Tunggakan BPJS Kesehatan Jabar Capai Rp 311 Miliar Sejak 2023, Pemprov Janji Bayar
Tim Redaksi
BANDUNG, KOMPAS.com
– Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Jawa Barat memastikan jumlah tunggakan utang Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jawa Barat kepada BPJS Kesehatan mencapai Rp 311 miliar.
Kepala Bappeda Jabar
Dedi Mulyadi
mengatakan, utang tersebut berasal dari kewajiban pembayaran
iuran BPJS Kesehatan
untuk kabupaten dan kota yang belum dibayarkan pada periode 2023/2024.
“Yang Rp 311 miliar itu tagihan ke kabupaten/kota. Jumlahnya dinamis karena sebelum bayar kami konsolidasi dulu dengan BPJS sama kabupaten/kota itu di angka Rp 311 miliar, sempat bisa jadi nambah ke Rp 360 miliar. Tapi nggak akan turun dari angka tersebut,” ujar Dedi saat dihubungi, Senin (16/5/2025).
Menurut Dedi, setiap tahun
Pemprov Jabar
harus membayar iuran BPJS Kesehatan sekitar Rp 900 miliar. Dari jumlah itu, Rp 460 miliar dialokasikan untuk masyarakat dalam kategori Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS), dan sisanya untuk masyarakat non-DTKS yang diusulkan oleh kabupaten dan kota.
“Kalau DTKS kita setor ke pusat ke Kementerian Keuangan nanti ke BPJS pusat. Kalau yang Rp 400 miliar lainnya setor ke kabupaten/kota, porsinya Pemprov 40 persen, 60 persen usulan daerah,” jelasnya.
Ia menyebutkan, saat ini Pemprov Jabar sedang menghitung alokasi anggaran untuk melunasi tunggakan tersebut.
“Yang pasti APBD murni sudah lewat. Nah kemungkinan nanti perubahan APBD 2025. Mungkin di situ beliau (gubernur) akan memprioritaskan untuk pembayaran utang, konsekuensinya yang bukan belanja prioritas akan disesuaikan,” kata Dedi.
Diketahui, tunggakan utang Pemprov Jabar kepada BPJS Kesehatan pertama kali diungkap oleh Gubernur Jabar Dedi Mulyadi saat mendampingi Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin di Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS) Bandung, Rabu (11/6/2025).
Dalam kesempatan itu, Dedi menyoroti besarnya dana hibah di masa kepemimpinan gubernur sebelumnya, yang dinilainya telah mengabaikan kewajiban pembayaran iuran BPJS Kesehatan.
Ia menegaskan, pemerintah memiliki tanggung jawab terhadap akses layanan kesehatan masyarakat yang tidak bisa diabaikan.
“Dalam hal ini, pemerintah punya kewajiban atas akses kesehatan warganya ketimbang belanja hibah,” pungkasnya.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
Tempat Fasum: Rumah Sakit Hasan Sadikin
-
/data/photo/2025/06/14/684d6d0664dff.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Tunggakan BPJS Kesehatan Jabar Capai Rp 311 Miliar Sejak 2023, Pemprov Janji Bayar Bandung 16 Juni 2025
-

Kisah Bayi Nadia dan Nadira, Kembar Siam asal Tasikmalaya yang Sukses Dipisahkan
Jakarta –
Tim dokter Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS) Bandung berhasil memisahkan bayi kembar siam dempet bokong (pygopagus) atas nama Nadia dan Nadira. Dua malaikat kecil tersebut berasal dari Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat.
Ketua Tim Pemisahan Bayi Kembar Siam RSHS, dr Dikki Drajat Kusmayafi mengatakan Nadia dan Nadira sudah dirujuk dan ditangani di RSHS saat mereka baru berusia dua hari. Namun, faktor medis membuat operasi baru bisa dilakukan pada awal Mei 2025.
