Tempat Fasum: SPBU

  • Anggota DPR Tanya soal BBM Oplosan, Ini Jawaban Pertamina cs

    Anggota DPR Tanya soal BBM Oplosan, Ini Jawaban Pertamina cs

    Jakarta

    Komisi XII DPR menyoroti isu pengoplosan bahan bakar minyak (BBM) untuk meningkatkan nilai Research Octane Number (RON). Dalam hal ini ada sejumlah anggota Komisi XII yang bertanya apakah pengoplosan BBM ini mungkin untuk dilakukan.

    “Isu yang terkini adalah terkait isu RON oplosan. Maka itu yang ingin kita diskusikan bersama, apakah dimungkinkan? Maka itu kita juga ingin memastikan agar publik tidak galau, ada kepastian, bagaimana skema baik dari swasta atau Pertamina. Kita ingin ada suatu kepastian skema terkait pembuatan RON itu,” kata Wakil Ketua Komisi XII DPR, Bambang Haryadi, dalam rapat dengar pendapat di Kompleks DPR RI, Rabu (26/2/2025).

    “Kami ingin menanyakan bahwa ini banyak ramai-ramai terkait oplosan atau blending atau dan sebagainya, mungkin baik yang punyanya Pertamina Patra Niaga atau yang swasta boleh menjelaskan di sini,” ujar Ratna Juwita Sari, anggota Komisi XII fraksi PKB.

    “Ini kami tujukan kepada semua, bagaimana para badan usaha pemilik SPBU di dalam memastikan dan menjamin bahwa semua jenis BBM yang dijual di SPBU-nya sesuai dengan kualitas yang dijanjikan,” kata anggota Komisi XII fraksi Golkar, Dewi Yustisiana.

    Menjawab pertanyaan ini, Pelaksana Tugas Harian (Pth) Direktur Utama Pertamina Patra Niaga Mars Ega Legowo Putra menjelaskan pasokan produk BBM RON 92 atau Pertamax yang didapat perusahaan sudah memiliki bahan bakar dasar RON 92.

    “Jadi untuk Pertalite kita sudah menerima baik dari Kilang Pertamina dan dari luar negeri dalam RON 90, untuk (RON) 92 dalam bentuk RON 92 baik dari Pertamina dan pengadaan luar negeri,” terangnya.

    Setelah produk BBM ini diterima Pertamina Patra Niaga, selanjutnya perusahaan melakukan penambahan warna (dyes) dan penambahan zat additive. Hal ini dilakukan untuk meningkatkan kualitas nilai produk.

    “Meskipun sudah dalam RON 90 ataupun RON 92 itu sifatnya masih base fuel, artinya belum ada additive, yang kita terima di Pertamina Patra Niaga ya,” terangnya.

    “Kita terima di terminal itu sudah dalam bentuk RON 90 dan RON 92, tidak ada proses perubahan RON. Tetapi yang ada untuk Pertamax kita tambahkan additive, jadi di situ ada proses penambahan additive dan penambahan warna,” jelas Ega lagi.

    Lebih lanjut, pihaknya juga melakukan uji laboratorium untuk memastikan kualitas RON dari BBM yang masuk. Pengecekan dilakukan sebelum dan sesudah bongkar muat.

    “Sehingga izin kami menyampaikan, kami berkomitmen dan kami selalu berusaha memastikan bahwa yang dijual di SPBU untuk RON 92 adalah sesuai dengan RON 92, yang RON 90 adalah sesuai dengan RON 90,” tegasnya.

    Kemudian dalam kesempatan yang sama Presiden Direktur dan Country Chair Shell Indonesia Ingrid Siburian juga menjelaskan bahwa produk BBM dasar yang diterima perusahaan, dalam hal ini Shell dari impor, merupakan base fuel dengan nilai RON yang dipesan.

    Kemudian base fuel ini diberikan zat additive untuk memberikan nilai tambah sekaligus pembeda antara produk BBM yang dijual Shell dengan perusahaan lain seperti Pertamina. Dalam proses ini tidak ada perubahan nilai RON.

    “Jadi produk yang dibawa memang base fuel, jadi misalnya kita katakan RON 92 itu memang RON 92 base fuel. Nah itu kemudian kami tambahkan additive di terminal kami,” ucapnya.

