Tempat Fasum: Sungai Citarum

  • Jembatan Perahu Beromzet Rp20 Juta per Hari Terancam Ditutup BBWS Citarum, Haji Endang Beri Ancaman – Halaman all

    Jembatan Perahu Beromzet Rp20 Juta per Hari Terancam Ditutup BBWS Citarum, Haji Endang Beri Ancaman – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Pemilik jembatan perahu beromzet Rp20 juta per hari di Dusun Rumambe, Desa Anggadita, Kecamatan Klari, Kabupaten Karawang, Jawa Barat bereaksi keras lantaran usahanya terancam ditutup.

    Penutupan itu dilakukan oleh Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Citarum.

    BBWS Citarum memasang peringatan operasional jembatan tidak berizin sesuai ketentuan perundang-undangan dan berpotensi mengganggu fungsi alami sungai.

    Namun, pria yang akrab disapa Haji Endang itu tak terima dengan pemasangan spanduk tersebut.

    Ia bahkan mencopot spanduk yang dipasang oleh BBWS Citarum.

    Haji Endang mengaku telah mengantongi Nomor Izin Berusaha (NIB).

    Dia pun merasa heran dan mempertanyakan alasan di balik persoalan izin terhadap jembatan perahunya yang baru mencuat.

    Padahal, jembatan perahu itu sudah beroperasi selama 15 tahun, dan tidak ada masalah sebelumnya.

    Ia menambahkan, sejak jembatan perahunya beroperasi, peran BBWS Citarum tidak terlihat, jika usahanya tersebut dianggap ilegal.

    “Saya izin punya NIB. Boleh saya dianggap ilegal, tetapi usaha saya banyak manfaatnya.”

    “Dibilang dia berbayar, saya kan bukan dari sekarang, sudah 15 tahun berjalan,” katanya, Selasa (29/4/2025), dilansir TribunJabar.id.

    Haji Endang pun menyayangkan sikap BBWS Citarum. Jika usahanya ditutup, maka akan berdampak terhadap ekonomi sekitar.

    Pasalnya, ada 40 orang yang menggantungkan hidupnya di jembatan perahu milik Haji Endang.

    “Masyarakat di sini bekerja. Sekarang aja pemerintah gencar UMKM, sekarang yang kerja 40 orang belum keluarga, anak dari mana? Apa suruh ngegarong anak buah saya, suruh ngerampok? Nah itu logika aja, gak sembarangan,” ungkapnya.

    Haji Endang menegaskan, jika usahanya itu dibongkar, ia memastikan akan melakukan perlawanan bersama warga setempat.

    Diketahui, jembatan perahu Haji Endang dibangun pada 2010.

    Jembatan ini terdiri dari 10 perahu ponton yang dirangkai dengan jarak sekira 1,5 meter antara satu sama lain.

    Jembatan itu pun menjadi penghubung warga ke kawasan industri yang terpisah oleh Sungai Citarum.

    Setiap kendaraan roda dua dikenai tarif Rp2.000 sekali melintas.

    Sementara itu, Kepala BBWS Citarum, Dian Al Ma’ruf menegaskan, apapun bentuk pengusahaan dan pendayagunaan di wilayah sungai tersebut harus berizin.

    Dian menjelaskan, spanduk dipasang di jembatan perahu Haji Endang sebagai bentuk peringatan, melintasi jembatan tersebut berbahaya.

    Sebab, jembatan itu tidak legal dan belum ada kajian keamanan.

    “Ini tidak ada maksud sedikit pun untuk menutup usaha orang. Kita harus bangga putra negeri bisa membuka lapangan kerja,” katanya di Kantor Bupati Karawang, Jumat (2/5/2025), dilansir Kompas.com.

    “Namun, ini harus sesuai aturan ketentuan yang berlaku, seperti usaha itu juga harus legal, aman, dan menyejahterakan,” sambungnya.

    Dian mengatakan, secara teknis pembangunan, jembatan perahu Haji Endang bukan untuk dilalui kendaraan.

    “Saya belum detail mempelajari itu, tetapi saya dari ilmu teknik sipil, yang saya tahu teknis jembatan itu bukan seperti itu.”

    “Jadi, saya tidak bisa menilai benar atau tidak, tetapi ini menurut saya,” terangnya.

    Dian menuturkan, usaha yang melintasi sungai harus mematuhi peraturan yang ada.

    Jika tidak, ada konsekuensi yang harus ditanggung.

