Tempat Fasum: Rumah Sakit Hasan Sadikin

  • Ada Dugaan Penyalahgunaan Obat Anestesi dalam Kasus Priguna, BPOM Datangi RSHS Bandung – Halaman all

    Ada Dugaan Penyalahgunaan Obat Anestesi dalam Kasus Priguna, BPOM Datangi RSHS Bandung – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA — Untuk merespons adanya dugaan penyalahgunaan obat anestesi dalam kasus dokter Priguna Anugerah Pratama (31), BPOM RI meninjau Instalasi Farmasi Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Hasan Sadikin Bandung (RSHS) pada Kamis (17/4/2025).

    Priguna adalah dokter Program Pendidikan Spesialis Dokter (PPDS) Universitas Padjadjaran yang tersandung kasus pemerkosaan terhadap anak pasien.

    Kepala BPOM Taruna Ikrar mengatakan inspeksi ini dilakukan untuk memastikan sistem pengelolaan obat di rumah sakit pendidikan berjalan sesuai regulasi.

    Obat keras seperti obat anestesi atau yang lebih dikenal dengan obat bius harus diawasi pengelolaannya secara ketat.

    “Kami ingin memastikan bahwa pengelolaan obat di Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung telah sesuai dengan standar keamanan dan tata kelola yang ketat. Ini penting demi keselamatan pasien dan integritas profesi medis,” tegas Taruna Ikrar.

    Pengelolaan obat di rumah sakit dilakukan sesuai dengan Peraturan BPOM Nomor 24 Tahun 2021 tentang Pengawasan Pengelolaan Obat, Bahan Obat, Narkotika, Psikotropika dan Prekursor Farmasi di Fasilitas Pelayanan Kefarmasian dan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 72 Tahun 2016 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit.

    Tim BPOM melakukan pemeriksaan menyeluruh terhadap pengelolaan obat yang meliputi sistem pengadaan, penerimaan, penyimpanan, penyerahan, pengembalian, pemusnahan, dan pelaporan obat di Instalasi Farmasi RSHS.

    Lebih lanjut, Taruna Ikrar menyatakan BPOM akan terus meningkatkan sinergi dengan rumah sakit pendidikan, institusi kesehatan, dan perguruan tinggi untuk memperkuat pengawasan serta edukasi dalam penggunaan obat.

    Instalasi Farmasi Rumah Sakit (IFRS) memegang peran super penting dalam memastikan obat yang diterima dan dikonsumsi oleh pasien di rumah sakit. 

    Pihaknya berkomitmen untuk menjaga kualitas dan keamanan obat di semua lini pelayanan kesehatan.

    “BPOM juga siap mendampingi rumah sakit dalam berbagai penerapan aspek regulasi, fasilitasi, bimbingan teknis, hingga pemanfaatan teknologi informasi dalam pengelolaan obat,” ujar Taruna.

  • Kepala BPOM Sidak Instalasi Farmasi RSHS Buntut Kasus Pelecehan PPDS Anestesi

    Kepala BPOM Sidak Instalasi Farmasi RSHS Buntut Kasus Pelecehan PPDS Anestesi

    Jakarta

    Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia (BPOM) RI Prof Dr Taruna Ikrar, melakukan inspeksi mendadak (sidak) ke Instalasi Farmasi Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung (RSHS) buntut kasus dugaan penyalahgunaan obat anestesi oleh dokter residen anestesi.

    “Kami ingin memastikan bahwa pengelolaan obat di Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung telah sesuai dengan standar keamanan dan tata kelola yang ketat. Ini penting demi keselamatan pasien dan integritas profesi medis,” tegas Ikrar di sela kunjungannya, dikutip dari keterangan pers, Jumat (18/4/2025).

    Dalam sidak tersebut, Tim BPOM melakukan pemeriksaan menyeluruh terhadap sistem pencatatan, distribusi, dan penyimpanan obat di Instalasi Farmasi RSHS. Kepala BPOM juga berdiskusi langsung dengan manajemen rumah sakit dan jajaran farmasi untuk memberikan arahan dan memperkuat koordinasi pengawasan.

    Lebih lanjut, Ikrar menyatakan bahwa BPOM akan terus meningkatkan sinergi dengan rumah sakit pendidikan, institusi kesehatan, dan perguruan tinggi untuk memperkuat pengawasan serta edukasi dalam penggunaan obat.

    “Langkah tegas akan diambil jika ditemukan pelanggaran. Kami tidak ingin ada celah sedikit pun dalam pengawasan obat-obatan, apalagi yang menyangkut keselamatan nyawa pasien,” pungkasnya.

    (kna/up)

  • 4 Aksi Bejat Dokter Pelaku Pelecehan Seksual Terungkap di Awal Tahun 2025, Terbaru Dokter PPDS UI – Halaman all

    4 Aksi Bejat Dokter Pelaku Pelecehan Seksual Terungkap di Awal Tahun 2025, Terbaru Dokter PPDS UI – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Dalam kurun waktu dua bulan, yakni Maret hingga April 2025 ini, sudah ada tiga kasus pelecehan seksual yang dilakukan oleh seorang dokter.

    Aksi bejat para dokter tersebut dilakukan di tempat yang semestinya aman bagi para pasien untuk mendapatkan penyembuhan.

    Kasus pelecehan seksual yang dilakukan oleh para dokter itu terungkap di media sosial.

    Berikut telah dirangkum Tribunnews empat kasus pelecehan yang dilakukan oleh tiga dokter di awal tahun 2025 ini.

    1. Dokter Anestesi Priguna Anugerah Pratama

    Pertama adalah kasus dokter residen yang melakukan kekerasan seksual terhadap anak pasien di Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS) Bandung, pada 18 Maret 2025 lalu.

    Dokter tersebut diketahui bernama Priguna Anugerah Pratama (PAP), seorang mahasiswa Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Jurusan Anestesi Universitas Padjadjaran (Unpad).

    Adapun, korban yang menjadi korban rudapaksa pelaku tersebut diketahui berinisial FH (21).

    Dokter residen itu melakukan aksi bejatnya di salah satu ruangan lantai 7 gedung RSHS atau di ruangan baru.

    Saat itu, korban diketahui tengah menjaga ayahnya yang dirawat dan membutuhkan transfusi darah.

    Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Jabar, Kombes Surawan menegaskan, korban ini tak tahu tujuan dari pelaku namun dibawa ke ruangan yang baru di RSHS.

    Pelaku kemudian mendekati korban dengan dalih melakukan pemeriksaan crossmatch, yakni kecocokan golongan darah untuk keperluan transfusi.