    “Kalau dari proses kami tidak akan merubah RON, itu kalau dari Shell,” tegasnya.

    (hns/hns)

  • Kecewa Praktik Culas Bos Pertamina Warga Berbondong-bondong ke SPBU Warna Kuning, Ogah Isi Pertamax – Halaman all

    Kecewa Praktik Culas Bos Pertamina Warga Berbondong-bondong ke SPBU Warna Kuning, Ogah Isi Pertamax – Halaman all

    ​Laporan Gabriela Irvine Dharma

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang pada PT Pertamina (Persero) periode 2018-2023 yang diungkap Kejaksaan Agung (Kejagung) bikin heboh. Sebab, ada praktik culas bos Pertamina Patra Niaga mengoplos Pertalite menjadi Pertamax.

    Imbas hal tersebut, warga merasa kecewa dan kini mulai beralih mengisi bahan bakar minyak(BBM) dari Pertamina ke Shell. Pantauan Tribun di SPBU Shell Jalan S Parman, Slipi, Jakarta Barat banyak pengendara sepeda motor berbondong-bondong ke SPBU Shell.

    “Saya awalnya isi Pertamax, tapi sejak harganya naik, terus sudah ada feeling juga sih, kayak nggak yakin gitu. Terus juga banyak yang kendala karena isi Pertamax itu motor jadi sering trouble atau tangki jadi kotor. Makannya saya beralih ke Shell,” kata salah satu pengendara sepeda motor Julian (31) saat ditemui Tribun, Rabu(26/2/2025).

    Julian mengaku tidak mempersoalkan harga BBM Shell yang lebih mahal dari Pertamina. Terpenting kata dia kualitasnya lebih baik.

    ANTREAN MENGISI BBM PERTALITE – Antrean kendaraan bermotor roda dua di SPBU KS Tubun, Jakarta Barat untuk mengisi BBM jenis Pertalite mengular, Rabu(26/2/2025). Hal tersebut imbas terungkapnya praktik culas bos Pertamina Patra Niaga mengoplos Pertalite menjadi Pertamax. (Tribunnews/Gabriela Irvine Dharma)

    “Walaupun harganya lebih mahal dikit, ya lebih percaya saja sih. Biasanya saya belinya itu kalau nggak yang Shell V-Power bisa juga yang Shell Nitro,” kata Julian.

    Terpisah, pantauan Tribun di tiga SPBU Pertamina yakni di Palmerah Utara, KS Tubun dan Penjernihan terlihat antrean kendaraan bermotor lebih banyak yang mengisi BBM jenis Pertalite dibandingkan Pertamax.

    Salah satu pengendara sepeda motor bernama Fendi (42) di SPBU Pertamina Palmerah Utara terlihat mengisi bahan bakar secara self-service​ jenis Pertalite.

    Saat ditanya, Fendi mengaku sebelumnya selalu menggunakan Pertamax. Namun, sejak harga Pertamax naik dan muncul kabar dugaan oplosan, ia memutuskan beralih ke Pertalite karena khawatir akan dampaknya pada mesin kendaraan.

    “Saya kecewa banget sih, karena saya pemakai (Pertamax) juga. Tapi apa boleh dikata. Untungnya sih ini mesinnya masih aman ya, nggak kenapa-kenapa. Jadi saya buru-buru ganti saja dah, daripada kena,” kata Fendi.

    Meski begitu, nyatanya masih ada pengendara yang tetap menggunakan Pertamax sebagai bahan bakar kendaraannya.

    Apis (39), salah satu konsumen yang ditemui Tribun di SPBU KS Tubun, Jakarta Pusat mengaku sejauh ini sepeda motornya tidak mengalami masalah saat diisi dengan menggunakan Pertamax.
     
    “Saya sih selama ini biasa saja sih pakai Pertamax, nggak ada perubahan sih. Mesin juga aman. Saya juga melihat bensinnya warna apa gitu, nggak sih nggak ada campurannya. Soalnya beda rasanya kalau pakai Pertalite, lebih enteng ini (Pertamax),” ujarnya.

