Tempat Fasum: RSUP dr Sardjito

  • Kapolri Dalami Penyebab Kematian Mahasiswa Amikom Yogya

    Kapolri Dalami Penyebab Kematian Mahasiswa Amikom Yogya

    Bisnis.com, JAKARTA — Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo angkat bicara terkait dengan kasus kematian mahasiswa Amikom Yogyakarta, Rheza Sendy Pratama saat mengikuti aksi unjuk rasa, Minggu (31/8/2025).

    Sigit menyatakan bahwa pihaknya bakal melakukan pendalaman untuk membuat terang penyebab kematian Rheza saat mengikuti demo tersebut.

    “Ya saya kira semuanya sudah jelas kan apa yang terjadi dan saat ini sedang dilaksanakan pendalaman meninggalnya karena apa,” ujar Sigit di RS Polri, Jakarta, Senin (1/9/2025).

    Sebelumnya, dikutip dari Harian Jogja, Ayahanda Rheza, Yoyon Surono mengatakan dirinya mendapatkan informasi bahwa Rheza berada di RSUP Dr Sardjito.

    Setibanya di RS, Yoyon melihat anaknya sudah terbaring dengan luka seperti sayatan dan jejak sepatu pada perut. Bagian kepala Rheza terluka, kaki dan tangannya pun lecet. Selain itu bagian leher Rheza tampak seperti patah.

    Kendati demikian, Yoyon tak mau mengambil langkah autopsi. “Nggak, saya nggak mau autopsi,” ujar Yoyon.

    Dia juga mengakui bahwa kepolisian sudah sempat meminta agar melakukan autopsi, namun keluarga sudah pasrah menerima keadaan.

    “Kepolisian minta autopsi untuk mengantisipasi hal-hal yang tidak diinginkan, cuma kami dari keluarga sudah pasrah, apapun yang terjadi ini musibah begitu saja. Jadi kami enggak mau autopsi,” pungkasnya.

  • RS Sardjito Ungkap Rheza Mahasiswa Amikom yang Meninggal Alami Henti Jantung

    RS Sardjito Ungkap Rheza Mahasiswa Amikom yang Meninggal Alami Henti Jantung

    Jakarta

    Mahasiswa Amikom Yogyakarta Rheza Sendy Pratama meninggal dunia pada Minggu kemarin. Ini terjadi ketika ia mengikuti aksi unjuk rasa di sekitar Mapolda DIY.

    Manajer Hukum dan Humas RSUP Dr Sardjito, Banu Hermawan mengungkapkan saat itu Rheza dibawa ke rumah sakit dalam kondisi tidak sadarkan diri. Ia menjadi salah satu dari 29 orang yang dilarikan ke rumah sakit Sardjito setelah mengikuti aksi demo, tapi kondisinya tidak bisa diselamatkan.

    “Yang meninggal dunia, dari 29 itu 1 meninggal dunia,” kata Banu kepada awak media dikutip dari detikJogja, Senin (1/9/2025).

    Banu menceritakan saat itu Rheza dibawa ke rumah sakit dalam kondisi kritis. Sesampainya di Sardjito pada pukul 06.30 pagi, dokter yang memeriksa masih melihat ada tanda kehidupan, tapi kondisinya memang sudah tidak sadarkan diri.

    “(Iya) tidak sadar (saat tiba di rumah sakit),” kata Banu.

    “Ya kita selalu upayakan itu waktu itu. Ada tanda yang masih melemahkan itu ya posisinya,” tambahnya lagi.

    Tenaga medis di rumah sakit sudah berusaha maksimal. Banu menuturkan tim medis sempat melakukan resusitasi jantung paru (RJP) selama 30 menit. Namun, kondisi Rheza sudah tidak bisa diselamatkan dan akhirnya dinyatakan meninggal dunia pada 07.05 pagi.

    “Pasien masuk di kami jam 06.30 WIB, masuk sudah dalam kondisi jelek begitu. Kemudian tim medis kami melakukan namanya RJP, resusitasi jantung. Secara maraton, sekitar 30 menit, namun demikian jam 07.06 WIB kami menyatakan beliau meninggal dunia,” jelasnya.

    “Kebetulan pula kemarin dari pihak keluarga juga tidak berkenan untuk dilakukan visum lebih lanjut, sehingga diagnosa cardiac arrest ini masih kita tegakkan dengan cardiac arrest. Penyebab kematian ya cardiac arrest (henti jantung) itu,” tandas Banu.