    Dokter residen itu kemudian menyuntikkan cairan yang diduga mengandung obat bius jenis Midazolam hingga korban tidak sadarkan diri.

    Pelaku ini memanfaatkan kondisi kritis ayah korban dengan dalih akan melakukan transfusi darah.

    “Korban berusia 21 tahun sedangkan pelaku 31 tahun. Awal kejadian pukul 17.00 WIB.”

    “Pelaku ini mau mentransfusi darah bapak korban karena kondisinya kritis, dan si pelaku meminta anaknya saja untuk melakukan transfusi,” ujarnya, Rabu (9/4/2025).

    Korban pun siuman beberapa jam kemudian dan mengaku merasa nyeri tidak hanya di bagian tangan bekas infus, tetapi juga di area kemaluan.

    Karena hal tersebut, korban pun langsung menjalani visum dan hasilnya menunjukkan adanya cairan sperma di kemaluannya.

    Berdasarkan hasil visum, kata Surawan, ditemukan sperma untuk diuji DNA dari alat vital korban serta alat kontrasepsi.

    Surawan pun mengatakan kondisi korban saat ini membaik meski sedikit trauma.

    Kasus ini pertama kali terungkap ke publik setelah diunggah akun Instagram @ppdsgram pada Selasa (8/4/2025) malam.

    Selain FH, diketahui ada dua orang lainnya yang menjadi korban rudapaksa Priguna, mereka merupakan pasien RSHS.

    Priguna menggunakan modus yang sama saat akan merudapaksa kedua korban tersebut.

    Atas perbuatannya itu, Priguna Anugerah Pratama dijerat dengan Pasal 6 C UU Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual. 

    Dokter residen tersebut terancam hukuman penjara maksimal 12 tahun.

    Kemudian, karena perbuatannya itu berulang, polisi juga menerapkan Pasal 64 KUHP dengan hukuman 17 tahun penjara.

    Tak hanya itu saja, Surat Izin Praktik (SIP) milik Priguna dicabut pihak Konsil Kesehatan Indonesia (KKI) dan Surat Tanda Registrasi (STR) sebagai dokter juga turut dinonaktifkan.

    Untuk informasi, Priguna kini telah ditetapkan sebagai tersangka atas kasus rudapaksa tersebut dan terbukti memiliki kelainan seksual.

    2. Dokter Kandungan Muhammad Syafril Firdaus

    DOKTER KANDUNGAN GARUT – Sosok dokter kandungan di Garut yang viral di media sosial karena diduga melecehkan ibu hamil jadi sorotan. Beredar CCTV saat dokter tersebut diduga melecehkan pasien ketika USG kehamilan. Berikut telah dirangkum empat kasus pelecehan yang dilakukan oleh tiga dokter di awal tahun 2025 ini, dari dokter anestesi hingga spesialis kandungan. (ist/Instagram drg Mirza)

    Belum selesai kasus dokter anestesi PPDS itu, publik dihebohkan kembali dengan kasus pelecehan seksual dokter kandungan di Garut, Jawa Barat.

    Kasus tersebut viral di media sosial dan dokter itu diketahui bernama Muhammad Syafril Firdaus.

    Aksi dokter spesialis kandungan itu terekam CCTV, dia diduga melakukan hal tak senonoh terhadap pasiennya saat pemeriksaan USG.’

    Dalam rekaman video, dokter kandungan itu sedang mengecek kondisi kandungan pasien menggunakan alat USG di bagian perut.

    Tetapi, alat USG itu terus beralih ke bagian atas perut dan tangan kiri dokter itu memegang bagian atas perut korban, sampai diduga memegang bagian sensitif pasien tersebut.

    Adapun, rekaman video viral itu diunggah oleh drg. Mirza Mangku Anom, seorang Dokter Spesialis Konservasi Gigi.

    “Ini semua bukti aku punya lengkap lho, rekaman CCTV versi lengkap aku juga punya dan aku selalu kesel ngeliat yang begini-begini,” tulis dokter Mirza dalam unggahannya di Instagram.

    Namun, dari pihak Dinkes menyatakan bahwa kasus itu sudah terjadi pada 2024 lalu di klinik yang beralamat di Jalan Ahmad Yani, Kelurahan Pakuwon.

    Kepala Dinas Kesehatan Garut, Leli Yuliani mengatakan, dulu memang sempat ada laporan ke dinkes mengenai hal tersebut.

    Namun, katanya, kasus itu sudah diselesaikan secara kekeluargaan.

    Leli mengakui, pihaknya memang belum sempat melakukan pemeriksaan secara mental dan psikologis terhadap pasien itu.

    Pasalnya, pasien atau korban saat ini sudah tidak berada di Garut.

    Leli juga mengatakan bahwa terduga pelaku juga sudah tidak lagi praktik di klinik tersebut, dilihat dari sistem informasi sumber daya manusia dinas kesehatan.

    “(Sekarang) yang bersangkutan sudah tidak ada izin praktek satu pun di wilayah Kabupaten Garut,” ujar Leli kepada awak media melalui keterangan resminya, Selasa (15/4/2025), dikutip dari TribunJabar.id.

    Leli kemudian menegaskan bahwa terduga pelaku bukan aparatur sipil negara (ASN).

    Berdasarkan dari riwayat praktiknya, terduga pelaku pernah bekerja di beberapa fasilitas kesehatan.

    Di antaranya adalah Rumah Sakit Malangbong hingga beberapa klinik dan rumah sakit di Garut.

    Selain itu, dokter kandungan tersebut juga diketahui bukan orang asli Garut.

    “Yang bersangkutan juga bukan orang sini (Garut),” ungkap Leli.

    Sementara itu, Polres Garut mengetahui kejadian viral tersebut pada Senin (14/4/2025) malam. 

    “Kami telah menangani kasus ini dan masih dalam penyelidikan. Kami dapatkan infonya sejak Senin malam,” ujar Kepala Satuan Reserse Kriminal Polres Garut Ajun Komisaris, Joko Prihatin, Selasa (15/4/2025). 

    Tim gabungan dari Polda Jabar dan Polres Garut kemudian memeriksa tempat praktik dokter yang diduga menjadi pelaku pelecehan seksual itu.

    Kin, pelaku diketahui sudah diamankan. 

    “Jadi perlu saya informasikan bahwasanya untuk update terkini dari peristiwa di Garut, untuk dokter pelaku sudah diamankan,” ujarnya seperti dikutip dari Catatan Demokrasi yang tayang di TV One, Selasa.

