Tempat Fasum: Rumah Sakit Hasan Sadikin

  • Perjuangan Ayah Tukang Parkir di Indramayu Demi Selamatkan Anaknya yang Sakit Tumor Pembuluh Darah
                
                    
                        
                            Regional
                        
                        12 Desember 2025

    Perjuangan Ayah Tukang Parkir di Indramayu Demi Selamatkan Anaknya yang Sakit Tumor Pembuluh Darah Regional 12 Desember 2025

    Perjuangan Ayah Tukang Parkir di Indramayu Demi Selamatkan Anaknya yang Sakit Tumor Pembuluh Darah
    Tim Redaksi
    INDRAMAYU, KOMPAS.com
    – Ayah asal Indramayu, Sukardi (47) tak kuasa menyembunyikan rasa cemasnya setiap kali melihat anaknya yang kedua, Keysa Agustina (14), meringis menahan sakit, hatinya seolah ikut remuk.
    Tumor pembuluh darah
    yang diderita Keysa membuat lutut kiri remaja itu membengkak hebat, kondisinya semakin parah dalam sebulan terakhir.
    Keterbatasan ekonomi membuat Sukardi sempat putus asa. Sebagai tukang parkir di jalanan, ia mengaku tak mampu membawa Keysa berobat jauh ke luar kota.
    Secercah harapan baru muncul setelah tetangga merekam kondisi Keysa dan mengunggahnya hingga
    viral
    di media sosial. Dalam video itu, tetangga tersebut meminta tolong kepada
    Gubernur Jawa Barat

    Dedi Mulyadi
    dan Bupati
    Indramayu

    Lucky Hakim
    .
    Kini, senyum kecil mulai kembali menghiasi wajah Sukardi. Berkat viral, pemerintah mengetahui keadaan Keysa dan hadir memberikan bantuan.
    Gadis yang kini duduk dibangku kelas 9 SMP itu sekarang dapat segera dirujuk ke Rumah Sakit Ortopedi Dr. Soeharso Surakarta.
    “Saya yang tadinya putus asa, gak ada harapan, tapi semuanya demi anak. Saya bersyukur banget, terima kasih untuk bapak camat, pak kuwu, pak Dandim, semuanya,” ujar Sukardi sambil merangkul Keysa, Jumat (12/12/2025).
    Sukardi bercerita, penyakit yang diderita Keysa sebenarnya telah tampak sejak ia lahir. Waktu itu, tumor yang muncul hanya berupa bintik seperti tahi lalat.
    Sukardi sendiri awalnya tidak menaruh curiga, bidan yang waktu itu membantu melahirkan Keysa juga menduga bintik tersebut hanya sebuah tanda lahir.
    Gejala mulai muncul ketika Keysa duduk di bangku kelas 3 SD, lutut kirinya mendadak bengkak.
    Saat dibawa ke Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS) Bandung, dokter menyatakan Keysa mengidap tumor pembuluh darah.
    “Dikasih obat dari sana tuh pak, minum obat dua hari alhamdulillah bisa jalan lagi,” terang Sukardi.
    Sukardi menyampaikan, meski dokter menyarankan kontrol rutin, pengobatan Keysa waktu itu terpaksa terhenti.
    Bukan karena tidak ada biaya pengobatan, Keysa terjamin kesehatannya karena terdaftar sebagai peserta BPJS Kesehatan dengan iuran ditanggung pemerintah.
    Namun, yang jadi kendala keluarga adalah biaya perjalanan dan pendampingan jika harus berobat ke luar kota.
    Sukardi menjelaskan, ia yang hanya tukang parkir tidak mampu menanggung biaya bulak-balik Indramayu-Bandung, apalagi jika harus menginap beberapa hari.
    “Karena waktu itu sudah gak kerasa, anaknya juga sudah bisa jalan ya sudah berhenti. Nah sudah berapa tahun ternyata kambuh lagi sebulan terakhir ini. Anak saya nangis terus, sakit banget katanya,” cerita Sukardi.
    Keysa kala itu langsung dibawa ke RS Mitra Plumbon Indramayu untuk ditangani. Hanya saja, dari keterangan dokter, kondisi Keysa rupanya sudah parah dan harus dirujuk ke Rumah Sakit Ortopedi Dr. Soeharso Surakarta.
    “Pulang kerja saya diberi tahu istri seperti itu, kata pak Dokter di sini (RS Mitra Plumbon Indramayu) gak bisa, harus ke Solo. Nah disitu saya lemas lagi, sampai hari ini tuh putus asa. Terus minta bantuan ke tetangga, diviralin lah di medsos,” ujar dia.
    Sukardi menceritakan, memviralkan Keysa di medsos sebenarnya bukan pilihan pertama. Ia sempat berpikir untuk mengambil hutang lagi dari bank keliling, mengingat tempo waktu pelunasan hutang sebelumnya tinggal satu tahun lagi.
    Hutang itu rencananya untuk biaya ongkos dan beragam keperluan lainnya selama menemani Keysa berobat.
    “Cuma kendalanya bisanya itu (ambil hutang) satu tahun lagi, sedangkan anak sayanya sekarang sudah kerasa duluan sakitnya, malah makin parah,” ujarnya.
    Saking parahnya, kata Sukardi, dari lutut anaknya itu keluar darah agak kehitaman. Bintik tumor seperti saat ia lahir juga muncul di bagian dada dan paha. Sukardi khawatir, tumor itu sudah menyebar.
    “Bentuknya sama seperti waktu lahir itu, kaya tahi lalat,” terangnya.
    Sukardi menyampaikan, hampir setiap hari Keysa meringis menahan sakit, tangisannya membuat ia ikut menangis, termasuk istri dan anak-anaknya yang lain juga ikut menangis.
    “Kakaknya itu malah sampai berpikir mau ke luar negeri saja. Tapi gak bisa karena umurnya belum cukup,” ujarnya.
    Meminta bantuan di media sosial pun jadi cara terakhir Sukardi. Ia mencoba meminta tolong sendiri, tapi unggahannya kala itu tidak viral.
    Baru setelah diunggah tetangganya, kondisi Keysa menyebar luas dan menjadi sorotan setelah minta tolong ke Dedi Mulyadi dan Lucky Hakim.
    “Minta tolong ke pak Dedi Mulyadi dan Lucky Hakim karena memang saya tidak punya ongkos. Saya kerjanya kalau gak parkir, cari nasi kering, jadi sehari-hari cuma cukup buat makan saja,” kata dia.
    Pada kesempatan itu, Sukardi turut menunjukkan rompi oranye yang biasa ia pakai untuk parkir di lapak yang tidak jauh dari rumahnya. Dari pekerjaan itu, ia selama ini bisa menghidupi keluarga kecilnya.
    Anak pertamanya kini sudah lulus SMA. Sedangkan Keysa, kini duduk di bangku kelas 9 SMP.
    “Keysa juga punya adik satu lagi. Total tiga bersaudara,” ujar dia.
    Perasaan Sukardi terasa lega setelah bantuan datang, ia mengaku sangat bersyukur dan tidak menyangka ada banyak orang peduli kepada anak keduanya tersebut.
    Pada kesempatan itu, Pemerintah Kecamatan Widasari datang membawa santunan dari pemerintah daerah guna bekal ongkos Keysa berobat ke Solo.
    Tak hanya itu, pemerintah juga memfasilitasi mobil untuk digunakan keluarga kecil tersebut sampai selesai pengobatan. Keysa pun akan dibawa untuk berobat ke Solo pada Senin (15/12/2025) mendatang.
    Bantuan juga datang dari Dandim 0616/Indramayu. Ia datang bersama jajarannya memberikan bantuan sebesar Rp 11 juta.
    Uang itu diberikan untuk membantu biaya perjalanan dan kebutuhan operasi Keysa di Solo.
    Sukardi tampak menerima semua dengan mata berkaca-kaca, ia juga berulang kali mengucap terima kasih.
    “Terima kasih banyak untuk semuanya, semoga Keysa bisa sembuh,” kata Sukardi. 
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Lalai Bekendara Pengendara Motor Tewas Usai Oleng Menabrak Trotoar
                