    Namun, dirinya mengatakan sempat curiga dengan Pertamax dan beralih menggunakan BBM non-subsidi, Shell.

    “Kecewa sih iya kecewa ya, apalagi saya selalu pakai Pertamax. Percuma dong saya beli Pertamax tapi kualitasnya Pertalite. Saya sempat beralih ke Shell, karena saya curiga takutnya benar-benar dioplos, tapi saya rasakan sih nggak ya ternyata, jadi balik lagi ke sini (Pertamax),” ujarnya.

    Berlanjut di SPBU Pertamina Penjernihan, Jakarta Pusat dua mahasiswa yang ditemui Tribun, David dan Yohanes (23), mengaku belum benar- benar membaca secara mendetail mengenai berita dugaan bensin oplosan.

    Sejauh ini, mereka mengisi bahan bakar disesuaikan dengan kondisi keuangan mereka saat itu.  

    “Kita belum baca bener sih terkait berita itu, baru denger aja. Sejauh ini kalau lagi ada uang lebih, ya isi Pertamax. Kalau lagi pas- pasan, ya Pertalite saja,” ujar David.

  • Kasus Pertamax Dioplos Pertalite, Prabowo: Kami Akan Bersihkan!

    Kasus Pertamax Dioplos Pertalite, Prabowo: Kami Akan Bersihkan!

    Jakarta, Beritasatu.com – Presiden Prabowo Subianto menanggapi kasus dugaan korupsi BBM, khususnya terkait pencampuran Pertamax dengan Pertalite. Ia menegaskan pemerintah sedang menangani masalah ini dengan serius.

    “Lagi diurus itu semua. Oke, kami akan bersihkan, kami akan tegakkan,” ujar Prabowo kepada wartawan seusai meresmikan layanan Bank Emas di The Gade Tower, Jakarta Pusat, Kamis (26/2/2025).

    Meski tidak merinci langkah konkret yang akan diambil pemerintah, Prabowo menegaskan komitmennya untuk melindungi kepentingan rakyat. “Kami akan membela kepentingan rakyat,” tegasnya.

    Sementara itu, Kejaksaan Agung (Kejagung) mengungkap modus operandi kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang di PT Pertamina Subholding dan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) periode 2018-2023. Kasus Pertamax dioplos diduga menyebabkan kerugian negara hingga Rp 193,7 triliun.

    Direktur Penyidikan pada Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung Abdul Qohar mengungkapkan pihaknya telah menetapkan tujuh tersangka, yaitu Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga berinisial RS, Direktur Feedstock dan Product Optimization PT Kilang Pertamina Internasional SDS, PT Pertamina International Shipping YF, VP Feedstock Management PT Kilang Pertamina Internasional AP, Beneficial Owner PT Navigator Khatulistiwa MKAN, Komisaris PT Navigator Khatulistiwa & Komisaris PT Jenggala Maritim DW, Komisaris PT Jenggala Maritim & Direktur Utama PT Orbit Terminal Merak GRJ.

    Sementara itu, Pelaksana Tugas (Plt) Direktur Utama Pertamina Patra Niaga Mars Ega Legowo Putra membantah pihaknya melakukan praktik oplos atau upgrade blending (pencampuran) Pertalite (RON 90) dengan Pertamax (RON 92) dalam kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah. Dia memastikan produk yang diterima dan dijual di SPBU telah sesuai dengan spesifikasi yang ditetapkan.

    “Baik yang dari luar negeri maupun dari dalam negeri itu kami sudah menerima RON 92. Yang membedakan adalah meskipun sudah berada di RON 90 dan 92 itu sifatnya masih base fuel artinya belum ada adiktif yang kita terima di Pertamina Patra Niaga ya,” ujar Ega menjawab pertanyaan anggota Komisi XII DPR dalam rapat dengar pendapat umum (RDPU) di gedung DPR, kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (26/2/2025).

    Kasus Pertamax dioplos Pertalite menjadi sorotan publik karena dampaknya yang besar terhadap perekonomian nasional dan kepercayaan masyarakat terhadap industri energi di Indonesia.

