TRIBUNNEWS.COM – Tentara zionis Israel (IDF) diserang hewan buas jenis Lynx di perbatasan Israel-Mesir, di daerah Gunung Harif.
Media Israel melaporkan bahwa Lynx yang menyerang para tentara Israel tersebut menyerang para tentara dengan sangat agresif.
Serangan itu membuat mereka mengalami luka-luka yang sangat parah.
Sementara itu, bagaimana predator liar itu melintasi perbatasan dan memulai serangan itu tetap menjadi misteri.
Seorang inspektur Otoritas Alam dan Cadangan tiba dengan cepat setelah insiden itu.
Lynx pun ditangkap sebelum menyebabkan kerusakan lebih lanjut, mengutip Al Araby, Minggu (23/3/2025).
Hewan itu kemudian dipindahkan ke rumah sakit satwa liar khusus untuk diperiksa.
Berasal dari daerah gurun yang gersang, lynx Mesir adalah predator yang tangguh, berukuran antara 60 hingga 130 cm dan mampu mencapai kecepatan 80 km/jam saat berburu.
Ini terutama memangsa hewan kecil seperti hewan pengerat, hingga akhirnya hewan tersebut menunjukkan interaksi yang tak terduga dan berbahaya dengan manusia, yaitu, IDF.
Eks Menteri Israel Sebut IDF Kehilangan 15.000 Personel dan Ratusan Tewas
Mantan Menteri Pertahanan Israel Moshe Ya’alon mengkritik kinerja militer Israel sejak perang melawan pejuang kemerdekaan Palestina.
Dalam laporannya, dirinya merinci soal ketegangan besar pada militer Israel.
Ya’alon menyebut pasukan Israel (IDF) telah menderita kerugian signifikan sejak awal berperang di Gaza.
Ya’alon mencatat bahwa tentara Israel telah kehilangan 15.000 personel.
Dari 15.000 personel itu, dikatakannya, ratusan tewas dan banyak lagi yang terluka, membuat pasukan itu habis.
“Militer telah kehilangan 15.000 orang, ratusan tewas, dan banyak yang terluka yang tidak lagi cocok untuk layanan,” katanya, mengutip Palestine Chronicle, Kamis (13/3/2025).
Sementara itu Kepala Staf baru, Jenderal Eyal Zamir, menghadapi tugas yang menakutkan untuk membangun kembali moral dan kapasitas militer Israel.
Dan sambil menavigasi tekanan politik.
Ya’alon menyatakan keyakinannya pada kemampuan Zamir untuk berdiri teguh.
“Saya tahu Eyal Zamir dan percaya padanya. Dia telah mempertahankan pendirian profesional, bahkan ketika menghadapi campur tangan politik,” ujar Ya’alon.
Militer Israel Potensi Kurang Prajurit Parah
Kementerian Pertahanan Israel telah mengungkapkan, jumlah pasukan militer Israel yang terluka dan cacat di militernya telah melonjak menjadi 78.000.
Hal ini mengungkap sebuah gambaran nyata dari besarnya korban (dari pihak pasukan Israel) yang ditimbulkan oleh perang dan genosida Israel di Gaza.
Pengungkapan ini terjadi selama pertemuan komite khusus mengenai pekerja asing, yang diketuai oleh anggota Knesset Israel Eti Hava Attia, Minggu (10/3/2025).
Dalam pembicaraan itu, termasuk mengkaji kebutuhan para prajurit yang terluka dan para veteran cacat yang membutuhkan perawatan.
Menurut kementerian Israel, lebih dari 50 persen korban luka adalah prajurit cadangan yang berusia di bawah 30 tahun.
Selain itu, 62 persen dari korban ini menderita cedera psikologis, dilansir Palestine Chronicle.
Sementara, 10 persen lainnya dalam kondisi fisik sedang hingga parah.
Saat ini, 194 prajurit masih dirawat di rumah sakit, sebagian besar menerima perawatan di Sheba Medical Center, Tel Hashomer, dan Rumah Sakit Ichilov.
Media Israel telah menyampaikan kekhawatiran yang berkembang di Israel atas kekurangan tenaga kerja yang parah dalam militer.
Perkiraan menunjukkan tentara Israel akan menghadapi defisit sumber daya manusia (SDM) yang berkepanjangan, dilaporkan Al-Mayadeen.
Dalam laporan itu juga disebutkan, kekurangan tenaga kerja di militer mengingatkan pada tantangan selama periode ‘zona keamanan’ di Lebanon selatan dan Intifada Kedua.
Sebuah laporan mendalam yang diterbitkan oleh surat kabar Israel, Yedioth Ahronoth, mengungkap krisis mendalam yang melanda tentara Israel karena meningkatnya beban pada pasukannya di tengah berbagai front.
Serta, potensi persiapan untuk melancarkan agresi militer baru di Jalur Gaza.
Laporan oleh analis militer surat kabar tersebut, Yoav Zitun, menyoroti kesulitan yang dihadapi oleh tentara, termasuk kekurangan tenaga kerja, tekanan operasional dan psikologis.
Serta tantangan logistik yang mengancam kemampuannya untuk menjaga stabilitas di berbagai lini.
Laporan tersebut juga membahas dampak tekanan-tekanan terhadap kemungkinan dilancarkannya perang baru di Gaza.
Di mana hal itu juga berpotensi menjadi beban tambahan bagi prajurit Israel dan keluarga mereka.
(Tribunnews.com/Garudea Prabawati)