    Pihaknya akan lebih dulu memberikan peringatan.

    Jika yang bersangkutan tak mengindahkan pemberitahuan hingga surat peringatan satu, dua, dan tiga, pihaknya tak segan mengambil tindakan pembongkaran.

    “Setelah itu, kami minta bantuan Pemkab untuk dibongkar. Kalau memang tidak mematuhi itu.”

    “Dari kami akan bersurat ke Pemda seharusnya dibongkar,” tandasnya.

    Sebagian rtikel ini telah tayang di TribunJabar.id dengan judul Jembatan Penyebrangan yang Viral di Karawang, Omzetnya Puluhan Juta Bakal Dibongkar BBWS

    (Tribunnews.com/Nanda Lusiana, TribunJabar.id/Cikwan Suwandi, Kompas.com/Farida Farhan)

  • Jembatan Perahu Karawang Beromzet Rp 20 Juta per Hari Mau Ditutup BBWS Citarum

    Jembatan Perahu Karawang Beromzet Rp 20 Juta per Hari Mau Ditutup BBWS Citarum

    GELORA.CO – Jembatan perahu yang dibangun seorang warga bernama Muhammad Endang Junaedi alias Haji Endang, di Dusun Rumambe, Desa Anggadita, Kecamatan Klari, Karawang, Jawa Barat, terancam ditutup Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Citarum.

    Alasannya, BBWS menilai operasional jembatan itu tidak berizin sesuai ketentuan undang-undang, dan berpotensi mengganggu fungsi alami sungai. 

    BBWS Citarum telah memasang spanduk peringatan di jembatan tersebut, seperti dilihat pada Minggu (26/4).

    Keesokan harinya (27/4), Haji Endang turun langsung mencopot spanduk tersebut.

    “Itu (BBWS) enggak ada kerjaan. Saya ada izin, NIB (Nomor Induk Berusaha) ada,” katanya saat dikonfirmasi, Selasa (29/4).

    Jika usahanya dianggap ilegal, ia pun mempertanyakan ke mana BBWS Citarum selama 15 tahun ini sejak jembatan perahu ini dibangun.

    “Walaupun saya izin sebenarnya ada ya, boleh lah anggap saya ilegal, tapi manfaatnya banyak, dibilang dia berbayar, saya kan bukan dari sekarang, sudah 15 tahun berjalan,” kata Endang.

    Menurutnya, BBWS Citarum terkesan gegabah lantaran tak memikirkan dampak terhadap warga sekitar yang belasan tahun menggantungkan hidupnya dari jembatan perahu tersebut.

    “Kalau menutup, dipikirkan dong dampak terhadap masyarakat sini yang orang kerja. Sekarang aja pemerintah gencar UMKM, sekarang yang kerja 40 orang belum keluarga, anak dari mana? Apa suruh ngegarong anak buah saya, suruh ngerampok? Nah itu logika aja, enggak sembarangan,” sesal Endang.

    Adapun jika ke depan BBWS bersikeras membongkar paksa jembatan miliknya, ia memastikan akan melakukan perlawanan bersama warga setempat.

    “Ketawa aja, enggak ada kerjaan. Kalau tetap dibongkar masyarakat bertindak di sini, (BBWS) dasarnya apa, kan menghidupi masyarakat sini,” katanya.

    Dibangun pada 2010

    Jembatan perahu Haji Endang dibangun pada tahun 2010 lalu, menghubungkan dua desa yang dipisahkan oleh Sungai Citarum. Jembatan ini terdiri 10 perahu ponton yang dirangkai dengan jarak sekitar 1,5 meter antara satu sama lain.

    Di atas perahu-perahu tersebut dipasang alas berbahan besi agar pengendara dapat melintas selayaknya jalan biasa.

    Omzet Rp 20 Juta per Hari

    Jembatan yang membelah Sungai Citarum itu menjadi jalur favorit warga, khususnya para pekerja karena bisa menghemat waktu tempuh menuju sejumlah kawasan industri di Kecamatan Ciampel, Karawang.

    Bagi warga yang ingin melintas dipatok tarif Rp 2 ribu per sepeda motor.

    Jembatan penyeberangan ini sempat viral di media sosial lantaran meraup omzet sekitar Rp 20 juta per hari. Omzet tersebut digunakan untuk biaya perawatan jembatan dan upah bagi sekitar 40 karyawan yang dipekerjakan.

