Tempat Fasum: SPBU

  • ESDM Uji Sampel BBM RON 92 Pertamax & Shell Super, Bagaimana Hasilnya?

    ESDM Uji Sampel BBM RON 92 Pertamax & Shell Super, Bagaimana Hasilnya?

    Bisnis.com, JAKARTA – Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) melakukan uji sampel produk BBM besutan PT Pertamina (Persero) dan Shell. BBM yang diuji itu jenis RON 92, yakni Pertamax dan Shell Super.

    Sekretaris Jenderal Kementerian ESDM Dadan Kusdiana mengatakan, pihaknya melakukan uji sampel BBM tersebut pada Kamis (27/2/2025). Uji coba itu dilakukan di Balai Besar Pengujian Minyak dan Gas Bumi (Lemigas).

    Dadan mengatakan, uji coba itu juga dilakukan sesuai arahan Menteri ESDM Bahlil Lahadalia.

    “Kemarin sudah dicek sampai malam. Kan itu dibawa sampelnya ke Lemigas, di Lemigas diuji,” kata Dadan di Kantor Kementerian ESDM, Jakarta, Jumat (28/2/2025).

    Dadan pun mengungkapkan hasil uji coba itu akan diumumkan pada hari ini. Oleh karena itu, dia meminta masyarakat untuk menunggu.

    “Tunggu saja yang itu ya, yang hasil kita ke lapangan kemarin,” katanya.

    Adapun, uji coba sampel ini dilakukan di tengah keresahan masyarakat soal kualitas BBM jenis Pertamax yang dituding dioplos. Isu yang bergulir menyebut bahwa Pertamax yang dibeli sebenarnya berkualitas RON 90 atau setara Pertalite.

    Tudingan masyarakat itu tidak lepas dari kasus dugaan tindak pidana korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang yang melibatkan subholding Pertamina dan kontraktor kontrak kerja sama (KKKS) tahun 2018—2023.

    Uji sampel pada Pertamax dan Shell Super sebelumnya dilakukan dengan cara inspeksi dadakan (sidak) oleh Lemigas dan Komisi XII DPR RI di sejumlah SPBU di Jakarta, Kamis (28/2/2025).

    Wakil Ketua Komisi XII DPR RI Bambang Haryadi menjelaskan kegiatan ini merupakan bagian dari sampling ulang yang dilakukan secara rutin. Ini juga dilakukan untuk memastikan kesesuaian kualitas produk BBM yang dijual di pasaran.

    “Biar tidak bias, ini kita hanya lakukan sampling ulang. Kami akan coba di beberapa tempat,” ujar Bambang dikutip dari keterangan resmi.

    Bambang pun menekankan bahwa setiap produk BBM, baik Pertamax maupun Shell Super, telah melalui proses sertifikasi dan pengujian yang ketat oleh Kementerian ESDM dan Lemigas.

    Setelah melakukan uji visual terhadap produk, Bambang menyimpulkan bahwa dari segi kasat mata, Pertamax dan Shell Super tampak sama.

    Namun, keputusan akhir mengenai kualitas kedua jenis BBM tersebut akan ditentukan setelah hasil uji laboratorium keluar.

    “Kesimpulannya dari kasat mata sama, tinggal hasil uji lab, kalau kasat lama antara Pertamax dengan Shell Super sama,” ujar Bambang.

  • Bersinergi dengan kejaksaan, Pertamina jamin BBM di SPBU berkualitas

    Bersinergi dengan kejaksaan, Pertamina jamin BBM di SPBU berkualitas

    Sumber foto: Antara/elshinta.com.

    Bersinergi dengan kejaksaan, Pertamina jamin BBM di SPBU berkualitas
    Dalam Negeri   
    Editor: Sigit Kurniawan   
    Rabu, 26 Februari 2025 – 21:11 WIB

    Elshinta.com – PT Pertamina Patra Niaga bersinergi dengan aparat kejaksaan guna menjamin seluruh produk bahan bakar minyak (BBM), yang dijual di stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU) berkualitas untuk masyarakat.

    Corporate Secretary PT Pertamina Patra Niaga Heppy Wulansari dalam keterangannya yang diterima di Jakarta, Rabu, meminta agar masyarakat tidak perlu merasa resah dengan isu BBM oplosan.

    Menurut dia, pihaknya menjamin BBM yang dijual di SPBU Pertamina sudah sesuai dengan spesifikasi dan ketentuan yang ditetapkan oleh pemerintah.

    Artinya, lanjut Heppy, produk bahan bakar Pertamax adalah BBM, yang sesuai dengan RON 92 dan Pertalite memiliki RON 90.

    “Masyarakat tidak perlu resah untuk menggunakan BBM Pertamina, karena BBM yang dipasarkan saat ini sudah sesuai spesifikasi,” katanya.

    Di sisi lain, tambah Heppy, Pertamina Patra Niaga juga menghormati proses hukum, yang saat ini sedang berjalan di Kejaksaan Agung RI.

    Ia mengatakan Pertamina Patra Niaga bersama Kejaksaan Agung RI akan terus bersama-sama dan berkomitmen menuntaskan proses hukum tersebut.

    “Pertamina Patra Niaga dan kejaksaan juga akan saling berkoordinasi termasuk dalam menuntaskan perkara ini,” ujarnya.

    Menurut Heppy, Pertamina berjanji untuk terus berbenah demi mewujudkan tata kelola perusahaan yang baik atau good corporate governance (GCG) termasuk bersinergi dengan aparat Kejaksaan Agung RI.

    “Pertamina Patra Niaga akan terus melakukan perbaikan tata kelola dalam rangka mewujudkan good corporate governance termasuk bersinergi dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia,” sebut Heppy.

    Sumber : Antara

  • Pimpinan Komisi XII DPR: Semua Jenis Bensin Pasti Blending – Halaman all

    Pimpinan Komisi XII DPR: Semua Jenis Bensin Pasti Blending – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Wakil Ketua Komisi XII DPR RI, Bambang Haryadi mengatakan bahwa semua semua jenis Bahan Bakar Minyak (BBM) dibuat melalui skema blending.