    Kabid Humas Polda Jawa Barat Kombes Pol.Hendra Rochmawan mengatakan sang dokter dijerat dengan Pasal 6 B dan C dan atau Pasal Pasal 15 Ayat 1 Huruf B UU RI Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual.

    “Dengan ancaman hukumannya 12 tahun penjara dan denda Rp 300 juta,” ujarnya kepada wartawan saat jumpa pers kasus tersebut di Mapolres Garut, Kamis (17/4/2025), dikutip dari TribunPriangan.com.

    Hukuman itu bisa menjadi lebih berat jika semakin banyak korban yang bersedia melapor secara resmi. 

    Menurut Hendra, laporan formil dari para korban sangat dibutuhkan agar pihaknya dapat menjerat sang dengan hukuman yang maksimal.

    “Maka kami membuka layanan aduan, keamanan dan identitas pelapor akan kami jamin rahasianya,” ungkapnya.

    Kapolres Garut AKBP Fajar M Gemilang mengatakan bahwa hingga saat ini baru ada satu korban yang resmi melapor.

    Korban merupakan seorang wanita berusia 24 tahun berinisial AED 

    3. Dokter Persada Hospital Malang Berinisial AY

    Setelah dua kasus dokter di Bandung dan Garut tersebut, muncul lagi kasus pelecehan seksual yang dilakukan oleh dokter di Kota Malang, Jawa Timur.

    Adapun, informasi terkait kejadian itu diposting langsung oleh terduga korban yang merupakan seorang perempuan asal Bandung, Jawa Barat berinisial QAR (31).

    QAR menyatakan kejadian yang dialaminya itu terjadi dua tahun yang lalu atau tepatnya di bulan September 2022.

    “Pada bulan September itu, saya berangkat sendirian ke Malang buat liburan. Tetapi karena saya ini orangnya ringkih, akhirnya saya mengalami sakit,” jelasnya saat dikonfirmasi lewat telepon pada Rabu (16/4/2025), dikutip dari SuryaMalang.com.

    Setelah itu, QAR mencari informasi secara online tentang rumah sakit terbaik di Malang dan diarahkan ke salah satu rumah sakit swasta yang ada di Kecamatan Blimbing Kota Malang.

    “Lalu di tanggal 26 September 2022 sekira jam 01.00 WIB dini hari, saya menuju ke Persada Hospital dan masuk lewat Instalasi Gawat Darurat (IGD). Lalu, disitu saya ketemu dengan dokter berinisial AY dan diperiksa terus sempat diinfus,” terangnya.

    Dalam pemeriksaan itu, pasien QAR didiagnosa mengalami sinusitis dan vertigo berat serta harus dilakukan pemeriksaan rontgen, tapi hasilnya tidak langsung keluar.

    AY pun mengarahkan QAR ke bagian meja perawat dan diminta untuk memberikan nomor kontak WhatsApp, kemudian diperbolehkan meninggalkan rumah sakit.

    “AY ini bilang untuk menyerahkan nomor kontak WhatsApp (WA) ke meja suster. Alasannya, hasil rontgen akan dikirim oleh pihak rumah sakit ke nomor WA saya,” jelasnya.

    Namun, ternyata kondisinya tak membaik, dan di hari yang sama pada malam harinya, QAR kembali lagi ke rumah sakit tersebut lalu untuk diobservasi, kemudian dipindahkan ke ruangan kamar VIP.

    Lalu, pada keesokan harinya atau di tanggal 27 September 2022, hasil rontgennya telah keluar.

    Namun, QAR dibuat terkejut karena yang memberitahu lewat WhatsApp tentang hasil rontgen itu bukanlah nomor rumah sakit, melainkan nomor dari dokter AY tersebut.

    Awalnya, QAR berpikiran positif karena hanya sekedar mengabarkan hasil rontgen, tapi ternyata dokter AY justru semakin intens melakukan chat dan mengarah ke hal pribadi.

    “Di dalam chatnya, AY tanya kabar saya lalu tanya sudah tidur kah sambil juga menawarkan kopi. Tetapi chat itu tidak saya balas, karena saya merasa dokter kok seperti ini,” ucapnya.

    Ketika menjalani rawat inap tersebut, tiba-tiba dokter AY melakukan kunjungan ke kamar sambil membawa stetoskop.

    Padahal di saat itu, QAR sedang dijenguk oleh temannya, lalu temannya itu berpamitan pulang.

    Di saat itulah, gelagat aneh itu mulai terlihat, diawali ketika dokter AY menutup seluruh gorden kamar inap lalu menyuruh QAR membuka baju rawat inapnya.

    “Alasannya mau diperiksa dan meski sudah tidak nyaman, tapi masih menuruti. Setelah itu, AY menyuruh saya buka bra,”

    “Dari situ saya mulai berpikir, kok jadi seperti ini dan hal itu membuat saya bingung sekaligus ketakutan. Akhirnya, saya menuruti dan membuka bra,” bebernya.

    Selanjutnya, ia melakukan pemeriksaan dengan cara menempelkan stetoskop ke bagian dada kiri dan kanan sekaligus terus menyenggol bagian payudara dari QAR.

    Lalu tidak lama kemudian, si AY mengeluarkan handphone-nya.

    “Saya bilang, ngapain dok kok mengeluarkan HP. Si AY menjawab mau balas WA teman, jadi posisinya tangan kanan masih pegang stetoskop menempel di dada kanan saya dan tangan satunya memegang HP,”

    “Tetapi, posisi HP nya itu berada tepat mengarah ke dada saya. Langsung saya tarik baju ke atas dan menutup bagian dada, dan saya bilang ke AY mau tidur istirahat,” bebernya.

    Setelah itu, AY menghentikan perbuatannya dan langsung keluar kamar.

    Kemudian, keesokan harinya, QAR diperbolehkan pulang karena kondisi yang sudah membaik.

    Atas kejadian tersebut, QAR pun membuat laporan ke Polresta Malang Kota pada Jumat (18/4/2025).

    “Pada hari ini, kami bersama korban akan membuat laporan di Polresta Malang Kota,” jelas Kuasa hukum QAR, Satria Marwan, dikutip dari SuryaMalang.com.

    Untuk diketahui, QAR bukanlah warga Malang, ia menyempatkan diri datang ke Malang dari Jawa Barat untuk membuat laporan polisi tersebut.

    Sementara itu, Satreskrim Polresta Malang Kota menyatakan siap menerima laporan dari QAR.

    Kasat Reskrim Polresta Malang Kota, Kompol Muhammad Soleh mengatakan, setelah laporan diterima, akan segera dilakukan proses ke tahap penyelidikan.