    (avk/kna)

  • Mahasiswa Amikom Jogja Meninggal, Keluarga Ungkap Kondisi Jenazah

    Mahasiswa Amikom Jogja Meninggal, Keluarga Ungkap Kondisi Jenazah

    Jakarta

    Mahasiswa Ilmu Komunikasi Universitas Amikom Yogyakarta, Rheza Sendy Pratama (21), meninggal dunia. Rheza meninggal dunia dengan tubuh penuh luka.

    Dilansir detikJogja, mahasiswa itu meninggal pada Minggu (31/8/2025). Ayah almarhum Rheza, Yoyon Surono, mengatakan putranya malam kemarin pamit keluar rumah untuk ngopi bersama temannya.

    “Saya nyari yang ini (mengajak) tapi belum ketemu anaknya. Semalam ngajak ngopi di dekat Tugu itu. Malamnya ngopi minta uang, (yang ngajak) teman SMK,” kata Yoyon ditemui usai pemakaman.

    Yoyon mendapat kabar dari tetangganya sembari menunjukkan KTP Rheza bahwa anaknya dirawat di RSUP Dr Sardjito karena terkena gas air mata. Rheza diantarkan ke Sardjito oleh petugas unit kesehatan Polda DIY. Tapi saat tiba di Sardjito, dia menemukan anaknya sudah terbujur.

    Berdasarkan informasi yang dia terima, Rheza meninggal tadi pagi pukul 7 di RSUP Dr Sardjito. Dari informasi yang dia dengar, kejadian yang menimpa Rheza terjadi di sekitar Polda DIY pagi tadi. Namun, dia belum bisa memastikan apakah Rheza menjadi bagian dari aksi itu.

    Yoyon mengatakan di sekujur tubuh Rheza terdapat banyak luka memar. Selain itu, leher Rheza juga patah, serta ada bekas pijakan sepatu di tubuh Rheza. Tapi dia tidak bisa memastikan kejadiannya dan dari mana luka tersebut bisa didapat.

    “Tadi aku sudah melihat dan ikut mandikan, yang sini (leher kiri) kayak patah, pas dikucir kepala (yang dislokasi) juga harus di-krek (dikembalikan) sama yang di sana. Cuma yang paling kelihatan kan bekas-bekas sepatu PDL itu sini (perut bagian kanan), sama bekas sayatan-sayatan (memar pukulan). Sayatan kayak bekas digebuk itu loh. Bocor (kepalanya) itu,” ungkap Yoyon.

    Baca selengkapnya di sini

    (lir/imk)

  • Kemenkes Terima 733 Kasus Laporan Bullying di PPDS, Terbanyak di RS-Prodi Ini

    Kemenkes Terima 733 Kasus Laporan Bullying di PPDS, Terbanyak di RS-Prodi Ini

    Jakarta

    Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengungkapkan, terdapat 733 kasus perundungan yang dialami peserta Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) di Indonesia. Angka itu merupakan hasil verifikasi dari 2.920 laporan yang masuk ke kanal pengaduan Kementerian Kesehatan hingga 15 Agustus 2025.

    “Dari total laporan yang kami terima, setelah disortir dan diverifikasi, ada 733 laporan yang termasuk kategori perundungan,” ujar Menkes dalam seminar nasional Pencegahan Perundungan, Gratifikasi, Korupsi & Tindak Pidana Kekerasan Seksual di Universitas Padjadjaran, Bandung, Jumat (22/8/2025).

    Menurut data Kemenkes, mayoritas kasus berasal dari fasilitas dan institusi di bawah naungan kementerian, yakni 433 kasus. Laporan lain datang dari rumah sakit non-Kemenkes (84 kasus), fakultas kedokteran (84 kasus), serta laporan tanpa identitas institusi (34 kasus).

    Di tingkat rumah sakit pusat, RSUP Prof Dr Kandou Manado tercatat sebagai lingkup PPDS dengan laporan terbanyak, yakni 84 kasus sepanjang 2023 hingga 2025. Disusul RS Hasan Sadikin Bandung (83 kasus), RSUP IGN Ngoerah Bali (43), RSUP Dr Sardjito Yogyakarta (39), dan RSUPN Cipto Mangunkusumo Jakarta (37).