                    
                        
                            Regional
                        
                        11 Desember 2025

    Lalai Bekendara Pengendara Motor Tewas Usai Oleng Menabrak Trotoar Regional 11 Desember 2025

    Lalai Bekendara Pengendara Motor Tewas Usai Oleng Menabrak Trotoar
    Tim Redaksi
    BANDUNG,KOMPAS.com
    – Kecelakaan terjadi di Jalan Surapati depan hotel Pullman Kecamatan Bandung Wetan Kota Bandung. Seorang pengendara motor tanpa plat nomor tewas setelah motor yang dikendarainya menabrak sebuah trotoar. 
    Kepala Unit Penegakan Hukum Satuan Lalu Lintas Polrestabes
    Bandung
    AKP Fiekry Adi Perdana menjelaskan bahwa insiden ini terjadi pada Kamis (12/12/2025) pagi sekitar pukul 05.30 WIB. 
    Pengendara berinisial PDN (38) yang menggunakan kendaraan yang tak memiliki plat nomor polisi, berkendara dari timur ke barat di jalan Surapati yang memiliki lebar jalan 12 meter, dengan bahu dalam jalan 1 meter dan bahu jalan 20 cm. 
    Jalan kota Bandung itu disebut memiliki pencahaan yang redup dan jalan berkontur lurus dan tidak terdapat median pemisah jalan serta satu jalur. 
    Menurut Fiekry kondisi pagi itu cerah dan arus lalu lintas ramai lancar. Namun di tempat kejadian perkara (TKP) kendaraan korban oleng ke kanan dan menabrak
    trotoar
    hingga terjatuh. 
    “Akibat kecelakaan tersebut,
    pengendara motor
    honda beat berinsial PDN meninggal dunia di TKP,” kata Fiekry. 
    Fiekry menyebut kendaraan korban tak dilengkapi Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK) dan tak terpasang nomor polisi. Sementara korban meninggal dibawa ke Forensik Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS) bandung. 
    Fiekry menduga pengendara lalai saat mengendarai kendaraanya. “Penyebab faktor manusia. Di duga telah lalai dalam berkendara sehingga menyebabkan kecelakaan Lalulintas,” ujarnya.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Dokter Priguna Divonis 11 Tahun Penjara, Terbukti Lakukan Kekerasan Seksual ke Pasien RSHS Bandung