“Memang, biasanya untuk kembar siam tidak langsung dilakukan operasi. Ada persyaratan waktu sebelum bisa dilakukan tindakan pemisahan. Umumnya, operasi dilakukan setelah usia delapan bulan,” kata Dikki di Bandung, dikutip dari Antara, Rabu (11/6/2025).
Posisi dempet di bagian bokong, lanjut Dikki merupakan tantangan bagi para tim medis. Ini karena kondisi tersebut melibatkan tulang ekor, tulang sakrum, serta sebagian sistem organ seperti usus besar dan organ reproduksi.
“Bagian luar vaginanya bersatu, dua vagina tapi menyatu. Namun, masing-masing bayi memiliki struktur organ dalam perempuan yang lengkap, seperti rahim dan indung telur masing-masing,” kata Dikki.
Tidak berhenti sampai di sini, tantangan lainnya adalah kedua bayi tersebut hanya memiliki satu anus, sehingga tim dokter membuatkan satu anus baru dan kolostomi sementara untuk Nadia dan Nadira.
“Ini masih menjadi pekerjaan rumah ke depan, karena harus dilakukan penyempurnaan pada anus yang baru,” katanya.
Saking rumitnya operasi pemisahan ini, dibutuhkan lebih dari 40 dokter, termasuk ahli saraf yang menggunakan berbagai sensor untuk memantau sistem persarafan bayi selama tindakan.
“Jadi, selama tindakan, tubuh bayi dipasangi sensor-sensor untuk memastikan bahwa pemisahan dilakukan secara proporsional dan aman,” kata Dikki.
Kisah Nadia dan Nadira bukanlah yang pertama di RSHS Bandung, Dikki menambahkan keduanya merupakan pasangan kembar siam ke-13 yang berhasil dipisahkan dari 33 kasus kembar siam yang pernah ditangani.
Namun, tidak semua kasus kembar siam bisa dipisahkan. Hal ini karena adanya keterbatasan organ penting seperti jantung dan otak. Beberapa pasien kembar siam juga bisa hidup hingga besar meski tidak dipisahkan.
(dpy/kna)
-

Sempat Koma 14 Hari, Bobotoh yang Jatuh dari Flyover Pasupati Meninggal
Jakarta –
Bobotoh bernama Nugraha (20) yang terjatuh dari Flyover Pasupati, Kota Bandung, saat konvoi meninggal dunia. Nugraha meninggal usai menjalani perawatan intensif di rumah sakit selama dua pekan.
Dilansir detikJabar, Minggu (8/6/2025), Nugraha meninggal pada Jumat (6/6) sekitar pukul 22.30 WIB. Dia terjatuh dari Flyover Pasupati saat melakukan konvoi usai pertandingan Persib Bandung melawan Persis Solo pada Sabtu (24/5).
“Meninggal Jumat setengah 11 malam. Lagi perawatan di HCU, kondisinya langsung ngedrop sebelumnya,” kata istri Nugraha, Intan Nuraeni (20) saat ditemui di kediamannya.
Nugraha sempat menjalani perawatan di ICU dan HCU Rumah Sakit Hasan Sadikin selama 14 hari sejak peristiwa terjatuh dari Flyover Pasupati. Luka yang dialaminya cukup fatal disinyalir sebagai penyebabnya mengembuskan napas terakhir.
“Kalau kata dokter itu lukanya di kepala sebelah kiri, terus di rusuk sebelah kiri, sama di ginjalnya ada trauma karena benturan jadi kemarin sempat cuci darah. Buat bernapas juga kan pakai selang dari tenggorokan. Jadi di ICU itu 12 hari, kemudian di HCU 2 hari, sejak awal itu koma,” kata Intan.
Intan tidak pernah membayangkan suaminya bakal meninggal dengan cara tragis. Saat hari kejadian, Nugraha berangkat dengan perasaan senang diizinkan ikut konvoi merayakan gelar juara Persib Bandung.