    Yang perlu digarisbawahi, dikatakan Bambang, bahwa blending berbeda dengan dioplos.

    “Semua jenis bensin pasti di-blending, mau di teknik produksi, di kilang pun akan di-blending,” kata Bambang kepada wartawan, Kamis (27/2/2025).

    Menurutnya, oplosan adalah mencampur dua jenis berbeda menghasilkan BBM yang tak berkualitas. 

    “Jadi skema kata-kata oplosan, kan oplosan itu lebih identik dengan sesuatu yang aspal. Jadi kita harus membedakan skema blending dengan oplosan,” ujarnya

    Legislator Partai Gerindra itu mencontohkan oplosan itu seperti minyak tanah dicampur bensin, atau bensin dengan cairan lainnya yang mengubah kualitas bensin tersebut.

    Sementara di sisi lain, Bambang menyampaikan berdasarkan spek dunia, khusus di Indonesia, masih terdapat BBM jenis RON 90. 

    “Itu standar spek dunia, hanya 90 saja yang ada di Indonesia, sebenarnya dimulainya dari 92, bahkan di era dulu ada RON 88. Jadi RON yang memang dibuat khusus untuk megara Indonesia. Nah 90 itu sama, jadi dibuat hanya untuk di Indonesia, negara lain itu jarang,” pungkasnya. 

    Pelaksana Tugas Harian (PTH) Direktur Utama Pertamina Patra Niaga, Mars Ega Legowo Putra, menegaskan pihaknya tidak melakukan praktik upgrade blending atau pencampuran Pertalite dengan Pertamax.

    Hal ini disampaikan Ega dalam rapat kerja dengan Komisi XII DPR RI di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (26/2/2025).

    Ega memastikan bahwa produk yang diterima dan dijual di SPBU telah sesuai dengan spesifikasi yang ditetapkan.

    “Baik yang dari luar negeri maupun dari dalam negeri itu kami sudah menerima RON 92. Yang membedakan adalah meskipun sudah berada di RON 90 dan 92 itu sifatnya masih base fuel artinya belum ada adiktif yang kita terima di Pertamina Patra Niaga ya,” kata Ega dalam rapat.

    Ega menjelaskan, Pertamina Patra Niaga melakukan pengelolaan bahan bakar mulai dari terminal hingga ke SPBU.

    Sementara itu, proses pengangkutan bahan bakar dari kilang ke terminal dilakukan oleh kapal milik Pertamina.

    “Tidak ada proses perubahan RON, tetapi yang ada itu Pertamax kita tambahkan adiktif. Jadi di situ ada proses penambahan adiktif dan proses penambahan warna. Proses inilah yang memberikan keunggulan perbedaan dalam produk,” ujar Ega.

    Ega menjelaskan bahwa proses penambahan aditif ini dikenal sebagai injection blending.

    “Blending ini adalah proses yang common dalam produksi minyak yang merupakan bahan cair, namanya ini bahan cair. Jadi pasti akan ada proses blending ketika kita menambahkan blending ini tujuannya adalah untuk meningkatkan value daripada produk tersebut,” ucapnya.

    Dia menambahkan bahwa setiap bahan bakar yang diterima, baik dari dalam maupun luar negeri, selalu melalui pengujian laboratorium sebelum dan sesudah bongkar muat.

    “Setelah kita terima di terminal itu pun di terminal juga melakukan rutin pengujian kualitas produk di tempat-tempat Pertamina itu pun kita terus jaga sampai dengan ke SPBU,” tegasnya.

  • Komisi XII nilai kualitas pertamax dan shell super miliki kesamaan

    Komisi XII nilai kualitas pertamax dan shell super miliki kesamaan

    Kalau kasatmata, antara pertamax dan supershell sama.

    Jakarta (ANTARA) – Wakil Ketua Komisi XII DPR RI Bambang Haryadi menilai kualitas kualitas bahan bakar minyak (BBM) jenis pertamax milik Pertamina dengan Shell super memiliki kesamaan.

    “Kasatmata kualitasnya sama, tinggal hasil uji lab. Kalau kasatmata, antara pertamax dan shell super sama,” ujar Bambang di Jakarta, Kamis.

    Pernyataan tersebut dia sampaikan setelah melakukan uji visual terhadap produk dalam inspeksi mendadak (sidak) ke SPBU Shell dan SPBU Pertamina Cibubur, Jakarta Timur, Kamis.

    Bambang melakukan sidak untuk memastikan kualitas bahan bakar minyak (BBM) yang beredar di pasaran, khususnya perbandingan antara pertamax dan shell super.

    Melalui sidak ini, Komisi XII DPR RI berharap dapat memastikan bahwa kualitas BBM yang beredar di pasaran sudah sesuai dengan ketentuan yang berlaku, serta memberikan jaminan kepada masyarakat mengenai standar kualitas bahan bakar yang mereka konsumsi.

    Komisi XII juga berkomitmen untuk terus melakukan pengawasan terhadap produk-produk BBM demi menjaga kepentingan dan keamanan konsumen.

    Sebelum memulai sidak ke SPBU Shell, Bambang Haryadi menjelaskan bahwa kegiatan ini merupakan bagian dari sampling ulang yang dilakukan secara rutin untuk memastikan kesesuaian kualitas produk BBM yang dijual di pasaran.

    “Biar tidak bias, ini kami hanya lakukan sampling ulang. Kami akan coba di beberapa tempat, tidak hanya di Pertamina, tetapi juga di SPBU Shell, Vivo, dan AKR (BP). Jadi, kami lakukan sampling di seluruhnya,” ujar Bambang Haryadi.

    Dalam kesempatan tersebut, Bambang juga menekankan bahwa setiap produk BBM, baik pertamax maupun shell super telah melalui sertifikasi dan pengujian yang ketat oleh Kementerian ESDM dan Lemigas.

    “Produk ini sebelum sampai ke SPBU sudah melalui sertifikasi yang sesuai dengan standar Kementerian ESDM,” kata wakil rakyat yang berada di komisi yang membidangi salah satunya energi dan sumber daya mineral ini.

