Tempat Fasum: SPBU

  • Ikhtiar ESDM tekan impor BBM dan wujudkan swasembada energi

    Ikhtiar ESDM tekan impor BBM dan wujudkan swasembada energi

    Jakarta (ANTARA) – Babak akhir polemik kuota impor bahan bakar minyak (BBM) mewarnai triwulan keempat 2025, dengan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) berhasil menjembatani negosiasi antara pengelola stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU) swasta dan Pertamina.

    “Kami mendapatkan info bahwa Vivo sudah mendekati (kesepakatan), BP-AKR 2 minggu lagi ada pesan lagi satu kargo 100 ribu (barel),” ucap Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi (Dirjen Migas) Kementerian ESDM Laode Sulaeman, di Jakarta, Jumat (7/11).

    Tambahan pemesanan BBM dilakukan oleh BP-AKR setelah membeli 100 ribu barel base fuel (bahan bakar murni) dari Pertamina Patra Niaga pada akhir Oktober 2025. Perlahan, RON 92 kembali tersedia di SPBU bercorak hijau tersebut.

    Laode menyampaikan, terdapat kemungkinan pemerintah kembali menggunakan skema tambahan 10 persen dari kuota impor 2025 untuk badan usaha pengelola SPBU swasta pada 2026.

    Saat ini, pemerintah sudah mendapatkan data kebutuhan impor BBM dari badan usaha swasta, namun belum menentukan besaran kuota yang akan diberikan.

    “Kemungkinan seperti itu polanya. 100 plus 10 persen. Tapi kan referensi tahunnya, beda, kan. Kalau kemarin tahun 2024, sekarang tahun 2025,” ucap Laode.

    Pulihnya ketersediaan bahan bakar minyak (BBM) secara bertahap di SPBU swasta merupakan buah dari solusi yang ditawarkan oleh Menteri ESDM Bahlil Lahadalia tanpa menambah kuota impor untuk badan usaha swasta. Solusi yang ditawarkan adalah memberikan sebagian kuota impor milik Pertamina untuk digunakan oleh badan usaha swasta.

    Ketika solusi tersebut dicetuskan, September 2025, Pertamina Patra Niaga masih memiliki sisa kuota impor sebesar 34 persen atau sekitar 7,52 juta kiloliter, yang cukup untuk memenuhi tambahan alokasi bagi SPBU swasta hingga Desember 2025 sebesar 571.748 kiloliter.

    Tugas Kementerian ESDM, tutur Bahlil, adalah memastikan ketersediaan energi untuk negeri, sembari menjaga keseimbangan neraca perdagangan mengingat tingginya angka impor minyak apabila dibandingkan dengan produksi minyak nasional.

    Data Kementerian ESDM menunjukkan Indonesia masih mengimpor 330 juta barel minyak pada 2024, yang terdiri atas 128 juta barel minyak mentah dan 202 juta barel bahan bakar minyak (BBM). Sedangkan, produksi minyak nasional pada 2024 berada di angka 212 juta barel.

    Oleh karena itu, mengendalikan kuota impor BBM untuk badan usaha pengelola SPBU swasta saja tak cukup untuk mengurangi angka impor BBM. Ikhtiar memangkas impor BBM jenis bensin juga bisa diwujudkan dengan mendongkrak produksi minyak bumi atau menghadirkan alternatif, seperti menerapkan energi bersih untuk mengurangi ketergantungan terhadap fosil.

    Editor: Sapto Heru Purnomojoyo
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Bukan Pertalite, Ini BBM Pertamina dengan Kandungan Etanol

    Bukan Pertalite, Ini BBM Pertamina dengan Kandungan Etanol

    Jakarta

    Pertamina saat ini memiliki bahan bakar minyak (BBM) jenis bensin bioetanol 5 persen. Bukan Pertalite, ini BBM Pertamina yang memiliki kandungan bioetanol 5 persen.

    Penggunaan bahan bakar bioetanol ini dibuat untuk mendukung kebijakan pemerintah dalam menurunkan emisi karbon sesuai target Net Zero Emission 2060. Untuk itu, Pertamina menghadirkan BBM yang memiliki kandungan etanol yaitu Pertamax Green 95.

    Pertamax Green 95 dengan kandungan 5 persen Bioetanol (E5) sudah 2 tahun dipasarkan oleh Pertamina Patra Niaga. Bahan bakar ini menggunakan bahan baku lokal sebagai prioritas utama dengan memanfaatkan tetes tebu (molase) yang dijadikan bioetanol fuel grade dari pemasok atau supplier lokal di Mojokerto, Jawa Timur.