    “Silahkan, segera melapor ke kami. Kami siap menerima laporannya dan selanjutnya kami proses ke tahap penyelidikan,” pungkasnya.

    Hingga saat ini, diketahui bahwa pihak Persada Hospital Malang masih melakukan penyelidikan internal untuk mendalami kejadian dugaan pelecehan seksual tersebut.

    Sebagai langkah awal, pihak manajemen rumah sakit pun telah mengambil sikap tegas. Yaitu menonaktifkan dokter AY selama proses persidangan etik dan disiplin yang dijalaninya.

    4. Dokter PPDS UI Berinisial 

    Terbaru, ada kasus pelecehan seksual yang dilakukan oleh dokter Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Universitas Indonesia (UI) inisial MAES (39).

    MAES diduga melakukan pelecehan seksual terhadap mahasiswi Praktik Kerja Lapangan (PKL), inisial SSS, pada Selasa (15/4/2025).

    Kapolres Metro Jakarta Pusat, Kombes Pol Susatyo Purnomo Condro membenarkan pihaknya menerima laporan korban terkait kasus tersebut. 

    Menurutnya, status kasus masih dalam proses penyelidikan untuk menentukan ada atau tidaknya unsur pidana.

    “Saat ini dalam penyelidikan, empat saksi sudah diperiksa,” kata Susatyo saat dikonfirmasi, Jumat (18/4/2025).

    Namun, Susatyo belum mengungkapkan saksi-saksi yang telah diperiksa. 

    Dari informasi yang beredar, pelaku diam-diam merekam seorang mahasiswi yang sedang mandi di sebuah indekos di Gg. Pancing No. 5 Kel. Rawasari, Kec. Cempaka Putih Jakarta Pusat, pada Selasa (15/4/2025).

    Saat itu, korban melihat ada tangan yang memegang ponsel dari arah ventilasi kamar mandi.

    Sebelum berteriak, mahasiswi itu sempat memegang tangan pelaku yang sedang mengabadikan momen di kamar mandi itu, hingga membuat situasi di kamar kos mendadak geger. 

    Atas kejadian tersebut, korban bersama pihak indekos melaporkannya ke pihak berwajib. 

    Sekarang ini, pelaku diketahui sudah ditetapkan sebagai tersangka.

    Kasat Reskrim Polres Metro Jakarta Pusat, AKBP Muhammad Firdaus mengatakan, kini MAES telah ditahan di Polres Metro Jakarta Pusat.

    “Penyidik sudah melakukan penahanan terhadap tersangka,” katanya, Jumat.

    Firdaus mengungkapkan, akibat kejadian tersebut, korban mengalami trauma.

    “Terlapor dengan sengaja merekam pelapor yang sedang mandi dengan menggunakan handphone milik pribadi sehingga pelapor merasa dirugikan dan trauma,” tuturnya.

    Sementara itu, Kapolres Metro Jakarta Pusat, Kombes Susatyo Purnomo Condro mengatakan bahwa MAES dijerat dengan pasal tentang pornografi.

    MAES pun terancam hukuman 12 tahun penjara akibat perbuatannya tersebut.

    Susatyo juga mengatakan tersangka sudah ditahan sejak Kamis (17/4/2025) kemarin.

    “Ditahan mulai tanggal 17 April 2025. Terhadap tersangka diterapkan Pasal 29 jo. Pasal 4 ayat (1) dan Pasal 35 juncto Pasal 9 UU RI Nomor 44 tahun 2008 ttg Pornografi ancaman pidana penjara paling lama 12 tahun,” katanya, dikutip dari Kompas.com.

    Terkait dengan kasus ini, Susatyo mengungkapkan, pihaknya akan merilis lebih lengkap terkait kasus ini pada Senin (21/4/2025) pekan depan.

    “Lebih jelasnya, Senin akan dirilis ya,” tuturnya.

    Sebagian artikel ini telah tayang di SuryaMalang.com dengan judul Viral Dokter Rumah Sakit Swasta di Malang Diduga Lakukan Tindakan Cabul ke Pasien

    (Tribunnews.com/Rifqah/Endra/Yohanes Listyo) (TribunJabar.id/Muhamad Nandri) (SuryaMalang.com/Kukuh Kurniawan) (TribunPriangan.com/Sidqi Al Ghifari) (Kompas.com)

  • Ramai Kasus Pelecehan, Komisi III DPR Minta Korban Jangan Malu Melapor, Polisi Harus Cepat Respons

    Ramai Kasus Pelecehan, Komisi III DPR Minta Korban Jangan Malu Melapor, Polisi Harus Cepat Respons

    JAKARTA – Anggota Komisi III DPR RI, Gilang Dhielafararez menyoroti maraknya kasus kekerasan seksual belakangan ini, termasuk dugaan pelecehan oleh seorang dokter kandungan di Garut, Jawa Barat. Ia pun mengimbau setiap korban kekerasan seksual untuk melapor dan mendorong Polisi untuk cepat merespons.

    Gilang mengatakan, peristiwa pencabulan di layanan kesehatan sungguh sangat mencederai rasa aman rakyat. Menurutnya, kasus pelecehan yang lagi-lagi melibatkan oknum dokter itu bukan sekadar kasus kriminal, namun insiden ini juga menjadi bukti lemahnya sistem perlindungan bagi masyarakat.

    “Tempat yang seharusnya memberikan pelayanan kesehatan, malah justru menjadi tempat perlakuan tidak nyaman kepada pasien. Bagaimana rakyat bisa merasa sejahtera jika mereka tidak merasa aman di tempat yang harusnya memberikan kesembuhan,” ujar Gilang Dhielafararez, Kamis, 17 April.

    “Dan kita harapkan pengusutan kasus ini dapat berjalan secara profesional dan transparan. Apabila yang bersangkutan terbukti bersalah, harus diberikan sanksi pidana yang setimpal,” sambungnya.

    Gilang menegaskan, negara harus hadir secara tegas dalam menjamin ruang-ruang publik bebas dari kekerasan. Terutama kepada perempuan dan anak sebagai kelompok yang paling sering menjadi korban kekerasan seksual.

    “Ketika rakyat yang datang untuk berobat justru menjadi korban pelecehan, itu adalah pengkhianatan terhadap mandat pelayanan publik. Pemerintah harus introspeksi, bagaimana mungkin pelaku bisa berpraktik sekian lama tanpa ada pengawasan atau pengaduan yang ditindaklanjuti?,” kata Gilang.