    Pewarta: Putu Indah Savitri
    Editor: D.Dj. Kliwantoro
    Copyright © ANTARA 2025

  • Keliru menyederhanakan istilah dalam kasus korupsi minyak mentah

    Keliru menyederhanakan istilah dalam kasus korupsi minyak mentah

    Jakarta (ANTARA) – Industri hulu minyak dan gas bumi (migas) dipenuhi warna-warni istilah teknis yang sulit dipahami oleh masyarakat umum; misalkan lifting (bukan mengangkat), gas flood (bukan banjir gas), dan, istilah yang naik daun baru-baru ini, blending (bukan oplos).

    Dalam sebuah konferensi pers, Direktur Penyidikan pada Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung Abdul Qohar menyederhanakan istilah ‘blending’ menjadi ‘oplos’.

    “BBM berjenis RON 90, tetapi dibayar seharga RON 92, kemudian dioplos, dicampur,” demikian yang ia ucapkan di Gedung Kejaksaan Agung, Jakarta, Selasa (25/2), ketika membahas kasus dugaan korupsi dalam tata kelola minyak mentah dan produk kilang pada PT Pertamina Subholding dan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) tahun 2018–2023.

    Mungkin, Qohar ingin masyarakat memahami duduk perkara dari kasus yang saat ini sedang terjadi dengan menyederhanakan istilah blending menjadi mengoplos. Padahal, blending dan mengoplos merupakan dua kegiatan yang berbeda, terlebih di tingkat hulu migas.

    Guru Besar Fakultas Teknik Pertambangan dan Perminyakan Institut Teknologi Bandung (ITB) Tutuka Ariadji menjelaskan bahwa blending merupakan proses yang biasa dilakukan di kilang untuk mendapatkan produk spesifikasi tertentu. Misalkan, untuk mendapatkan produk Pertalite (RON 90), maka Low Octane Mogas Component (LOMC) diblending dengan High Octane Mogas Component (HOMC).

    Sementara itu, mengoplos adalah mencampur sesuatu yang asli dengan bahan lain sehingga kadar keasliannya berkurang (tentang minyak tanah, bensin, dan sebagainya), sebagaimana yang ditulis akun resmi Wikipedia Indonesia di X (@idwiki).

    Kekeliruan dalam penyederhanaan istilah tersebut lantas menyebabkan kehebohan publik, wabilkhusus di kalangan masyarakat pengguna Pertamax (RON 92). Muncul pemahaman bahwasanya kualitas Pertamax (RON 92) yang mereka gunakan sejatinya merupakan Pertalite (RON 90).

    Kekeliruan ini pula yang merebut spotlight permasalahan, dari yang seharusnya membahas soal dugaan korupsi dalam tata kelola minyak mentah dan produk kilang, menjadi sibuk membahas kualitas Pertamax (RON 92).

    Klarifikasi

    Publik telanjur melahap informasi ‘Pertamax oplosan’, yang berimbas penurunan penjualan Pertamax kurang lebih sebanyak 5 persen pada 25 Februari 2025.

    Banjir narasi di kalangan masyarakat pun tak dapat dihindari, dan sebagian besar narasi bernuansa negatif; penuh amarah dan kekhawatiran. Hal tersebut dapat dimaklumi dan dipahami, sebab publik merasa ditipu.

    Terkait hal tersebut, Pertamina dan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) pun buka suara untuk meluruskan narasi yang bergulir di masyarakat.

    Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Simon Aloysius Mantiri menyampaikan bahwa produk Pertamax, jenis BBM dengan angka oktan (research octane number/RON) 92, dan seluruh produk Pertamina lainnya, telah memenuhi standar dan spesifikasi yang ditentukan Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi Kementerian ESDM.

    Simon menjelaskan produk BBM Pertamina secara berkala menjalani pengujian dan diawasi secara ketat oleh Kementerian ESDM melalui Balai Besar Pengujian Minyak dan Gas Bumi (Lemigas).

    Selain Simon, Pelaksana Tugas Harian (Pth) Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga Mars Ega Legowo juga buka suara. Ia menegaskan Pertamina Patra Niaga tidak pernah melakukan pengoplosan terhadap produk Pertamax.

    Menurutnya, pemberian zat aditif atau zat tambahan pada BBM tidak mengubah spesifikasi yang ditetapkan oleh pemerintah. Pemberian zat aditif bertujuan untuk memberikan manfaat bagi pengguna, seperti mesin yang bersih, antikarat, serta mesin ringan saat berkendara.

    Selain itu, penambahan zat yang dilakukan di terminal utama BBM adalah proses injeksi warna (dyes) sebagai pembeda produk agar mudah dikenali masyarakat. Terminal-terminal penyimpanan di Pertamina Patra Niaga tidak memiliki fasilitas blending untuk produk bensin.

    Terkait dengan boleh atau tidaknya dilakukan blending, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia menyatakan bahwa skema blending bahan bakar minyak (BBM) tidak menyalahi aturan selama spesifikasi atau kualitas bahan bakar diproduksi sesuai standar.

    Selain itu, bahan bakar minyak (BBM) di Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) Pertamina yang beredar di masyarakat pun sudah melalui pengawasan Kementerian ESDM, sehingga kualitasnya sudah teruji.

    Meskipun demikian, guna meredakan kekhawatiran masyarakat, pemerintah menegaskan akan terus mengawasi kualitas BBM dari SPBU mana pun, bukan hanya Pertamina, dengan ketat. Pemerintah juga mengajak masyarakat untuk fokus pada penegakan hukum yang saat ini berlangsung di Kejaksaan Agung.

    Klarifikasi tidak hanya datang dari sisi Pertamina maupun ESDM. Kejaksaan Agung, melalui Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Harli Siregar, menyampaikan bahwa Pertamax yang dipermasalahkan berada pada periode 2018–2023, dan BBM tersebut sudah habis terpakai.

    Institusi penegakan hukum itu belum memastikan apakah Pertamax yang beredar di masyarakat pada periode 2018–2023 sesuai dengan spesifikasi yang sudah ditetapkan oleh pemerintah.