  • ESDM Respons soal Perizinan Jadi Biang Kerok BBM SPBU Swasta Kosong

    ESDM Respons soal Perizinan Jadi Biang Kerok BBM SPBU Swasta Kosong

    Jakarta

    Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menanggapi terkait kelangkaan stok bahan bakar minyak (BBM) disebabkan karena perizinan impor yang dinilai lambat diterbitkan. Kelangkaan stok BBM itu terjadi di Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) swasta, seperti Shell Indonesia dan BP AKR.

    Plh Direktur Jenderal Minyak dan Gas (Migas) Tri Winarno membantah bahwa rekomendasi atas persetujuan impor (PI) dari ESDM lama. Sebab, izin impor produk BBM untuk bulan April saja telah terbit sekarang.

    “Kalau saya melihatnya, enggak. Karena untuk bulan April saja izinnya udah keluar sekarang. Untuk yang 3 bulan ke depan, berarti April, Mei, Juni, udah kita kasih,” kata Tri saat ditemui di Gedung DPR RI, Jakarta Pusat, Rabu (26/2/2025).

    Tri mendorong kepada SPBU Swasta agar persiapan untuk kebutuhan impor produk BBM, seperti logistik sudah disiapkan terlebih dahulu. Alhasil, saat izin impor keluar, proses distribusi produk BBM dapat berjalan dengan lancar.

    “Kalau pada saat rekomendasi keluar baru pesan ini, pesan itu, nah itu akan lama memang. Kayak Pertamina itulah, model Pertamina itu. Bisa cepet. Kan sebelum rekomendasi keluar, dia sudah pesan ini, pesan kapal, pesan ini. Jadi pada saat rekomendasi ini, sudah langsung running,” jelas Tri.

    Sebelumnya, Shell Indonesia menyatakan izin impor menjadi salah satu persoalan hingga akhirnya terjadi kelangkaan BBM. Presiden Direktur dan Country Chair Shell Indonesia Ingrid Siburian mengatakan telah menyampaikan permohonan neraca komoditas 2025 pada September 2024.
    Neraca komoditas itu sebagai dasar mendapatkan persetujuan impor (PI). Namun, Shell baru mendapatkan izin impor atau PI pada 23 Januari 2025. Pada saat itu kondisi pasokan BBM Shell hampir kosong yakni hanya 25%.

    “Neraca komoditas kami dapatkan 20 Januari 2025 dan persetujuan impor kami dapat 23 Januari. Tetapi ketika mendapatkan neraca komoditas, di SPBU sudah mengalami stock out 25% untuk beberapa varian. Kami berusaha memitigasi dengan cara membagi stok, agar di setiap daerah tetap ada, jangan sampai stock out,” terangnya, dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi XII DPR RI, Rabu (26/2/2025).

    Sementara itu, President Director PT Aneka Petroindo Raya Vanda Laura mengakui pada awal tahun ini pihaknya sempat mengalami kelangkaan stok BBM BP di sejumlah SPBU yang dikelola perusahaan. Terutama untuk stok produk BBM BP 92 dan BP Ultimate (RON 95).

    “Pada bulan Januari dan Februari jaringan SPBU kami beroperasi secara normal. Namun ada beberapa jaringan SPBU kami yang tidak dapat melayani BBM secara lengkap karena keterbatasan stok,” kata Vanda dalam Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi XII DPR RI, Rabu (26/2/2025).

    “Memang pada saat itu terjadi kendala stok tetapi sampai saat ini kondisi sudah kembali normal. Ada beberapa hal yang perlu kami sampaikan di sini memang di antaranya adalah proses pengadaan itu butuh waktu,” terangnya lagi.

    (rrd/rir)

  • Kasus Korupsi Minyak Mentah, Pertamina Bantah Oplos Pertalite ke Pertamax

    Kasus Korupsi Minyak Mentah, Pertamina Bantah Oplos Pertalite ke Pertamax

    Jakarta, Beritasatu.com – Pelaksana Tugas (Plt) Direktur Utama Pertamina Patra Niaga Mars Ega Legowo Putra membantah pihaknya melakukan praktik oplos atau upgrade blending (pencampuran) Pertalite (RON 90) dengan Pertamax (RON 92) dalam kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah. Dia memastikan produk yang diterima dan dijual di SPBU telah sesuai dengan spesifikasi yang ditetapkan. 