    Pj. Corporate Secretary Pertamina Patra Niaga, Roberth MV Dumatubun menjelaskan bahwa Pertamax Green 95 merupakan campuran dari bahan bakar fossil (Gasoline) dengan bahan bakar nabati (Etanol) yang berasal dari tanaman tebu dengan memprioritaskan bahan baku lokal, untuk memperkuat nilai tambah bagi sektor agro-industri dan petani tebu Indonesia.

    “Produk ini diolah dengan penambahan nabati etanol sehingga mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil dan membuatnya lebih ramah bagi lingkungan,” ujar Roberth dikutip dari keterangan tertulisnya.

    Untuk saat ini, Pertamax Green 95 tersedia di 170 SPBU di Pulau Jawa. Pertamax Green 95 dengan kandungan bioetanol 5 persen tersebar di wilayah Jabode, Tangsel, Jawa Tengah, DI Yogyakarta dan Jawa Timur.

    “Masyarakat kini bisa semakin mudah menemukan Pertamax Green 95, baik di SPBU di kota maupun daerah. Bahan bakar ini menghadirkan keseimbangan antara performa kendaraan dan kepedulian pada lingkungan, sebuah langkah yang jika dilakukan bersama dan dapat membawa Indonesia menuju masa depan yang lebih hijau,” demikian dikutip dari siaran pers Pertamina Patra Niaga.

    (rgr/mhg)

  • Antrean Panjang Pengisian Solar di SPBU Bojonegoro, Begini Penjelasan Pertamina

    Antrean Panjang Pengisian Solar di SPBU Bojonegoro, Begini Penjelasan Pertamina

    Bojonegoro (beritajatim.com) — Antrean panjang kendaraan di sejumlah SPBU wilayah Kabupaten Bojonegoro, Jawa Timur, dalam sepekan terakhir menjadi perhatian publik. Pengemudi truk dan kendaraan diesel harus rela mengantre untuk mendapatkan bahan bakar minyak (BBM) jenis Solar dan Pertamina Dex, Sabtu (8/11/2025).

    Area Manager Communication, Relations & CSR Pertamina Patra Niaga Regional Jatimbalinus, Ahad Rahedi, memastikan bahwa stok BBM subsidi di wilayah Bojonegoro dan Tuban masih aman dan penyalurannya tetap sesuai kuota yang telah ditetapkan pemerintah melalui BPH Migas.

    “Sebagai bagian dari penugasan pemerintah, Pertamina Patra Niaga berkomitmen memastikan kebutuhan energi masyarakat terpenuhi. Penyaluran BBM subsidi dilakukan sesuai kuota dan titik layanan jual yang telah ditetapkan,” ujar Ahad.

    Terkait antrean yang mengular di sejumlah SPBU, Ahad menegaskan bahwa penyaluran BBM di lapangan tetap berjalan normal, meski ada beberapa titik yang sempat kosong karena pengiriman masih dalam perjalanan. “Jika ada yang kosong, statusnya sedang dalam pengiriman. Kami memantau stok produk di masing-masing SPBU secara digital,” jelasnya.

    Ahad menjelaskan, pengiriman BBM ke setiap SPBU disesuaikan dengan kuota yang telah ditetapkan. Hingga triwulan ketiga tahun 2025, realisasi penyaluran Biosolar di Kabupaten Bojonegoro mencapai 46 ribu KL atau 79 persen dari kuota tahunan, sedangkan di Kabupaten Tuban mencapai 72 ribu KL atau 74 persen dari kuota.

    Ia menambahkan, Pertamina juga memperketat prioritas pengisian hanya untuk kendaraan, sekaligus meminimalkan potensi pengisian ke pihak non-kendaraan yang berpotensi menjadi pengepul. “Dengan suplai dan mitigasi ini, kami berharap distribusi kembali normal dan masyarakat bisa terlayani dengan baik,” tandas Ahad.

    Sementara itu, Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bojonegoro turut turun tangan menyikapi antrean solar yang dikeluhkan warga. Melalui koordinasi dengan Pertamina Patra Niaga, Pemkab memastikan stok solar di daerahnya mencukupi, meski ada perubahan dalam mekanisme distribusi.