    Dalam kesempatan itu, Harli juga membenarkan pernyataan Pertamina bahwasanya Pertamax yang beredar saat ini sudah sesuai dengan spesifikasi yang ditentukan.

    Oleh karena itu, Harli mengimbau agar masyarakat tidak perlu risau dengan BBM yang sekarang beredar.

    “Jadi istilah pengoplosan, dicampur dengan air apalagi, saya kira itu tidak benar,” kata Harli.

    Ia meminta agar publik fokus kepada kasus dugaan korupsi dalam tata kelola minyak mentah dan produk kilang.

    Yang saat ini sedang diteliti oleh penyidik adalah pembelian (pembayaran) untuk RON 92 oleh Riva Siahaan selaku Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga, padahal sebenarnya hanya membeli RON 90 atau lebih rendah.

    Perbaikan tata kelola

    Belajar dari kasus tersebut, Menteri ESDM Bahlil Lahadalia pun menegaskan pentingnya perbaikan tata kelola.

    Bahlil berencana untuk tidak lagi mengizinkan ekspor minyak mentah, dan mengarahkan agar minyak tersebut dapat diolah di dalam negeri.

    Terkait dengan impor RON 90 dan RON 92, Bahlil menyampaikan pentingnya perbaikan penataan terhadap izin-izin impor BBM. Saat ini, kata dia, Kementerian ESDM membenahinya dengan memberi izin impor BBM untuk 6 bulan, bukan satu tahun sekaligus.

    Kementerian ESDM juga berambisi untuk meningkatkan lifting minyak dalam negeri, sehingga dapat menekan jumlah impor minyak, baik dalam bentuk minyak mentah maupun BBM.

    Berdasarkan data Kementerian ESDM, pada tahun 2024, produksi minyak nasional sebesar 212 juta barel, sedangkan impor minyak nasional mencapai 313 juta barel. Impor minyak tersebut terdiri atas 112 juta barel dalam bentuk minyak mentah dan 201 juta barel dalam bentuk BBM.

    Adapun devisa negara yang hilang karena impor minyak diperkirakan mencapai Rp523 triliun.

    ESDM pun berupaya untuk mendongkrak produksi minyak nasional dengan menempuh tiga cara, yakni optimalisasi produksi dengan teknologi, reaktivasi sumur idle, dan melakukan eksplorasi potensi minyak dan gas di Indonesia Timur.

    Sesungguhnya, upaya-upaya tersebut telah menjadi perhatian pemerintah sebelum kasus korupsi minyak mentah mencuat. Namun, berhubung sektor perminyakan kembali ramai diperbincangkan, Kementerian ESDM kembali menggaungkan ambisi-ambisinya.

    Kini, masyarakat sebaiknya mendukung kelancaran penegakan hukum pada kasus dugaan korupsi dalam tata kelola minyak mentah dan produk kilang pada PT Pertamina Subholding dan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) tahun 2018–2023.

    Kekeliruan penyederhanaan istilah teknis yang menyebabkan masyarakat Indonesia gempar ihwal Pertamax oplosan merupakan pelajaran bersama untuk lebih teliti dalam mencerna informasi.

    Editor: Dadan Ramdani
    Copyright © ANTARA 2025

  • Viral Warna Pertamax dan Pertalite Ternyata Sama? Video Petugas SPBU Bikin Geger!

    Viral Warna Pertamax dan Pertalite Ternyata Sama? Video Petugas SPBU Bikin Geger!

    TRIBUNJATENG.COM, JAKARTA – Viral video petugas Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) Pertamina tengah mengecek bahan bakar minyak (BBM) jenis Pertamax dengan Pertalite.

    Dalam video berdurasi 1 menit 21 detik itu menampilkan, warna BBM Pertamax dengan Pertalite rupanya tidak ada bedanya atau berwarna sama yaitu hijau. 

    Padahal secara tampilan, harusnya Pertamax dengan RON 92 berwarna biru, sedangkan Pertalite RON 90 berwarna hijau.

    Belum diketahui lokasi SPBU Pertamina ini, kemudian diposting oleh pemilik akun Instagram @datukdirajadimyani hingga mengundang 7.789 komentar sampai Kamis (27/2/2025) pagi.

    Dari yang dilihat Warta Kota, video itu menampilkan seorang pria yang tengah merekam meminta petugas SPBU Pertamina untuk melihat warna bensin Pertamax dengan Pertalite.

    Permintaan pria itu menyusul adanya kasus korupsi tata kelola minyak mentah di anak perusahaan Pertamina dengan membeli minyak mentah Pertalite, namun menjualnya dengan harga Pertamax yang lebih mahal. 

    Petugas SPBU Pertamina itu lantas mengikuti permintaan pria yang merekam video. Petugas mengambil nozzle Pertalite berwarna putih dan memasukan bensin tersebut ke dalam sebuah botol kaca bening. 

    Setelah botol itu penuh, petugas kemudian mengambil nozzle Pertamax untuk mengisi bensin ke dalam sebuah botol kaca bening yang ada di sebelahnya.

    Setelah botol-botol itu penuh, terlihat warna keduanya sama yaitu hijau. 

    “Gercep (gerak cepat) langsung tes lapangan Pertalite vx Pertamax. Pakai Pertalite dibilang ngabisin anggaran negara, ngisi Pertamax isinya Pertalite. Jadi selama ini kena tipu, itulah nasib rakyat,” demikian yang tertera dalam postingan tersebut. 

    “Sama mas, coba deh lihat mas. Warnanya sama nggak antara Pertamax dengan Pertalite,” ucap perekam itu kepada petugas SPBU Pertamina. 

    Seolah ingin memperkuat apa yang dilihatnya, perekam kemudian bertanya kepada dua perempuan yang ikut menyaksikan aksi petugas itu.

    Kedua perempuan itu kemudian mengangguk yang bermakna mengamini pernyataan pria tersebut. 

    “Sama ya? Oke yah, sama ya (warna) Pertamax dengan Pertalite,” imbuh perekam tersebut. 

    Usai melihat warna kedua jenis BBM tersebut, pria tersebut berencana ingin melaporkan hal ini kepada penanggung jawab SPBU Pertamina.