(ygs/ygs)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
-

Politik Kemarin, Anggota TNI di Rusia hingga visi geopolitik Presiden
Jakarta (ANTARA) – Beberapa peristiwa terkait dengan politik dan pertahanan terjadi sepanjang Minggu (11/5). Dari mulai anggota TNI AL ikut operasi militer di Rusia hingga visi geopolitik presiden.
Berikut ragam berita yang telah dirangkum ANTARA.
1. TNI AL: Serda Satria sudah dipecat setelah ikuti operasi militer Rusia
Jakarta (ANTARA) – Tentara Nasional Indonesia Angkatan Laut (TNI AL) menyampaikan bahwa Sersan Dua (Serda) Satria Arta Kumbara sudah dipecat dari anggota Inspektorat Korps Marinir (Itkomar) setelah mengikuti operasi militer Rusia.
Kepala Dinas Penerangan TNI AL Laksamana Pertama TNI I Made Wira Hadi mengatakan pemecatan telah dilakukan berdasarkan putusan in absentia (putusan dengan ketidakhadiran terdakwa) Pengadilan Militer (Dilmil) II-08 Jakarta pada 6 April 2023.
Baca di sini
2. Kapuspen TNI: Dukungan pengamanan untuk kejaksaan dilaksanakan terukur
Jakarta (ANTARA) – Kepala Pusat Penerangan TNI Mayor Jenderal TNI Kristomei Sianturi menyatakan dukungan pengamanan personel TNI Angkatan Darat kepada jajaran kejaksaan dilaksanakan berdasarkan permintaan resmi dan kebutuhan yang terukur.
Ia mengatakan bahwa dukungan pengamanan itu bagian dari kerja sama resmi antara TNI dan Kejaksaan RI yang tertuang dalam Nota Kesepahaman Nomor NK/6/IV/2023/TNI tanggal 6 April 2023. Pelaksanaan kerja sama itu mengacu pada ketentuan hukum yang berlaku.
Baca di sini
3. LPSK lindungi korban kekerasan seksual dokter PPDS di Bandung
Jakarta (ANTARA) – Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) resmi memberikan perlindungan kepada tiga korban dan empat saksi dalam kasus kekerasan seksual yang diduga dilakukan seorang dokter Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) di Rumah Sakit Hasan Sadikin, Bandung.
Wakil Ketua LPSK Sri Nurherwati mengatakan bahwa kekerasan seksual dalam kasus ini termasuk dalam relasi kuasa yang membuat korban tidak berdaya.
Baca di sini
4. Bahlil sebut rencana pertemuan Prabowo-Megawati hal yang baik
Sidoarjo, Jawa Timur (ANTARA) – Ketua Umum Partai Golkar Bahlil Lahadalia menyatakan bahwa rencana pertemuan antara Presiden Prabowo Subianto dengan Presiden RI ke-5 Megawati Soekarnoputri merupakan hal baik dan bisa menjadi wadah pembicaraan untuk kemajuan bangsa.
“Sebenarnya pertemuan sesama tokoh-tokoh bangsa tersebut sudah seyogyanya dilakukan dan ini merupakan hal yang baik,” kata Bahlil di Sidoarjo, Jawa Timur, Sabtu.
Baca di sini
5. Diskusi “Ada Apa dengan Prabowo?” ungkap visi geopolitik Presiden
Jakarta (ANTARA) – Diskusi umum bertajuk “Ada Apa dengan Prabowo?” mengungkap berbagai fakta yang menyoroti pandangan visioner Presiden Prabowo Subianto dalam merespons dinamika global, termasuk potensi perang dan dampaknya terhadap ketahanan nasional Indonesia.