    “Baik yang dari luar negeri maupun dari dalam negeri itu kami sudah menerima RON 92. Yang membedakan adalah meskipun sudah berada di RON 90 dan 92 itu sifatnya masih base fuel artinya belum ada adiktif yang kita terima di Pertamina Patra Niaga ya,” ujar Ega menjawab pertanyaan anggota Komisi XII DPR dalam rapat dengar pendapat umum (RDPU) di gedung DPR, kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (26/2/2025).

    Menurut Ega, Pertamina Patra Niaga mengelola bahan bakar mulai dari terminal hingga ke SPBU. Sementara itu, proses pengangkutan bahan bakar dari kilang ke terminal dilakukan oleh kapal milik Pertamina.

    “Tidak ada proses perubahan RON, tetapi yang ada itu Pertamax kita tambahkan adiktif. Jadi di situ ada proses penambahan adiktif dan proses penambahan warna. Proses inilah yang memberikan keunggulan perbedaan dalam produk,” tandas Ega.

    Ega menegaskan bahwa proses penambahan adiktif ini dikenal sebagai injection blending. Menurut dia, hal tersebut merupakan praktik wajar dalam produksi minyak untuk meningkatkan value dari produk yang dihasilkan.

    “Blending ini adalah proses yang common dalam produksi minyak yang merupakan bahan cair, namanya ini bahan cair. Jadi pasti akan ada proses blending ketika kita menambahkan. Blending ini tujuannya adalah untuk meningkatkan value daripada produk tersebut,” jelas dia terkait kasus korupsi Pertamina.

    Lebih lanjut, Elga mengungkapkan, setiap bahan bakar yang diterima, baik dari dalam maupun luar negeri, selalu melalui pengujian laboratorium sebelum dan sesudah bongkar muat.

    “Setelah kita terima di terminal itu pun di terminal juga melakukan rutin pengujian kualitas produk di tempat-tempat Pertamina itu pun kita terus jaga sampai dengan ke SPBU,” pungkas Elga terkait kasus korupsi Pertamina ini.

  • Kejagung Tepis Isu BBM Oplosan: Itu Tahun 2018-2023, Sekarang Tidak

    Kejagung Tepis Isu BBM Oplosan: Itu Tahun 2018-2023, Sekarang Tidak

    Bisnis.com, JAKARTA — Kejaksaan Agung (Kejagung) angkat bicara soal isu BBM “oplosan” dari dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang Pertamina-KKKS.

    Kapuspenkum Kejagung RI, Harli Siregar mengatakan salah satu modus impor Ron 90 yang dicampur menjadi bahan bakar sejenis Pertamax itu hanya terjadi pada periode 2018-2023.

    “Ini peristiwanya 2018-2023. Jadi yang kami sampaikan ke publik, ke media adalah fakta hukumnya,” ujarnya di Kejagung, Rabu (26/12/2025).

    Kemudian, Harli menekankan bahwa kejadian dugaan pencampuran bahan bakar Ron 90 agar menjadi Ron 92 itu tidak serta-merta terus berlanjut hingga 2025.

    Oleh sebab itu, dia menyampaikan bahwa masyarakat tidak perlu khawatir soal kualitas BBM dari Pertamina saat ini. 

    “Jangan seolah-olah bahwa peristiwa itu terjadi juga sekarang. Nah, ini kan bisa membahayakan di satu sisi ya. Fakta hukumnya ini di 2018-2023, dan ini sudah selesai,” pungkasnya.

    Penjelasan Pertamina

    Sebelumnya, VP Corporate Communication Pertamina Fadjar Djoko Santoso menjelaskan BBM Pertamax yang dijual di SPBU tetap sesuai standar yaitu RON 92.

    Kemudian, Fadjar menjelaskan ada perbedaan signifikan antara oplosan dan blending. Dia menjelaskan bahwa oplosan adalah istilah pencampuran yang tidak sesuai dengan aturan.

    Sementara itu, blending merupakan proses pencampuran bahan bakar atau dengan unsur kimia lain untuk mencapai kadar oktan atau RON tertentu dan parameter kualitas lainnya.