    Dia lalu bertanya keberadaan Bos SPBU Pertamina kepada petugas. 

    “Bosnya di mana? oh di dalam?,” ucap pria tersebut. 

    Diketahui, video ini mengundang ribuan komentar netizen di Instagram. Mayoritas para netizen tidak percaya dengan pelayanan Pertamina buntut terungkapnya Pertalite dioplos menjadi Pertamax. 

    “Saya pengguna Pertamax, Demi Allah akan saya tuntut mereka di akhirat kelak,” imbuh pemilik akun @ayatullahazzam. 

    “Tombol yang tidak percaya sama Pertamina,” ucap pemilik akun @sri_sugiyanto. 

    “Parah, rakyat yang dirugikan bukan negara,” timpal pemilik akun @baim_arkhan. 

    Tidak hanya menulis kekecewannya, para netizen juga mengajak pengguna media sosial untuk beralih ke perusahaan minyak swasta yaitu Shell dan Vivo.

    Mereka memandang, pelayanan Shell dan Vivo jauh lebih baik dibanding Pertamina, milik perusahaan negara. 

    “Bau-bau kehancuran Pertamina. Semuanya akan pindah ke Shell,” ucap pemilik akun @fdyk3nz. 

    “Saya yakin dengan kejadian ini, saham Pertamina akan anjlok. Karena ada tim balap yang disponsori mereka, pasti akan tidak percaya,” tutur pemilik akun @only_just_aman.

    Sebelumnya Direktur Utama (Dirut) PT Pertamina Patra Niaga, Riva Siahaan (RS) ditetapkan menjadi tersangka kasus dugaan korupsi oleh Kejaksaan Agung (Kejagung).

    RS diduga terlibat kasus korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang periode 2018-2023 yang membuat negara mengalami kerugian hingga Rp 193,7 triliun.

    Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Abdul Qohar mengatakan penetapan status Riva Siahaan itu bersama dengan tersangka lainnya.

    “Adanya beberapa perbuatan melawan hukum tersebut telah mengakibatkan adanya kerugian negara sekitar Rp193,7 triliun yang bersumber dari berbagai komponen,” kata Qohar dalam konferensi pers di Gedung Kejagung, Jakarta, Senin (24/2/2025).

    Penetapan RS sebagai tersangka setelah pemeriksaan terhadap 96 saksi, 2 ahli, dan bukti dokumen yang sah.

    RS akan ditahan selama 20 hari untuk proses pemeriksaan lebih lanjut bersama dengan enam tersangka lainnya.

    Selain Riva Siahaan, tersangka lainnya adalah SDS, Direktur Feedstock dan Product Optimization PT Kilang Pertamina Internasional; YF, pejabat di PT Pertamina International Shipping; AP, VP Feedstock Management PT Kilang Pertamina Internasional; MKAN, beneficial owner PT Navigator Khatulistiwa; DW, Komisaris PT Navigator Khatulistiwa sekaligus Komisaris PT Jenggala Maritim; dan GRJ, Komisaris PT Jenggala Maritim serta Direktur Utama PT Orbit Terminal Merak. (*)

     

  • Bagikan Cerita Menarik dan Sindir Pertamina, Hasyim Muhammad: Negara Ini Tak Lelah Mengecewakan Masyarakat

    Bagikan Cerita Menarik dan Sindir Pertamina, Hasyim Muhammad: Negara Ini Tak Lelah Mengecewakan Masyarakat

    FAJAR.CO.ID, JAKARTA — Salah satu penulis, Hasyim Muhammad ternyata punya cerita unik terkait penggunaan bahan bakar minyak (BBM) untuk kendaraan pribadinya.

    Melalui cuitan di akun X pribadinya, Hasyim bercerita terkait kebiasaannya untuk melakukan isi ulang bahan bakar.

    Ia mengaku selama ini mendapatkan saran dari istri dan anaknya untuk melakukan isi ulang di Shell.

    Namun, ia mengabaikan arahan tersebut dan lebih memilih ke SPBU untuk membeli Pertamax.

    “Istri dan anak saya selama ini maunya beli bensin di Shell,” tulisnya dikutip Kamis (27/2025).

    “Tapi kalau isi bensinnya sama saya, selalu saya belokkan ke SPBU Pertamina beli Pertamax,” sebutnya.

    Hasyim berdalih bahwa Pertamina punya kualitas yang sama bagusnya. Dan perusahaan ini berasal dari Indonesia.

    “Pertamina sama bagusnya dan milik Indonesia, kata saya,” tuturnya.

    Hanya saja, setelah kasus korupsi PT Pertamina yang mengoplos bahan bakar Pertalite dan Pertamax. Ia merasa negara ini tidak pernah lelah untuk membuat rakyat kecewa, termasuk dirinya.

    “Negara ini tak lelah mengecewakan orang-orang yang mencintainya,” terangnya.

    Sebelumnya, PT Pertamina (Persero) memberi klarifikasi dengan membantah kabar adanya oplosan BBM RON 90 Pertalite dan BBM RON 92 Pertamax.

    Kabar ini mencuat setelah adanya temuan kasus korupsi yang tengah diusut oleh Kejaksaan Agung (Kejagung). Ada sekitar tujuh orang telah ditetapkan sebagai tersangka.

    Ketujuh orang ini kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang pada PT Pertamina Subholding dan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) tahun 2018–2023.

  • Deretan Pom Bensin Swasta yang Beroperasi di Indonesia, Ada Shell hingga Exxon Mobil

    Deretan Pom Bensin Swasta yang Beroperasi di Indonesia, Ada Shell hingga Exxon Mobil

    Jakarta, Beritasatu.com – Industri bahan bakar minyak (BBM) di Indonesia terus berkembang dengan hadirnya berbagai perusahaan yang mengoperasikan pom bensin di Indonesia. Selain PT Pertamina (Persero) sebagai perusahaan milik negara, beberapa perusahaan swasta juga turut bersaing dalam sektor ini.