    Anggota komisi yang membidangi hukum itu juga menyoroti perlunya evaluasi sistem pengawasan dan sanksi terhadap tenaga medis yang melanggar etika dan hukum. Gilang mendorong Kementerian Kesehatan untuk segera membentuk mekanisme aduan cepat dan responsif agar masyarakat tidak takut melapor.

    “Saya khawatir ini bukan kasus tunggal. Tapi kalau negara tidak hadir memberikan perlindungan dan pendampingan pada korban, akan makin banyak pelaku yang bebas berkeliaran, dan makin banyak rakyat yang kehilangan kepercayaan pada sistem,” kata Legislator PDIP dari Dapil Jawa Tengah II itu.

    Gilang juga mendorong semua pihak untuk tidak hanya mengecam, tapi melakukan pembenahan menyeluruh terhadap sistem layanan kesehatan yang masih rawan disalahgunakan oleh oknum tidak bertanggung jawab.

    “Negara tidak boleh kalah oleh pelaku-pelaku yang mencederai kepercayaan rakyat. Kesejahteraan itu dimulai dari rasa aman dan bermartabat. Itu yang harus kita jaga bersama,” tegas Gilang.

    Lebih lanjut, Gilang mengajak masyarakat agar selalu mengawal kasus-kasus kekerasan seksual yang semakin menjadi. Menurutnya, hal ini perlu agar kasus-kasus lama tidak terlupakan dan bisa diusut tuntas oleh aparat.

    Misalnya kasus pencabulan anak di bawah umur yang dilakukan mantan Kapolres Ngada AKBP Fajar Widyadharma Lukman, lalu pelecehan sejumlah mahasiswa oleh guru besar Fakultas Farmasi UGM.

    Kemudian pemerkosaan yang dilakukan dokter peserta Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Universitas Padjadjaran terhadap keluarga pasien di Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung, hingga dugaan pelecehan yang dilakukan dokter kandungan di Garut dan pelecehan oknum guru kepada belasan siswi SD di Depok.

    Kasus kekerasan seksual juga banyak terjadi di layanan fasilitas umum seperti di fasilitas kesehatan dan yang terbaru adalah pelecehan di fasilitas transportasi massal yang menimpa penumpang KRL. Gilang menyatakan, tidak boleh ada toleransi sedikitpun untuk tindak kekerasan seksual.

    “Dan saya mengajak masyarakat untuk mengawal setiap kasus kekerasan seksual hingga tuntas agar tidak terlupakan begitu ada kasus yang baru. Kita harus tetap mengawal bersama sampai korban mendapatkan keadilan,” kata Gilang.

    “Termasuk dalam kasus mantan Kapolres Ngada, penegak hukum berkewajiban untuk terus meng-update sampai mana kemajuan kasusnya. Ini berlaku untuk semua kasus kejahatan seksual,” tambah Anggota BKSAP DPR itu.

    Gilang pun mendorong agar para korban kekerasan seksual untuk segera melaporkan kejadian yang dialaminya kepada aparat penegak hukum.

    “Jika ada yang menjadi korban pelecehan, jangan malu dan takut untuk melapor. Komnas perempuan juga harus bisa memfasilitasi para korban, karena kebanyakan korban malu untuk melapor apa yang dialaminya,” ucapnya.

    “Kalau perlu polisi jemput bola. Polisi juga harus cepat merespons aduan korban pelecehan, jangan bertele-tele apalagi sampai menormalisasi kekerasan seksual dan justru malah menyalahkan atau menyudutkan korban. Karena ini yang sering terjadi dan membuat korban kekerasan seksual enggan melapor,” lanjut Gilang.

    Sejalan dengan itu, Gilang menyoroti masih belum optimalnya implementasi Undang-Undang No 12 tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS). Hal ini lantaran belum semua aturan turunan UU TPKS diterbitkan Pemerintah.

    “Padahal dalam amanat UU tersebut, aturan turunan UU TPKS harus terbit semua dua tahun sejak UU diundangkan, yang artinya adalah semua aturan turunan UU TPKS harus sudah ada maksimal tahun 2024 agar dapat diimplementasikan dengan efektif,” kata Gilang.

    Untuk diketahui, hingga kini baru 4 dari 7 peraturan pelaksana dari UU TPKS yang ditetapkan pemerintah. Masih tersisa 3 aturan yang belum disahkan yakni Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) Dana Bantuan Korban TPKS; RPP Pencegahan, Penanganan, Pelindungan, dan Pemulihan Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RPP 4PTPKS); dan Rancangan Perpres (RPerpres) Kebijakan Nasional Pemberantasan TPKS.

    Menurut Gilang, belum terbitnya semua peraturan turunan tersebut menjadi hambatan dalam implementasi UU TPKS di lapangan.

    “Peraturan turunan sangat penting karena menjadi pedoman teknis dalam pelaksanaan UU, termasuk pada UU TPKS. Kita harap pemerintah segera merampungkan penyusunan aturan turunan UU TPKS yang belum diterbitkan,” katanya.

    Gilang juga mendukung adanya Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) di setiap wilayah guna memberikan pendampingan kepada korban kekerasan seksual. Unit ini dapat dibentuk bila sudah ada aturan teknisnya.

    “Dengan begitu ada unit khusus untuk memberikan pendampingan bagi korban kekerasan seksual di setiap daerah. Kita minta pemerintah segeralah menyelesaikan aturan-aturan teknis ini,” tutup Gilang.

  • Isu Politik-Hukum Terkini: Reshuffle Golkar dan Napi Pesta Narkoba

    Isu Politik-Hukum Terkini: Reshuffle Golkar dan Napi Pesta Narkoba

    Jakarta, Beritasatu.com – Sejumlah artikel menjadi isu politik-hukum terkini di Beritasatu.com, sejak Kamis (17/4/2025) hingga Jumat (18/4/2025) pagi.

    Isu politik dan hukum ini beragam tema mulai dari pernyataan Bahlil Lahadalia akan adanya reshuffle dalam struktur kepengurusan Golkar hingga Komisi XIII DPR segera memanggil Menteri Imipas buntut dari kasus 14 orang napi di Rutan Sialang Bungkuk, Pekanbaru, Riau terlibat dugem sambil pesta narkoba.

    Berikut isu politik terkini Beritasatu.com

    1. Singgung Reshuffle Kepengurusan Golkar, Bahlil: Jabatan Bukan Warisan

    Ketua Umum Partai Golkar, Bahlil Lahadalia, mengisyaratkan akan adanya reshuffle dalam struktur kepengurusan partainya. Menurut Bahlil, sistem pergantian pengurus di Partai Golkar mirip dengan mekanisme perombakan kabinet menteri, yang bisa dilakukan kapan saja tanpa harus menunggu satu atau dua tahun.