  • Kronologi Berdirinya Jembatan Perahu Haji Endang Beromzet Rp 20 Juta Per Hari
                
                    
                        
                            Bandung
                        
                        29 April 2025

    Kronologi Berdirinya Jembatan Perahu Haji Endang Beromzet Rp 20 Juta Per Hari Bandung 29 April 2025

    Kronologi Berdirinya Jembatan Perahu Haji Endang Beromzet Rp 20 Juta Per Hari
    Tim Redaksi
    KARAWANG, KOMPAS.com

    Jembatan perahu
    beromzet Rp 20 juta di
    Karawang
    , Jawa Barat, kembali menjadi perhatian publik.
    Pasalnya, baru-baru ini Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Citarum memasang spanduk yang menyebut jembatan itu tak memiliki izin untuk beroperasi.
    Jembatan perahu itu milik Muhammad Endang Juanedi atau kerap dipanggil
    Haji Endang
    .
    Endang bercerita, jembatan yang menyeberangi
    Sungai Citarum
    dan menghubungkan Desa Anggadita, Kecamatan Klari, dan Desa Parungmulya, Kecamatan Ciampel, itu berdiri melalui proses yang panjang.
    Awalnya, jembatan yang berada di Dusun Rumambe 1, Desa Anggadita, Kecamatan Klari, itu hanyalah perahu penyeberangan biasa yang terbuat dari kayu.
    Pembuatan jembatan ini berawal dari permintaan seorang tokoh Dusun Rumambe kepadanya pada 2010 lalu.
    “Karena jalan buntu, agar kampungnya enggak terisolasi, maka perlu dibangun penyeberangan. Dulu ini tempat menyeberang kerbau,” kata dia.
    Endang mengaku sempat meminta izin kepada Bupati Karawang saat itu, Dadang S Muchtar.
    Endang menawarkan kerja sama dengan pemda. Namun, karena sejumlah alasan, termasuk risiko, Dadang menyarankan Endang menjalankannya sendiri.
    Endang lalu memberitahukan kepada warga sekitar soal rencana pembangunan penyeberangan itu, termasuk juga kepada warga Desa Parungmulya, Kecamatan Ciampel.
    “Enggak semua warga mendukung. Ada yang takut nanti banyak maling dan lain-lain. Namun, sebagian besar tokoh mendukung,” kata Endang.
    Seiring berjalannya waktu, dibangunlah penyeberangan yang menghubungkan Desa Anggadita, Kecamatan Klari, dan Desa Parungmulya, Kecamatan Ciampel.
    Jembatan itu berbahan kayu dan menyeberangi Sungai Citarum.
    “Awalnya tidak ada kepikiran untuk berbisnis, niatnya menolong masyarakat. Namun, membutuhkan perawatan, baik perahu, jalan, penerangan, hingga upah yang kerja,” kata Endang.
    Pengendara yang melintas membayar Rp 2.000 dan tak naik hingga kini.
    Setiap hari ribuan karyawan pabrik hingga warga melintasi jembatan penyeberangan itu.
    Karena pernah karam pada 2014, akhirnya Endang dengan para pekerja berputar otak, memikirkan konsep jembatan penyeberangan yang aman.
    Ia mengaku pernah tiga kali mengganti perahu kayu. Kemudian, teranyar menggunakan besi alias perahu ponton.
    Modalnya jika ditotal dan dibuat sekaligus, menurut Endang, bisa mencapai Rp 5 miliar.
    Endang mengaku beberapa kali meminjam ke bank.
    “Kami otodidak aja. Kami pikirkan juga
    safety
    -nya,” kata Endang.
    Menurut Endang, setiap hari tak kurang dari 10.000 pengendara sepeda motor melewati
    jembatan perahu
    ponton itu.
    Ia menyebut tak kaku mematok pengendara harus membayar Rp 2.000.
    “Pendapatannya tak kurang Rp 20 juta per hari,” ungkapnya.
    Meski begitu, kata dia, tiap hari biaya operasional berkisar Rp 8 juta, mulai dari perawatan, penerangan, hingga upah.
    “Perawatan itu termasuk juga perawatan jalan akses ke sini,” ucap Endang.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • 5
                    
                        Jembatan Perahu Haji Endang Dipasang Spanduk Tak Berizin BBWS, Dicopot Warga
                        Bandung