    Kehadiran mereka memberikan alternatif bagi masyarakat dalam memilih bahan bakar dengan kualitas dan harga yang beragam. Persaingan yang semakin ketat di industri BBM mendorong peningkatan kualitas layanan di seluruh pom bensin di Indonesia. Konsumen kini dapat menikmati pelayanan yang lebih baik, bahan bakar dengan formulasi yang lebih efisien, serta fasilitas yang lebih nyaman.

    Berikut ini deretan pom bensin di Indonesia yang bisa menjadi pilihan masyarakat.

    Pom Bensin di Indonesia

    1. Shell

    Menurut laman resmi Shell Indonesia, perusahaan ini mengelola berbagai lini bisnis, termasuk penyediaan BBM, pelumas untuk industri, otomotif, dan transportasi, serta bahan bakar untuk sektor kelautan dan komersial. Selain itu, Shell juga memproduksi bitumen yang digunakan dalam berbagai proyek infrastruktur.  

    Sebagai salah satu perusahaan minyak internasional yang beroperasi di Indonesia, Shell telah membangun lebih dari 170 Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) yang tersebar di wilayah Jabodetabek, Bandung, Jawa Timur, dan Sumatera Utara. Perusahaan ini juga didukung oleh lebih dari 300 karyawan. Untuk memperkuat rantai pasokan, Shell memiliki satu terminal penyimpanan bahan bakar di Gresik, Jawa Timur, serta satu pabrik pelumas yang berlokasi di Marunda.  

    Shell menawarkan berbagai produk bahan bakar, di antaranya Shell Super, Shell V-Power, Shell V-Power Diesel, Shell Diesel Extra, dan Shell V-Power Nitro+. Pada Februari 2025, harga BBM di SPBU Shell mengalami penyesuaian sebagai berikut ini.  

    Shell Super: Rp 13.350 per liter. Shell V-Power: Rp 13.940 per liter.Shell V-Power Nitro+: Rp 14.110 per liter.  Shell V-Power Diesel: Rp 15.030 per liter.  

    2. Vivo

    Vivo mulai beroperasi di industri SPBU Indonesia pada 2017 sebagai alternatif bagi masyarakat yang mencari bahan bakar berkualitas dengan harga kompetitif. SPBU ini dikelola oleh PT Vivo Energy Indonesia, bagian dari Vitol Group, perusahaan energi asal Swiss yang beroperasi pada sektor hilir minyak dan gas bumi. Vitol Group telah memperluas jaringannya ke Belanda, Singapura, Inggris, Australia, dan beberapa negara di Afrika.  

    Vivo menawarkan tiga jenis BBM: Revvo 90, Revvo 92, dan Revvo 95. SPBU ini sempat menjadi sorotan karena harga Revvo 90 lebih murah dibandingkan Pertalite dari Pertamina. Per Februari 2025, harga BBM di SPBU Vivo seperti berikut ini.

    Revvo 90: Rp 13.260 per liter.Revvo 92: Rp 13.350 per liter.Revvo 95: Rp 13.940 per liter.

    3. BP (British Petroleum)

    SPBU BP-AKR merupakan perusahaan energi terpadu hasil kerja sama antara BP dan AKR, yang resmi terbentuk melalui perjanjian usaha patungan pada 5 April 2017. Kemitraan ini menghasilkan PT Aneka Petroindo Raya (APR), yang beroperasi di Indonesia dengan nama BP-AKR Fuels Retail.  

    Menurut laman BP, SPBU BP-AKR menyediakan tiga jenis BBM berkualitas, yaitu BP 92, BP Ultimate, dan BP Diesel. Ketiga jenis bahan bakar ini mengandung teknologi Active, yang dirancang untuk melindungi dan membersihkan mesin dari kotoran serta mencegahnya menempel kembali. Selain bahan bakar berkualitas, SPBU BP juga dilengkapi berbagai fasilitas, seperti mini market, gerai kopi, tempat pengisian air dan angin, toilet, serta musala. Per 9 Februari 2025, harga BBM di SPBU BP sebagai berikut ini.  

    BP 92: Rp 13.200 per liter (turun dari Rp 13.350 per liter).BP Ultimate: Rp 13.940 per liter (mengalami kenaikan).BP Ultimate Diesel: Rp 15.030 per liter (mengalami kenaikan).

    4. Exxon Mobil

    Selain SPBU besar yang telah disebutkan sebelumnya, terdapat juga SPBU mini yang beroperasi di Indonesia, salah satunya adalah pom bensin Exxon Mobil. SPBU ini merupakan hasil kemitraan antara  Salim Group, melalui PT Indomobil Prima Energi, dengan perusahaan energi asal Amerika Serikat, ExxonMobil.  

    Pom bensin Exxon Mobil mulai beroperasi secara resmi di Indonesia sejak 2019. Berdasarkan informasi dari laman resmi Exxon Mobil, SPBU ini menawarkan beberapa jenis bahan bakar, di antaranya minyak solar mobil, minyak solar mobil B20, dan bensin mobil RON 92.

    Masuknya pom bensin swasta ke pasar Indonesia semakin memperketat persaingan di industri BBM. Hal ini memberikan keuntungan bagi masyarakat, karena mereka dapat memilih bahan bakar yang beragam baik dari segi harga maupun kualitas. Selain itu, kehadiran layanan yang lebih modern serta inovasi dalam teknologi bahan bakar menjadi nilai tambah bagi para pengguna kendaraan.  

    Meskipun pom bensin swasta menawarkan berbagai keunggulan, Pertamina masih mendominasi pasar berkat jaringan yang lebih luas dan harga yang lebih stabil di Indonesia. Selain itu, ketersediaan BBM bersubsidi, seperti Pertalite dan Solar juga menjadi faktor utama yang memengaruhi pilihan masyarakat dalam menentukan SPBU.

  • Kondisi Layanan Pengisian Pertamax di SPBU Pertamina Usai Tersangkut Skandal

    Kondisi Layanan Pengisian Pertamax di SPBU Pertamina Usai Tersangkut Skandal

    Bisnis.com, JAKARTA – Kondisi layanan pengisian Pertamax di sejumlah SPBU Pertamina masih berjalan normal di tengah skandal isu BBM oplosan.

