Tempat Fasum: Rumah Sakit Hasan Sadikin

  • Polda Jabar Ungkap Pelaku Asusila di RSHS Bandung Punya Kelainan Seksual!

    Polda Jabar Ungkap Pelaku Asusila di RSHS Bandung Punya Kelainan Seksual!

    JABAR EKSPRES – Setelah menangkap dan mengamankan pelaku tindak pidana asusila atau pelecehan seksual di Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS) Bandung,  polisi kembali melakukan sejumlah pemerikasaan kepada tersangka yang merupakan dokter residen spesialis anestesi.

    Menurut Direktur Reserse Kriminal Umum (Dirkrimum) Polda Jabar Kombes Pol Surawan, terduga pelaku yang berinisial PAP (31) tersebut, berdasarkan hasil pemeriksaan sementaranya memang memilki kecenderungan kelainan seksual.

    “Pelaku ini mengalami sedikit kelainan dari segi seksual. Tapi nanti kita akan perkuat dengan pemeriksaan dari psikologi forensik untuk tambahan pemeriksaan. Tapi kita menguatkan adanya kecenderungan kelainan seksual dari pelaku,” ujarnya, Kamis (10/4/2025).

    Surawan menambahkan, tersangka yang merupakan mahasiswa dari Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Fakultas Kedokteran di Universitas Padjadjaran (Unpad), nekat melakukan aksi bejatnya kepada seorang wanita berinisial FH (21) yang tengah menunggu keluarganya dirawat di RSHS Bandung.

    BACA JUGA:Bertambah, Korban Pelecehan Dokter PPDS di RSHS Jadi 3 Orang

    Sebelum beraksi, tersangka kata Surawan sempat bermodus bahwa akan melakukan transfusi darah kepada pasien sehingga mengajak korban untuk dilakukan pengecekan darah.

    “Karena bapaknya (keluarga korban) sudah berada dalam kondisi kritis, dan anaknya tuh (korban) enggak tahu tujuannya apa, kemudian dibawa ke ruangan yang baru (Gedung MCHC),” ungkapnya.

    Alibi melakukan pengecekan darah, Surawan mengungkapkan bahwa tersangka malah melancarkan aksinya saat korban tidak sadarkan diri setelah mendapatkan bius.

    “Pelaku bawa (kondom). Dan itu memang ruangan belum dipakai, itu ruangan baru. Dan rencananya (akan digunakan) untuk operasi khusus perempuan. Jadi itu belum dipakai,” ungkapnya.

    Sementara itu guna bisa segera mengungkap lebih jauh kasus ini, Surawan menuturkan bahwa pihaknya melalui tim penyidik kini telah melakukan visum kepada korban.

    BACA JUGA:Update Kasus Oknum Dokter Residen di RSHS Bandung, Polda Jabar: Ada Kemungkinan Korban Bertambah!

    Selain itu, pihaknya juga akan segera melakukan tes DNA terhadap sperma yang ada di bagian vital korban.

    “Kemarin kita sudah disimpan dibekukan spermanya, kita akan lakukan uji DNA dari yang ada di kemaluan dan kemudian keseluruhan uji DNA korban, dan juga yang ada di kontrasepsi itu,” pungkasnya.

  • Dokter PPDS Lecehkan Pasien RSHS, Analisa Reza Indragiri: Sebar Foto dan Identitas Pelaku di Medsos

    Dokter PPDS Lecehkan Pasien RSHS, Analisa Reza Indragiri: Sebar Foto dan Identitas Pelaku di Medsos

    TRIBUNJAKARTA.COM – Pakar Psikologi Forensik Reza Indragiri Amriel meminta foto dan identitas Priguna Anugrah Pratama (31), dokter Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Fakultas Kedokteran Universitas Padjajaran (Unpad) disebar luaskan di media sosial.

    Priguna Anugrag Pratama merupakan dokter residen anestesi yang diduga memperkosa keluarga pasien di Instalasi Gawat Darurat Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS) Bandung, Jawa Barat pada Senin 17 Maret 2025.

    Kini, Priguna telah ditangkap di Polda Jawa Barat. Reza Indragiri menyampaikan hasil analisanya mengenai kasus dugaan pemerkosaan tersebut. 

    Bicara motif pelaku, Reza mengungkapkan seseorang melakukan kekerasan seksual termasuk perkosaan terkait kontrol atau kendali.

    “Unjuk kebolehan unjuk kemampuan bahwa saya (pelaku) bisa menguasai pihak lain saya bisa mengendalikan pihak yang bergantung hidupnya pada diri saya (pelaku) dan sejenisnya,” kata Reza Indragiri dikutip TribunJakarta.com dari akun Youtube TVOne, Kamis (10/4/2025).

    Ia melihat pelaku telah melakukan perencanaan terhadap aksi cabul tersebut.

    Tak hanya itu, Reza Indragiri juga menduga korban cabul Priguna lebih dari satu orang.

    “Saya membangun spekulasi sedemikian rupa karena berdasarkan pemberitaan yang saya simak di media massa betapa fasihnya si pelaku ini mendapatkan akses ke obat-obatan atau ke zat bius di rumah sakit,” ujar Reza Indragiri.

    Selain itu, Reza juga menilai pelaku mengenal lokasi yang akan digunakan untuk melancarkan aksi jahatnya.

    Hal lain yakni pelaku memilih waktu ‘sempurna’ pada dini hari.

    KLIK SELENGKAPNYA: Lima Fakta Penemuan Mayat Ibu dan Anak Dalam Toren Air Rumah Mereka di Tambora, Jakarta Barat, Jumat (7/3/2025). Tetangga Bongkar Cekcok Soal Nikah.

    Dimana secara umum, dini hari adalah waktu yang paling rentan karena orang beristireahan dan tidak waspada.

    “Kesempurnaan dalam melancarkan aksi jahat itu yang membuat saya sekali lagi menduga barangkali ada korban lebih dari satu pada aspek itulah semestinya kita lebih banyak berdiskusi untuk memastikan bahwa pelaku nantinya akan hukum seberat-beratnya sekiranya divonis bersalah,” ungkapnya.

    Reza juga menyampaikan cara untuk mengungkap korban lain dari pelaku.

    Sejumlah hal yang dapat dilakukan antara lain audit terhadap zat-zat kimia atau obat-obatan yang diakses oleh oknum dokter tersebut.

