidasi saya untuk bersaksi bohong, guna menjerat saudara Budi Arie,” kata Zulkarnaen dalam sidang.
Ia menambahkan, tekanan yang diberikan juga disertai ancaman terhadap istrinya, Adriana Angela Brigita, yang kini juga menjadi terdakwa dalam klaster yang berbeda, yaitu Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).
“Mereka mengancam bahwa jika saya tidak mematuhi, istri saya, Adriana Angela Brigita, akan dikriminalisasi,” ujarnya.
Meskipun begitu, Zulkarnaen mengklaim, dirinya tetap memilih untuk jujur dan menolak permintaan tersebut karena ingin memperbaiki kesalahannya melalui proses hukum yang benar.
“Tekanan ini membuat saya dalam posisi yang sangat sulit. Namun, saya tetap berusaha jujur dan tidak memenuhi permintaan tersebut,” ucap dia.
Zulkarnaen juga menyampaikan bahwa dugaan intimidasi tersebut telah ia laporkan ke Divisi Profesi dan Pengamanan (Propam) Polri untuk ditindaklanjuti secara internal.
Lebih lanjut, Zulkarnaen mengeluhkan kondisi kesehatannya yang menurun selama masa penahanan. Ia menyebut memiliki penyakit yang membutuhkan perawatan medis intensif, dan khawatir penanganan di dalam penjara tidak memadai.
“Saya ada penyakit dan memang mesti ada perawatan intensif di rumah sakit. Jika saya di penjara, saya takut perawatan saya tidak akan memadai,” tutur dia.
Sebelumnya, Budi Arie telah membantah dirinya terlibat dalam praktik perlindungan situs judol.
Menurut dia, ada tiga poin penting yang dapat membuktikan bahwa ia sama sekali tidak terlibat dalam perlindungan situs judi online seperti narasi yang beredar.
“Intinya, pertama mereka (para tersangka) tidak pernah bilang ke saya akan memberi 50 persen. Mereka tidak akan berani bilang, karena akan langsung saya proses hukum,” ujar Budi Arie.
“Jadi sekali lagi, itu omongan mereka saja, jual nama menteri supaya jualannya laku,” lanjut dia sembari tertawa.
Kedua, Budi Arie tidak tahu menahu praktik jahat yang dilakukan mantan anak buahnya itu. Ia baru mengetahui setelah kasus itu diselidiki kepolisian dan terungkap ke masyarakat.
 
Selain itu, tidak ada arahan apa pun dari Budi Arie selaku Menkominfo kepada para tersangka untuk melindungi situs judol tertentu.
“Ketiga, tidak ada aliran dana dari mereka ke saya. Ini yang paling penting. Bagi saya, itu sudah sangat membuktikan,” ujar Budi Arie.
Budi Arie berharap publik dapat melihat kasus ini secara jernih agar tidak larut di dalam narasi jahat terhadap dirinya. Ia juga berharap penegak hukum bekerja dengan lurus dan profesional sehingga mampu menuntaskan perkara itu.
“Justru ketika itu saya malah menggencarkan pemberantasan situs judol. Boleh dicek jejak digitalnya,” lanjut dia.
Sebelumnya diberitakan, Tony merupakan salah satu terdakwa yang masuk dalam klaster koordinator pada perkara beking situs judol agar tidak terblokir oleh Kominfo.
Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan menuntut dirinya dengan pidana penjara selama sembilan tahun.
Pasalnya, ia dinilai secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan, mentransmisikan, dan/atau membuat dapat diakses informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang memuat unsur perjudian.
Hal ini merujuk pada Pasal 45 Ayat (3) juncto Pasal 27 Ayat (2) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2024 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, serta Pasal 55 Ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
“Menjatuhkan pidana penjara terhadap terdakwa I Zulkarnaen Apriliantony selama sembilan tahun dengan dikurangi selama terdakwa berada di dalam tahanan sementara dengan perintah terdakwa tetap ditahan,” kata jaksa di ruang sidang Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan (Jaksel), Rabu (23/7/2025).
Adapun hal yang memberatkan Zulkarnaen Apriliantony, yakni bertentangan dengan program pemerintah dalam upaya pemberantasan judi online.
Sehingga, selain dituntut sembilan tahun penjara, ia juga dituntut untuk membayar denda senilai Rp 1 miliar subsider kurungan penjara selama tiga bulan.
Zulkarnaen Apriliantony juga dinilai berbelit-belit selama persidangan berlangsung. Ia juga dianggap telah menikmati hasil beking situs judol agar tidak terblokir.
Setidaknya terdapat empat klaster dalam perkara melindungi situs judol agar tidak terblokir Kementerian Kominfo yang tengah bergulir di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan.
Klaster pertama adalah koordinator dengan terdakwa Adhi Kismanto, Zulkarnaen Apriliantony alias Tony, Muhrijan alias Agus, dan Alwin Jabarti Kiemas.
Klaster kedua para eks pegawai Kementerian Kominfo, yakni terdakwa Denden Imadudin Soleh, Fakhri Dzulfiqar, Riko Rasota Rahmada, Syamsul Arifin, Yudha Rahman Setiadi, Yoga Priyanka Sihombing, Reyga Radika, Muhammad Abindra Putra Tayip N, dan Radyka Prima Wicaksana.
Klaster ketiga, yaitu agen situs judol. Para terdakwa terdiri dari Muchlis, Deny Maryono, Harry Efendy, Helmi Fernando, Bernard alias Otoy, Budianto Salim, Bennihardi, Ferry alias William alias Acai, Ana, dan Budiman.
Klaster keempat tindak pidana pencurian uang (TPPU) atau para penampung hasil melindungi situs judol.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.