    Sementara di RSUD, kasus terbanyak dilaporkan dari RSUD Zainal Abidin Banda Aceh (31 kasus), RSUD Dr Moewardi Surakarta (21), RSUD Saiful Anwar Malang (18), RSUD Dr Soetomo Surabaya (12), dan RSUD Arifin Achmad Riau (9).

    Tekanan Berat hingga Ingin Bunuh Diri

    Menkes menegaskan, dampak perundungan terhadap peserta PPDS tidak bisa dianggap sepele. Survei internal Kemenkes menunjukkan banyak peserta pendidikan yang mengalami tekanan berat, bahkan sampai muncul keinginan untuk mengakhiri hidup.

    “Masalah ini harus diperbaiki secara serius. Dibutuhkan program spesifik untuk melindungi kesehatan mental para peserta didik,” kata Menkes.

    Perundungan tercatat paling banyak di 24 program studi kedokteran spesialis, dengan lima terbesar yakni penyakit dalam (86 kasus), bedah (55), obstetri dan ginekologi (29), anestesi (28), serta ilmu kesehatan anak (25).

    Sejauh ini, Kemenkes telah menangani 124 dari 433 kasus perundungan yang berada di bawah kewenangannya. Sebanyak 98 pelaku terbukti terlibat dan dijatuhi sanksi, termasuk 11 pejabat direksi rumah sakit Kemenkes, 10 di antaranya mendapat teguran, sementara satu pelaksana tugas diberhentikan.

    Di kalangan peserta PPDS, 60 orang dikenai sanksi berupa pengembalian ke fakultas kedokteran asal, skorsing, hingga teguran tertulis.

    (naf/kna)

  • Kenapa Kemenkes Dorong Jamu jadi Solusi Kesehatan Modern?

    Kenapa Kemenkes Dorong Jamu jadi Solusi Kesehatan Modern?

    Jakarta, Beritasatu.com – Dengan memanfaatkan kekayaan hayati Indonesia, jamu dan obat berbahan alam diintegrasikan ke dalam sistem kesehatan nasional untuk memenuhi kebutuhan era modern.

    “Dari jamu kita meresapi budaya, memperoleh manfaat kesehatan, dan melihat potensi ekonomi yang besar,” ujar Direktur Produksi dan Distribusi Farmasi Kemenkes Dita Novianti Sugandi, dalam peringatan Hari Jamu Nasional, yang dikutip dari Antara.

    Potensi Besar Jamu sebagai Obat Herbal Modern

    Indonesia, dengan keanekaragaman hayatinya, memiliki potensi besar untuk mengembangkan obat herbal modern. Salah satu contoh nyata adalah temulawak, yang ditetapkan sebagai tanaman obat Indonesia unggulan (TOIU) karena keunggulannya dari sisi farmakologi, klinis, dan ekonomi.

    Melalui Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan dan Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2024, Kemenkes memiliki landasan hukum yang kuat untuk mengintegrasikan jamu dan obat tradisional ke dalam layanan medis nasional.

    Tujuannya adalah menyediakan jamu di rumah sakit dan puskesmas sebagai bagian dari sistem kesehatan modern. Kemenkes juga telah membuka klinik herbal di RSUP Dr Sardjito Yogyakarta untuk mengembangkan wisata kebugaran dan kesehatan berbasis jamu serta obat bahan alam.

    Masa Depan Cerah Jamu dalam Sistem Kesehatan

    Dukungan regulasi dan penelitian ilmiah menjadi fondasi kuat untuk menjadikan jamu bagian integral dari layanan kesehatan modern. Langkah ini tidak hanya melestarikan nilai budaya, tetapi juga memberdayakan ekonomi masyarakat dan memperkuat kemandirian nasional di bidang farmasi.

    Dengan menggabungkan inovasi ilmiah dan warisan leluhur, Indonesia optimistis menjadi pelopor pengembangan obat herbal yang aman, efektif, dan terjangkau. Jamu tidak hanya akan memenuhi kebutuhan kesehatan dalam negeri, tetapi juga berpotensi menembus pasar global.

    Jamu jadi solusi kesehatan modern yang menggabungkan kearifan lokal dengan inovasi ilmiah. Didukung regulasi pemerintah dan penelitian, jamu siap menjadi bagian dari layanan kesehatan nasional, sekaligus memperkuat budaya dan ekonomi.