    “Sehingga bisa dipastikan apakah ada atau tidak obat-obatan ataukah zat-zat kimia yang telah digunakan secara tidak bertanggung jawab tanpa jelas peruntukannya itu merupakan pintu awal tentang penggunaan instrumen kejahatan oleh pelaku bisa dibuktikan oleh otoritas terkait,” katanya.

    Kedua, Reza mengatakan dokter adalah profesi yang superior di lingkungan rumah sakit. Sehingga, kata Reza, tidak tertutup kemungkinan bahwa ada tindak tanduk yang tidak pantas. 

    “Jangan-jangan sudah pernah dilakukan oleh oknum dokter tersebut dan diketahui oleh sejawat. Diketahui oleh sesama pekerja di rumah sakit namun sekali lagi karena dokter berada pada posisi yang superior tidak terutup kemungkinan pihak-pihak atau pekerja lain di rumah sakit tersebut selama ini memilih untuk tutup mulut,” jelas Reza.

    Terakhir, Reza meminta agar foto dan identitas pelaku disebarluaskan seluas-luasnya termasuk ke media sosial.

    “Tujuannya untuk membantu kemungkinan korban-korban lain mengidentifikasi wajah oknum dokter yang satu ini memahami bahwa sudah ada satu pasien yang mengambil maaf ada satu keluarga pasien yang mengambil langkah berani dengan membuat laporan,” katanya.

    “Mudah-mudahan korban-korban lain sekiranya ada juga memiliki semangat yang sama untuk melaporkan oknum dokter tersebut ke otoritas penegakan hukum dengan tujuan sekali lagi untuk memaksimalkan yang bersangkutan dikenai sanksi pidana maksimal sekiranya dia divonis bersalah,” sambunngnya. 

    Sedangkan untuk pencegahan, Reza menyarankan agar seorang dokter saat menangani pasien selalu didampingi perawat ataupun dokter yang lain ataupun perwakilan dari keluarga pasien 

    “Tidak membiarkan ada dokter atau mungkin juga perawat yang melakukan penanganan sendirian keberadaan orang lain diharapkan akan bisa menangkal terjadinya perbuatan-perbuatan tidak profesional,” imbuhnya.

    Kemudian, lanjut Reza, memperkuat pengamanan lingkungan rumah sakit. Ia mencontohkan adanya rekaman CCTV di rumah sakit yang merekam gerak gerik pelaku.

    “Jangan sampai peristiwa yang amoral tersebut terjadi dalam rentang waktu yang cukup berjauhan sejak peristiwa berlangsung dengan rekaman CCTV dibuka itu sebabnya sekali lagi tidak hanya CCTV-nya yang kita butuhkan tapi responsivitas dari pihak rumah sakit terhadap rekaman CCTV tersebut patut kiranya untuk dievaluasi,” katanya.

    Pelaku Kelainan Seksual

    Sementara itu, Dirreskrimum Polda Jabar Kombes Surawan buka suara terkait tersangka Priguna Anugerah Pratama.

    Dokter residen anestesi PPDS Unpad tersebut, diduga melakukan pelecehan seksual terhadap tiga orang di Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS) Bandung.

    Dirreskrimum Polda Jabar, Kombes Pol Surawan, mengatakan pelaku diduga memiliki kelainan seksual.

    “Dari pemeriksaan beberapa hari ini memang kecenderungan pelakunya mengalami sedikit kelainan. Jadi, begitu juga dengan hasil pemeriksaan dari pelaku ini nanti kita akan perkuat dengan pemeriksaan dari psikologi forensik. Ahli psikologi maupun psikologi forensik nanti untuk tambahan periksaan. Sehingga kita menguatkan adanya kecederungan kelainan dari pelaku seksual pelaku,” jelas Dirreskrimum Polda Jabar Kombes Surawan.

    Kombes Surawan menyebut kepolisian terus berkoordinasi dengan pihak Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung terkait kasus pencabulan yang melibatkan dokter yang sedang menempuh pendidikan spesialis anastesi.

    “Hasil koordinasi dengan RSHS sudah ada dua korban lagi yang akan kami lakukan pendekatan untuk pemeriksaan.”

    “Kami sangat terbuka bila ada korban-korban lain yang mungkin menjadi korban atau pernah hampir menjadi korban dari si pelaku, kami akan tampung. Silakan bisa datang ke Polda Jabar atau pihak rumah sakit,” katanya, Kamis (10/4/2025).

    Surawan pun menegaskan keterangan dua orang yang terindikasi menjadi korban tambahan merupakan pasien pula.

    Namun, dalam peristiwa juga waktu yang berbeda.

    “Kami terus lakukan pendalaman terhadap para korban. Lalu, barang bukti baik dari hasil swab atau yang ditemukan di lokasi akan diuji DNA terkait sperma yang ditemukan pada alat vital korban dan alat kontrasepsi,” katanya.

    Surawan menegaskan, korban yang melapor ke polisi ada satu orang. Namun, penyidik pun tengah mendalami keterangan dari dua korban tambahan informasi RSHS.

    Diketahui korban pemerkosaan oleh Priguna Anugerah Pratama dokter PPDS Unpad itu berinisial FA (21). 

    Dalam waktu yang berdekatan, FA menghadapi dua peristiwa memilukan sekaligus.

    Peristiwa memilukan itu terjadi saat FA sedang menjaga ayahnya yang tengah dirawat di Instalasi Gawat Darurat (IGD) Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS) Bandung, pada 18 Maret 2025.

    Menurut Kabid Humas Polda Jawa Barat, Kombes Hendra Rochmawan, kasus ini bermula ketika Priguna tiba-tiba menghampiri FA di IGD pada pukul 01.00 WIB dini hari.

    Priguna yang kini telah ditetapkan sebagai tersangka, mengajak FA menuju lantai 7 gedung baru RSHS dengan alasan ingin mencocokkan golongan darah antara korban dan ayahnya.

    Tak menaruh curiga, korban pun menuruti permintaan tersangka tersebut.

    “Pada tanggal 18 Maret 2025 sekira pukul 01.00 WIB, tersangka meminta korban untuk diambil darah dan membawa korban dari ruang IGD ke gedung MCHC lantai 7,” kata Hendra dalam konferensi pers di Mapolda Jabar, Rabu (9/4/2025).

    Sesampaianya di lokasi, FA langsung diminta oleh Priguna untuk melepaskan pakaian dan celanannya lalu memakai baju operasi.