    “Pak Maman (Menteri UMKM Maman Abdurrahman), jangan ketawa-ketawa. Saya sudah memahami aspirasinya. Nanti, Pak Maman, sebentar lagi akan ada reshuffle. Reshuffle pengurus Partai Golkar itu sama seperti reshuffle kabinet, tidak harus menunggu satu atau dua tahun,” ujar Bahlil saat acara Halal Bihalal Partai Golkar, Rabu (16/4/2025) malam.

    Bahlil menekankan reshuffle diperlukan sebagai bentuk penyegaran dan penguatan kinerja organisasi. Ia menilai Partai Golkar merupakan aset bangsa yang harus terus memberikan kontribusi nyata bagi masyarakat Indonesia.

    2. Awas TPPO! Jangan Kerja ke Kamboja, Thailand, Myanmar!

    Menteri Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (P2MI), Abdul Kadir Karding, mengimbau masyarakat untuk waspada terhadap tawaran kerja ke Kamboja, Thailand, dan Myanmar yang disebarkan melalui media sosial karena berpotensi terjadinya tindak pidana perdagangan orang (TPPO).

    Ia menekankan, Pemerintah Indonesia saat ini tidak memiliki kerja sama resmi penempatan tenaga kerja dengan ketiga negara tersebut.

    “Indonesia belum menjalin kerja sama penempatan pekerja dengan Kamboja, Thailand, dan Myanmar,” ujar Menteri Karding dalam konferensi pers di kantor Kementerian P2MI, Jakarta, Kamis (17/4/2025).

    3. KKI Cabut STR Dokter PPDS Pemerkosa Keluarga Pasien

    Isu politik-hukum terkini berikutnya mengenai Konsil Kesehatan Indonesia (KKI) mengambil tindakan tegas dengan mencabut STR dokter PPDS. Langkah ini diambil menyusul terungkapnya kasus pemerkosaan yang melibatkan seorang Peserta Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Fakultas Kedokteran Universitas Padjajaran, PAP, terhadap keluarga pasien di Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung, Jawa Barat.

    “Seperti yang rekan-rekan ketahui, kasus ini telah bergulir di ranah hukum dan yang bersangkutan telah ditetapkan sebagai tersangka. Setelah menerima laporan resmi dari fasilitas kesehatan dan kepolisian mengenai status residen ini, KKI bergerak cepat mencabut STR dokter PPDS tersebut,” ujar Ketua KKI Arianti Anaya di Gedung KKI, Jakarta, Kamis (17/4/2025).

  • Saksikan INTERUPSI Dokter Bejat Harus Dihukum Berat Malam Ini Bersama Ariyo Ardi, Anisha Dasuki, dan Narasumber Kredibel, Live di iNews

    Saksikan INTERUPSI Dokter Bejat Harus Dihukum Berat Malam Ini Bersama Ariyo Ardi, Anisha Dasuki, dan Narasumber Kredibel, Live di iNews

    loading…

    Saksikan INTERUPSI Dokter Bejat Harus Dihukum Berat Malam Ini Bersama Ariyo Ardi, Anisha Dasuki, dan Narasumber Kredibel, Live di iNews

    JAKARTA – Dunia kedokteran Indonesia tengah diguncang kasus memalukan yang menyayat rasa keadilan dan nurani publik. Dua dokter yang seharusnya menjadi penjaga kesehatan dan pelindung pasien justru berubah menjadi predator dalam jas putih.

    Kasus yang menjadi perhatian nasional ini akan dikupas tuntas dalam program INTERUPSI malam ini “Dokter Bejat, Harus Dihukum Berat!” bersama Ariyo Ardi , Anisha Dasuki, dan para narasumber kredibel.

    Seorang dokter muda bernama Priguna Anugerah Pratama, yang sedang menjalani program pendidikan dokter spesialis (PPDS) di Universitas Padjadjaran, diduga melakukan tindakan pemerkosaan seorang perempuan yang diketahui merupakan anak dari seorang pasien yang tengah dirawat di rumah sakit Hasan Sadikin Bandung. Peristiwa ini bukan hanya mencoreng nama baik institusi pendidikan kedokteran, tetapi juga melukai kepercayaan masyarakat terhadap profesi dokter. Belum reda keterkejutan publik atas kasus tersebut, kini mencuat pula kabar yang tak kalah mencengangkan. Seorang dokter kandungan berinisial MSF diduga melakukan pelecehan seksual terhadap pasiennya sendiri.

    Kedua kasus ini mencuat di tengah harapan masyarakat terhadap peningkatan kualitas etika profesi tenaga medis. Masyarakat mendesak agar tidak ada perlindungan terhadap pelaku hanya karena mereka mengenakan jas putih atau berasal dari institusi terhormat. Publik ingin proses tersebut berjalan adil, dan pelaku wajib dihukum berat. Lantas, bagaimana kelanjutan proses hukum terhadap Priguna dan MSF?

    Saksikan selengkapnya malam ini di INTERUPSI “Dokter Bejat, Harus Dihukum Berat” bersama para narasumber, dr. Makky Zamzami-Humas PB IDI, dr. Eva Sri Diana Chaniago-Ketua Gerakan Dokter Indonesia Bersatu, Maman Imanul Haq-Anggota Komisi VIII DPR RI,Erlinda-Pemerhati Perempuan dan Anak, pukul 20.00 WIB, Live di iNews.

    (zik)

  • 4 Kasus Pelecehan Seksual di Dunia Medis, Dokter Garut Terbaru!

    4 Kasus Pelecehan Seksual di Dunia Medis, Dokter Garut Terbaru!

    Jakarta, Beritasatu.com – Dunia kesehatan kembali diguncang kasus pelecehan seksual, kali ini melibatkan seorang dokter kandungan di Garut. Dokter berinisial MSF tersebut diduga melakukan tindakan tidak senonoh terhadap pasiennya saat pemeriksaan di sebuah klinik swasta.

    Hingga saat ini, dua korban pelecehan seksual tersebut telah melapor dan pelaku sudah ditahan oleh pihak kepolisian.

    Kasus ini menambah daftar panjang kasus pelecehan seksual yang pernah terjadi di dunia medis Indonesia. Sebelumnya, sejumlah insiden serupa juga pernah terjadi, melibatkan berbagai tenaga kesehatan, mulai dari dokter umum, perawat, hingga staf medis lainnya.