    5 Jembatan Perahu Haji Endang Dipasang Spanduk Tak Berizin BBWS, Dicopot Warga Bandung

    Jembatan Perahu Haji Endang Dipasang Spanduk Tak Berizin BBWS, Dicopot Warga
    Tim Redaksi
    KARAWANG, KOMPAS.com

    Jembatan Perahu Haji Endang
    di
    Desa Anggadita
    , Kecamatan Klari, Karawang, Jawa Barat, dipasangi
    spanduk tak berizin
    oleh Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Citarum pada Senin (28/4/2025).
    Namun, pada Selasa (29/4/2025), spanduk itu diturunkan oleh warga. Spanduk dipasang di tiang area jembatan oleh sejumlah orang dari BBWS.
    BBWS Citarum
    memasang spanduk peringatan di Jembatan Perahu Haji Endang yang berada di Dusun Rumambe, Kabupaten Karawang, Jawa Barat, pada 26 April 2025.
    Peringatan ini menegaskan bahwa jembatan tersebut tidak memiliki izin resmi sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
    Dalam unggahan di akun Instagram resmi BBWS Citarum, Direktorat Jenderal Sumber Daya Air, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (@pu_sda_citarum) pada Senin (28/4/2025), disebutkan bahwa pembangunan dan pengoperasian jembatan perahu tanpa izin melanggar Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2019 tentang Sumber Daya Air.
    Selain itu, Peraturan Menteri PUPR Nomor 28 Tahun 2015 juga mengatur bahwa pemanfaatan sempadan sungai hanya dapat dilakukan untuk kegiatan tertentu yang harus mendapatkan izin dari pemerintah sesuai kewenangannya.
    Keberadaan jembatan tanpa izin ini dinilai berpotensi mengganggu fungsi alami sungai, terutama saat debit air meningkat atau terjadi bencana banjir.
    BBWS Citarum berharap pemasangan spanduk ini dapat meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya kepatuhan terhadap regulasi sumber daya air.
    Mereka juga mendorong adanya koordinasi antara pihak pengelola jembatan, pemerintah daerah, dan BBWS Citarum untuk mencari solusi terbaik demi kepentingan masyarakat sekitar.
    Dikonfirmasi soal spanduk itu, Endang menjawab dengan santai.
    “Itu enggak ada kerjaan, BBWS kan punya pemerintah, kita kan masyarakat, yang penting enggak merusak lingkungan,” kata Endang.
    Soal izin, Endang mengatakan usaha jembatan perahunya yang melintasi Sungai Citarum dan menghubungkan Desa Anggadita, Kecamatan Klari, dan Desa Parungmulya, Kecamatan Ciampel, telah mengantongi nomor induk berusaha (NIB).
    “Walaupun saya izin sebenarnya ada yah, bolehlah anggap saya ilegal, tetapi manfaatnya banyak, dibilang dia berbayar, saya kan bukan baru sekarang, sudah 15 tahun berjalan,” ujar Endang.
    Endang menyebut uang Rp 2.000 yang dibayarkan pengendara yang melintas di antaranya digunakan untuk
    maintenance
    atau perawatan jembatan, jalan, penerangan, hingga gaji karyawan.
    Endang juga mempertanyakan kekhawatiran BBWS soal keberadaan jembatannya.
    Menurutnya, jika khawatir ada suatu kesalahan, ia tak keberatan membuat pernyataan jika ada kejadian di luar tanggung jawab BBWS Citarum.
    “Kalau menutup, pikirkan dong dampak terhadap masyarakat sini yang orang kerja,” kata Endang.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Air Jadi Rebutan, Petani Bandung Terjepit di tengah Pabrik dan PDAM

    Air Jadi Rebutan, Petani Bandung Terjepit di tengah Pabrik dan PDAM

    JABAR EKSPRES – Persaingan pasokan air baku kian memanas di Kabupaten Bandung, terutama saat musim kemarau. Sejumlah petani mengeluhkan kesulitan mendapatkan air irigasi karena harus berbagi dengan perusahaan swasta dan Perumda Tirta Raharja yang juga mengandalkan air dari Sungai Citarum.

    Kekhawatiran ini mencuat dalam pertemuan yang digelar di Desa Cikoneng, Kecamatan Ciparay, dan difasilitasi oleh Paguyuban Baraya Kang DS (Dadang Supriatna), Kamis (24/4) kemarin. Para petani dari berbagai kecamatan datang untuk menyuarakan keresahan mereka.