  • Sopir Truk Kecelakaan Maut di Purworejo Meninggal Dunia – Halaman all

    Sopir Truk Kecelakaan Maut di Purworejo Meninggal Dunia – Halaman all

    Sopir truk yang mengalami kecelakaan maut di Purworejo meninggal dunia, Jumat (9/5/2025). Korban sempat dirujuk ke RSUP Dr Sardjito, Yogyakarta.

    Tayang: Jumat, 9 Mei 2025 12:29 WIB

    Tribun Jogja/Alexander Ermando

    REM BLONG – Truk tronton Hino500 pemicu kecelakaan maut di jalan turunan Kalijambe, Purworejo, Jawa Tengah, Rabu (7/5/2025), saat diderek pasca kecelakaan,Insiden ini menyebabkan 11 penumpang angkot tewas dan 6 korban luka. Sopir truk meninggal dunia setelah menjalani perawatan intensif di rumah sakit. 

    TRIBUNNEWS.COM – Korban kecelakaan maut di Kalijambe, Purworejo, Jawa Tengah, bertambah satu.

    Seorang sopir truk berinisial L (48), dilaporkan meninggal dunia pada Jumat (9/5/2025) sekira pukul 05.08 WIB di RSUP Dr Sardjito, Yogyakarta.

    Kabar meninggalnya L disampaikan oleh Manajer Hukum dan Humas RSUP Dr Sardjito, Banu Hermawan, kepada wartawan.

    “Innalillahi wa innailaihi rojiun, pasien kiriman (RSUD dr. Tjitrowardojo) Purworejo pagi ini jam 05.08 berpulang,” ujarnya melalui pesan WhatsApp, Jumat.

    Banu menjelaskan, pihak rumah sakit belum dapat memberikan rincian mengenai kondisi medis L.

    “Statement medis saya belum dapat infokan. Kami akan mengkomunikasikan dengan pihak pengirim terlebih dahulu,” tuturnya.

    Sebelum dirujuk ke RSUP Dr Sardjito, L telah menjalani perawatan intensif di RSUD dr Tjitrowardojo Purworejo untuk penanganan lebih lanjut.

    Konten ini disempurnakan menggunakan Kecerdasan Buatan (AI).

    “);
    $(“#latestul”).append(“”);
    $(“.loading”).show();
    var newlast = getLast;
    $.getJSON(“https://api.tribunnews.com/ajax/latest_section/?callback=?”, {start: newlast,section:’9′,img:’thumb2′}, function(data) {
    $.each(data.posts, function(key, val) {
    if(val.title){
    newlast = newlast + 1;
    if(val.video) {
    var vthumb = “”;
    var vtitle = ” “;
    }
    else
    {
    var vthumb = “”;
    var vtitle = “”;
    }
    if(val.thumb) {
    var img = “”+vthumb+””;
    var milatest = “mr140”;
    }
    else {
    var img = “”;
    var milatest = “”;
    }
    if(val.subtitle) subtitle = “”+val.subtitle+””;
    else subtitle=””;
    if(val.c_url) cat = “”+val.c_title+””;
    else cat=””;

    $(“#latestul”).append(“”+img+””);
    }
    else{
    $(“#latestul”).append(‘Tampilkan lainnya’);
    $(“#test3”).val(“Done”);
    return false;
    }
    });
    $(“.loading”).remove();
    });
    }
    else if (getLast > 150) {
    if ($(“#ltldmr”).length == 0){
    $(“#latestul”).append(‘Tampilkan lainnya’);
    }
    }
    }
    });
    });