    Setelah itu, Priguna pun menusukkan jarum suntik sebanyak 15 kali ke tangan kiri dan kanan FA dengan dalih pengambilan darah.

    Namun, ternyata tersangka justru memasukkan cairan obat bius Midazolam ke tubuh FA.

    “Beberapa menit kemudian korban merasakan pusing lalu tidak sadarkan diri,” kata Hendra.

    Tiga jam berlalu, FA akhirnya sadar dan langsung memakai pakaiannya seperti semula.

    Saat akan kembali ke IGD untuk menjaga ayahnya yang dirawat, FA kaget karena jarum jam sudah menunjukkan pukul 04.00 WIB.

    Sesaat kemudian, korban merasa ingin buang air kecil. Namun, ketika buang air kecil, FA merasa sakit di bagian alat vitalnya.

    Merasakan hal tersebut, FA pun melakukan visum di RSHS dan hasilnya, ditemukan bekas cairan sperma di kemaluannya.

    Pihak keluarga korban langsung melaporkan kejadian tersebut ke Polda Jawa Barat dan Priguna pun berhasil ditangkap lima hari kemudian di salah satu apartemen di Kota Bandung.

    Kini, Priguna pun terancam dihukum 12 tahun penjara akibat tindakan biadabnya.

    ”PAP ditetapkan sebagai tersangka dan dijerat dengan Pasal 6 C Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual. Ia terancam 12 tahun penjara,” ujar Hendra.

    Ayah Meninggal Dunia 

    Selain menjadi korban pemerkosaan, FA juga mengalami nasib pilu karena kehilangan sang ayah yang meninggal dunia.

    Bak jatuh tertimpa tetangga, ayahnya yang sempat dijaganya ketika dirawat di IGD RSHS Bandung telah meninggal dunia.

    Kabar pilu ini diketahui dari unggahan drg Mirza di akun Instagramnya pada Rabu (9/4/2025).

    Dalam unggahan itu, Mirza memperoleh pesan dari keluarga korban bahwa ayah FA sudah meninggal dunia pada 28 Maret 2025 atau 10 hari setelah dirinya menjadi korban kebiadaban Priguna.

    “Bapak sudah meninggal tanggal 28 kemarin di RSHS,” tulis pesan yang diterima drg Mirza.

    Dokter yang sekaligus pihak yang memviralkan kasus ini pun ikut berduka atas meninggalnya ayah korban.

    “Innalillahi wa innaillaihi roji’un. Semoga almarhum bapaknya husnul khotimah,” tulis @drg.mirza. (TribunJakarta.com/TribunJabar)

    Akses TribunJakarta.com di Google News atau WhatsApp Channel TribunJakarta.com. Pastikan Tribunners sudah install aplikasi WhatsApp ya

  • 7 Fakta Kasus Priguna Anugrah Dokter PPDS Unpad di RSHS Bandung Rudapaksa Anak Pasien: Barbuk Kunci

    7 Fakta Kasus Priguna Anugrah Dokter PPDS Unpad di RSHS Bandung Rudapaksa Anak Pasien: Barbuk Kunci

    7 Fakta Kasus Priguna Anugrah Dokter PPDS Unpad di RSHS Bandung yang Rudapaksa Anak Pasien

    TRIBUNJATENG.COM – Inilah 7 fakta kasus Priguna Anugrah, dokter PPDS Unpad di RSHS Bandung yang rudapaksa anak pasien.

    Kasus pemerkosaan yang dilakukan oleh seorang dokter PPDS Unpad Bandung viral di media sosial.

    Tersangka bernama Priguna Anugrah, residen anestesi yang bertugas di Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS) Bandung, terbukti memperkosa seorang wanita 21 tahun yang sedang menjaga ayahnya di rumah sakit tersebut.

    Berikut tujuh fakta terbaru dari kasus yang viral ini:

    1. Korban Disuntik 15 Kali dan Dibius

    Modus pelaku adalah berpurapura meminta korban melakukan transfusi darah untuk sang ayah.

    Di lantai 7 gedung MCHC RSHS Bandung, korban disuntik sebanyak 15 kali termasuk cairan midazolam yang membuatnya tak sadarkan diri.

    2. Terjadi Pemerkosaan Saat Korban Tak Sadar

    Saat korban sadar, ia merasakan perih di bagian intim.

    Setelah meminta visum, dokter menemukan jejak sperma di tubuh korban.

    Dugaan pemerkosaan pun menguat.

    3. Pelaku Sempat Mencoba Bunuh Diri

    Polisi mengungkap bahwa saat hendak ditangkap pada 23 Maret 2025, pelaku ditemukan berusaha mengakhiri hidup.

    Priguna diketahui memotong nadi tangannya di apartemennya di Bandung.

    Ia dilarikan ke rumah sakit sebelum akhirnya ditahan.

    4. Polisi Temukan Barang Bukti Kunci

    Penyidik menyita sejumlah barang bukti kunci dari lokasi kejadian dan apartemen pelaku.

    Beberapa bukti kunci yang disita di antaranya dua infus full set, tujuh suntikan, 12 jarum, satu kondom, sarung tangan, dan beberapa obat bius.

    5. Diduga Miliki Kelainan Seksual

    Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Jabar menyebut pelaku menunjukkan indikasi kelainan seksual.

    Pemeriksaan psikologi forensik akan dilakukan untuk memastikan diagnosis dan motif kriminalnya.

    6. Sudah Diberhentikan dari PPDS

    Pelaku merupakan peserta PPDS semester 2 yang dititipkan di RSHS.

    Setelah kasus mencuat, pihak Unpad segera memberhentikan pelaku dari program pendidikan dokter spesialis.

    Unpad dan RSHS juga menyatakan dukungan penuh terhadap proses hukum.

    7. Kondisi Keluarga Korban

    Bersamaan dengan viralnya kasus tersebut, ayah korban yang merupakan pasien pelaku diketahui telah meningal dunia di RSHS.

    Ayah korban diketahui sempat dirawat di ICU dan meninggal pada 28 Maret 2025.

