Tempat Fasum: museum

  • Kementbud dan Kowani gelar peringatan Hari Kebaya Nasional

    Kementbud dan Kowani gelar peringatan Hari Kebaya Nasional

    (Dari kiri ke kanan) Tokoh nasional Guruh Soekarnoputra, Ketua Umum Himpunan Ratna Busana Titiek Soeharto, istri Wakil Presiden RI sekaligus Penasehat Kowani Selvi Gibran Rakabuming, Ketua Umum Kowani, Nannie Hadi Tjahjanto, Penasehat Dharma Wanita Persatuan Kementerian Kebudayaan, Katharine Grace Fadli Zon, dan Menteri Kebudayaan Fadli Zon dalam acara peringatan Hari Kebaya Nasional 2025 dengan tajuk \”Kebaya Bercerita\” di Museum Nasional Indonesia, Jakarta. ANTARA/HO-Kowani

    Kementbud dan Kowani gelar peringatan Hari Kebaya Nasional
    Dalam Negeri   
    Editor: Novelia Tri Ananda   
    Kamis, 14 Agustus 2025 – 13:35 WIB

    Elshinta.com – Kongres Wanita Indonesia (Kowani) bersama Kementerian Kebudayaan (Kemenbud) menggelar peringatan Hari Kebaya Nasional 2025 dengan tajuk “Kebaya Bercerita” di Museum Nasional Indonesia, Jakarta.

    “Acara ini menjadi wadah penghormatan kepada para Ibu Kepala Negara dan Ibu Negara RI dari masa ke masa, yang telah mengangkat kebaya sebagai ikon pelestarian budaya dan duta Indonesia di panggung dunia. Kebaya adalah jati diri bangsa yang harus dijaga lintas generasi,” kata Ketua Umum Kowani Nannie Hadi Tjahjanto dalam keterangan di Jakarta, Kamis.

    Menteri Kebudayaan (Menbud) Fadli Zon selaku pengusung kebaya ke UNESCO menegaskan bahwa kebaya telah resmi diakui sebagai Warisan Budaya Takbenda Dunia pada sesi ke-19 Komite Antar-Pemerintah untuk Perlindungan Warisan Budaya Takbenda UNESCO di Asuncion, Paraguay, pada 4 Desember 2024.

    “Pengakuan ini merupakan hasil kerja sama antara Indonesia dan empat negara Asia Tenggara, Brunei Darussalam, Malaysia, Singapura, dan Thailand. Kebaya menjadi simbol persatuan dan identitas budaya kawasan, mencerminkan perpaduan budaya yang unik,” kata Menbud Fadli Zon.

    Fadli Zon berharap penetapan tersebut dapat meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya pelestarian kebaya, serta memperkuat kerja sama regional dalam perlindungan warisan budaya takbenda.

    Penganugerahan Ikon Pelestari Kebaya diberikan kepada tujuh tokoh perempuan Indonesia, yakni Presiden ke-5 RI Megawati Soekarnoputri, almh Fatmawati Soekarno, almh Tien Soeharto, almh Ainun Habibie, Sinta Nuriyah Abdurrahman Wahid, almh Ani Yudhoyono, dan Iriana Joko Widodo.

     

    Penghargaan diserahkan langsung oleh istri Wakil Presiden RI sekaligus Penasehat Kowani Selvi Gibran Rakabuming, didampingi Ketua Umum Kowani Nannie Hadi Tjahjanto dan Penasehat Dharma Wanita Persatuan Kementerian Kebudayaan Katharine Grace Fadli Zon. Acara tersebut turut dihadiri Ketua Umum Himpunan Ratna Busana Titiek Soeharto, sekaligus penginisiasi acara, yang mengenang almarhumah Tien Soeharto sebagai pelestari dan ikon kebaya Indonesia.

    Sumber : Antara

  • Beli Emas Kena Pajak? Begini Penjelasannya

    Beli Emas Kena Pajak? Begini Penjelasannya

    FAJAR.CO.ID,JAKARTA — Beredar informasi membeli emas kena pajak. Benarkah demikian? Dasar isu itu setelah keluarnya Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 51 Tahun 2025 yang ditandatangani Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati pada 25 Juli 2025. Berlaku 1 Agustus 2025.