Kepala Kantor Komunikasi Kepresidenan (Presidential Communication Office/PCO) Hasan Nasbi, dalam acara yang dihelat Gerakan Milenial Cinta Tanah Air di Jakarta, Sabtu, memaparkan sederet fakta yang menunjukkan konsistensi pemikiran dan arah kebijakan Presiden Prabowo, jauh sebelum ia
Baca di sini
Pewarta: Walda Marison
Editor: Edy M Yakub
Copyright © ANTARA 2025 -

Ibunya Pingsan, Bocah 4 Tahun di Indramayu Alami Luka Bakar Serius Malah Tak Menangis: Mah, Sudah – Halaman all
TRIBUNNEWS.COM – Bocah berusia 4 tahun di Desa Pranggong, Kecamatan Arahan, Kabupaten Indramayu, Jawa Barat, mengalami nasib pilu.
Ia menderita luka bakar serius setelah bermain api bersama teman-temannya.
Kejadian yang menimpa bocah itu membuat ibunya sampai pingsan.
Namun, korban tak menangis dan malah menenangkan sang ibu yang khawatir.
Saat ini, korban tengah menjalani perawatan intensif di Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS) Bandung.
Melansir TribunJabar.id, peristiwa yang menimpa korban terjadi pada Sabtu (1/3/2025).
Pamong Desa Pranggong, Luhut mengatakan, insiden berlangsung saat korban dan teman-temannya bermain bakar-bakaran.
Mereka membuat semacam tungku untuk menyalakan api, tanpa sepengetahuan orang dewasa.
“Kalau kejadian pastinya kurang tahu karena saat itu hanya ada anak-anak itu saja. Pagi pas hari pertama puasa,” kata Luhut, Selasa (29/4/2025).
Mereka membeli bensin dalam botol bekas air mineral untuk menyalakan api.
Satu di antara anak itu kemudian menyiram api dengan bensin.
Api langsung menyambar dan menyebabkan botol bensin terlempar mengenai tubuh korban.
Korban pun terbakar. Melihat kejadian itu, teman-temannya yang lain langsung berupaya menolong.
Mereka membawa korban ke musala terdekat dan menyiramkan air ke tubuh korban untuk memadamkan api.
Setelah itu, korban pulang ke rumah dan mengabarkan kejadian yang menimpanya ke sang ibu.
Ibu korban yang mengetahui kondisi anaknya langsung pingsan.
“Orang tuanya langsung pingsan, kami di pemerintah desa yang dapat laporan langsung nyari mobil saat itu juga, korban langsung dibawa ke RSUD Indramayu,” ungkap Luhut.
Meski mengalami luka parah, korban tak menangis dan malah menenangkan ibunya.
“Katanya tuh, ‘Mah sudah jangan nangis terus’, dianya juga biasa aja, nanti juga sembuh,” ujar Luhut menirukan ucapan korban kepada ibunya.
Luhut mengatakan, luka yang dialami korban cukup serius.
Dari keterangan rumah sakit, korban mengalami luka bakar mencapai 90 persen.
Dengan kondisi itu, korban dirujuk ke RSD Gunung Jati Kota Cirebon lalu dirujuk kembali untuk mendapatkan perawatan intensif di RSHS Bandung.
“Korban sekarang sudah dirawat di RSHS Bandung,” ujar Luhut.
Sementara itu, Bupati Indramayu, Lucky Hakim sempat menjenguk korban di rumah sakit, beberapa hari lalu.
Lucky Hakim meminta agar korban menjalani perawatan intensif di RSHS Bandung.
(Tribunnews.com/Nanda Lusiana, TribunJabar.id/Handhika Rahman)
-

Polda Jabar Beberkan Hasil Tes DNA Kasus Dugaan Pemerkosaan Dokter PPDS
FAJAR.CO.ID, JAKARTA — Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda Jabar akhirnya mengungkap hasil tes DNA terkait kasus dugaan pemerkosaan di Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS) Bandung. Dalam kasus ini, satu orang telah ditetapkan sebagai tersangka, yakni Priguna Anugerah Pratama, seorang dokter yang tengah menempuh pendidikan PPDS Anestesi di rumah sakit tersebut.