    Pelaku kini dijerat dengan Pasal 6C UU No. 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual, dengan ancaman hukuman maksimal 12 tahun penjara. (*)

  • Komisi IX Desak Gelar Dokter Pemerkosa Keluarga Pasien di RSHS Dicabut
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        10 April 2025

    Komisi IX Desak Gelar Dokter Pemerkosa Keluarga Pasien di RSHS Dicabut Nasional 10 April 2025

    Komisi IX Desak Gelar Dokter Pemerkosa Keluarga Pasien di RSHS Dicabut
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Komisi IX DPR RI mendesak agar gelar dokter pelaku pemerkosaan
    keluarga pasien
    di Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS) Bandung segera dicabut.
    Desakan itu disampaikan menyusul terungkapnya aksi pemerkosaan yang dilakukan dokter peserta Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Universitas Padjadjaran (Unpad), Priguna Anugerah.
    “Harus dicabut,” tegas Wakil Ketua Komisi IX DPR RI, Nihayatul Wafiroh, saat dihubungi, Kamis (10/4/2025).
    Nihayatul menyatakan, Komisi IX mengecam keras perbuatan tersebut.
     
    Menurut dia, peristiwa ini merupakan pelanggaran serius terhadap prinsip pelayanan kesehatan yang aman, bermut dan beretika, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan.
    “Ini jelas mencederai kepercayaan publik terhadap profesi medis dan menunjukkan adanya celah dalam sistem pengawasan serta pendidikan tenaga kesehatan di rumah sakit pendidikan,” kata Nihayatul.
    Nihayatul menyebut, terdapat sejumlah pasal dalam UU Kesehatan yang dilanggar oleh pelaku. Pasal 56 Ayat (1) menjamin hak setiap orang atas pelayanan kesehatan yang aman, bermutu, dan manusiawi.
    Sementara Pasal 63 Ayat (1) mengatur bahwa tenaga medis wajib menghormati hak pasien dan menjunjung tinggi etika profesi.
    Selain itu, Pasal 146-147 mengatur tanggung jawab institusi pendidikan dan rumah sakit dalam membina tenaga medis secara profesional dan etis.
    Oleh karena itu, Komisi IX menilai insiden ini sebagai kegagalan sistemik dalam pengawasan, pendidikan, dan perlindungan pasien di rumah sakit pendidikan.
    “Kami meminta Kementerian Kesehatan dan Konsil Kedokteran Indonesia untuk melakukan evaluasi dan memberikan sanksi disipliner kepada tenaga medis yang terlibat. Selain itu, Unpad dan RSHS juga harus memperkuat sistem pelaporan, pengawasan, dan perlindungan korban,” kata Nihayatul.
    Politikus PKB ini juga mendesak pemerintah dan pihak terkait memberikan korban pendampingan psikologis, hukum, dan kesehatan sesuai amanat Pasal 55 dan 64 UU Kesehatan.
    Sebelumnya diberitakan, kasus dokter residen spesialis anestesi dari Universitas Padjadjaran (Unpad), Priguna Anugerah memerkosa keluarga pasien ini terungkap setelah korban melapor kepada polisi.
    Insiden ini terjadi di lantai 7 gedung RSHS pada pertengahan Maret 2025.
    Insiden bermula saat korban berinisial FH (21) tengah menunggu ayahnya yang tengah dirawat dalam kondisi kritis.
    Pelaku kemudian mendekati korban dengan dalih akan melakukan pemeriksaan kecocokan darah (crossmatch) untuk keperluan transfusi.
    Dokter residen yang merupakan mahasiswa semester dua program spesialis anestesi itu kemudian membawa korban ke lantai 7 Gedung MCHC RSHS.
     
    Kemudian, pelaku menyuntikkan cairan bening yang diduga mengandung obat bius sehingga korban tidak sadarkan diri.
    Setelah sadar, korban merasakan sakit di beberapa bagian tubuhnya. Korban kemudian menjalani visum dan ditemukan bukti-bukti kekerasan seksual yang telah terjadi kepadanya.
    Pihak Kementerian Kesehatan juga telah meminta Konsil Kedokteran Indonesia (KKI) untuk segera mencabut Surat Tanda Registrasi (STR) dokter Priguna.
    Direktur Utama RSHS, Rachim Dinata Marsidi, juga menegaskan bahwa Priguna telah dilarang untuk praktik di rumah sakit tersebut.
    “Langsung dia dikeluarkan dari sini. Berarti kalau dikeluarkan dari sini, dia tidak boleh lagi praktik di sini,” ujar Rachim.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Apa Itu Dokter Anestesi? Ini Peran dan Tanggung Jawabnya

    Apa Itu Dokter Anestesi? Ini Peran dan Tanggung Jawabnya

    Jakarta

    Dokter anestesi atau spesialis anestesi bertanggung jawab untuk memberikan anestesi atau obat bius kepada pasien untuk operasi dan prosedur medis lainnya.

    Dokter spesialis ini juga memiliki keahlian dalam manajemen penanganan nyeri dan perawatan pasien.

    Peran Dokter Anestesi

    Secara umum, dokter spesialis anestesi memiliki peran dalam beberapa aspek medis. Dikutip dari University of Maryland School of Medicine dan Oxford University Hospital UK, berikut penjelasannya.

    Sebelum Operasi

    Dokter anestesi akan melakukan evaluasi praoperasi sebelum pasien menjalani tindakan pembedahan. Bergantung pada jenis operasi dan sifat kasusnya, apakah bersifat darurat atau elektif (non-darurat). Dokter anestesi mungkin akan menanyakan riwayat kesehatan pasien, pengalaman sebelumnya dengan anestesi, melakukan pemeriksaan fisik, serta meninjau hasil tes laboratorium.

    Dalam semua kasus, tujuan utama evaluasi ini adalah untuk memastikan operasi dapat dilakukan dengan cara yang paling aman. Tingkat ketelitian evaluasi praoperasi akan disesuaikan dengan kebutuhan untuk mengambil keputusan tersebut.

    Berdasarkan penilaian individual pasien dan jenis operasi yang direncanakan, dokter anestesi akan menyusun rencana anestesi yang tepat. Rencana ini dapat mencakup anestesi umum (‘menidurkan’ pasien sepenuhnya) dan/atau blok saraf regional (membius area tubuh tertentu, seperti lengan atau kaki, untuk keperluan operasi atau manajemen nyeri pascaoperasi).

    Selama Operasi

    Di ruang operasi, dokter anestesi memberikan anestesi yang disesuaikan dengan kondisi masing-masing pasien dan mendampingi mereka sepanjang prosedur berlangsung, sambil memantau serta menangani efek anestesi dan jalannya operasi sesuai kebutuhan.