    “Saat musim hujan, jumlah air berlimpah dan dapat mengairi sawah dan juga sejumlah pabrik. Sedangkan kalau musim kemarau, air begitu sulit didapat,” ujar Jajang Yusup, petani asal Desa Biru, Kecamatan Majalaya.

    Karena sulitnya mendapatkan pasokan air baku di musim kemarau, menurut Jajang, sejumlah petani kerap rebutan, sementara pabrik pun tak mau mengalah.

    “Ditambah lagi, air yang berasal dari Sungai Citarum saat ini juga dibutuhkan oleh Perumda Tirta Raharja sebagai air baku untuk masyarakat,” beber Jajang.

    “Saya meminta kepada PDAM (Perumda Tirta Raharja) untuk duduk bersama dan mencari solusi soal pembagian air di saat musim kemarau,” tukasnya.

    BACA JUGA: Capai 2.564 Jamaah, Bupati Bandung: Kuota Haji Kabupaten Bandung Terbanyak di Jabar

    Pertemuan ini dihadiri petani dari berbagai wilayah, termasuk Desa Sukarame, Maruyung, Cipeujeuh, Cikitu (Kecamatan Pacet), Neglasari, Wangisagara, Biru (Kecamatan Majalaya), serta Cikoneng dan Manggung Harja (Kecamatan Ciparay).

    Menanggapi hal itu, Manager Mutu Layanan Perumda Tirta Raharja Kabupaten Bandung, Haryono menyambut baik aspirasi yang datang langsung dari petani ini.

    Terkait sejumlah aspirasi yang diterima, pihaknya akan menindak lanjutinya dan menyampaikan langsung kepada pimpinan.

    “Salah satu aspirasi dari petani yakni soal mesin pompa dan perlengkapan lainnya yang dibutuhkan saat kemarau tiba. Hal ini akan langsung disampaikan kepada pimpinan dan mudah-mudahan bisa terealisasi,” ujarnya.

    Ia juga mendorong agar komunikasi antara petani dan Perumda terus terjalin baik.

    “Diharapkan juga silaturahmi ini bisa terus dilakukan secara kontinyu. Kalau ada aspirasi atau apapun lainnya, kita langsung silaturahmi, komunikasi dan koordinasi alias duduk bersama seperti ini,” ucapnya.

  • Overflow jadi Biang Kerok Banjir Gedebage, Solusi Belum Tercapai

    Overflow jadi Biang Kerok Banjir Gedebage, Solusi Belum Tercapai

    JABAR EKSPRES – Banjir yang merendam kawasan Gedebage, Kota Bandung, hingga saat ini masih belum menemukan solusi yang efektif.

    Wilayah Timur Kota Kembang ini telah sering dilanda banjir dalam dua bulan terakhir, mengganggu kehidupan sehari-hari warganya.

    Wali Kota Bandung, Muhammad Farhan, mengungkapkan bahwa penyebab utama banjir di Gedebage adalah ketidakmampuan sungai Cisaranten untuk menampung debit air yang melimpah.

    Akibatnya, air meluap (overflow) dan menggenangi sejumlah wilayah Gedebage serta sekitarnya.

    BACA JUGA: Tinjau Lokasi Banjir Lumpur di Pasiringkik, Bupati Dony Berikan Bantuan kepada Warga 

    “Kalau masalah banjir di Gedebage sebetulnya masalah utamanya adalah adanya overflow atau jumlah air di Cisaranten yang meluap,” kata Farhan, Senin (7/4/2025).

    Selain itu, debit air juga diperburuk oleh kiriman air dari daerah hulu di Manglayang. Sementara itu, sungai Citarum, yang menjadi tempat bermuaranya Cisaranten, tidak mampu menampung volume air yang sangat besar.

    “Sungai Cisaranten meluap itu terjadi karena hujan besar di daerah Manglayang di atas sana. Sedangkan Citarum sebagai tempat bermuaranya Cisaranten itu kemudian juga meluap tidak bisa menampung, jadi luapan sungai ini memang banjir kemana mana,” ucapnya.

    Farhan juga menyampaikan bahwa pembangunan kolam retensi bukanlah solusi instan yang mudah diterapkan. Kolam retensi yang ada saat ini memiliki kapasitas terbatas, sehingga pihaknya tengah mencari cara baru untuk menampung lebih banyak air.