    Dokter Priguna Divonis 11 Tahun Penjara, Terbukti Lakukan Kekerasan Seksual ke Pasien RSHS Bandung

    Liputan6.com, Jakarta Terdakwa kasus tindak pidana kekerasan seksual (TPKS) dokter residen Priguna Anugerah Pratama divonis 11 tahun penjara dan denda Rp 100 juta oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Bandung. Hakim menilai terdakwa telah terbukti melakukan TPKS terhadap korbannya di Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS) Bandung.

    Vonis dibacakan langsung oleh Ketua Majelis Hakim Lingga Setiawan dengan didampingi dua anggota yaitu, Sri Senaningsih dan juga Zulfikar Siregar. Sementara Priguna tertunduk di kursi pesakitan dengan mengenakan kemeja putih, celana hitam, mendengarkan putusan hakim.

    “Mengadili, menyatakan, saudara Priguna telah terbukti secara sah dan menyakinkan telah melakukan pidana kekerasan seksual. Menjatuhkan pidana selama 11 tahun dan denda Rp 100 juta, dengan ketentuan bila tidak bisa membayarkannya diganti dengan hukuman penjara tiga bulan,” kata Hakim Ketua sekaligus Ketua PN Bandung Lingga Setiawan, Rabu (5/11/2025).

    Selain pidana pokok, jaksa juga menuntut terdakwa membayar restitusi atau uang ganti rugi kepada ketiga korban dengan total Rp 137 juta lebih. Adapun total korban dari kasus ini ada sebanyak tiga orang dengan rincian korban FH senilai Rp 79.429.000, Rp 49.810.000 untuk korban NK, dan sebesar Rp 8.640.000 untuk korban FPA.

    Pidana tambahan ini dibebankan kepada terdakwa berdasarkan perhitungan LPSK dengan Nomor: R-3632/4.1.IP/LPSK/06/2025 tanggal 18 Juni 2025. Hakim pun mengabulkan tuntutan tersebut dengan membebankan restitusi kepada terdakwa.

    “Sehingga total restitusi yang perlu dibayarkan adalah Rp 137.879.000, (seratus tiga puluh tujuh juta delapan ratus tujuh puluh sembilan ribu rupiah),” kata Lingga.

    Kuasa Hukum Priguna Anugerah Pratama, Aldi Rangga mengaku pihaknya akan melakukan pikir-pikir dengan diberikan waktu selama sepekan terkait putusan ini. Meski sempat mengajukan fakta-fakta yang meringankan terdakwa saat pledoi, namun dia kembalikan keputusan kepada hakim.

    “Terkait putusan kami menilai masih kurang tepat. Tapi, apapun itu harus dihargai dan hormati. Dalam pleidoi, kami sempat sampaikan beberapa fakta hukum yang kami anggap dapat meringankan terdakwa. Namun, soal putusan kembali lagi ke hakim,” kata Aldi.

    Sebelumnya, jaksa menuntut Priguna dengan 11 tahun penjara sesuai dengan Pasal 6 huruf c Juncto Pasal 15 ayat (1) huruf b, huruf e dan huruf j Juncto Pasal 16 ayat (1) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual.

    “Terdakwa PAP (dituntut) selama 11 tahun dikurangi dengan masa penangkapan dan penahanan yang telah dijalani oleh terdakwa dengan perintah agar tetap ditahan, dan denda Sebesar Rp100 juta, dengan ketentuan apabila dengan tersebut tidak dibayar, maka diganti dengan pidana penjara selama enam bulan,” ujar Kepala Seksi Penerangan Hukum (Kasipenkum) Kejaksaan Tinggi Jawa Barat, Sri Nurcahyawijaya, beberapa waktu lalu.

    Jaksa penuntut memberikan pidana tambahan yang mana Priguna diminta untuk membayar restitusi berdasarkan perhitungan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) dengan Nomor: R-3632/4.1.IP/LPSK/06/2025 tanggal 18 Juni 2025 total keseluruhan sebesar Rp 137.879.000.

    Restitusi ini nantinya diberikan kepada para korban tiga orang korban, pertama Rp 79.429.000, korban kedua Rp 49.810.000, dan korban ketiga Rp 8.640.000.

    “Apabila restitusi tersebut tidak dibayar, maka diganti dengan pidana penjara selama enam bulan,” ucap Cahya.