    function loadmore(){
    if ($(“#ltldmr”).length > 0) $(“#ltldmr”).remove();
    var getLast = parseInt($(“#latestul > li:last-child”).attr(“data-sort”));
    $(“#latestul”).append(“”);
    $(“.loading”).show();
    var newlast = getLast ;
    if($(“#test3”).val() == ‘Done’){
    newlast=0;
    $.getJSON(“https://api.tribunnews.com/ajax/latest”, function(data) {
    $.each(data.posts, function(key, val) {
    if(val.title){
    newlast = newlast + 1;
    if(val.video) {
    var vthumb = “”;
    var vtitle = ” “;
    }
    else
    {
    var vthumb = “”;
    var vtitle = “”;
    }
    if(val.thumb) {
    var img = “”+vthumb+””;
    var milatest = “mr140”;
    }
    else {
    var img = “”;
    var milatest = “”;
    }
    if(val.subtitle) subtitle = “”+val.subtitle+””;
    else subtitle=””;
    if(val.c_url) cat = “”+val.c_title+””;
    else cat=””;
    $(“#latestul”).append(“”+img+””);
    }else{
    return false;
    }
    });
    $(“.loading”).remove();
    });
    }
    else{
    $.getJSON(“https://api.tribunnews.com/ajax/latest_section/?callback=?”, {start: newlast,section:sectionid,img:’thumb2′,total:’40’}, function(data) {
    $.each(data.posts, function(key, val) {
    if(val.title){
    newlast = newlast+1;
    if(val.video) {
    var vthumb = “”;
    var vtitle = ” “;
    }
    else
    {
    var vthumb = “”;
    var vtitle = “”;
    }
    if(val.thumb) {
    var img = “”+vthumb+””;
    var milatest = “mr140”;
    }
    else {
    var img = “”;
    var milatest = “”;
    }
    if(val.subtitle) subtitle = “”+val.subtitle+””;
    else subtitle=””;

    $(“#latestul”).append(“”+img+””);
    }else{
    return false;
    }
    });
    $(“.loading”).remove();
    });
    }
    }

    Berita Terkini

  • Menkes Ungkap Ada Lebih dari 2.000 Pengaduan di Kanal Pelaporan Bullying PPDS

    Menkes Ungkap Ada Lebih dari 2.000 Pengaduan di Kanal Pelaporan Bullying PPDS

    Jakarta

    Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menuturkan ada 2.668 pengaduan di kanal pelaporan perundungan PPDS (program pendidikan dokter spesialis) Kementerian Kesehatan sejak dibuka Juni 2023. Laporan yang masuk dikurasi oleh pihak Kemenkes untuk ditentukan mana yang masuk kategori perundungan.

    Terhadap laporan yang termasuk kategori perundungan, Kemenkes akan melakukan pemeriksaan lanjutan.

    “Kita ada ratusan bukti yang sudah dikumpulkan oleh Irjen begitu memeriksa. Begitu kita buka (kanal laporan) Juni 2023, pengaduan yang masuk itu sampai 2.668. Irjen kita menyaring apakah mana yang perundungan, mana yang nggak, kemudian dari hasilnya kita simpulkan 632 laporan (24 pesen) itu perundungan,” kata Menkes dalam rapat dengar pendapat bersama DPR-RI Komisi IX, Rabu (30/4/2025).

    Dari 632 laporan yang ada, rumah sakit Kemenkes menjadi fasilitas kesehatan dengan aduan perundungan terbanyak sekitar 370 kasus. Jumlahnya diikuti oleh rumah sakit umum daerah dengan 110 kasus, rumah sakit universitas 22 kasus, rumah sakit lainnya 25 kasus, fakultas kedokteran 72 kasus, dan 33 kasus tidak mengisi lokus.

    Khusus rumah sakit Kemenkes, yang paling banyak meliputi RSUP Kandou Manado 77 kasus, RSUP Hasan Sadikin 55 kasus, RSUP IGNG Ngoerah 42 kasus, RSUP DR Sardjito 36 kasus, dan RSUPN DR Cipto Mangunkusumo 32 kasus.

    “Ini data-data yang masuk ke pengaduan kita dan sudah kita saring sifatnya benar-benar ada perundungan,” ungkap Menkes.

    “Karena nggak semuanya ini ada di bawah Kemenkes, kita juga melakukan koordinasi Pak Nadiem (mantan Mendikbudristek) dan pak Mendagri untuk melakukan koordinasi karena juga terjadinya di rumah sakit daerah dan rumah sakit perguruan tinggi,” tandasnya.

    (avk/up)

  • Akibatkan 4 Santri Tewas, Penyebab Tembok Ambrol di Ponpes Gontor Magelang Diselidiki – Halaman all

    Akibatkan 4 Santri Tewas, Penyebab Tembok Ambrol di Ponpes Gontor Magelang Diselidiki – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Polisi kini tengah menyelidiki penyebab ambrolnya tembok kolam penampungan air di Pondok Modern Darussalam Gontor Kampus 5 Darul Qiyam, Kecamatan Sawangan, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, yang mengakibatkan empat santri tewas.