    Dalam beleid itu disebutkan, setiap pembelian emas batangan di bullion bank dikenakan tarif PPh 0,25 persen dari harga pembelian, belum termasuk Pajak Pertambahan Nilai (PPN).

    Bullion bank adalah lembaga jasa keuangan yang memiliki izin dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan bergerak di bidang jual beli emas fisik.

    Karenanya, transaksi pembelian emas melalui lembaga resmi ini kini tidak lagi bebas pajak seperti sebelumnya.

    Tarif sebesar 0,25 persen dikenakan atas pembelian emas batangan oleh bullion bank yang berizin OJK, dihitung dari harga pembelian tidak termasuk PPN,” bunyi pasal ketentuan PMK tersebut.

    Kebijakan ini menjadi bagian dari upaya pemerintah dalam memperluas basis perpajakan serta menciptakan tata kelola transaksi komoditas yang lebih transparan, khususnya pada logam mulia yang selama ini menjadi pilihan utama investasi masyarakat.

    Menariknya, PMK 51/2025 juga mengatur pengecualian pemungutan PPh Pasal 22 untuk impor sejumlah jenis barang tertentu, terutama yang digunakan untuk kepentingan umum, sosial, hingga pertahanan negara.

    Total ada 19 jenis barang impor yang dibebaskan dari pungutan pajak ini, antara lain:

    Barang diplomatik atau milik perwakilan negara asing

    Barang badan internasional dan pejabatnya

    Hibah untuk ibadah, sosial, kebudayaan, dan bencana

    Barang untuk museum, kebun binatang, dan konservasi

    Alat penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan

    Barang khusus penyandang disabilitas

    Peti jenazah dan abu jenazah

    Barang pindahan warga negara

    Barang milik pemerintah untuk kepentingan umum

    Senjata dan perlengkapan pertahanan

    Bahan untuk produksi alat pertahanan

    Vaksin polio untuk program imunisasi nasional

    Buku pelajaran, kitab suci, dan buku ilmu pengetahuan

    Kapal dan alat keselamatan pelayaran

    Pesawat udara dan alat keselamatan penerbangan

    Kereta api dan suku cadangnya

    Peralatan survei wilayah untuk pertahanan

    Barang kegiatan hulu migas

    Barang untuk usaha panas bumi

    Rincian Tarif PPh Pasal 22 untuk Komoditas Lain
    Tak hanya emas batangan, beleid ini juga mengatur berbagai tarif PPh Pasal 22 untuk sektor lainnya, antara lain:

  • Pulau Galang: Dari Manusia Perahu ke Misi Kemanusiaan Gaza
                
                    
                        
                            Regional
                        
                        13 Agustus 2025

    Pulau Galang: Dari Manusia Perahu ke Misi Kemanusiaan Gaza Regional 13 Agustus 2025

    Pulau Galang: Dari Manusia Perahu ke Misi Kemanusiaan Gaza
    Dosen; Direktur Eksekutif Batam Labor and Public Policies; Konsultan; Pengamat Kebijakan Publik
    DI UJUNG
    selatan Kota Batam (Kepulauan Riau), Pulau Galang berdiri tenang di antara riak ombak Selat Malaka. Meski kecil di peta, pulau ini memanggul sejarah besar kemanusiaan.
    Kini, namanya kembali bergema setelah Presiden Prabowo Subianto mengumumkan rencana menampung 2.000 warga Gaza yang terluka akibat perang, untuk mendapatkan perawatan medis di sini.
    Gagasan ini patut diapresiasi karena meneguhkan kembali peran Indonesia dalam diplomasi kemanusiaan global.
    Namun, Pulau Galang bukanlah lembar kosong yang bisa diisi sesuka hati. Ia adalah ruang yang sarat memori kolektif, tempat di mana nilai luhur dan adiluhung “menghormati kemanusiaan dan keadilan” sebagaimana termaktub dalam Pembukaan UUD 1945 pernah dihidupkan dan dijaga.
    Sejak 1979, Pulau Galang telah menjadi bagian penting dari peta kemanusiaan dunia. Ketika ASEAN dan UNHCR menetapkannya sebagai kamp pengungsian bagi manusia perahu Vietnam yang melarikan diri dari perang saudara, pulau ini menjadi rumah sementara bagi lebih dari 250.000 jiwa selama 17 tahun.
    Rumah sakit, sekolah, rumah ibadah lintas agama, dan berbagai fasilitas sosial berdiri di sana.
     