    Dalam banyak kasus, pelaku memanfaatkan posisi dan akses mereka terhadap tubuh pasien untuk melakukan tindakan yang tidak pantas.

    Berikut adalah beberapa kasus pelecehan seksual yang pernah terjadi di dunia kesehatan Indonesia:

    Kasus Pelecehan Seksual di Dunia Kesehatan Indonesia

    1. Dokter kandungan di Garut

    Seorang dokter kandungan berinisial MSF di Kabupaten Garut, Jawa Barat, diduga melakukan pelecehan seksual terhadap pasien saat pemeriksaan USG di sebuah klinik swasta.

    Aksi tak senonoh tersebut terekam kamera CCTV dan menyebar luas di media sosial, memicu kemarahan publik.

    Polisi telah menahan terduga pelaku, dan sejauh ini dua korban telah melapor. Namun, jumlah korban diperkirakan masih bisa bertambah seiring proses penyelidikan.

    2. Dokter residen anestesi di RSHS Bandung

    Seorang dokter residen berinisial PAP dari program pendidikan dokter spesialis (PPDS) anestesi di Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS) Bandung diduga memperkosa seorang wanita berinisial FA, yang saat itu sedang menjaga ayahnya yang dirawat di rumah sakit tersebut.

    Peristiwa terjadi pada 18 Maret 2025. FA dibujuk untuk menjalani tes darah, lalu disuntik obat penenang midazolam dan diperkosa saat dalam kondisi tak sadar.

    Tersangka ditangkap pada 23 Maret 2025. Hasil penyelidikan juga mengungkap bahwa setidaknya terdapat dua korban lain dengan modus serupa.

    3. Tenaga medis di RSUD dr Soetomo Surabaya

    Seorang co-pilot maskapai nasional berinisial PJR (23) mengaku menjadi korban pelecehan seksual saat dirawat di instalasi gawat darurat (IGD) RSUD dr Soetomo, Surabaya, setelah mengalami kecelakaan lalu lintas pada Oktober 2018.

    Dalam kondisi lemah akibat patah tulang, PJR mengungkap bahwa ia ditelanjangi oleh seorang oknum tenaga medis dengan alasan prosedur medis, meskipun ia sudah menolak hingga tiga kali.

    Bahkan, tubuhnya diduga sempat dipotret dalam keadaan tanpa busana sebelum keluarganya dan penasihat hukum tiba.

    4. Perawat di National Hospital Surabaya

    Kasus pelecehan seksual juga terjadi di National Hospital Surabaya, di mana seorang perawat bernama Junaidi diduga meremas payudara pasien wanita yang masih dalam pengaruh obat bius usai menjalani operasi.

    Peristiwa ini terekam dalam sebuah video yang kemudian viral di media sosial. Dalam rekaman tersebut, korban terlihat masih terbaring di tempat tidur rumah sakit dengan selang infus terpasang, sambil menangis dan meminta pelaku mengakui perbuatannya.

    Rangkaian kasus ini menunjukkan bahwa pelecehan seksual dapat terjadi di mana saja, termasuk di lingkungan yang seharusnya menjadi tempat aman dan profesional seperti fasilitas kesehatan.

  • Pimpinan DPR: Negara tak boleh toleransi dokter yang lakukan asusila

    Pimpinan DPR: Negara tak boleh toleransi dokter yang lakukan asusila

    Jakarta (ANTARA) – Wakil Ketua DPR RI Cucun Ahmad Syamsurijal meminta negara untuk tidak menoleransi setiap tindakan asusila yang dilakukan oleh dokter.

    Hal itu disampaikan Cucun merespons sejumlah kasus yang melibatkan dokter belakangan ini, yaitu kekerasan seksual yang dilakukan dokter peserta Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran (Unpad), berinisial PAP, di Bandung, serta tindak asusila yang dilakukan seorang dokter kandungan berinisial MSF di Garut, Jawa Barat.

    “Negara tidak boleh mentolerir, semua penegak hukum juga harus terus mengawasi. Karena apa, profesi seorang dokter ini berhadapan dengan masyarakat berjenis kelamin apapun, dokter laki-laki juga mengurusi pasien perempuan. Nah ini berbahaya kalau misalnya (para dokter) tidak punya moral, tidak punya etika,” kata Cucun dalam keterangannya di Jakarta, Rabu.

    Ia mengingatkan seluruh dokter di Indonesia untuk menjaga moral dan etika setiap melayani pasien. Dia menilai setiap pelanggaran etik profesi dan moral kedokteran yang dilakukan dokter bukan hanya merugikan satu atau dua orang pasien, namun ribuan orang, karena dokter adalah tumpuan kesehatan masyarakat.

    “Karena (jika moral dan etika dokter rusak) ini merusak bukan hanya merugikan satu atau dua orang (pasien), tapi ribuan orang. Juga tentu merusak sisi kemanusiaan karena ulah orang ini (dokter tak bermoral). Makanya penegak hukum jangan main-main, dan negara tidak akan mentolerir apa yang mereka lakukan,” tegasnya.

    Sebelumnya, kasus dugaan perkosaan yang dilakukan dokter PAP, peserta PPDS Universitas Padjajaran terhadap keluarga pasien dan pasien di Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung, menjadi sorotan publik dalam sepekan terakhir.

    Belum selesai pengusutan kasus ini, tiba-tiba muncul kabar tak kalah memprihatinkan: seorang dokter kandungan berinisial MSF di Garut diduga melecehkan pasiennya yang merupakan ibu hamil.

    Aksi bejat MSF yang diduga dilakukan pada 2024 terekam CCTV dan viral di sejumlah platform media sosial. Video tersebut memperlihatkan seorang dokter sedang memeriksa pasien dengan metode Ultrasonografi (USG).

    Semula aksinya dilakukan selayaknya pemeriksaan USG biasa, namun tindakannya berubah dengan menyentuh area dada pasien.

    Pewarta: Narda Margaretha Sinambela
    Editor: Rangga Pandu Asmara Jingga
    Copyright © ANTARA 2025

  • Unpad Buka Suara soal Viral Dokter Obgyn Lecehkan Pasien di Garut

    Unpad Buka Suara soal Viral Dokter Obgyn Lecehkan Pasien di Garut

    Jakarta

    Belum selesai kasus kekerasan seks di Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS), publik kini gaduh menyoroti pelecehan yang diduga dilakukan dokter obgyn di Garut, Jawa Barat.

    Rekaman CCTV menunjukkan aksi pelecehan dilakukan saat praktik USG ibu hamil.