    Menurut American Society of Anesthesiologists, peran utama ahli anestesi selama operasi adalah:

    Memberikan penilaian medis berkelanjutan terhadap pasienMemantau dan mengendalikan fungsi vital kehidupan pasien, termasuk detak jantung dan ritme, pernapasan, tekanan darah, suhu tubuh, dan keseimbangan cairan tubuh.Mengontrol rasa sakit dan tingkat kesadaran pasien untuk menciptakan kondisi ideal bagi operasi yang aman dan sukses.Dokter anestesi dilatih secara ekstensif untuk memahami kebutuhan pasien dan membuat keputusan terbaik bagi kesehatan dan keselamatan mereka secara keseluruhan.Setelah Operasi

    Pasien akan dipindahkan ke Unit Perawatan Pasca Anestesi atau Unit Perawatan Intensif. Di sana, perawat spesialis, dokter anestesi, atau dokter lainnya akan terus memantau kondisi pasien serta efek dari anestesi. Tim medis juga akan mengambil langkah-langkah untuk memastikan rasa sakit pascaoperasi dapat diminimalkan.

    Di Luar Bedah-Manajemen Nyeri

    Dokter anestesi dilatih untuk mengelola rasa sakit selama dan setelah operasi. Rasa sakit akibat operasi atau cedera umumnya dikenal sebagai nyeri akut, yaitu jenis nyeri yang biasanya mereda seiring waktu sejalan dengan proses pemulihan tubuh.

    Sementara itu, nyeri yang berlangsung lebih lama dari yang seharusnya dikenal sebagai nyeri kronis. Nyeri kronis dapat disebabkan oleh trauma, seperti cedera saraf, atau oleh penyakit tertentu seperti kanker atau diabetes.

    Beberapa dokter anestesi menempuh pelatihan tambahan selama satu tahun dan memperoleh sertifikasi khusus dalam bidang Pengobatan Nyeri. Dengan kualifikasi tersebut, mereka memiliki keahlian untuk menangani dan membantu pasien yang mengalami nyeri akut maupun kronis.

    Di Luar Bedah-Penelitian dan Akademisi

    Dokter juga memiliki tanggung jawab akademik dan administratif yang signifikan. Mereka sering melakukan penelitian, melatih dokter baru untuk mempraktikkan anestesi dengan benar, dan memberikan kepemimpinan menyeluruh dalam bidang keselamatan pasien dan perawatan berkualitas.

    Gelar Dokter Anestesi

    Gelar dokter anestesi adalah Sp An (spesialis anestesi). Dokter spesialis anestesi juga bisa disebut anestesiolog.

    Pada jenjang pendidikan selanjutnya, dokter spesialis anestesi dapat mendalami subspesialisasi atau keahlian khusus, mulai dari anestesi dan terapi intensif, manajemen nyeri, anestesi pediatrik, dan sebagainya. Pemberian gelar tergantung dari universitas yang membuka program studi tersebut.

    Misalnya di Universitas Airlangga (UNAIR) memberikan gelar Subsp IT (K) untuk program studi Terapi Intensif, Subsp An Ped (K) untuk Anestesi Pediatrik dan Critical Care, Subs AKV (K) untuk Anestesi Kardiovaskular dan Critical Care.

    Sementara di Universitas Gadjah Mada (UGM), dikutip dari laman resminya, memberikan gelar untuk dokter spesialis Anestesiologi dan Terapi Intensif adalah Sp An-TI. Sp An-KAO untuk gelar Anestesi Obstretri dan Critical care, Sp An-KIC untuk Anestesi Intesive care, dan Sp An-KAKV untuk Anestesi Kardiovaskular dan Critical care.

    Dokter anestesi belakangan tengah ramai diperbincangkan pasca gaduh kasus pemerkosaan oleh seorang dokter residen dari Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran (Unpad) terhadap penunggu pasien di Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS) Bandung.

    Dokter residen atau Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) bekerja di rumah sakit untuk melanjutkan pendidikan dan pelatihan mereka di bidang kedokteran yang terspesialisasi. Seorang residen dapat bekerja seperti ini selama tiga hingga lima tahun, periode yang dikenal sebagai residensi.

    Dokter residen dapat bekerja di berbagai departemen rumah sakit seperti unit perawatan intensif, departemen gawat darurat, ruang operasi, dan bangsal pasien umum. Mereka juga bekerja di bidang perawatan rawat jalan. Residen penyakit dalam memiliki persyaratan rawat jalan di klinik perawatan primer dan subspesialisasi.

    Di rumah sakit, sebagian besar pekerjaan dan pendidikan residen terjadi selama kunjungan, saat sekelompok dokter dan profesional perawatan kesehatan lainnya mendatangi satu orang ke orang lain untuk memeriksa kondisi, perawatan, dan kemajuan pasien.

    Selain bekerja dengan pasien dan dokter lain, residen juga melanjutkan pendidikan mereka dengan menghadiri konferensi dan seminar formal.

    (suc/up)

  • Apa Itu Midazolam? Obat yang Dipakai Dokter PPDS Priguna Anugerah Pratama untuk Membius Korban

    Apa Itu Midazolam? Obat yang Dipakai Dokter PPDS Priguna Anugerah Pratama untuk Membius Korban

    Apa Itu Midazolam? Obat yang Dipakai Dokter PPDS Priguna Anugerah Pratama untuk Membius Korban

    TRIBUNJATENG.COM- Publik tengah digegerkan oleh sosok Priguna Anugerah Pratama (31) yang merupakan seorang residen anestesi Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Fakultas Kedokteran Universitas Padjajaran (FK Unpad).

    Diketahui pada 18 Maret 2025, Priguna Anugerah Pratama telah melakukan pemerkosaan terhadap seorang penunggu pasien di Rumah Sakit Hasan Saidkin Bandung.

    Diketahui korban merupakan seorang anak perempuan dari pasien yang tengah menjalani perawatan.

    Sementara itu, Priguna Anugerah Pratama merupakan dokter spesialis khusus anestesi yang tengah menjalani praktek.

    Kejadian ini bermula ketika Priguna Anugerah Pratama hendak membantu keluarga pasien untuk melakukan persiapan operasi.

    Sebelum menjalani operasi, tersangka menawarkan korban untuk melakukan pengambilan darah dan diarahkan ke gedung kosong yang berada di salah satu lantai RSHS Bandung.