    “Seperti Pertalite yang merupakan campuran komponen bahan bakar RON 92 atau yang lebih tinggi dengan bahan bakar RON yang lebih rendah sehingga dicapai bahan bakar RON 90,” jelas Fadjar.

    Dengan demikian, kata Fadjar, masyarakat tidak perlu khawatir terkait mutu BBM Pertamina. “Kualitas Pertamax sudah sesuai dengan spesifikasinya, yaitu dengan standar oktan 92,” pungkasnya.

  • Bantah Oplos BBM, Bahlil Jamin Pertamax Pertamina Sesuai Spesifikasi – Page 3

    Bantah Oplos BBM, Bahlil Jamin Pertamax Pertamina Sesuai Spesifikasi – Page 3

    Liputan6.com, Jakarta – Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia membantah adanya isu pengoplosan BBM Pertalite (RON 90) jadi Pertamax (RON 92) oleh Pertamina dan anak usahanya.

    Bahlil menekankan, kualitas produk BBM Pertamax sudah sesuai dengan spesifikasi yang ada. Sehingga, ia menepis isu jika Pertamax yang dijual Pertamina setara dengan produk dengan kadar oktan lebih rendah, yakni Pertalite.

    Semakin tinggi kadar oktan RON pada suatu produk BBM, maka nilai jualnya pun akan semakin mahal. Itu pun berlaku untuk BBM di SPBU Pertamina, dimana Pertamax Turbo (RON 98) jadi produk dengan spesifikasi tertinggi.

    “Enggak ada (BBM oplosan). Apanya yang kualitas? Kualitas kita kan sudah sesuai standar. Kan sudah ada semuanya. Jadi kalau mau membeli harga minyak yang bagus, harganya juga bagus. Mau setengah-setengah, ada juga setengah-setengah. Semua sudah ada speknya,” ujar Bahlil di Kantor Kementerian ESDM, Jakarta, Rabu (26/2/2025).

    Lebih lanjut, Bahlil menyampaikan, Presiden Prabowo Subianto telah meminta bahwa seluruh dana subsidi, termasuk BBM subsidi seperti Pertalite bisa didistribusikan secara merata kepada masyarakat.

    Sayangnya, ia masih menemukan bahwa penyaluran BBM subsidi di lapangan masih belum tepat sasaran.

    “Saya kasih contoh ya, subsidi BBM itu kan untuk rakyat. Tapi faktanya sebagian dipakai untuk yang tak berhak. Ini kan subsidi tidak tepat sasaran. Subsidi untuk saudara-saudara kita yang berhak menerimanya, tapi kan masih dipakai juga oleh orang kaya,” ungkapnya.

    Terkait penyelidikan yang dilakukan Kejaksaan Agung (Kejagung) terhadap dugaan korupsi tata kelola minyak mentah oleh Pertamina dan anak usaha, Bahlil menghormati putusan hukum tersebut.

    “Kami dari Kementerian ESDM sangat menghargai proses hukum yang terjadi. Kita harus menghargai dan menyerahkan semuanya kepada teman-teman aparat penegak hukum,” kata Bahlil.

     

  • Shell Buka-bukaan Alasan Stok BBM Kosong Berhari-hari – Page 3

    Shell Buka-bukaan Alasan Stok BBM Kosong Berhari-hari – Page 3

    Liputan6.com, Jakarta – SPBU Shell Indonesia mengalamim kekosongan stok BBM di awal bulan ini. Kekosongan tersebut terjadi berhari-hari dan menyebabkan sejumlah SPBU menghentikan operasi khusus untuk pengisian BBM.

    Presiden Direktur dan Country Chair Shell Indonesia Ingrid Siburian buka suara terkait hal tersebut. Menurutnya, kekosongan stok yang sempat dihadapi SPBU Shell dikarenakan adanya hambatan dari sisi pasokan dan persiapan pendistribusian.

    Ingrid mengatakan SPBU Shell mengalami kondisi kekosongan bahan bakar untuk seluruh varian produk bahan bakar minyak (BBM), yakni RON 95, RON 98 dan solar CN51 pada Januari 2025.