    Insiden tragis ini terjadi pada Jumat (25/4/2025) sekira pukul 10.30 WIB.

    Kapolresta Magelang, Kombes Pol Herbin Garbawiyata Jaya Sianipar, menyatakan, pihaknya masih melakukan pemeriksaan terhadap saksi-saksi untuk mengurai kronologi kejadian.

    “Untuk potensi pidana, kita masih lakukan penyelidikan. Hari ini ada dua saksi (dari pihak pondok yang diperiksa),” katanya saat ditemui Tribunjogja.com di Mapolresta Magelang, Senin (28/4/2025).

    Herbin menegaskan, pentingnya evaluasi menyeluruh terhadap infrastruktur di lingkungan pondok untuk mencegah kejadian serupa di masa depan.

    “Kita sudah komitmen dengan Pak Bupati dan Forkopimda untuk mengevaluasi pembangunan-pembangunan ini supaya tidak terjadi lagi ke depannya,” tegasnya.

    Dari insiden tersebut, sebanyak 29 santri menjadi korban, dengan rincian 25 santri mengalami luka-luka dan empat santri meninggal dunia.

    Saat ini, enam santri masih menjalani perawatan di rumah sakit.

    Lima santri dirawat di RSUD Merah Putih Magelang, sementara satu santri lainnya dirawat di RSUP Dr Sardjito, Yogyakarta.

    Humas RSUD Merah Putih, Priyo Sulistyo, menjelaskan, kondisi lima santri yang masih dirawat beragam.

    Ada yang sedang menjalani operasi, ada yang masih dalam pemantauan, dan ada yang menjalani perawatan intensif. Namun secara umum kondisi mereka membaik.

    Priyo menambahkan, biaya perawatan bagi santri yang tidak memiliki BPJS atau BPJS-nya tidak aktif akan ditanggung oleh pemerintah daerah.

    “Sementara bagi yang memiliki BPJS aktif, pembiayaan akan menggunakan BPJS,” imbuhnya.

    Konten ini disempurnakan menggunakan Kecerdasan Buatan (AI).

  • Kondisi Santri yang Dirawat di Rumah Sakit usai Tertimpa Tembok di Ponpes Gontor Magelang – Halaman all

    Kondisi Santri yang Dirawat di Rumah Sakit usai Tertimpa Tembok di Ponpes Gontor Magelang – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Tembok kolam penampung air di lingkungan Pondok Modern Darussalam Gontor Kampus 5 Darul Qiyam, Sawangan, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, runtuh dan menimpa para santri, Jumat (25/4/2025).

    Akibat insiden tersebut, sebanyak 29 santri menjadi korban, dengan rincian 25 santri mengalami luka-luka dan empat santri meninggal dunia.

    Dari puluhan santri yang mengalami luka-luka, tujuh di antaranya masih menjalani perawatan di rumah sakit.

    Mereka menjalani rawat inap karena memerlukan tindakan medis lebih lanjut.

    Sebanyak enam santri dirawat di RSUD Merah Putih, sedangkan satu santri lainnya dirawat di RSUP Dr Sardjito Yogyakarta.

    “Hari ini (pasien) pulang satu. Yang masih dirawat di RSUD Merah Putih ada enam,” ucap Direktur Utama RSUD Merah Putih, dr Leli Puspitowati. dalam pesan singkatnya, Minggu (27/4/2025), dilansir Tribun Jogja.

    Mereka harus menjalani tindakan lebih lanjut akibat luka yang dialami, seperti operasi akibat patah tulang.

    Ada juga yang masih perlu menjalani observasi karena ada gejala yang muncul.

    Dokter umum RSUD Merah Putih, Dicky Bagus Pratama, mengungkapkan kondisi santri yang masih mendapat perawatan.

    “Beberapa mengalami luka-luka, ada yang patah di bagian lengan, dan ada yang mengalami cedera kepala ringan.” 

    “Semuanya dalam kondisi stabil. Memang kemarin, pada Jumat, rumah sakit kami menjadi rujukan kejadian luar biasa yang menimpa salah satu pondok pesantren di Magelang,” ucap Dicky.