  • Sopir Ambulans Meninggal Tepat Setelah Turunkan Jenazah di Depan Rumah Duka
                
                    
                        
                            Bandung
                        
                        25 Oktober 2025

    Sopir Ambulans Meninggal Tepat Setelah Turunkan Jenazah di Depan Rumah Duka Bandung 25 Oktober 2025

    Sopir Ambulans Meninggal Tepat Setelah Turunkan Jenazah di Depan Rumah Duka
    Tim Redaksi
    CIAMIS, KOMPAS.com –
      Seorang sopir ambulans bernama Wahyu (48), asal Bandung, Jawa Barat, meninggal dunia sesaat setelah mengantarkan jenazah Lilih (45), warga Dusun Hujung Tiwu 2, Desa Hujung Tiwu, Kecamatan Panjalu, Kabupaten Ciamis, Jumat (24/10/2025) sore.
    Dalam video yang beredar di media sosial, terlihat ambulans yang dikemudikan Wahyu tiba di rumah duka.
    Ia sempat memarkirkan ambulans, lalu memundurkannya untuk mempermudah proses penurunan jenazah.
    Namun, ketika warga menurunkan jenazah Lilih dari ambulans, tiba-tiba Wahyu terjatuh dari kursi kemudi dan tak sadarkan diri.
    Warga sempat membawanya ke puskesmas untuk mendapatkan pertolongan. Namun, nyawanya tidak tertolong.
    “Saat warga mengeluarkan jenazah, tiba-tiba Mang Wahyu terjatuh,” kata Kepala Dusun Hujung Tiwu 2, Rudi Soleh Komarudin, saat dihubungi melalui sambungan telepon, Sabtu (25/10/2025).
    Sebelum meninggal, Lilih diketahui menjalani perawatan selama sekitar sepekan di Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS) Bandung.
    Jenazahnya kemudian dibawa pulang ke kampung halamannya di Panjalu menggunakan ambulans milik Himpunan Masyarakat Hujung Tiwu (Himmah).
    Saat kejadian, Wahyu diketahui sedang bersiaga di garasi ambulans tersebut. Ia sehari-hari beraktivitas di Bandung.
    Begitu mendapat kabar ada warga yang meninggal, Wahyu langsung membawa jenazah Lilih pulang ke Panjalu.
    “Sopir ambulans banyak, saat itu mungkin hanya ada Mang Wahyu (di garasi), jadi dia yang mengantar,” ujar Rudi.
    Berdasarkan keterangan keluarga Lilih, selama perjalanan menuju Panjalu, kondisi Wahyu tampak sehat dan tidak menunjukkan tanda-tanda sakit.
    Bahkan, ketika waktu shalat Ashar tiba, Wahyu sempat berbincang dengan keluarga Lilih.
    “Kata anaknya Ibu Lilih, nanti saja di lembur (kampung halaman), masih keburu (sampai),” jelas Rudi.
    Namun, menurut informasi dari keluarga Wahyu, almarhum memiliki riwayat penyakit lambung.
    “Kata keluarga, punya sakit mag, suka sesak (saat kambuh),” katanya.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Dua rumah hancur dan dua korban luka bakar akibat ledakan gas tiga kilogram di Bandung

    Dua rumah hancur dan dua korban luka bakar akibat ledakan gas tiga kilogram di Bandung

    Selasa, 16 September 2025 12:00 WIB

    Kondisi sudut sebuah rumah yang hancur di lokasi ledakan gas tiga kilogram di Babakansari, Kiaracondong, Bandung, Jawa Barat, Selasa (16/9/2025). Sebanyak dua rumah hancur serta dua orang korban luka bakar dilarikan ke Rumah Sakit Hasan Sadikin akibat ledakan gas tiga kilogram yang diduga karena adanya kebocoran tabung gas. ANTARA FOTO/Raisan Al Farisi/YU

    Petugas BPBD Kota Bandung memeriksa kondisi sebuah rumah yang hancur di lokasi ledakan gas tiga kilogram di Babakansari, Kiaracondong, Bandung, Jawa Barat, Selasa (16/9/2025). Sebanyak dua rumah hancur serta dua orang korban luka bakar dilarikan ke Rumah Sakit Hasan Sadikin akibat ledakan gas tiga kilogram yang diduga karena adanya kebocoran tabung gas. ANTARA FOTO/Raisan Al Farisi/YU

    Anggota Inafis Polrestabes Bandung melakukan identifikasi di lokasi ledakan gas tiga kilogram di Babakansari, Kiaracondong, Bandung, Jawa Barat, Selasa (16/9/2025). Sebanyak dua rumah hancur serta dua orang korban luka bakar dilarikan ke Rumah Sakit Hasan Sadikin akibat ledakan gas tiga kilogram yang diduga karena adanya kebocoran tabung gas. ANTARA FOTO/Raisan Al Farisi/YU

    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Kronologis Polisi Tembakan Gas Air Mata ke Kampus Unisba & Unpas Versi Mahasiswa

    Kronologis Polisi Tembakan Gas Air Mata ke Kampus Unisba & Unpas Versi Mahasiswa

    Bisnis.com, BANDUNG — Aparat keamanan menembakkan gas air mata ke dalam kampus Universitas Islam Bandung (Unisba) dan Universitas Pasundan (Unpas) di Jalan Tamansari, Bandung dalam kericuhan yang terjadi pada Senin (1/9/2025) malam.

    Presiden Mahasiswa Unisba Kamal Rahmatullah menuturkan peristiwa itu terjadi sekitar pukul 23.30 WIB. Serangan aparat berlangsung secara tiba-tiba dan membuat mahasiswa berlari menyelamatkan diri.