    Dokter obgyn tersebut viral dinarasikan sengaja kerap menawarkan USG gratis dan dilakukan saat tidak ada pendampingan tenaga kesehatan lain, seperti misalnya bidan. Aksinya terungkap pasca beberapa pasien yang mengaku menjadi korban, melapor ke klinik.

    Hal yang juga menjadi sorotan adalah dugaan lulusan Universitas Padjajaran. Kasusnya tidak lama muncul, pasca residen anestesi FK Unpad Priguna ditahan dan dikenai hukuman penjara 17 tahun, serta sanksi tidak bisa praktik seumur hidup dengan dicabutnya surat tanda registrasi (STR).

    Kepala Kantor Komunikasi Publik Unpad Dandi Supriadi buka suara. Selain menyesalkan laporan tersebut, ia menyampaikan keprihatinan sedalam-dalamnya kepada pihak korban.

    Mewakili pimpinan kampus, Dandi menegaskan Unpad tidak mentolerir semua tindak kekerasan dan pelecehan seksual di lingkup manapun. Kejadian tersebut jelas mencoreng kode etik dan sumpah jabatan profesi kedokteran.

    “Khusus berkaitan dengan terduga pelaku pada kasus di Garut yang videonya telah viral saat ini, hasil penelusuran identitasnya menunjukkan memang benar mengarah ke alumni program spesialis di Fakultas Kedokteran Unpad,” konfirmasi Dandi dalam keterangan tertulis yang diterima detikcom Rabu (16/4/2025).

    “Namun demikian, bila merujuk ke video yang beredar yang tidak secara jelas menunjukkan wajah terduga pelaku, Unpad tidak memastikan hal tersebut dan tetap menunggu hasil penyelidikan resmi dan pembuktian dari pihak kepolisian,” lanjut Dandi.

    Bila pelaku terbukti bersalah, Unpad dalam hal ini tidak memiliki kewenangan lebih lanjut lantaran terjadi di luar ranah institusi pendidikan.

    Karenanya, penegasan sanksi lebih tepat dilakukan oleh kepolisian, institusi rumah sakit, maupun pembinaan lebih lanjut dari organisasi profesi.

    Berkaca pada beberapa kasus yang terjadi belakangan, Unpad memastikan tengah melakukan evaluasi kurikulum serta regulasi etik di lingkup kampus. Dandi juga menyebut Unpad memiliki media pengaduan bila terjadi kekerasan seksual di lingkup kampus.

    “Unpad memiliki Satuan Tugas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS) untuk kejadian yang terjadi di kampus. Karena itu, Unpad mengimbau masyarakat segera melaporkan segala pelanggaran yang terjadi di ranah institusi pendidikan, sehingga dapat kami tindak dengan cepat,” pungkasnya.

    (naf/kna)

  • Kunjungi Polda Jabar Wamen PPA Dorong Hukuman Maksimal untuk Dokter Pemerkosa Keluarga Pasien RSHS
                
                    
                        
                            Bandung
                        
                        14 April 2025

    Kunjungi Polda Jabar Wamen PPA Dorong Hukuman Maksimal untuk Dokter Pemerkosa Keluarga Pasien RSHS Bandung 14 April 2025

    Kunjungi Polda Jabar Wamen PPA Dorong Hukuman Maksimal untuk Dokter Pemerkosa Keluarga Pasien RSHS
    Tim Redaksi
    BANDUNG, KOMPAS.com
    – Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) mendesak agar hukuman maksimal dijatuhkan kepada Priguna Anugerah, dokter residen anastesi PPDS yang diduga melakukan pemerkosaan terhadap keluarga pasien di Rumah Sakit Hasan Sadikin.
    Langkah ini diambil untuk memberikan efek jera kepada pelaku yang merusak masa depan korban.
    Dalam kunjungan ke
    Polda Jabar
    , Wakil Menteri PPPA
    Veronica Tan
    menekankan pentingnya kepastian hukum dan dukungan bagi korban pasca trauma.
    “Kepastian hukum yang didorong ke kepolisian supaya ditindak maksimal hukumannya karena hukuman amoral, perbuatan yang terencana, perbuatan kejahatan yang direncanakan itu adalah harus hukuman yang setimpal,” ungkapnya di Mapolda Jabar, Senin (14/4/2025).
    Veronica menilai bahwa tindakan pelecehan seksual ini berdampak serius pada masa depan korban, terutama bagi perempuan yang merupakan kelompok rentan.
    Ia berpendapat bahwa hukuman maksimal yang setimpal layak diberikan kepada pelaku.
    “Memang ada undang-undang perlindungan anak yang membawahi kebiri, secara pribadi tentu saya (ingin) hukuman maksimal yang setimpal. Kalau hukuman maksimalnya itu kebiri, di kebiri aja gitu. Karena itu kan udah gak ada moralnya,” jelasnya.
    Meski demikian, Veronica menegaskan bahwa proses hukum tetap harus diserahkan kepada institusi penegakan hukum.
     


    “Tapi balik lagi secara proses eksekusi harus serahkan, karena ternyata kebiri itu sebenarnya hanya hukuman temporary (sementara), saya juga baru tahu,” tuturnya.
    Lebih lanjut, Kementerian PPPA berkomitmen untuk fokus pada pemulihan korban dan mengatasi trauma yang dialami.
    “Urusan hasil akhirnya kita lebih bantu ke korban, trauma, pasca trauma daripada menghabiskan uang untuk kebiri yang hanya temporary sesaat tapi itu akan membuat seperti bola salju si pelakunya akan tambah jahat, karena akan memakai berbagai alat untuk melakukan kalau memang mindsetnya sudah kriminal,” ucapnya.
    Veronica juga mengingatkan masyarakat, khususnya pasien dan keluarga pasien, untuk tetap waspada terhadap tindakan mencurigakan di rumah sakit.
    “Kita Kemen PPPA mencoba mengedukasi, karena balik lagi di dalam rumah sakit apapun prosedur semua ada. Kalau seorang pasien sudah diperlakukan seolah-olah aneh, tidak ada prosedural, kita harus aware sebagai masyarakat,” tegasnya.
    Ia menekankan pentingnya proses dalam sistem yang membentuk sumber daya manusia (SDM) yang beretika dan memiliki kepedulian.
    “Sehingga melakukan
    service
    pelayanan yang benar-benar memberikan keamanan pada masyarakat, tapi masyarakat jangan diam. Masyarakat boleh berbicara, kita bersama-sama berjuang untuk
    rise and speak
    ini. Perempuan berani, perempuan jangan takut, perempuan harus berani berbicara, harus melapor,” pungkas Veronica.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.