    Ia berujar, total korban yang datang ke RSUD Merah Putih berjumlah 29 orang, dengan rincian empat korban sudah dalam kondisi meninggal dunia saat tiba di rumah sakit.

    “Satu korban lainnya kami rujuk ke RSUP Sardjito karena membutuhkan perawatan lanjutan.” 

    “Dari 24 korban lainnya, 17 di antaranya cukup menjalani rawat jalan, sedangkan tujuh korban harus menjalani perawatan inap di sini,” ujarnya.

    Diberitakan sebelumnya, peristiwa nahas ini terjadi pada jam-jam padat aktivitas santri, yaitu saat banyak dari mereka sedang antre untuk mandi menjelang pelaksanaan salat Jumat.

    Bangunan kolam penampung air yang berada di sisi belakang kamar mandi asrama tiba-tiba roboh dan menimpa para santri di bawahnya.

    “Karena momen itu adalah jam padat, banyak santri mengantre mandi,” ucap Kepala Pelaksana BPBD Kabupaten Magelang, Edi Wasono.

    “Tiba-tiba tandon air yang berada di belakang kamar mandi roboh dan menimpa para santri,” imbuhnya.

    Pondasi kolam penampung air tersebut diduga ambruk hingga menyebabkan material beton jatuh dan menimpa para santri di sekitar lokasi kejadian. 

    Puluhan santri bahkan sempat terjebak di antara dinding kamar mandi yang ikut runtuh.

    Petugas gabungan dari BPBD, TNI, Polri, Tim SAR, PMI, relawan, dan pemadam kebakaran dikerahkan untuk mengevakuasi para korban setelah menerima laporan dari pondok pesantren.

    Akan tetapi, proses evakuasi memakan waktu cukup lama hingga sekitar 12 jam, yakni dari pukul 11.00 WIB sampai sekitar pukul 23.30 WIB.

    Hal ini karena struktur bangunan tersebut terbuat dari beton sehingga harus dilakukan pengeboran terlebih dahulu.

    “Begitu kejadian, para ustadz langsung melapor ke instansi terkait dan penanganan segera dilakukan.” 

    “Meski memang proses evakuasi membutuhkan waktu karena medan dan material yang berat,” sambung Edi.

    Sampai malam hari, proses pembersihan reruntuhan dan pendataan masih terus dilakukan oleh petugas bersama pihak pondok.

    Sebagian artikel ini telah tayang di TribunJogja.com dengan judul Insiden Tembok Ambrol di Gontor 5 Magelang, Enam Santri Masih Dirawat di RSUD Merah Putih.

    (Tribunnews.com/Deni)(TribunJogja.com/Yuwantoro Winduajie)

  • Bos Raminten Hamzah Sulaiman Idap Sakit Gula sebelum Tutup Usia, Sempat Dirawat di RS sejak Senin – Halaman all

    Bos Raminten Hamzah Sulaiman Idap Sakit Gula sebelum Tutup Usia, Sempat Dirawat di RS sejak Senin – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Bos kuliner House of Raminten dan Hamzah Batik, Hamzah Sulaiman, meninggal dunia pada usia 75 tahun, Rabu (23/4/2025) sekira pukul 22.34 WIB di RSUP Dr Sardjito.

    Tim Pengembangan Hamzah Batik, Parjirono Wijoyo, menuturkan sebelum meninggal dunia, Hamzah sempat mengidap sakit gula dan sakit karena faktor usia.

    Dia juga mengungkapkan Hamzah dirawat di RSUP Dr Sardjito sejak Senin (21/4/2025) sebelum menghembuskan nafas terakhirnya.

    Parjirono mengatakan jenazah Hamzah akan disemayamkan di rumah duka Perkumpulan Urusan Kematian Jogjakarta (PUKJ), Kecamatan Kasihan, Kabupaten Bantul, hingga Sabtu (26/4/2025). Adapun jenazah Hamzah akan dikremasi.

    “Rencananya, saat ini sampai besok Sabtu (26/4/2025) disemayamkan di rumah duka PUKJ. Lalu, Sabtu nanti ada prosesi kremasi,” katanya pada Kamis (24/4/2025), dikutip dari Tribun Jogja.

    Parjirono pun mewakili keluarga meminta maaf dan memohon kepada masyarakat jika Hamzah memiliki kesalahan semasa hidupnya.