    BACA JUGA: Antisipasi Urbanisasi, Disdukcapil Kota Bandung Buka Posko Pendataan Masyarakat di Terminal Cicaheum

    “Jadi kolam retensi tentu saja tidak semudah yang kita harapkan, kolam itu kecil-kecil kapasitasnya, jadi kita sekarang sedang berpikir untuk membuat sodetan-sodetan di beberapa titik sungai,” ujarnya.

    Namun, untuk merealisasikan pembangunan sodetan tersebut, Farhan menjelaskan bahwa kerjasama dengan Balai Besar Wilayah Sungai dari Kementerian Pekerjaan Umum (PU) sangat diperlukan, serta izin yang harus diperoleh terlebih dahulu.

    “Kita harus mendapatkan izin dan kerjasama dengan balai besar di wilayah sungai dari Kementerian PU,” pungkasnya. (Dam)

  • Imparsial: Indonesia Butuh Militer Modern dan Profesional

    Imparsial: Indonesia Butuh Militer Modern dan Profesional

    Bisnis.com, JAKARTA — Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI dinilai tidak melakukan pengawasan terhadap praktik dwifungsi militer.

    Wakil Direktur Imparsial Hussein Ahmad mengatakan Komisi I DPR sebagai lembaga pengawas selama ini absen dalam mengawasi hal itu. Alih-alih mengawasi, DPR justru sepakat ingin memperluas peran militer di ranah sipil.

    “Itu yang saya bingung. Jadi DPR ini mewakili rakyat yang memilihnya, yaitu sipil, atau mewakili siapa. Atau ini ada kepentingan tertentu. Saya tidak tahu. Biar masyarakat saja yang menilai. Yang jelas adalah terjadi perluasanjabatan di [ranah] sipil ini,” ujarnya dalam program bincang Broadcash Youtube Bisniscom dikutip Senin (24/3/2025). 

    Menurutnya, terdapat sisi positif dan negatif dari penempatan anggota militer dalam jabatan sipil. Adapun sisi positifnya, dalam kondisi tertentu kehadiran militer dalam ranah sipil bisa membantu menjadikan sebuah lembaga bekerja efektif.

    Pasalnya, militer yang terbiasa dengan sistem komando mampu memangkas jalur komunikasi. Kendati demkian, apabila TNI ditarik jauh kerana sipil, maka prajurit itu akan lalai menjalankan tugas utamanya.

    “Bayangkan, di tengah perkembangan perang yang sedemikian modern, pasti membutuhkan kompetensi dan spesialisasidi angkatan bersenjata. Perang sekarang bukan konvensional bawa senapan, kemudian tembak-tembakan antara prajurit. Perang saat ini melibatkan teknologi,” katanya.

    Menurutnya, jika teknologi perang itu tidak dikuasai, maka Indonesia mudah untuk dikalahkan. Perang Ukraina – Rusia dan Azerbaizan – Armenia sudah menunjukkan peperangan modern menggunakan teknologi tinggi. Oleh karena itu, militer Indonesia butuh spesialisasi.

    “Kalau TNI disuruh tanam jagung jadi singkong, kalau TNIdisuruh bersih-bersih Sungai Citarum, dan sebagainya, kapan kita menguasai teknologi drone. Kapan TNI siap menghadapi ancaman perang yang semakin modern ini,” katanya. 

    Selain itu, perluasan peranan militer di ranah sipil akan menempatkan masyarakat sipil dalam posisi yang berbahaya karena terancam perang dari negara lain. Padahal, Presiden Prabowo Subianto berkali-kali menekankan  Indonesia juga mengalami ancaman geopolitik dari negara lain.

    Oleh karena itu, Indonesia memerlukan lembaga militer yakni TNI sebagai satu-satunya badan yang dipersiapkan untuk berperang dan mendapatkan anggaran yang besar untuk mempersiapkan diri menghadapi ancaman dari luar itu.

    “Diberi pesawat, kapal perang, senjata yang canggih semata-mata untuk berperang. Bukan untuk masak, makan begizi gratis. Bukan untuk menjadi Direktur Bulog. Itu bukan tugasnya mereka,” katanya.

    Perluasan penempatan jabatan sipil oleh miter aktif akan mendemotivasi para apratur sipil negara (ASN) yang selama ini sudah bekerja keras dan professional dengan harapan suatu saat akan mencapai jabatan-jabatan tertentu. 

    Hal tersebut akan sirna karena posisi-posisi tertentu pada lembagabya diisi oleh orang lain yang berasal dari kalangan militer dan tidak punya kompetensi di lembaga tersebut.