    “Tiba-tiba ada sekelompok atau segerombol polisi dan TNI itu tiba-tiba menyerang begitu ke arah bawah, otomatis massa aksi yang dari atas itu berlarian ke dalam akhirnya sudah masuk di dalam, ada yang juga menembakkan gas air mata,” ujarnya dalam konferensi pers di Kampus Unisba, Selasa (2/9/2025).

    Kamal menuturkan saat kejadian sejumlah mahasiswa sebenarnya tengah mengevakuasi peserta aksi yang terluka maupun sesak napas akibat gas air mata saat demonstrasi di depan Gedung DPRD Jawa Barat pada sore harinya. Kampus Unisba dalam setiap aksi demo kerap dipakai sebagai posko medis.

    “Nah, saya kira karena saya stay by di sini juga dengan kawan-kawan untuk sama-sama bersama kawan-kawan yang akhirnya terluka, saya cek dan saya sepenglihatan kawan-kawan pun tidak ada anak-anak SMP begitu. Semua pure massa aksi, massa aksi itu mahasiswa,” katanya.

    Ia menegaskan pemblokiran jalan yang dilakukan massa aksi semata-mata untuk menjaga area kampus tetap steril dari provokator. Jalur tersebut sekaligus menjadi ruang evakuasi bagi mahasiswa yang terdampak gas air mata.

    “Karena jalur evakuasi itu kawan-kawan rasa harus steril begitu, karena agar mempercepat mobilitas daripada evakuasi untuk akhirnya bisa diambil dan diamankan di Unisba,” kata Kamal.

    Pihaknya mengaku saat kericuhan adanya pelemparan molotov yang kemudian memicu aparat keamanan merangsek ke area dekat kampus. Namun, ia tidak mengetahui siapa yang melakukan pelemparan tersebut.

    “Kalau misalnya sepengelihatan memang ada, cuma itu di luar dari kampus Unisba. Ada beberapa mahasiswa yang harus dibawa ke Rumah Sakit Hasan Sadikin [RSHS] Bandung,” pungkasnya.

  • RS Hasan Sadikin Gunakan CNG PGN Gagas untuk Layanan Ramah Lingkungan

    RS Hasan Sadikin Gunakan CNG PGN Gagas untuk Layanan Ramah Lingkungan

    Bisnis.com, BANDUNG – PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGN) melalui Anak Perusahaan yaitu PT Gagas Energi Indonesia (Gagas) memasok gas bumi berbasis Compressed Natural Gas (CNG) untuk Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung (RSHS). CNG dalam wujud Gaslink sudah dialirkan untuk kebutuhan dapur RSHS sejak Rabu pekan lalu, (6/8/25).

    RSHS akan memakai Gaslink dengan volume 1.500 meter kubik (M3) per bulan, di mana sebelumnya RSHS menggunakan energi solar. Selain dapur, secara bertahap RSHS akan merealisasikan pemakaian Gaslink untuk boiler dan genset listrik.

    Gaslink akan menjadi energi yang andal dan efisien untuk mendukung operasional yang berjalan 24 jam. RSHS dapat merasakan kepastian yang stabil untuk dapur rumah sakit yang memasak makanan untuk seluruh pasien.

    Direktur Utama RSHS dr. H. Rachim Dinata Marsidi mengungkapkan, pemakaian Gaslink dapat membantu mengurangi biaya energi secara optimal, sekaligus menjadi komitmen RSHS dalam terciptanya lingkungan yang lebih bersih.

    Sebelumnya, RSHS menggunakan energi dari bahan bakar solar yang mengeluarkan biaya sekitar 8 Milyar per tahun. Selanjutnya jika memakai CNG, kurang lebih menjadi 5 Milyar per tahun. “Dengan penghematan yang didapatkan, dapat kami alihkan untuk membeli kebutuhan rumah sakit lainnya,” ungkap dr. Rachim.

    Pengaliran perdana Gaslink turut disaksikan oleh Komisaris Utama Pertamina Mochamad Iriawan dan Wakil Direktur Utama Pertamina Oki Muraza. Kegiatan tersebut berbarengan dengan Market Day CNG Pertamina di Bandung pekan lalu, (6/8).

    “Beralihnya RSHS dari solar ke gas bumi, diharapkan dapat menjadi acuan bagi rumah sakit lainnya. Gas bumi adalah energi yang ramah lingkungan. Selain itu, dapat membantu mengurangi impor energi sehingga akan memberikan dampak positif bagi kita semua, sejalan dengan target Presiden. Pertamina akan memberikan yang terbaik kepada masyarakat, kami siap untuk mengawal dalam mengurangi impor dan mendukung asta cita untuk mewujudkan kemandirian energi,” ujar Komisaris Utama Pertamina Mochamad Iriawan dalam sambutannya.

    Direktur Utama PGN Arief S. Handoko menambahkan, dengan pemanfaatan Gaslink di RSHS diharapkan mendukung inisiatif RSHS menuju rumah sakit hijau (green hospital) mengingat CNG adalah energi yang memiliki kandungan emisi relatif lebih rendah dibandingkan energi lainnya.