Saat melakukan olah tempat kejadian perkara (TKP), polisi menemukan dua barang bukti penting: sebuah kondom dan helai rambut. Kedua barang tersebut kemudian dikirim untuk analisis DNA.
Kabiddokkes Polda Jabar, Kombes Pol Nariyana, dalam konferensi pers di Mapolda Jabar pada Senin (28/4) sore, menjelaskan hasilnya.
“Berdasarkan analisis scientific crime investigation, ditemukan profil DNA tersangka pada swab kondom. Selain itu, rambut pubis yang ditemukan di TKP juga cocok dengan DNA tersangka,” ujar Nariyana.
Selain itu, hasil tes menunjukkan tidak ditemukan DNA laki-laki lain dari swab vagina korban.
“Tidak ada DNA individu pria lain pada pemeriksaan swab vagina korban,” tambahnya.Sementara itu, Kabid Humas Polda Jabar, Kombes Pol Hendra Rochmawan, mengatakan untuk saat ini hasil yang tersedia baru tes DNA. Sedangkan hasil pemeriksaan lain, seperti tes psikologi, toksikologi, dan tes medis lainnya, masih dalam proses.
“Uji toksikologi dan tes psikologi belum keluar. Begitu hasil lengkap dari Puslabfor sudah ada, nanti akan kami informasikan,” jelas Hendra. (bs/fajar)
-

KemenHAM Pastikan Hak Priguna Sebagai Tersangka Rudapaksa Tetap Terpenuhi!
JABAR EKSPRES – Kementerian Hak Asasi Manusia (HAM) melalui Kantor Wilayah Jawa Barat (Kanwil Jabar), meninjau Priguna Anugerah Pratama (PAP), tersangka kasus rudakpaksa, di Mapolda Jabar, Jalan Soekarnohatta, Kota Bandung, Rabu (23/4).
Dalam tinjauannya, Kepala Kanwil Kementerian HAM Jawa Barat, Hasbullah menyampaikan, pihaknnya hanya ingin memastikan bahwa hak Priguna tetap terpenuhi, meski kini sudah menjadi tersangka dan mendekap di Mapolda Jabar.
“Jadi Kami hanya ingin memastikan bahwa hak-hak tersangka itu tetap dipenuhi oleh proses penegakan hukum,” ujarnya saat ditemui di lokasi.
Selain meninjau hak tersangka, Hasbullah juga menyebut pihaknya ingin melihat kondisi Priguna. Ia mengungkapkan, Dokter Residen itu berada dalam kondisi cukup baik.
BACA JUGA: Kasus Dokter Residen RSHS, Polda Jabar Mulai Koordinasi dengan Kejaksaan
“Tadi kami berdiskusi lebih dari dua jam. Beliau mengungkapkan berbagai hal, dan suasana diskusinya santai, bahkan diselingi tawa,” ujarnya.
Lebih lanjut Hasbullah menuturkan, pihaknnya akan terus mengawal kasus ini, khususnya dari segi hak tersangka. Sebab hal ini sesuai dengan arahan Menteri HAM.
“Minimal ada standar perlakuan yang harus tetap dijaga. Seorang tersangka tetap harus dilindungi hak-haknya. Misalnya, tidak boleh ada kekerasan, hak untuk berkomunikasi dengan keluarga, hak untuk didampingi kuasa hukum, dan proses hukum yang cepat dan adil. Tentu standar-standar itu yang ingin kami pastikan (saat ini),” pungkasnya.
Untuk diketahui, Priguna Anugerah Pratama (PAP) yang merupakan Dokter Residen Spesialis Anastesi di Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS) Bandung, kini tengah terjerat kasus rudapaksa.
BACA JUGA: Update Kasus Dokter Residen RSHS, 17 Saksi telah Diperiksa
Dalam kasusnya, Priguna tega melakukan aksi bejat kepada salah seorang wanita yang merupakan pendamping pasien di RSHS Bandung.