    “Tiba-tiba masuk jadi pimpinan di sana. Kalau saya jadi ASN, buat apa saya kerja, Ikut pelatihan, sekolah lalau tiba-tiba hanya karena dia lulusan Akmil dia bisa jadi dirjen, bisa jadi deputi dan lain sebagainya,” tuturnya. 

  • Banjir di Kabupaten Bandung Mulai Surut, Tapi BNPB Imbau Warga Siaga Potensi Bencana Lanjutan – Halaman all

    Banjir di Kabupaten Bandung Mulai Surut, Tapi BNPB Imbau Warga Siaga Potensi Bencana Lanjutan – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Hujan deras yang mengguyur Kabupaten Bandung, Jawa Barat, pada Sabtu (15/3/2025), menyebabkan meluapnya sejumlah sungai besar dan banjir besar merendam sembilan desa di empat kecamatan.

    Sungai Citarum, Cikapundung, Cigede, Cipalasari, dan Citarik meluap, membawa dampak serius bagi warga di sekitar aliran sungai.

    Sebanyak 237 Kepala Keluarga (KK) atau 551 warga terpaksa mengungsi ke berbagai lokasi pengungsian akibat banjir yang menggenangi rumah-rumah mereka.

    Kapusdatin BNPB Abdul Muhari menyampaikan bahwa banjir mulai merendam desa-desa seperti Desa Bojongsoang, Lengkong, Bojongsari, hingga Desa Cangkuang Wetan, dan Margaasih.

    “BPBD Kabupaten Bandung mencatat 361 rumah warga terdampak, tiga titik akses jalan terendam, serta satu tanggul jebol. Ketinggian muka air (TMA) bervariasi antara 10 hingga 120 sentimeter,” ujar Abdul Muhari dalam keterangan persnya, Minggu (16/3/2025).

    Menurut laporan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Bandung, air yang menggenangi wilayah ini memiliki ketinggian bervariasi antara 10 hingga 120 sentimeter, mengganggu aktivitas sehari-hari warga dan memutuskan akses jalan utama.

    Meskipun demikian, pihak berwenang mencatat bahwa kondisi banjir mulai berangsur surut pada hari Minggu, memberi sedikit kelegaan bagi warga yang terdampak.

    Namun, meskipun air mulai surut, BNPB tetap mengimbau warga untuk tetap waspada potensi bencana banjir susulan. 

    “BNPB mengimbau pemerintah daerah dan warga untuk tetap siaga menghadapi potensi bencana hidrometeorologi basah,” tegas Abdul Muhari. 

    Ia juga meminta pemerintah daerah untuk memastikan drainase di wilayah terdampak dibersihkan dari sisa lumpur dan material yang menghambat aliran air.

    Warga yang tinggal di daerah rawan banjir juga disarankan untuk menyiapkan tas siaga bencana dan siap melakukan evakuasi mandiri apabila hujan deras terus berlangsung lebih dari satu jam dan jarak pandang menjadi terbatas.

    “Petugas terus melakukan pemantauan dan pembaruan data terkait kondisi di wilayah terdampak. Pemerintah daerah dan berbagai pihak terkait juga telah berupaya memberikan bantuan kepada warga yang terdampak banjir,” pungkasnya.

  • Teh Angie Salurkan Bantuan ke Warga Terdampak Banjir di Kabupaten Bandung

    Teh Angie Salurkan Bantuan ke Warga Terdampak Banjir di Kabupaten Bandung

    KABUPATEN BANDUNG – Anggota DPRD Kabupaten Bandung Angie Natesha Goenadi Go meninjau wilayah terdampak banjir di Desa Sukamenak Kecamatan Margahayu Kabupaten Bandung, Senin (10/3).

    Banjir yang sempat melanda kawasan ini beberapa hari kebelakang, saat ini sudah surut dan menyisakan lumpur yang cukup tebal di rumah-rumah warga yang terendam air.

    “Alhamdulillah, hari ini banjir di Desa Sukamenak Kecamatan Margahayu sudah mulai surut. Warga sudah mulai kembali ke rumah dan membersihkan rumah dari lumpur akibat banjir,” kata  legislator dari daerah pemilihan II, meliputi Margahayu, Margaasih, Katapang, dan Dayeuhkolot ini.

    Anggota Fraksi PDI Perjuangan ini menyebut mulai melanda kawasan Desa Sukamenak sejak Jumat (7/3) malam di RW 5 dan RW 16 dengan ketinggian bervariasi mulai 30 cm hingga 1 meter lebih.