    Korban yang telah tersadar setelah dibius, mengungkap merasakan sakit di area kemaluan dan langsung melakukan visum ke dokter spesialis.

    Berdasarkan pemeriksaan, ditemukan bekas sperma di kemaluan korban dan juga ditemukan ceceran sperma di ruangan tempat tersangka melakukan pengambilan darah.

    Priguna Anugerah Pratama yang bukan merupakan staf Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung tersebut telah dikembalikan ke Fakultasnya dan telah dikeluarkan.

    Sementara itu, terungkap bahwa Priguna Anugerah Pratama menggunakan obat jenis Midazolam untuk melancarkan aksi bejatnya itu.

    Lalu, apa itu Midazolam?

    Dilansir dari Alodokter, Midazolam merupakan obat penenang yang diberikan untuk pasien yang akan menjalani proses operasi.

    Midazolam sendiri bisa mengurangi rasa cemas dan bisa membuat pasien merasa rileks serta mengantuk.

    Midazolam sendiri masuk dalam golongan benzodiazepine, yang bekerja dengan meningkatkan aktifitas zat kimia alami GABA (gamma-aminobutyric acid) di sistem saraf pusat.

    Midazolam sendiri harus menggunakan resep dokter karena masuk ke dalam kategori D, dimana obat ini beresiko terhadap janin manusia meskipun tak sebanyak dampak positifnya.

    (*)

  • Dokter PPDS Anestesi Unpad Memperkosa Keluarga Pasien, Wamenkes: Izin Praktik Pelaku Dicabut!

    Dokter PPDS Anestesi Unpad Memperkosa Keluarga Pasien, Wamenkes: Izin Praktik Pelaku Dicabut!

    loading…

    Wamenkes Dante Saksono Harbuwono buka suara terkait kasus pemerkosaan yang dilakukan dokter PPDS Fakultas Kedokteran Unpad pada keluarga pasien di RSHS Bandung. Foto/Annastasya Ryzkia

    JAKARTA – Wakil Menteri Kesehatan (Wamenkes) Dante Saksono Harbuwono buka suara terkait kasus pemerkosaan yang dilakukan dokter Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran (Unpad) pada keluarga pasien.

    Pelaku berinisial PAP (31) melakukan pemerkosaan pada keluarga pasien dengan modus transfusi darah dan membius korban di Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHH) Bandung.

    Wamenkes Dante mengungkap rasa prihatin mengenai pelecehan seksual yang dilakukan dokter residen pada keluarga pasien.

    Ia menegaskan bahwa pelaku pemerkosaan telah diberhentikan dari kampus Unpad imbas kasus tersebut.

    “Kita prihatin pada kejadian itu, kami sudah melakukan koordinasi dengan rumah sakit dan lembaga pendidikan karena kan yang bersangkutan sedang melakukan pendidikan. Yang bersangkutan sudah dibekukan proses pendidikannya diberhentikan dan bekerjasama dengan Unpad tidak melakukan pelayanan medis,” jelas Dante saat ditemui di kawasan Kelapa Gading, Jakarta Utara, Kamis (10/4/2025).

    Dante menjelaskan pihak Kemenkes telah memberikan surat pada Konsil Kesehatan Indonesia untuk mencabut surat tanda registrasi dari pelaku pemerkosaan.

    Hal itu penting dilakukan untuk mencabut izin praktik pada pelaku.

  • Kata Dokter Tirta soal Dokter PPDS Unpad yang Rudapaksa Anak Pasien RSHS Bandung: Memalukan – Halaman all

    Kata Dokter Tirta soal Dokter PPDS Unpad yang Rudapaksa Anak Pasien RSHS Bandung: Memalukan – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Publik dikejutkan dengan kasus dugaan kekerasan seksual oleh dokter residen bernama Priguna Anugerah Pratama (31) terhadap wanita inisial FH (21), anak pasien Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS) Bandung, Jawa Barat (Jabar).

    Kasus dugaan rudapaksa ini pun turut disoroti dr. Tirta Mandira Hudhi atau akrab disapa Dokter Tirta.

    Melalui cuitannya di X (sebelumnya Twitter), Dokter Tirta menilai bahwa kejadian ini merupakan hal memalukan sepanjang sejarah.

    Pengusaha sekaligus dokter influencer itu juga menyebut kejadian ini bisa menghancurkan kepercayaan pasien kepada dokter anestesi di seluruh Indonesia.

    “Ini kisah paling memalukan sepanjang sejarah PPDS” tulis Dokter Tirta.

    “Hal ini bisa menghancurkan trust pasien ke dokter anestesi di seluruh Indonesia,” lanjutnya.

    Dokter Tirta juga mengaku bahwa ia mendukung korban dan keluarganya untuk mengungkap kasus tersebut.

    Bahkan, Dokter Tirta berharap agar pelaku dihukum seberat-beratnya.

    “Pelaku harus dihukum seberat-beratnya dan investigasi harus detail, apakah ada korban-korban lain atau tidak,” pungkasnya.

    Kronologi

    Kabid Humas Polda Jabar, Kombes Pol Hendra Rochmawan mengungkapkan bahwa modus Priguna yakni memanfaatkan kondisi kritis ayah korban dengan dalih akan melakukan pengecekan darah untuk transfusi darah.

    Sebagaimana diketahui, Priguna adalah mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran (FK Unpad) yang sedang menjalani Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) anestesi di RSHS Bandung.

    Peristiwa dugaan rudapaksa ini terjadi pada Selasa, 18 Maret 2025 sekitar pukul 01.00 WIB dinihari.

    Saat itu, Priguna yang memang sedang bertugas, meminta korban untuk diambil darahnya dan membawa korban dari ruang IGD RSHS Bandung ke Gedung MCHC lantai 7.

    Priguna bahkan meminta korban agar tidak ditemani adiknya.

    Setibanya di salah satu ruangan baru di lantai 7 Gedung MCHC yang menjadi tempat kejadian perkara (TKP) tersebut, tersangka diduga membius korban dengan menyuntiknya berkali-kali sebelum melancarkan aksi bejatnya.

    “Sesampainya di Gedung MCHC, tersangka meminta korban mengganti pakaian dengan baju operasi berwarna hijau dan memintanya melepas baju juga celananya. Lalu, pelaku memasukkan jarum ke bagian tangan kiri dan kanan korban sebanyak 15 kali,” kata Hendra, Rabu (9/4/2025), dilansir TribunJabar.id.