    Berdasarkan pantauan Bisnis di empat lokasi sekitar 12.30 WIB hingga 13.30 WIB, antrean pembelian Pertamax di dua dari empat SPBU Pertamina yang dikunjungi sepi pembeli.

    Situasi antrean BBM Jalan Prof. DR. Soepomo, Tebet, Jakarta Selatan Kamis (27/2/2025)/Bisnis-Anshary Madya SukmaPerbesar

    Dua lokasi itu yakni SPBU Jalan Prof. DR. Soepomo, Tebet, Jakarta Selatan dan di SPBU Pertamina Pasar Manggis, Kecamatan Setiabudi, Jakarta Selatan.

    Namun demikian, Bisnis menemukan dua SPBU lain yang dikunjungi terpantau pelayanan pembelian Pertamax masih relatif lebih ramai dibandingkan dengan dua SPBU yang sebelumnya ditemui.

    SPBU tersebut terletak di Jalan Cikoko Barat, Pancoran Jakarta Selatan dan Jalan Kapten Tendean Kecamatan Mampang Prapatan Jakarta Selatan.

    Situasi antrean BBM Jalan Kapten Tendean Kecamatan Mampang Prapatan, Jakarta Selatan, Kamis (27/2/2025)/Bisnis-Anshary Madya SukmaPerbesar

    Sekadar informasi, saat ini masyarakat tengah dihebohkan oleh kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang periode 2018-2023.

    Dalam kasus yang diusut Kejagung itu, terdapat salah satu modus yang disorot masyarakat, yakni terkait dengan dugaan pencampuran Ron 90 atau lebih rendah dengan Ron 92 atau sejenis Pertamax.

    Perbuatan itu diduga telah merugikan masyarakat yang membeli BBM Pertamax karena telah merasa dibohongi.

    “Ron 90 atau di bawahnya itu, tadi fakta yang ada di transaksi Ron 88 di blending dengan 92 dan dipasarkan seharga 92,” ungkap Dirdik Jampidsus, Kejagung RI Abdul Qohar, Rabu (26/2/2025).

  • Pengguna Pertamax Curhat Pindah ke SPBU Lain Pasca Terkuaknya Kasus BBM Oplosan – Halaman all

    Pengguna Pertamax Curhat Pindah ke SPBU Lain Pasca Terkuaknya Kasus BBM Oplosan – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Sejumlah pengguna bahan bakar minyak (BBM) Pertamax Pertamina mengaku pindah membeli BBM ke SPBU lain non-Pertamina sebagai ungkapan kekecewaan mereka atas kasus korupsi impor BBM dan praktik pengoplosan Pertalite yang dijual sebagai Pertamax.

    “Saya enggak nyangka aja. Ini kan pakai pertamax berharap mesin kita bagus. Kalau begini saya bakal pertimbangkan buat pindah ke yang lain,” kata warga Bekasi, Samsu Dhuha (30) kepada Tribunnnews.com, Rabu (26/2/2025).

    Dia mengatakan selama ini dia loyal menggunakan BBM Pertamax karena merasa sebagai konsumen  yang tidak pantas mendapatkan BBM bersubsidi.

    Hal yang sama juga disampaikan Bachtiar (26). Dia mempertimbangkan untuk beralih menggunakan BBM dari pesaing Pertamina seperti Shell, Vivo maupun BP pasca terkuaknya kasus dugaan korupsi yang kini ditangani Kejaksaan Agung tersebut.

    “Fix banget, saya ganti ke yang lain saja. Nggak apa-apa harganya mahal dikit asal jujur dan kualitasnya sesuai,” katanya.

    Berdasar pantauan Tribunnews, di sejumlah SPBU Pertamina di Jakarta Selatan, terlihat pompa dispenser Pertamax tampak sepi tidak ada antrean.

    Hal itu antara lain terlihat di SPBU Pertamina di Mampang Prapatan dan SPBU Pertamina di Kemang, Jakarta Selatan. Ada pengendara yang datang mengisi Pertamax tapi cenderung sepi.

    Kejaksaan Agung telah menetapkan tujuh orang tersangka dalam kasus korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang di PT Pertamina Persero, Subholding dan Kontraktor Kontrak Kerjasama (K3S) 2013-2018, Senin (24/2/2025) malam.

    Adapun penetapan ketujuh tersangka ini merupakan hasil penyidikan lanjutan yang dilakukan oleh Kejagung dalam kasus dugaan korupsi tersebut.

    Tujuh orang itu ditetapkan sebagai tersangka usai pihaknya melakukan ekspose atau gelar perkara yang di mana ditemukan adanya serangkaian tindak pidana korupsi.

    Hal itu didasari atas ditemukannya juga sejumlah alat bukti yang cukup baik dari keterangan sedikitnya sebanyak 96 saksi dan keterangan ahli maupun berdasarkan bukti dokumen elektronik yang kini telah disita.

    Ketujuh orang tersangka tersebut adalah

    Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga Riva Siahaan
    Direktur Optimasi Feedstock dan Produk PT Kilang Pertamina Internasional Sani Dinar Saifuddin
    Vice President (VP) Feedstock PT Kilang Pertamina Internasional Agus Purwono
    Direktur Utama PT Pertamina International Shipping Yoki Firnandi,
    Beneficiary owner atau penerima manfaat dari PT Navigator Khatulistiwa Muhammad Keery Andrianto Riza,
    Komisaris PT Navigator Khatulistiwa sekaligus Komisaris PT Jenggala Maritim Dimas Werhaspati.
    Komisaris PT Jenggala Maritim dan PT Orbit Terminal Merak Gading Ramadan Joede.

    Lalu bagaimana peran masing-masing para tersangka tersebut dalam bisnis gelap BBM di Pertamina dalam kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang periode 2018-2023?

    Berikut rinciannya: 

    1. Riva Siahaan, Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga

    Riva Siahaan bersama Direktur Optimasi Feedstock dan Produk PT Kilang Pertamina Internasional Sani Dinar Saifuddin dan Vice President (VP) Feedstock PT Kilang Pertamina Internasional Agus Purwono melakukan pengondisian dalam rapat optimalisasi hilir yang dijadikan dasar untuk menurunkan produksi kilang. 