    “Pemkab Bojonegoro sudah berkoordinasi dengan PT Patra Niaga untuk mencari solusi terbaik atas kondisi ini. Stok BBM Solar secara nasional masih dapat memenuhi permintaan masyarakat,” ujar Kepala Dinas Perdagangan, Koperasi dan Usaha Mikro (Kadisdagkop-UM) Kabupaten Bojonegoro, Retno Wulandari. (lus/kun)

  • Antrean Panjang di SPBU, Begini Penjelasan Dinas Perdagangan Koperasi dan UM Bojonegoro

    Antrean Panjang di SPBU, Begini Penjelasan Dinas Perdagangan Koperasi dan UM Bojonegoro

    Bojonegoro (beritajatim.com) – Antrean panjang kendaraan yang akan mengisi Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis solar terlihat di beberapa Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) wilayah Bojonegoro. Kondisi itu mulai terjadi sejak sepekan belakangan.

    Menyikapi hal itu, Dinas Perdagangan Koperasi dan Usaha Mikro (UM) Kabupaten Bojonegoro mengaku telah berkoordinasi dengan dengan pihak pengelola SPBU dan PT Patra Niaga untuk mengetahui pasokan solar agar bisa sesuai kebutuhan masyarakat.

    “Selama ini SPBU memperoleh kuota pengiriman yang telah ditetapkan oleh Pertamina,” ujar Kepala Dinas Perdagangan, Koperasi dan Usaha Mikro Bojonegoro Retno Wulandari, Jumat (7/11/2025).

    Menurut Retno, hasil koordinasi yang dilakukan, mekanisme pengiriman BBM ke SPBU saat ini berubah. Pihak SPBU tidak bisa mengajukan permintaan tambahan kuota. Hal itu berlaku sejak 21 Oktober 2025. Pengiriman kini hanya dilakukan sesuai kuota plotting dari Pertamina.

    “Tanpa dapat dilakukan penambahan kuota sebagaimana sebelumnya. Kalau sebelumnya masih dapat dipenuhi karena secara nasional stok BBM dinilai cukup,” jelasnya.

    Selain itu, untuk Pertamina Dex, tidak terdapat sistem kuota seperti halnya Biosolar B40. Namun berdasarkan informasi yang diterima, stok Pertamina Dex di Terminal BBM Tuban saat ini kosong, sehingga berpengaruh terhadap pasokan ke SPBU di wilayah Bojonegoro.

    “Pemkab Bojonegoro juga telah melakukan koordinasi dengan pihak PT Patra Niaga selaku badan usaha penyalur BBM Pertamina, guna mencari solusi terbaik atas kondisi ini,” imbuhnya.

    Namun disinggung soal jumlah kuota BBM jenis solar di Bojonegoro, Retno belum memberikan jawaban. Berdasarkan pantauan di sejumlah SPBU wilayah perkotaan, selain terjadi antrean panjang, BBM jenis solar juga mengalami pengurangan kuota. Sehingga sering kosong.

    Dalam situasi seperti ini, Pemkab Bojonegoro memastikan akan terus memantau perkembangan distribusi BBM, khususnya jenis solar, agar kebutuhan masyarakat dan sektor usaha dapat tetap terpenuhi. [lus/ian]

  • Negosiasi BBM Alot, Shell Mau Temui Kementerian ESDM

    Negosiasi BBM Alot, Shell Mau Temui Kementerian ESDM

    Liputan6.com, Jakarta – Negosiasi pengadaan BBM PT Shell Indonesia dengan PT Pertamina Patra Niaga masih alot. Badan Usaha swasta itu berencana untuk menemui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).

    Hal itu dikonfirmasi Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi (Migas) Kementerian ESDM, Laode Sulaeman. Dia mengatakan negosiasi antara Shell dan Pertamina masih proses, meski ada permintaan pihak Shell bertemu dengannya.

    “Masih berproses. Shell tadi baru menghubungi saya, mau ketemu dulu dengan saya, saya bilang oke,” ungkap Laode, ditemui di Kantor Kementerian ESDM, Jakarta, Jumat (7/11/2025).

    Kendati begitu, Laode pun belum tahu persoalan apa yang akan dibahas bersama Shell nantinya. Disinyalir ada kaitannya dengan negosiasi pengadaan BBM dari Pertamina.

    “Saya nggak tahu mau ketemu saya ini dalam rangka apa, saya belum tahu. Pokoknya dia mau ketemu saya aja,” ungkapnya.

    Shell memang diketahui belum sepakat dengan Pertamina soal pengadaan base fuel. Sementara itu, Vivo disebut sudah mendekat kesepakatan, serta BP-AKR yang bahkan berencana menambah pasokan dari Pertamina.