Dengan tindakan bejatnya itu, Priguna terpaksa harus mendekam di Mapolda Jabar dan dijadikan tersangka dengan ancaman pasal 6 c undang-undang nomor 12 tahun 2022 tentang tindak pidana kekerasan seksual dengan kurungan penjara paling lama 12 tahun.(San)
-

Bagaimana Priguna Dapat Obat Bius untuk Rudapaksa Anak Pasien? Ini Penjelasan Dirut RSHS – Halaman all
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Direktur Utama Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS) Bandung Rachim Dinata Marsidi mengungkapkan, cara terduga pelaku Priguna Nugraha Pratama mendapatkan obat bius untuk melancarkan aksi bejatnya kepada korban.
Pelaku ujar Rachim, mengambil sisa-sisa obat bius yang sebelumnya digunakan pasien.
“Oknum ini mengambil sisa-sisa obat bius yang sudah dimasukkan ke pasien. Misalnya, ada dua botol, ada sisanya, nah sisa itu dia yang ambil,” kata dia dalam konferensi pers di kantor Kemenkes Jakarta, Senin (21/4/2025).
Pihaknya mengklaim, dalam urusan keluar masuk obat di instalasi farmasi RSHS sudah diawasi secara ketat dan dicatat dengan benar.
“Di RS kami jika mengeluarkan dua obat, maka harus dikumpulkan dua. Itu jelas secara histori, sangat-sangat ketat di RSHS,” tegas Rachim.
Rachim mengatakan, dalam kasus pelecehan seksual yang dilakukan dokter PPDS anestesi itu pihaknya mengaku tidak memantau jika ada sisa obat bius yang disimpan pelaku.
“Ini pelanggaran kriminal. Tidak terpantau, karena tidak dikembalikan ke tempat semestinya,” kata dia.
Sebelumnya, Menteri Kesehatan (Menkes RI) Budi Gunadi Sadikin menyoroti lemahnya pengawasan terhadap obat bius di RS pendidikan milik pemerintah ini.
Budi menyebut, bahwa yang bisa mengambil obat bius adalah dokter pembimbing atau dokter konsulen bukanlah dokter PPDS.
“Harusnya obat itu diambil oleh gurunya (dokter konsulen) bukan muridnya,” kata Menkes, pada Sabtu (12/4/2025).
Di kesempatan berbeda, pengamat manajemen kesehatan dr. Puspita Wijayanti menilai, obat anestesi termasuk dalam kategori high alert medication, yakni obat yang berisiko tinggi yang menyebabkan cedera serius atau kematian jika digunakan secara tidak tepat.
Karena itu, pengelolaannya harus ketat, transparan, terdokumentasi, dan terbatas hanya untuk tenaga medis yang berwenang. (*)
-

Imbas Kasus Dokter Priguna, Terkuak Marak Dokter Anestesi Alihkan Tugas di Ruang Bedah ke Murid PPDS – Halaman all
TRIBUNNEWS.COM – Kasus rudapaksa yang dilakukan oleh dokter residen peserta Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) anestesi, Priguna Anugerah, ternyata membuka fakta baru soal kondisi dokter-dokter anestesi di rumah sakit pendidikan yang ada di Indonesia.
Menurut Menteri Kesehatan (Menkes), Budi Gunadi Sadikin, ternyata banyak dokter anestesi yang tak bekerja di rumah sakit.
Selain itu, terungkap pekerjaan anestesi di ruang bedah banyak dialihkan ke dokter PPDS, bukan dikerjakan dokter anestesi atau dokter konsulennya.
Hal ini diketahui setelah Menkes menghentikan sementara program pendidikan anestesi di RS Hasan Sadikin Bandung, dan sebelumnya di RS Kariadi Semarang terkait kasus bullying.