    Riva Siahaan memenangkan broker minyak mentah dan produk kilang serta “menyulap” BBM Pertalite menjadi Pertamax. 

    2. Sani Dinar Saifuddin, Direktur Feedstock dan Product Optimization PT Kilang Pertamina Internasional

    Sani bersama Riva Siahaan dan Agus Purwono terlibat dalam pengondisian rapat optimalisasi hilir yang digunakan sebagai dasar untuk menurunkan produksi kilang. 

    Sani Dinar Saifuddin juga berperan dalam memenangkan broker minyak mentah dan produk kilang secara melawan hukum. 

    3. Agus Purwono, VP Feedstock Management PT Kilang Pertamina Internasional

    Agus Purwono bersama Riva Siahaan dan Sani Dinar Saifudin melakukan pengondisian dalam rapat optimalisasi hilir sebagai dasar untuk menurunkan produksi kilang. 

    Agus Purwono juga berperan dalam memenangkan broker minyak mentah dan produk kilang secara melawan hukum. 

    4. Direktur Utama PT Pertamina International Shipping Yoki Firnandi, 

    Dia diduga melakukan mark up kontrak pengiriman saat impor minyak mentah dan produk kilang melalui PT Pertamina International Shipping. 

    KORUPSI IMPOR BBM – Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Harli Siregar (kiri) dan Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga Riva Siahaan. Riva adalah satu dari 7 tersangka kasus mega korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang di sejumlah anak usaha PT Pertamina.  (Kolase Tribunnews)

    5.  Muhammad Keery Andrianto Riza, Beneficial Owner PT Navigator Khatulistiwa Akibat mark up kontrak pengiriman yang dilakukan oleh tersangka Yoki Firnandi, negara harus membayar fee sebesar 13-15 persen yang menguntungkan tersangka MKAN. 

    6. Dimas Werhaspati, Komisaris PT Navigator Khatulistiwa sekaligus Komisaris PT Jenggala Maritim.

    Dia diduga berperan aktif dalam komunikasi dengan tersangka Agus Purwono.

    Komunikasi ini bertujuan agar pihaknya bisa memperoleh harga tinggi meskipun persyaratan belum terpenuhi.

    Dimas Werhaspati bersama Komisaris PT Jenggala Maritim dan PT Orbit Terminal Merak Gading Ramadan Joede disebut melakukan koordinasi dengan Agus Purwono untuk mengamankan keuntungan dalam transaksi minyak mentah dan produk kilang. 

    7. Gading Ramadan Joede selaku Komisaris PT Jenggala Maritim dan Direktur Utama PT Orbit Terminal Merak.

    Dia bersama Dimas Werhaspati melakukan komunikasi dengan Agus Purwono untuk mendapatkan harga tinggi sebelum syarat transaksi terpenuhi.

    Selain itu, dia dan Dimas Werhaspati disebut memperoleh persetujuan dari tersangka Sani Dinar Saifuddin untuk impor minyak mentah serta dari tersangka Riva Siahaan terkait produk kilang.

    Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kaspuspenkum) Kejaksaan Agung (Kejagung) Harli Siregar menyebut kerugian negara sebesar Rp193,7 triliun dari kasus korupsi tata kelola minyak mentah PT Pertamina Patra Niaga hanya hitungan untuk tahun 2023.

    Jika ditarik mundur ke belakang, menurut Harli jumlah kerugian negara pasti fantastis.

    Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kaspuspenkum) Kejaksaan Agung (Kejagung) Harli Siregar mengatakan, tempus delicti atau rentang waktu terjadinya tindak pidana korupsi itu antara 2018-2023, dan jumlah kerugian total negara belum dihitung.

    Bahkan, sambung Harli, kerugian negara untuk tahun 2023 baru hitungan sementara.

    Dia menjelaskan hitungan kerugian negara tersebut meliputi beberapa komponen seperti rugi impor minyak, rugi impor BBM lewat broker, dan rugi akibat pemberian subsidi.

    “Jadi kalau apa yang kita hitung dan kita sampaikan kemarin (Senin) itu sebesar Rp193,7 triliun, perhitungan sementara ya, tapi itu juga sudah komunikasi dengan ahli, terhadap lima komponen itu baru di tahun 2023,” katanya dikutip dari program Sapa Indonesia Malam di YouTube Kompas TV, Rabu (26/2/2025).

    Harli mengungkapkan, jika dihitung secara kasar dengan perkiraan bahwa kerugian negara setiap tahun sebesar Rp193,7 triliun, maka total kerugian selama 2018-2023 mencapai Rp968,5 triliun.

    “Jadi, coba dibayangkan, ini kan tempus-nya 2018-2023. Kalau sekiranya dirata-rata di angka itu (Rp193,7 triliun) setiap tahun, bisa kita bayangkan kerugian negara sebesar itu,” katanya.

    Harli bilang, para tersangka melanggar Pasal 2 ayat 1 Juncto Pasal 3 Juncto Pasal 18 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 Juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

    Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Kejagung Abdul Qohar menuturkan praktik lancung yang dilakukan oleh Riva ialah membeli pertalite kemudian dioplos (blending) menjadi pertamax.

    “Modus termasuk yang saya katakan RON 90 (Pertalite) tetapi dibayar (harga) RON 92 (Pertamax) kemudian diblending, dioplos, dicampur,” katanya saat konferensi pers di Kejagung, Jakarta Selatan, Selasa (25/2/2025).

    Pengoplosan ini terjadi dalam pengadaan produk kilang oleh PT Pertamina Patra Niaga. 

    Pengoplosan itu dilakukan di depo padahal hal itu tidak diperbolehkan atau bertentangan dengan ketentuan yang ada.

    Qohar berjanji akan buka-bukaan nantinya terkait model pengoplosan setelah proses penyidikan rampung.

    “Pasti kita tidak akan tertutup, semua kita buka, semua kita sampaikan kepada teman-teman wartawan untuk diakses kepada masyarakat,” paparnya.