    Selanjutnya, Priguna menghubungkan jarum tersebut ke selang infus dan menyuntikkan cairan bening ke dalamnya.

    Selang beberapa menit, korban FH mulai merasakan pusing hingga akhirnya tidak sadarkan diri.

    Dalam kondisi itulah, korban diduga dirudapaksa oleh Priguna.

    “Setelah sadar, si korban diminta mengganti pakaiannya lagi. Lalu, setelah kembali ke ruang IGD, korban baru menyadari bahwa saat itu pukul 04.00 WIB. Korban pun menceritakan kepada ibunya bahwa pelaku mengambil darah sebanyak 15 kali percobaan dan menyuntikkan cairan bening yang membuat korban tak sadar. Ketika buang air kecil, korban merasakan perih di bagian tertentu,” jelas Hendra.

    Keluarga korban kemudian melaporkan kejadian ini ke polisi berdasarkan bukti berupa hasil visum hingga rekaman CCTV.

    Polisi akhirnya menangkap Priguna di apartemennya di Bandung, pada 23 Maret 2025.

    Kemudian pada 25 Maret 2025, Priguna ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan pelecehan seksual.

    Atas aksi bejatnya, tersangka dijerat dengan Pasal 6 C UU Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS), dengan ancaman hukuman maksimal 12 tahun penjara.

    “Pelaku dikenakan pasal 6 C UU no 12 tahun 2022 tentang tindak pidana kekerasan seksual dengan ancaman hukuman penjara maksimal 12 tahun,” sebut Hendra.

    Selain menangkap tersangka, Polda Jabar juga telah mengamankan sejumlah barang bukti dari tempat kejadian perkara (TKP), termasuk 2 buah infus full set, 2 buah sarung tangan, 7 buah suntikan, 12 buah jarum suntik, 1 buah kondom, dan beberapa obat-obatan.

    Sebagian artikel ini telah tayang di TribunJabar.id dengan judul KRONOLOGI Dokter Predator Cabuli Keluarga Pasien di RSHS Bandung, Diminta Ganti Baju Saat Cek Darah

    (Tribunnews.com/Nina Yuniar) (TribunJabar.id/Muhamad Nandri Prilatama)

  • Bertambah, Korban Pelecehan Dokter PPDS di RSHS Jadi 3 Orang

    Bertambah, Korban Pelecehan Dokter PPDS di RSHS Jadi 3 Orang

    JABAR EKSPRES – Fakta mengejutkan kembali didapat dari hasil penyelidikan polisi terkait kasus pelecehan dan pemerkosaan yang dilakukan dokter PPDS di Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS) Bandung.

    Jika sebelumnya hanya ada satu korban yang merupakan keluarga pasien, kini korban pelecehan seksual dari dokter bernama Priguna Anugrah Pratama atau PAP (31) ini bertambah 2 korban menjadi 3 orang.

    Dokter residen PPDS FK Unpad ini, ternyata juga melecehkan 2 orang yang tengah menjalani perawatan sebagai pasien di RSHS.

    Fakta ini diungkapkan oleh Direktur Direktorat Reserse Kriminal Umum (Dirreskrimum) Polda Jabar Kombes Pol Surawan.

    Dia menyebutkan bahwa waktu peristiwa pemerkosaan terhadap ketiga korban berbeda.

    Baca juga :  Tampang Dokter PPDS Pelaku Pelecehan di RSHS

    “Satu (korban) yang kami tangani (FH, keluarga pasien). Dua (korban) masih di rumah sakit, belum kami diperiksa,” jelasnya kepada wartawan saat konfrensi Pers di Mapolda Jabar, Rabu (9/4/2025)

    Lebih lanjut Kombes Surawan, menjelaskan, Tersangka PAP memakai modus operandi yang sama terhadap semua korbannya, yakni, dengan cara membiusnya, kemudian setelah korban tidak sadar, tersangka melakukan aksi bejatnya.

    “Infonya begitu (dua korban juga diperkosa),” ujar Kombes Surawan.

    Sementara itu, Kabid Humas Polda Jabar Kombes Pol Hendra Rochmawan mengimbau masyarakat yang merasa menjadi korban pemerkosaan dokter PAP segera melapor.

    “Ada kemungkinan (jumlah korban bertambah), tetapi kami menunggu dari korban berikutnya (untuk melapor). Kami membuka layanan laporan lainnya, kami terbuka,” kata Kabid Humas.

    Kronologi

    Peristiwa ini sudah terjadi pada 18 Maret 2025 lalu, namun mulai mencuat ke publik setelah akun Instagram @ppdsgramm mengungkapkan.

    Bahkan banyak yang sudah membagikan kronologinya dimedia sosial.

    “Jadi ada pasien bapa bapa dirawat di ICU, ditungguin sama anaknya (cewe). Pasien pre op, perlu darah, nah sama di pelaku di tawarin ke anak pasien, cross match nya sama saya aja biar cepet prosesnya,” tulis salah satu unggahan di X.

    Baca juga : HEBOH, Dokter Residen Anastesi Cabuli Penunggu Pasien di RSHS Bandung

    Prosedur crossmatch darah, merupakan prosedur penting sebelum transfusi darah untuk memastikan kecocokan antara darah donor dan penerima.

  • Tidak Wajar, Perilaku Seksual Menyimpang Priguna Anugerah Dokter Residen Unpad Diungkap Psikolog – Halaman all

    Tidak Wajar, Perilaku Seksual Menyimpang Priguna Anugerah Dokter Residen Unpad Diungkap Psikolog – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Psikolog mengungkap Priguna Anugerah Pratama (31), dokter residen peserta Program Pendidikan Dokter Sepsialis (PPDS) di Universitas Padjajaran (Unpad) yang merudapaksa anak pasien, memiliki perilaku seksual yang menyimpang dan tidak wajar.

    Keterangan psikolog tersebut diungkapkan oleh Dirkrimum Polda Jawa Barat, Kombes Pol Surawan, dalam wawancara yang tayang di kanal YouTube tvOneNews, Rabu (9/4/2025), seperti dikutip Tribunnews.

    Menurut Kombes Surawan, hingga saat ini Priguna Anugerah masih dalam masa konsultasi dengan psikolog.

    Berdasarkan hasil pemeriksaan, terungkap fakta, Priguna Anugerah memiliki kelainan seksual.