    Namun, kata Teh Angie, lantaran hujan deras yang terus mengguyur akhirnya warga harus mengungsi karena khawatir banjir akan semakin tinggi.

    “Hujan deras menyebabkan debit air Sungai Citarum semakin tinggi sehingga setelah sempat surut, banjir kemudian terjadi lagi,” bebernya.

    Pasca banjir, Teh Angie meminta masyarakat agar waspada terhadap berbagai macam penyakit yang kerap menyerang seperti diare, penyakit kulit, leptospirosis serta Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA).

    “Ada juga warga mengeluhkan sesak nafas dan sakit lambung setelah 4 hari tinggal di pengungsian,” kata anggota Komisi B DPRD Kabupaten Bandung ini.

    Teh Angie juga mendistribusikan bantuan untuk masyarakat di lokasi pengungsian, yakni air mineral, mie instan dan kebutuhan balita.

    “Mudah-mudahan bantuan ini dapat sedikit meringankan beban saudara-saudara kita yang sedang terkena musibah,” pungkasnya.

    Sebelumnya, banjir menerjang empat kecamatan di Kabupaten Bandung, Jawa Barat, yang dipicu oleh hujan dengan intensitas deras selama beberapa hari terakhir.

    Keempat kecamatan yang terendam banjir ialah Dayeuhkolot, Bojongsoang, Baleendah, dan Margahayu.

    Di Kecamatan Dayeuhkolot, empat desa terendam, yakni Desa Dayeuhkolot, Citeureup, Cangkuang Wetan, dan Pasawahan.

    Di Kecamatan Bojongsoang, desa yang terendam adalah Bojongsoang, Bojongsari, dan Buahbatu.

    Adapun di Kecamatan Baleendah, desa yang terendam adalah Baleendah, Rancamanyar, dan Andir. Di Kecamatan Margahayu, hanya Desa Sukamenak yang terendam. (bbs)

  • Tangani Pencemaran di Sungai Citarum, Gubernur Jabar Siapkan Program IPAL Komunal

    Tangani Pencemaran di Sungai Citarum, Gubernur Jabar Siapkan Program IPAL Komunal

    Oxbow Cicukang, Desa Mekar Rahayu, Kecamatan Margaasih, Kabupaten Bandung, yang sebelumnya penuh sampah, kini sudah dibersihkan. Sebelumnya Dedi melakukan sidak ke Oxbow Cicukang, Senin (3/3/2025). Saat itu nampak tumpukan sampah di permukaan sungai sepanjang sekitar 500 meter.

    Dediyang juga turut memantau gerak cepat pembersihan sampah di Oxbow Cicukang, yang dilakukan Satgas Citarum Harum bersama Pemdaprov Jabar, dan Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Citarum. Setelah dibersihkan, kondisi Oxbow Cicukang pada Rabu (5/3/2025), nampak bersih, meski masih ada sisa sampah yang bermunculan dari dasar ke permukaan sungai. “Ini sudah bersih ya, sebagian besar sudah diangkut sampahnya, meskipun masih ada sisa yang bermunculan dari dasar sungai ke permukaan,” ujar Dedi seperti dikutip dari akun Instagramnya.

    Ia menyatakan pula akan menata kawasan tersebut menjadi asri dan indah sebagai ruang rekreasi bagi warga sehingga di lokasi itu juga bisa digunakan untuk memancing. Sebagai tindak lanjut penanganan sampah di  Oxbow Cicukang, Pemdaprov Jabar akan memasang jaring sampah di anak Sungai Citarum yang berada di bagian hulu, juga berupaya mencegah masuknya sampah ke oxbow dari pasar-pasar.

    Penataan Kawasan Hulu

    Dedi menyebut pula, usai pembersihan sampah itu, pihaknya akan bergerak menata kawasan hulu, terutama permukiman dan pasar. Ia menyatakan akan mengambil tindakan tegas menertibkan bangunan liar di sekitar sungai dan yang membuang limbah rumah tangga ke sungai. “Nanti akan saya tempatkan petugas dari penduduk sekitar untuk membersihkan sampah setiap hari, dan melaporkan siapa saja yang masih membuang sampah ke sungai,” tegasnya.

    Dedi juga mengimbau warga untuk tidak lagi membuang limbah rumah tangga dan sampah ke sungai guna menjaga kebersihan Sungai Citarum.