    “Subholding Gas Pertamina bertekad memberikan layanan yang terbaik agar CNG dapat memberikan manfaat yang optimal bagi RSHS,” ujarnya.

    “Pemanfaatan energi Gaslink di RSHS menandai langkah penting penggunaan gas bumi yang lebih bersih, andal dan efisien bagi sektor kesehatan. Selain itu, membuktikan bahwa Gaslink yang dikelola oleh PGN Gagas dapat dimanfaatkan oleh sektor layanan kesehatan publik salah satunya adalah rumah sakit. Terlebih saat ini, PGN Gagas sudah siap memperluas layanan CNG di Bandung dan sekitarnya,” jelas Direktur Utama Gagas Santiaji Gunawan.

  • RS Hasan Sadikin Gunakan CNG PGN Gagas untuk Layanan Ramah Lingkungan

    RS Hasan Sadikin Gunakan CNG PGN Gagas untuk Layanan Ramah Lingkungan

    Bisnis.com, BANDUNG – PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGN) melalui Anak Perusahaan yaitu PT Gagas Energi Indonesia (Gagas) memasok gas bumi berbasis Compressed Natural Gas (CNG) untuk Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung (RSHS). CNG dalam wujud Gaslink sudah dialirkan untuk kebutuhan dapur RSHS sejak Rabu pekan lalu, (6/8/25).

    RSHS akan memakai Gaslink dengan volume 1.500 meter kubik (M3) per bulan, di mana sebelumnya RSHS menggunakan energi solar. Selain dapur, secara bertahap RSHS akan merealisasikan pemakaian Gaslink untuk boiler dan genset listrik.

    Gaslink akan menjadi energi yang andal dan efisien untuk mendukung operasional yang berjalan 24 jam. RSHS dapat merasakan kepastian yang stabil untuk dapur rumah sakit yang memasak makanan untuk seluruh pasien.

    Direktur Utama RSHS dr. H. Rachim Dinata Marsidi mengungkapkan, pemakaian Gaslink dapat membantu mengurangi biaya energi secara optimal, sekaligus menjadi komitmen RSHS dalam terciptanya lingkungan yang lebih bersih.

    Sebelumnya, RSHS menggunakan energi dari bahan bakar solar yang mengeluarkan biaya sekitar 8 Milyar per tahun. Selanjutnya jika memakai CNG, kurang lebih menjadi 5 Milyar per tahun. “Dengan penghematan yang didapatkan, dapat kami alihkan untuk membeli kebutuhan rumah sakit lainnya,” ungkap dr. Rachim.

    Pengaliran perdana Gaslink turut disaksikan oleh Komisaris Utama Pertamina Mochamad Iriawan dan Wakil Direktur Utama Pertamina Oki Muraza. Kegiatan tersebut berbarengan dengan Market Day CNG Pertamina di Bandung pekan lalu, (6/8).

    “Beralihnya RSHS dari solar ke gas bumi, diharapkan dapat menjadi acuan bagi rumah sakit lainnya. Gas bumi adalah energi yang ramah lingkungan. Selain itu, dapat membantu mengurangi impor energi sehingga akan memberikan dampak positif bagi kita semua, sejalan dengan target Presiden. Pertamina akan memberikan yang terbaik kepada masyarakat, kami siap untuk mengawal dalam mengurangi impor dan mendukung asta cita untuk mewujudkan kemandirian energi,” ujar Komisaris Utama Pertamina Mochamad Iriawan dalam sambutannya.

    Direktur Utama PGN Arief S. Handoko menambahkan, dengan pemanfaatan Gaslink di RSHS diharapkan mendukung inisiatif RSHS menuju rumah sakit hijau (green hospital) mengingat CNG adalah energi yang memiliki kandungan emisi relatif lebih rendah dibandingkan energi lainnya.

    “Subholding Gas Pertamina bertekad memberikan layanan yang terbaik agar CNG dapat memberikan manfaat yang optimal bagi RSHS,” ujarnya.

    “Pemanfaatan energi Gaslink di RSHS menandai langkah penting penggunaan gas bumi yang lebih bersih, andal dan efisien bagi sektor kesehatan. Selain itu, membuktikan bahwa Gaslink yang dikelola oleh PGN Gagas dapat dimanfaatkan oleh sektor layanan kesehatan publik salah satunya adalah rumah sakit. Terlebih saat ini, PGN Gagas sudah siap memperluas layanan CNG di Bandung dan sekitarnya,” jelas Direktur Utama Gagas Santiaji Gunawan.

  • RS Hasan Sadikin Sudah Pakai CNG dari PGN Gagas, Layanan Kesehatan Masyarakat Makin Efisien dan Ramah Lingkungan

    RS Hasan Sadikin Sudah Pakai CNG dari PGN Gagas, Layanan Kesehatan Masyarakat Makin Efisien dan Ramah Lingkungan

    Jakarta: PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGN) melalui Anak Perusahaan yaitu PT Gagas Energi Indonesia (Gagas) memasok gas bumi berbasis Compressed Natural Gas (CNG) untuk Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung (RSHS). CNG dalam wujud Gaslink sudah dialirkan untuk kebutuhan dapur RSHS sejak Rabu pekan lalu, (6/8/25).