“Khusus anestesi, karena ini kejadian di Semarang dan juga di Bandung, kita lihat begitu prodinya kita tunda itu rame malah program layanan anestesi, bukan program pendidikan anestesi saja, begitu kita hentikan PPDS anestesi untuk hadir di RS Kemenkes, ketahuan ternyata banyak dokter anestesi yang tidak bekerja di rumah sakit.”
“Saya mulai mengamati bahwa ternyata yang melakukan pekerjaan anestesi di ruang bedah adalah PPDS-nya,” kata Budi dalam konferensi persnya hari ini, Senin (21/4/2025), dilansir Kompas TV.
Budi menilai tindakan tersebut tak hanya buruk untuk pendidikan dokter saja, tapi buruk untuk keselamatan pasien.
Untuk itu, Budi mengungkap keseriusannya dalam memperbaiki cara kerja dokter-dokter anestesi di Indonesia.
Budi juga menegaskan, di seluruh dunia, demi keselamatan pasien maka dokter anestesi harus selalu ada di dekat pasien sejak masuk ruang operasi hingga keluar ruangan.
Namun, praktiknya, di Indonesia justru banyak ditemukan dokter anestesi keluar ruang operasi atau ruang bedah saat pasien sudah tertidur dan tugasnya dialihkan ke murid PPDS-nya.
“Dan ini bukan hanya buruk untuk pendidikan, sangat buruk untuk patient safety. Dan ini kejadian ini terjadi, ya jadi saya serius memperbaiki cara kerja dokter-dokter anestesi, bahwa di seluruh dunia demi pasien safety sejak pasien masuk ruang operasi sampai keluar itu dokter anestesi harus selalu ada di situ.”
“Ya karena kalau terjadi apa-apa pasiennya bisa celaka gitu di Indonesia ternyata praktiknya banyak yang keluar begitu sudah tidur langsung keluar itu dokter anestesi. Jadi praktik-praktik seperti ini berbahaya sekali dan tidak mengikuti standar dunia untuk best practices.”
“Ini ketahuan pada saat kita bekukan sementara itu prodi anestesi di Rumah Sakit Karyadi dan Rumah Sakit Hasan Sadikin dan saya dengar ini terjadi hampir di seluruh rumah sakit pendidikan jadi yang mengerjakan pekerjaan konsulen dokter anestesi adalah PPDS-nya adalah muridnya dan ini sangat berbahaya,” ungkap Budi.
BPOM Datangi RSHS Bandung
Untuk merespons adanya dugaan penyalahgunaan obat anestesi dalam kasus dokter Priguna, BPOM RI meninjau Instalasi Farmasi Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Hasan Sadikin Bandung (RSHS) pada Kamis (17/4/2025).
Kepala BPOM, Taruna Ikrar, mengatakan inspeksi ini dilakukan untuk memastikan sistem pengelolaan obat di rumah sakit pendidikan berjalan sesuai regulasi.
Obat keras seperti obat anestesi atau yang lebih dikenal dengan obat bius harus diawasi pengelolaannya secara ketat.
“Kami ingin memastikan bahwa pengelolaan obat di Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung telah sesuai dengan standar keamanan dan tata kelola yang ketat. Ini penting demi keselamatan pasien dan integritas profesi medis,” tegas Taruna Ikrar.
Pengelolaan obat di rumah sakit dilakukan sesuai dengan Peraturan BPOM Nomor 24 Tahun 2021 tentang Pengawasan Pengelolaan Obat, Bahan Obat, Narkotika, Psikotropika dan Prekursor Farmasi di Fasilitas Pelayanan Kefarmasian dan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 72 Tahun 2016 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit.
Tim BPOM melakukan pemeriksaan menyeluruh terhadap pengelolaan obat yang meliputi sistem pengadaan, penerimaan, penyimpanan, penyerahan, pengembalian, pemusnahan, dan pelaporan obat di Instalasi Farmasi RSHS.