    “Kan kalau negosiasi kan sudah dibuka semua. Sudah dibuka semua, sebenarnya tinggal langsung ke badan usaha aja ke Pertamina,” kata Laode soal negosiasi SPBU swasta dan Pertamina.

     

  • Kementerian ESDM Sebut Vivo-Pertamina Dekati Kesepakatan, SPBU Bakal Terisi?

    Kementerian ESDM Sebut Vivo-Pertamina Dekati Kesepakatan, SPBU Bakal Terisi?

    Liputan6.com, Jakarta – Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menyebut badan usaha swasta Vivo mendekati kesepakatan pengadaan BBM dari PT Pertamina (Persero). Jumlahnya diperkirakan mencapai 100 ribu barel.

    Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi (Migas) Kementerian ESDM, Laode Sulaeman menjelaskan, Shell dan Vivo belum menemui kesepakatan kerja sama pengadaan BBM. Namun, Vivo dikabarkan sudah semakin mendekati kesepakatan dengan Pertamina Patra Niaga.

    “Jadi yang belum itu sedang bernegosiasi dengan Badan Usaha Patra Niaga dan kemarin memang kami mendapatkan info bahwa Vivo sudah mendekati, akan ada lagi. Jadi kita tunggu saja ya,” ungkap Laode, ditemui di Kantor Kementerian ESDM, Jakarta, Jumat (7/11/2025).

    Meski begitu, dia belum bisa memastikan jumlah yang akan dikirim Pertamina Patra Niaga ke Vivo. Namun, besarannya diperkirakan sekitar 100 ribu barel.

    Jumlah tersebut menghitung asumsi volume satu kali pengapalan sebanyak 100 ribu barel base fuel. Laode bilang, sebelumnya pun Vivo pernah meminta 100 ribu barel, namun belum menemui kesepakatan kala itu. 

    “Kalau proses impor ini kan satu kargo, satu kargo 100 ribu barrel. Awalnya juga VIVO sudah minta 100 ribu barrel, harusnya, ini belum diputus, harusnya ya sama,” jelas dia.

    BP-AKR Mau Beli Lagi

    Diberitakan sebelumnya, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengungkap badan usaha swasta, BP-AKR akan kembali menambah pesanan base fuel ke PT Pertamina (Persero). Proses pengapalannya diharapkan rampung akhir November 2025.

    Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi (Migas), Kementerian ESDM, Laode Sulaeman menyampaikan rencana BP-AKR menambah pengadaan BBM dari Pertamina.

    “Jadi malah yang BP-AKR dua minggu lagi ada pesan lagi satu kargo,” kata Laode, ditemui di Kantor Kementerian ESDM, Jakarta, Jumat (7/11/2025).

  • Kementerian ESDM Sebut BP-AKR Mau Beli Lagi Base Fuel Pertamina 100 Ribu Barel

    Kementerian ESDM Sebut BP-AKR Mau Beli Lagi Base Fuel Pertamina 100 Ribu Barel

    Liputan6.com, Jakarta – Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengungkap badan usaha swasta, BP-AKR akan kembali menambah pesanan base fuel ke PT Pertamina (Persero). Proses pengapalannya diharapkan rampung akhir November 2025.

    Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi (Migas), Kementerian ESDM, Laode Sulaeman menyampaikan rencana BP-AKR menambah pengadaan BBM dari Pertamina.

    “Jadi malah yang BP-AKR dua minggu lagi ada pesan lagi satu kargo,” kata Laode, ditemui di Kantor Kementerian ESDM, Jakarta, Jumat (7/11/2025).

    Hitungan satu kargo pesanan base fuel itu setara dengan 100 ribu barel BBM. Laode memperkirakan proses pengapalannya bisa dilakukan pada pekan ketiga November 2025.

    “BP nambah lagi 100 ribu. Minggu ketiga November,” ucapnya.

    PT Pertamina Patra Niaga sebelumnya telah mengirimkan 100 ribu barel base fuel pesanan PT Aneka Petroindo Raya (APR) selaku pengelola SPBU BP-AKR. Dengan tambahan baru, maka BP-AKR bisa mendapatkan total 200 ribu barel base fuel.

    Pertamina Kirim 100 Ribu Barel BBM ke BP

    Sebelumnya, Pertamina Patra Niaga telah memasok 100 ribu barel base fuel ke PT Aneka Petroindo Raya (APR) perusahaan yang menaungi jaringan SPBU BP-AKR. Ini jadi kesepakatan sesuai arahan Menteri ESDM, Bahlil Lahadalia.