    “Pelaku memiliki kelainan seksual. Pelaku sendiri saat ini dalam masa konsultasi dengan psikolog terhadap perilaku seksualnya yang mungkin agak sedikit menyimpang,” ujar Surawan.

    “Psikolog sudah menyatakan bahwa pelaku memiliki kelainan perilaku seksual,” tuturnya.

    Priguna Anugerah sudah ditahan Polda Jabar sejak 23 Maret 2025.

    Dokter berusia 31 tahun tersebut menjadi tersangka setelah korban, yakni FA, melaporkan tindakan pemerkosaan yang dilakukan sang dokter residen pada 18 Maret 2025 lalu.

    Kepada penyidik, pelaku mengakui semua perbuatan bejatnya.

    Ia mengakui memang merudapaksa keluarga pasien di Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS) Bandung.

    “Pelaku sudah memberikan keterangan bahwa dia melakukan semua perbuatannya terhadap korban dengan melakukan pembiusan terhadap korban lalu rudapaksa terhadap korban,” ujar Kombes Pol Surawan.

    Sementara itu, terkait gelagat tak wajar Priguna selama mendekam di tahanan, seorang dokter gigi bernama Mirza sempat membongkar cerita mengejutkan.

    Dari informasi yang ia terima, Mirza mengungkap kelakuan Priguna saat ditangkap polisi atas kasus pemerkosaan.

    Kabarnya, Priguna sempat nyaris mengakhiri hidupnya hingga melakukan hal nekat selama di bui.

    “Pada saat penyidikan pelaku ini sudah melakukan percobaan (mengakhiri hidup) dengan memasukkan obat-obatan bius,” kata seorang informan kepada drg Mirza di akun Instagram, dikutip dari TribunnewsBogor.com.

    “Ketika ditangkap oleh Polda pun masih dalam pengaruh obat-obatan dan di sel tahanan sekarang hanya tidur karena badannya lemas,” imbuhnya.

    Ketika dihadirkan dalam jumpa pers di Polda Jabar, Priguna tampak lesu dan terus menunduk di depan awak media.

    Tak sepatah katapun diucap Priguna terlebih saat dicecar wartawan.

    Kronologi Priguna rudapaksa anak pasien

    Priguna Anugerah diduga melakukan tindakan pemerkosaan terhadap keluarga pasien yang sedang menjaga ayahnya di RSHS Bandung.

    Modus Priguna Anugerah adalah memberikan obat bius yang membuat korban tidak sadarkan diri dengan dalih cek darah.

    Pelaku memanfaatkan kondisi kritis ayah korban dengan dalih akan melakukan transfusi darah.

    “Pelaku ini mau mentransfusi darah bapak korban karena kondisinya kritis, dan si pelaku meminta anaknya saja untuk melakukan transfusi,” ujar Kombes Pol Surawan, Rabu (9/4/2025).

    Memanfaatkan ketidaktahuan korban, pelaku memberikan obat berupa midazolam hingga korban tidak sadarkan diri.

    Obat tersebut diberikan dengan cara disuntikkan.

    Pelaku menghubungkan jarum itu ke selang infus dan pelaku menyuntikkan cairan bening ke selang infus tersebut. 

    Beberapa menit kemudian, setelah mendapat suntikan obat dari Priguna, korban merasakan pusing. 

    Setelah diberikan obat itu atau 4 – 5 jam, korban sadar dan merasakan sakit pada area organ intim.

    “Tersangka ini meminta korban FH untuk diambil darah dan membawa korban dari ruang IGD ke Gedung MCHC lantai 7 RSHS. Korban sempat merasakan pusing dari cairan yang disuntikkan pelaku, dan selepas siuman korban merasakan sakit pada bagian tertentu,” kata Kabid Humas Polda Jabar, Kombes Hendra Rochmawan, dalam konferensi pers di Polda Jabar, Jalan Soekarno Hatta, Bandung, Rabu.

    Kronologis atau detik-detik menjelang Priguna pelaku perdaya korban terungkap.

    Pelaku meminta korban tidak ditemani adiknya.

    “Sesampainya di Gedung MCHC, tersangka meminta korban mengganti pakaian dengan baju operasi berwarna hijau dan memintanya melepas baju juga celananya. Lalu, pelaku memasukkan jarum ke bagian tangan kiri dan kanan korban sebanyak 15 kali,” kata Hendra.

    Ketika korban baru sadar, pelaku meminta mengganti pakaian operasi dengan pakaiannya sendiri. 

    “Setelah sadar, si korban diminta mengganti pakaiannya lagi. Lalu, setelah kembali ke ruang IGD, korban baru sadar bahwa saat itu pukul 04.00 WIB,” ujar Hendra. 

    Hendra menyampaikan bahwa korban setelah sadar langsung bercerita pada ibunya bahwa ia diambil darah hingga 15 kali. 

    “Korban pun bercerita ke ibunya bahwa pelaku mengambil darah dengan 15 kali percobaan dan memasukkan cairan bening ke dalam selang infus yang membuat korban tak sadar, serta ketika buang air kecil, korban merasakan perih di bagian tertentu,” tutur dia.

    Pihaknya, menurut Hendra juga sudah minta keterangan dari para saksi.

    “Nanti akan meminta keterangan ahli untuk mendukung proses penyidikan ini,” kata dia.

    Setelah kasus dugaan pemerkosaan ini mencuat ke publik, nama Priguna Anugerah pun langsung menjadi perbincangan.

    Priguna Anugerah adalah mahasiswa PPDS dari Fakultas Keokteran Universitas Padjajaan (Unpad).

    Ia merupakan peserta residen program spesial anestasi di RSHS Bandung.

    Berdasarkan Kartu Tanda Penduduk (KTP), Priguna Anugerah beralamat di Kota Pontiana dan tinggal di Kota Bandung.

    Sebagian artikel ini telah tayang di TribunnewsBogor.com dengan judul TERNYATA Dokter PPDS yang Perkosa Anak Pasien Idap Kelainan Seksual, Nekat Lakukan Ini Saat di Bui dan di TribunJabar.id dengan judul Sosok Priguna Anugerah Dokter PPDS Unpad Cabuli Keluarga Pasien di RSHS, Bawa Korban ke Lantai 7

    (Tribunnews.com/Rakli/Anita K Wardhani) (TribunnewsBogor.com/Khairunnisa) (TribunJabar.id/Salma Dinda Regina)