    RSHS akan memakai Gaslink dengan volume 1.500 meter kubik (M3) per bulan, dimana sebelumnya RSHS menggunakan energi solar. Selain dapur, secara bertahap RSHS akan merealisasikan pemakaian Gaslink untuk boiler dan genset listrik.

    Gaslink akan menjadi energi yang andal dan efisien untuk mendukung operasional yang berjalan 24 jam. RSHS dapat merasakan kepastian yang stabil untuk dapur rumah sakit yang memasak makanan untuk seluruh pasien. 

    Direktur Utama RSHS dr. H. Rachim Dinata Marsidi mengungkapkan, pemakaian Gaslink dapat membantu mengurangi biaya energi secara optimal, sekaligus menjadi komitmen RSHS dalam terciptanya lingkungan yang lebih bersih.
     

    Sebelumnya, RSHS menggunakan energi dari bahan bakar solar yang mengeluarkan biaya sekitar 8 Milyar per tahun. Selanjutnya jika memakai CNG, kurang lebih menjadi 5 Milyar per tahun. “Dengan penghematan yang didapatkan, dapat kami alihkan untuk untuk membeli kebutuhan rumah sakit lainnya,” ungkap dr. Rachim.

    Pengaliran perdana Gaslink turut disaksikan oleh Komisaris Utama Pertamina Mochamad Iriawan dan Wakil Direktur Utama Pertamina Oki Muraza. Kegiatan tersebut berbarengan dengan Market Day CNG Pertamina di Bandung pekan lalu, (6/8).

    “Beralihnya RSHS dari solar ke gas bumi, diharapkan dapat menjadi acuan bagi rumah sakit lainnya. Gas bumi adalah energi yang ramah lingkungan. Selain itu, dapat membantu mengurangi impor energi sehingga akan memberikan dampak positif bagi kita semua, sejalan dengan target Presiden. Pertamina akan memberikan yang terbaik kepada masyarakat, kami siap untuk mengawal dalam mengurangi impor dan mendukung asta cita untuk mewujudkan kemandirian energi,” ujar Komisaris Utama Pertamina Mochamad Iriawan dalam sambutannya.
     

    Direktur Utama PGN Arief S. Handoko menambahkan, dengan pemanfaatan Gaslink di RSHS diharapkan mendukung inisiatif RSHS menuju rumah sakit hijau (green hospital) mengingat CNG adalah energi yang memiliki kandungan emisi relatif lebih rendah dibandingkan energi lainnya. “Subholding Gas Pertamina bertekad memberikan layanan yang terbaik agar CNG dapat memberikan manfaat yang optimal bagi RSHS,” ujarnya.

    “Pemanfaatan energi Gaslink di RSHS menandai langkah penting penggunaan gas bumi yang lebih bersih, andal dan efisien bagi sektor kesehatan. Selain itu, membuktikan bahwa Gaslink yang dikelola oleh PGN Gagas dapat dimanfaatkan oleh sektor layanan kesehatan publik salah satunya adalah rumah sakit. Terlebih saat ini, PGN Gagas sudah siap memperluas layanan CNG di Bandung dan sekitarnya,” jelas Direktur Utama Gagas Santiaji Gunawan.

     

    Jakarta: PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGN) melalui Anak Perusahaan yaitu PT Gagas Energi Indonesia (Gagas) memasok gas bumi berbasis Compressed Natural Gas (CNG) untuk Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung (RSHS). CNG dalam wujud Gaslink sudah dialirkan untuk kebutuhan dapur RSHS sejak Rabu pekan lalu, (6/8/25).
     
    RSHS akan memakai Gaslink dengan volume 1.500 meter kubik (M3) per bulan, dimana sebelumnya RSHS menggunakan energi solar. Selain dapur, secara bertahap RSHS akan merealisasikan pemakaian Gaslink untuk boiler dan genset listrik.
     
    Gaslink akan menjadi energi yang andal dan efisien untuk mendukung operasional yang berjalan 24 jam. RSHS dapat merasakan kepastian yang stabil untuk dapur rumah sakit yang memasak makanan untuk seluruh pasien. 

    Direktur Utama RSHS dr. H. Rachim Dinata Marsidi mengungkapkan, pemakaian Gaslink dapat membantu mengurangi biaya energi secara optimal, sekaligus menjadi komitmen RSHS dalam terciptanya lingkungan yang lebih bersih.
     

     
    Sebelumnya, RSHS menggunakan energi dari bahan bakar solar yang mengeluarkan biaya sekitar 8 Milyar per tahun. Selanjutnya jika memakai CNG, kurang lebih menjadi 5 Milyar per tahun. “Dengan penghematan yang didapatkan, dapat kami alihkan untuk untuk membeli kebutuhan rumah sakit lainnya,” ungkap dr. Rachim.
     