    Pj. Corporate Secretary Pertamina Patra Niaga, Roberth MV Dumatubun menyampaikan, telah adanya kesepakatan untuk melakukan proses Business to Business dengan Pertamina Patra Niaga untuk pemenuhan pasokan BBM dengan menyerap kargo impor dari Pertamina Patra Niaga. 

    “Untuk penyaluran pasokan yang sudah dilayani kepada PT APR sebanyak 100 ribu barel (MB) yang akan digunakan untuk SPBU-SPBU BP-AKR”, jelas Roberth, dalam keterangan resmi beberapa waktu lalu.

     

  • Pertamina Jember Tegaskan Pertalite Tak Mengandung Air, Ungkap Faktor Motor Bisa Brebet
                
                    
                        
                            Surabaya
                        
                        7 November 2025

    Pertamina Jember Tegaskan Pertalite Tak Mengandung Air, Ungkap Faktor Motor Bisa Brebet Surabaya 7 November 2025

    Pertamina Jember Tegaskan Pertalite Tak Mengandung Air, Ungkap Faktor Motor Bisa Brebet
    Tim Redaksi
    JEMBER, KOMPAS.com
    – Pertamina Jember menegaskan bahwa bahan bakar jenis Pertalite yang dijual di wilayahnya dalam kondisi aman dan sesuai standar.
    Pernyataan ini disampaikan menyusul munculnya isu di masyarakat terkait dugaan Pertalite bercampur air maupun etanol.
    Sales Branch Manager Pertamina Jember
    , Hendra Saputra menyampaikan bahwa pihaknya tak menutup mata terhadap laporan masyarakat dan terus melakukan pengecekan kualitas di seluruh Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU).
    “Pertamina juga merespons isu di masyarakat, kaitannya dengan Pertalite yang bercampur air atau ‘brebet’. Jika ada konsumen yang mengalami kendala, silakan datang ke SPBU tempat membeli untuk diklarifikasi,” kata Hendra saat diwawancara, Jumat (7/11/2025).
    Pihaknya sempat mendapatkan laporan dari beberapa masyarakat yang meminta penjelasan perihal ramainya isu tersebut.
    Berdasarkan hasil sidak gabungan Pertamina bersama Pemkab dan Polres Jember, kata dia, hingga saat ini tak ditemukan adanya kandungan air dalam Pertalite yang dijual di SPBU.
    “Selama masa sidak, tidak ditemukan adanya air.
    Water content-
    nya bersih dan densitasnya masih dalam batas toleransi, yaitu 0,710 sampai 0,770. Rata-rata yang kami temukan di lapangan 0,720 hingga 0,725, masih sesuai spesifikasi,” ucap Hendra.
    Menanggapi isu campuran etanol dalam Pertalite, Hendra menyebut pihaknya masih menunggu pembaruan data resmi dari pusat.
    “Untuk etanol, secara spesifikasi kami belum menerima pembaruan. Nanti akan kami pastikan lagi ke pusat,” katanya.
    Menurut dia, setiap SPBU telah memiliki prosedur operasional standar (SOP) yang ketat dalam pengecekan kualitas bahan bakar.
    Pemeriksaan dilakukan tiga kali sehari, setiap pergantian shift, yang meliputi uji kadar air, densitas, suhu, serta pengecekan visual menggunakan gelas ukur kaca.
    “Kalau ditemukan air di tangki timbun atau di nozzle, maka BBM tersebut tidak akan dijual ke konsumen,” kata Hendra.
    Pertamina juga membuka layanan pengaduan melalui kanal resmi, termasuk aplikasi MyPertamina dan Pertamina Call Center 135, agar masyarakat dapat melaporkan keluhan terkait penggunaan BBM.
    Selain itu, Hendra mengimbau masyarakat agar menggunakan bahan bakar sesuai dengan
    rasio kompresi kendaraan
    .
    Menurutnya, kendaraan modern dengan rasio kompresi di atas 10 sebaiknya menggunakan bahan bakar dengan RON minimal 92 seperti Pertamax.
    Hendra mengatakan, salah satu penyebab kendaraan mogok atau mesin berebet setelah mengisi bahan bakar bukan semata karena kualitas BBM, melainkan bisa disebabkan oleh ketidaksesuaian antara rasio kompresi mesin dan jenis bahan bakar yang digunakan.
    “Rasio kompresi kendaraan sekarang rata-rata sudah 10 minimal. Jadi sebenarnya produk Pertalite ini didesain untuk mesin dengan rasio kompresi 9 sampai 10. Kalau lebih dari itu, seharusnya pakai bahan bakar dengan RON yang lebih tinggi,” paparnya.
    Ia mencontohkan, pada kendaraan
    matic modern
    , proses pembakaran di ruang mesin bisa terganggu bila bahan bakar yang digunakan tidak sesuai.
    “Kalau piston itu seharusnya memompa sampai titik atas baru terjadi ledakan pembakaran. Tapi kalau pakai BBM dengan RON di bawah kebutuhan mesin, pembakarannya bisa terjadi lebih cepat sebelum piston mencapai titik atas,” kata dia. 
    Menurut Hendra, kondisi itu menyebabkan tenaga mesin berkurang, timbul getaran, dan dalam jangka panjang bisa memicu kerusakan pada komponen seperti piston dan busi.
    “Jadi secara teknis, faktor penyebabnya banyak, karena itu penting menggunakan bahan bakar sesuai dengan kebutuhan rasio kompresi kendaraan,” ucap Hendra. 
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Konsumsi Naik, Pertamax Green 95 Dijual di 170 SPBU