    “Keterlambatan tersebut adalah karena adanya hambatan pada sisi supply atau rantai pasok. Tetapi hambatan tersebut memang merupakan kondisi yang di luar kendali kami karena yang dapat kami fokuskan adalah hal-hal yang memang dapat kami kendalikan,” kata Ingrid dikutip dari Antara, Rabu (26/2/2025). 

    Shell Indonesia telah menyampaikan permohonan neraca komoditas untuk 2025 sebagai dasar untuk mendapatkan persetujuan impor pada September 2024.

    Persetujuan Impor

    Selanjutnya, pihak Shell juga melakukan korespondensi dengan kementerian terkait, yaitu Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) serta menyebutkan potensi apa yang akan terjadi apabila terjadi keterlambatan dari sisi pasokan.

    “Neraca komoditas kami dapatkan pada tanggal 20 Januari 2025 dan persetujuan impor kami dapatkan di 23 Januari 2025. Akan tetapi, pada saat kami mendapatkan neraca komoditas tersebut, sekitar 25 persen dari SPBU kami sudah mengalami stock out untuk beberapa varian,” ujarnya.

    Lebih lanjut, Ingrid menyebut, pihaknya berupaya melakukan mitigasi dengan cara membagi stok agar setiap daerah tetap memiliki stok.

    “Segera setelah mendapatkan persetujuan, kami melakukan upaya percepatan untuk produk BBM sehingga kami dapat distribusikan sesegera mungkin. Namun yang perlu saya sampaikan adalah dibutuhkan waktu untuk mempersiapkan,” jelasnya.

  • 2
                    
                        Pertalite Dioplos Jadi Pertamax, Warga Kapok dan Bakal Beralih ke SPBU Swasta
                        Megapolitan

    2 Pertalite Dioplos Jadi Pertamax, Warga Kapok dan Bakal Beralih ke SPBU Swasta Megapolitan

    Pertalite Dioplos Jadi Pertamax, Warga Kapok dan Bakal Beralih ke SPBU Swasta
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com 
    – Rafi (25), warga Pancoran, Jakarta Selatan, mengaku kapok menggunakan bahan bakar minyak (BBM) Pertamax usai mengetahui dugaan pengoplosan Pertalite jadi Pertamax dalam konstruksi kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah PT Pertamina Patra Niaga.
    Setelah ini, Rafi mengaku tak akan lagi membeli Pertamax. Ia bakal beralih ke SPBU swasta. 
    “Ke depannya kayaknya bakal beli di SPBU swasta aja. Lebih aman dan terjamin, plus secara servis orangnya ramah-ramah. Toh harganya cuma beda beberapa ratus perak aja,” kata Rafi, Rabu (26/2/2025).
    Rafi menghabiskan uang sebesar Rp 50.000 hingga Rp 100.000 setiap minggu untuk membeli Pertamax di SPBU Pertamina.
    Meski harganya lebih mahal, Rafi rela mengisi kendaraannya dengan Pertamax dengan harapan mendapat bahan bakar lebih berkualitas.
    “Wah kecewa banget sih saya pas dengar (pengoplosan Pertalite jadi Pertamax) ini karena kan sudah rela bayar lebih mahal dengan tujuan buat dapatin kualitas BBM yang baik dan pas, ternyata itu dioplos, kesal banget,” tambah dia.
    Senada, Luthfa (22) juga mengaku bakal beralih ke SPBU swasta pasca-terbongkarnya pengoplosan ini. Dia takut hal serupa bakal terjadi kembali.
    “Kayaknya kalau pengin nyari bensin dengan kualitas serupa Pertamax, mending sekalian ke SPBU lain deh yang udah pasti-pasti,” kata dia.
    Luthfa pun mengaku kecewa dengan pengoplosan tersebut. Pasalnya, dia rela membayar lebih untuk mendapat kualitas bahan bakar lebih baik, namun yang ia dapat tak demikian.
    “Kecewa banget sih, karena kan gue bayar lebih, ya gue
    expect
    kualitas yang lebih jugalah,” tambah dia.
    Diberitakan sebelumnya, Kejaksaan Agung (Kejagung) menetapkan Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga Riva Siahaan (RS) sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang pada PT Pertamina Subholding dan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) tahun 2018-2023.
    Melansir keterangan Kejagung, PT Pertamina Patra Niaga diduga membeli Pertalite untuk kemudian “diblending” atau dioplos menjadi Pertamax.
    Namun, pada saat pembelian, Pertalite tersebut dibeli dengan harga Pertamax.
    “Dalam pengadaan produk kilang oleh PT Pertamina Patra Niaga, Tersangka RS melakukan pembelian (pembayaran) untuk Ron 92 (Pertamax), padahal sebenarnya hanya membeli Ron 90 (Pertalite) atau lebih rendah kemudian dilakukan blending di Storage/Depo untuk menjadi Ron 92,” demikian bunyi keterangan Kejagung, dilansir Selasa (25/2/2025).
    “Dan hal tersebut tidak diperbolehkan,” imbuh keterangan itu.
    Dalam perkara ini, ada enam tersangka lain yang turut ditetapkan.
    Mereka adalah Direktur Utama PT Pertamina International Shipping, Yoki Firnandi (YF); SDS selaku Direktur Feedstock dan Product Optimization PT Kilang Pertamina Internasional; dan AP selaku VP Feedstock Management PT Kilang Pertamina Internasional. Lalu, MKAR selaku beneficial owner PT Navigator Khatulistiwa; DW selaku Komisaris PT Navigator Khatulistiwa sekaligus Komisaris PT Jenggala Maritim; dan GRJ selaku Komisaris PT Jenggala Maritim dan Direktur Utama PT Orbit Terminal Merak.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Daftar Harga Terbaru BBM Pertamina, Shell, Vivo, dan BP, Ada yang Turun