    “Segenap keluarga besar Hamzah Batik dan Mirota Grup, kami turut berduka atas kepergian beliau. Bagi kami, sosok beliau adalah sebagai pelestari budaya yang berjuang menjaga tradisi budaya,” tuturnya. 

    Di sisi lain, karyawan Hamzah Batik, Listiani (54), mengaku terpukul atas meninggalnya Hamzah.

    Ia pun berkali-kali menetaskan air mata saat prosesi pengiriman doa arwah Hamzah Sulaiman. 

    “Yang jelas, saya dan rekan-rekan sangat terpukul sekali karena Pak Hamzah kayak bapak sendiri. Orangnya kalau sama karyawan sangat mengayomi,” ucapnya.

    Ia pun mengenang sosok Hamzah merupakan pemimpin paling baik yang pernah ditemui.

    Selain itu, Listiani juga menilai bahwa Hamzah Sulaiman memiliki jiwa sosial yang tinggi.

    “Tapi memang, semenjak sakit, beliau jarang ke toko. Saya juga sudah jarang ketemu bilau karena saya sekarang kerja di bagian kantor, kalau dulu pas kerja di toko ya sering ketemu beliau,” tandas Listiani.

    Hamzah Sulaiman merupakan sosok kelahiran 7 Januari 1950.

    Ia merupakan anak bungsu dari pendiri grup Mirota yaitu Hendro Sutikno (Tan Kiem Tik) dan Tini Yunianti (Nyoo Tien Nio).

    Hamzah merupakan lulusan jurusan Bahasa Inggris Universitas Sanata Dharma (USD) Yogyakarta.

    Setelah lulus, dia lalu sempat bekerja sebagai pelayan di kapal pesiar pada tahun 1970 dan sempat bekerja di Amerika Serikat (AS).

    Namun, lantaran sang ayah sakit, Hamzah kembali ke Indonesia.

    Setiba di Yogyakarta, Hamzah lalu mengambil alih grup Mirota yang dikelola bersama saudara-saudaranya.

    Lantas, sekitar tahun 1976, dirinya mengembangkan usaha keluarganya itu dengan mendirikan toko batik bernama Mirota Batik.

    Namun, nasib malang menimpa bisnis Hamzah tersebut karena pada tahun 2004, toko batiknya tersebut terbakar.

    Tak patah arang, Hamzah membangun kembali toko batiknya tersebut dan mengganti nama menjadi Hamzah Batik.

    Kini, toko batiknya itu menjadi pusat oleh-oleh fesyen khas Yogyakarta yang menjadi destinasi wisatawan.

    Hamzah pun mengembangkan bisnisnya dengan mendirikan restoran bernama The House of Raminten pada tahun 2008.

    Dia memasukkan budaya Jawa dalam restorannya tersebut.

    Dikutip dari laman House of Raminten, nama Raminten ternyata diambil dari peran Hamzah dalam acara komedi situasi di salah satu stasiun televisi swasta lokal di Yogyakarta.

    Dalam acara komedi tersebut, dia berperan sebagai sosok perempuan Jawa yang lengkap dengan busana Jawa seperti berkebaya dan mengenakan konde.

    Hal itu dibuktikannya tidak hanya dari ornamen restorannya saja, tetapi lewat kuliner yang disajikan seperti nasi kucing.

    Bahkan, House of Raminten sudah menjadi ikon kuliner di Yogyakarta dan menjadi destinasi favorit bagi wisatawan yang berkunjung ke Kota Pelajar tersebut.

    Dedikasinya melestarikan budaya Jawa melalui seni dan kuliner membuat Hamzah menerima gelar kehormatan dari Gubernur DI Yogyakarta, Sri Sultan Hamengkubuwono X pada tahun 2014 lalu.

    Adapun gelar Hamzah adalah Kanjeng Mas Tumenggung (KMT) Tanoyo Hamiji Nindyo.

    Gelar yang diraihnya ini juga sekaligus sebagai wujud pengangkatannya sebagai Abdi Dalem Kraton.

    Sebagian artikel telah tayang di Tribun Jogja dengan judul Pemilik Raminten Hamzah Sulaiman Tutup Usia, Sempat Sakit Gula dan Dirawat di Rumah Sakit”

    (Tribunnews.com/Yohanes Liestyo) (TribunJogja.com/Neti Istimewa Rukmana)