Lebih lanjut, Taruna Ikrar menyatakan BPOM akan terus meningkatkan sinergi dengan rumah sakit pendidikan, institusi kesehatan, dan perguruan tinggi untuk memperkuat pengawasan serta edukasi dalam penggunaan obat.
Instalasi Farmasi Rumah Sakit (IFRS) memegang peran super penting dalam memastikan obat yang diterima dan dikonsumsi oleh pasien di rumah sakit.
Pihaknya berkomitmen untuk menjaga kualitas dan keamanan obat di semua lini pelayanan kesehatan.
“BPOM juga siap mendampingi rumah sakit dalam berbagai penerapan aspek regulasi, fasilitasi, bimbingan teknis, hingga pemanfaatan teknologi informasi dalam pengelolaan obat,” ujar Taruna.
(Tribunnews.com/Faryyanida Putwiliani/Rina Ayu Panca Rini)
Baca berita lainnya terkait Dokter PPDS Rudapaksa Anak Pasien.
-

Obat Anestesi Diduga Disalahgunakan untuk Pelecehan, BPOM Inspeksi ke Unit Farmasi RS Hasan Sadikin – Halaman all
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Aisyah Nursyamsi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA– Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Taruna Ikrar bersama tim melakukan inspeksi mendadak ke Instalasi Farmasi Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Hasan Sadikin Bandung (RSHS) pada Kamis (17/4/2025).
Inspeksi ini dilakukan sebagai bentuk respons cepat BPOM terhadap kekhawatiran publik yang merebak pasca kasus dugaan penyalahgunaan obat anestesi di rumah sakit ini.
Diketahui, seorang dokter PPDS atau calon dokter spesialis anestesi memakai obat anestesi untuk memuluskan aksi bejatnya merudapaksa anak pasien.
Hal ini dilakukan untuk memastikan sistem pengelolaan obat di rumah sakit pendidikan berjalan sesuai regulasi.
Obat keras seperti obat anestesi atau yang lebih dikenal dengan obat bius, harus diawasi pengelolaannya secara ketat.
“Kami ingin memastikan bahwa pengelolaan obat di Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung telah sesuai dengan standar keamanan dan tata kelola yang ketat. Ini penting demi keselamatan pasien dan integritas profesi medis,” tegas Taruna Ikrar dilansir dari website resmi, Minggu (20/5/2025).
Anestesi (KOMPAS.COM)
Tim BPOM melakukan pemeriksaan menyeluruh terhadap pengelolaan obat yang meliputi sistem pengadaan, penerimaan, penyimpanan, penyerahan, pengembalian, pemusnahan, dan pelaporan obat di Instalasi Farmasi RSHS.
Kepala BPOM juga berdiskusi langsung dengan manajemen rumah sakit dan jajaran farmasi untuk memberikan arahan dan memperkuat koordinasi pengawasan.
Lebih lanjut, Taruna Ikrar menyatakan BPOM akan terus meningkatkan sinergi dengan rumah sakit pendidikan, institusi kesehatan, dan perguruan tinggi untuk memperkuat pengawasan serta edukasi dalam penggunaan obat.
“Tanpa kolaborasi dengan rumah sakit sebagai mitra utama dalam melaksanakan pengelolaan obat yang baik, pengawasan BPOM tidak akan efektif dalam menjaga mutu dan pengamanan rantai suplai obat yang beredar di masyarakat,” tambahnya.
Instalasi Farmasi Rumah Sakit (IFRS) memegang peran super penting dalam memastikan obat yang diterima dan dikonsumsi oleh pasien di rumah sakit.
IFRS merupakan garda terdepan dalam menjaga ketersediaan obat yang berkhasiat, aman, dan berkualitas untuk masyarakat.
“Langkah tegas akan diambil jika ditemukan pelanggaran. Kami tidak ingin ada celah sedikitpun dalam pengawasan obat-obatan, apalagi yang menyangkut keselamatan nyawa pasien,” tegas Taruna Ikrar.