    Daftar Harga Terbaru BBM Pertamina, Shell, Vivo, dan BP, Ada yang Turun

    Jakarta

    Jelang akhir bulan Februari 2025, sejumlah harga BBM terpantau mengalami penyesuaian. Berikut daftar harga BBM Pertamina, Shell, Vivo, hingga BP.

    Penyesuaian harga BBM itu salah satunya dialami oleh SPBU Vivo. Dikutip dari laman Instagram @spbuvivo, harga BBM RON 90 Vivo itu turun harga dari sebelumnya Rp 13.260 per liter saat ini dijual Rp 13.150 per liter. Sementara harga BBM Vivo jenis lainnya belum berubah, masih sama dengan harga yang berlaku per 1 Februari 2025. Namun Vivo memberikan promo pembelian yang membuat harga per liternya jadi lebih murah. Syaratnya, kamu harus membeli minimal 25 liter.

    Selain Vivo, harga BBM BP juga mengalami penyesuaian sejak 9 Februari 2025. Khususnya untuk jenis BP 92 yang kini dijual Rp 13.200 per liter dari sebelumnya Rp 13.350 per liter. Sementara BBM yang dijual Pertamina dan Shell tak berubah. Untuk mengetahui lebih lengkapnya, berikut ini daftar harga BBM yang dijual Pertamina, Shell, Vivo, dan BP.

    Daftar Harga BBM 26 Februari 2025

    Harga BBM Pertamina

    Solar Subsidi: Rp 6.800/literPertalite: Rp 10.000 per literPertamax: 12.900 per literPertamax Turbo: Rp 14.000 per literPertamina Dex: Rp 14.800 per literDexlite: Rp 14.600 per literPertamax Green 95: Rp 13.700 per liter

    Harga BBM Shell

    Super: Rp 13.350 per literV-Power: Rp 13.940 per literV-Power Nitro+: Rp 14.110 per literV-Power Diesel: Rp 15.030 per liter

    Harga BBM Vivo

    Revvo 90: Rp 13.150 per literRevvo 92: Rp 13.350 per literRevvo 95: Rp 13.940 per literPrimus Diesel: Rp 15.030 per liter

    Harga BBM Vivo dengan Promo Pembelian 25 Liter

    Revvo 90: Rp 12.624 per literRevvo 92: Rp 12.816 per literRevvo 95: Rp 13.382 per literPrimus Diesel: Rp 14.429 per liter

    Harga BBM BP

    BP Ultimate: Rp 13.940BP 92: Rp 13.200BP Ultimate Diesel: Rp 15.030BP Diesel: Rp 14.680

    (dry/din)