    Konsumsi Naik, Pertamax Green 95 Dijual di 170 SPBU

    Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (Kementerian ESDM) memastikan stok BBM Pertalite cukup menjelang Natal 2025 dan Tahun Baru 2026 (Nataru). Mengingat prediksi adanya peningkatan konsumsi oleh masyarakat. 

    Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi, Kementerian ESDM, Laode Sulaeman menilai akan ada peningkatan konsumsi BBM pada masa Nataru mendatang. Termasuk pembelian BBM subsidi seperti Pertalite.

    “Ada yang meningkat. Karena jelas menghadapi Nataru ya. Natal itu nanti untuk kebutuhan-kebutuhan masyarakat,” kata Laode, ditemui di Kantor Kementerian ESDM, Jakarta, Jumat (7/11/2025).

    Dia tak mengungkapkan konsumsi Pertalite hingga November 2025 ini. Namun, Laode memastikan stok BBM Pertalite masih aman menjelang peningkatan konsumsi nanti.

    Kemudian, dia juga mencatat ada kalangan masyarakat yang mulai bergeser dengan membeli jenis bahan bakar umum (JBU) atau BBM non subsidi seperti Pertamax Cs.

    “Yang penting itu adalah kita jaga stoknya saja. Switching sudah ada. Jadi makanya kemarin karena stoknya itu ada, kita kolaborasikan sama Pertamina dan SPBU Swasta,” tuturnya.

     

  • BP-AKR Tambah Kuota BBM Lagi dari Pertamina, Segini Jumlahnya

    BP-AKR Tambah Kuota BBM Lagi dari Pertamina, Segini Jumlahnya

    Jakarta, CNBC Indonesia – Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) membeberkan bahwa saat ini SPBU BP-AKR melakukan pengajuan untuk menambah pasokan bahan bakar minyak (BBM) dari Pertamina.

    Memang hingga sekarang baru BP-AKR sebagai SPBU swasta yang sudah kembali menjual produk bensin sejak kekosongan stok selama dua bulan di RI.

    Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi (Dirjen Migas) Kementerian ESDM Laode Sulaeman mengungkapkan BP-AKR sudah mengajukan tambahan lagi sebanyak 100 ribu barel BBM ke Pertamina. Terutama, tambahan tersebut diajukan setelah BP-AKR sudah menjual kembali BBM khususnya bensin RON 92.

    “BP nambah lagi 100 ribu (barel). Minggu ketiga November,” ujarnya ditemui di Kantor Kementerian ESDM, Jakarta, Jumat (7/11/2025).

    Sejauh ini, baru BP-AKR yang sudah menjual kembali BBM jenis bensin setelah kosong stok selama dua bulan. Sedangkan Shell dan Vivo, Laode mengatakan kedua badan usaha tersebut masih melakukan negosiasi dengan Pertamina.

    “Semoga ya, karena mereka (Shell dan Vivo) sedang negosiasi,” katanya.

    Sedangkan Shell, Laode mengatakan pihak Shell telah mengajukan pertemuan dengan dirinya perihal negosiasi tersebut.

    “Shell rencana mau ketemu saya. Belum, masih janjian. Janjian saya kan belum memutuskan waktunya kapan. Saya bilang siap, nanti kami akan terima,” tambahnya.

    (pgr/pgr)

    [Gambas:Video CNBC]