    Pengaliran perdana Gaslink turut disaksikan oleh Komisaris Utama Pertamina Mochamad Iriawan dan Wakil Direktur Utama Pertamina Oki Muraza. Kegiatan tersebut berbarengan dengan Market Day CNG Pertamina di Bandung pekan lalu, (6/8).
     
    “Beralihnya RSHS dari solar ke gas bumi, diharapkan dapat menjadi acuan bagi rumah sakit lainnya. Gas bumi adalah energi yang ramah lingkungan. Selain itu, dapat membantu mengurangi impor energi sehingga akan memberikan dampak positif bagi kita semua, sejalan dengan target Presiden. Pertamina akan memberikan yang terbaik kepada masyarakat, kami siap untuk mengawal dalam mengurangi impor dan mendukung asta cita untuk mewujudkan kemandirian energi,” ujar Komisaris Utama Pertamina Mochamad Iriawan dalam sambutannya.
     

     
    Direktur Utama PGN Arief S. Handoko menambahkan, dengan pemanfaatan Gaslink di RSHS diharapkan mendukung inisiatif RSHS menuju rumah sakit hijau (green hospital) mengingat CNG adalah energi yang memiliki kandungan emisi relatif lebih rendah dibandingkan energi lainnya. “Subholding Gas Pertamina bertekad memberikan layanan yang terbaik agar CNG dapat memberikan manfaat yang optimal bagi RSHS,” ujarnya.
     
    “Pemanfaatan energi Gaslink di RSHS menandai langkah penting penggunaan gas bumi yang lebih bersih, andal dan efisien bagi sektor kesehatan. Selain itu, membuktikan bahwa Gaslink yang dikelola oleh PGN Gagas dapat dimanfaatkan oleh sektor layanan kesehatan publik salah satunya adalah rumah sakit. Terlebih saat ini, PGN Gagas sudah siap memperluas layanan CNG di Bandung dan sekitarnya,” jelas Direktur Utama Gagas Santiaji Gunawan.
     
     
     
    Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

    (PRI)

  • Utang BPJS Pemprov Jabar Bisa Naik ke Rp 360 M, Ini Rencana Bayarnya
                
                    
                        
                            Bandung
                        
                        16 Juni 2025

    Utang BPJS Pemprov Jabar Bisa Naik ke Rp 360 M, Ini Rencana Bayarnya Bandung 16 Juni 2025

    Utang BPJS Pemprov Jabar Bisa Naik ke Rp 360 M, Ini Rencana Bayarnya
    Editor
    BANDUNG, KOMPAS.com
    – Pemerintah Provinsi Jawa Barat akan memanfaatkan perubahan APBD 2025 untuk membayar tunggakan iuran BPJS Kesehatan yang nilainya mencapai Rp 311 miliar.
    Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Jawa Barat,
    Dedi Mulyadi
    , mengatakan saat ini pihaknya masih menghitung alokasi anggaran yang akan digunakan untuk melunasi kewajiban tersebut.
    “Yang pasti APBD murni sudah lewat. Nah kemungkinan nanti perubahan APBD 2025. Mungkin di situ beliau (gubernur) akan memprioritaskan untuk pembayaran utang, konsekuensinya yang bukan belanja prioritas akan disesuaikan,” kata Dedi saat dihubungi, Senin (16/5/2025).
    Dedi menjelaskan, tunggakan utang tersebut berasal dari iuran BPJS Kesehatan untuk kabupaten dan kota yang belum dibayarkan selama periode 2023/2024.
    “Yang Rp 311 miliar itu tagihan ke kabupaten/kota. Jumlahnya dinamis karena sebelum bayar kami konsolidasi dulu dengan BPJS sama kabupaten/kota itu di angka Rp 311 miliar, sempat bisa jadi nambah ke Rp 360 miliar. Tapi nggak akan turun dari angka tersebut,” ujarnya.
    Setiap tahun, menurut Dedi,
    Pemprov Jabar
    mengalokasikan sekitar Rp 900 miliar untuk membayar iuran BPJS Kesehatan bagi masyarakat.
    Dari total tersebut, Rp 460 miliar disetor ke pusat untuk warga dalam kategori Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS), sedangkan sisanya digunakan untuk warga non-DTKS yang diusulkan oleh pemerintah kabupaten dan kota.
    “Kalau DTKS kita setor ke pusat ke Kementerian Keuangan nanti ke BPJS pusat. Kalau yang Rp 400 miliar lainnya setor ke kabupaten/kota, porsinya Pemprov 40 persen, 60 persen usulan daerah,” jelas Dedi.
    Tunggakan itu pertama kali diungkap Gubernur Jabar Dedi Mulyadi saat mendampingi Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin di Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS) Bandung, Rabu (11/6/2025).
    Dalam kesempatan itu, Dedi menyinggung besarnya dana hibah di masa pemerintahan sebelumnya yang dianggap mengabaikan kewajiban pembayaran iuran BPJS Kesehatan.
    “Dalam hal ini, pemerintah punya kewajiban atas akses kesehatan warganya ketimbang belanja hibah,” pungkasnya.
    Penulis: Kontributor Bandung, Faqih Rohman Syafei
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.