    Kini, sisa sejarah itu dikenang melalui Camp Vietnam, monumen, dan museum yang menjadi saksi bisu solidaritas Indonesia. Dan kini sangat membutuhkan perhatian dan perbaikan (revitalisasi memori sejarah kemanusiaan).
    Dua dekade kemudian, pada 2020, gelombang pandemi Covid-19 kembali menghidupkan peran strategis Pulau Galang.
    Di tengah ketakutan global, pemerintah membangun Rumah Sakit Khusus Infeksi (RSKI) Covid-19 di pulau ini sebagai pusat isolasi dan perawatan pasien.
    Fasilitas tersebut beroperasi hingga Desember 2022, menjadi bagian dari garda terdepan Indonesia dalam menahan laju penyebaran virus.
    Kini, misi kemanusiaan kembali memanggil. Pulau Galang dipilih untuk merawat korban perang dari Gaza, dengan alasan keamanan dan letaknya yang terisolasi secara geografis.
    Namun, jika ingin benar-benar menjalankan perannya, revitalisasi mutlak diperlukan.

    Fasilitas kesehatan warisan pandemi harus dipersiapkan ulang agar memenuhi standar perawatan luka perang dan rehabilitasi jangka panjang.
    Lebih dari sekadar perbaikan fisik, revitalisasi juga menyentuh makna: Pulau Galang harus kembali dikenali sebagai “Pulau Kemanusiaan” identitas yang bukan hanya simbolis, tetapi juga diwujudkan dalam kebijakan nyata yang memprioritaskan misi kemanusiaan, pengungsian, perawatan medis, pelatihan relawan, hingga riset kesehatan global.
    Di luar peran globalnya, Pulau Galang dan gugusan pulau di sekitarnya adalah rumah bagi Suku Laut, komunitas asli yang mewarisi budaya maritim Nusantara.
     
    Mereka adalah nelayan ulung, pembaca cuaca alami, dan penjaga ekosistem laut yang kearifannya diwariskan lintas generasi.
    Namun, keberadaan mereka semakin jarang terlihat di ruang publik. Pembangunan yang tak berpihak berpotensi mencabut mereka dari akar peradabannya.
    Label “Pulau Kemanusiaan” seharusnya juga mencakup kemanusiaan bagi mereka: menjamin hak tinggal, akses terhadap sumber daya, serta melindungi ruang budaya mereka agar tidak tergerus proyek-proyek raksasa yang mengabaikan kepentingan lokal.
    Luka sosial akibat relokasi paksa di Pulau Rempang untuk proyek Rempang Eco City masih segar dalam ingatan, dan tragedi semacam itu tidak boleh singgah lagi di Galang.
    Secara administratif, Pulau Galang berada di bawah Kota Batam, wilayah yang kerap dipuji sebagai lokomotif investasi nasional.
    Namun, di balik angka-angka makro, realitas sosial bercerita lain. Data BPS Kepulauan Riau 2024 mencatat investasi di Batam tumbuh 97 persen secara tahunan.
    Ironisnya, kemiskinan justru naik 0,5 persen menjadi 7,2 persen. Gini Ratio mencapai 0,42, lebih buruk dari rata-rata nasional 0,38, dan tingkat pengangguran terbuka berada di angka 6,8 persen, jauh di atas rata-rata nasional 5,3 persen.
    Industri padat modal seperti manufaktur hanya mampu menyerap sekitar 15 persen tenaga kerja lokal. Pertumbuhan ekonomi yang seperti ini adalah pertumbuhan yang pincang membesar di atas kertas, tetapi tidak menetes ke bawah.
    Pulau Galang, dengan sejarah dan potensi yang dimilikinya, dapat menjadi manifestasi nyata amanat Pembukaan UUD 1945 untuk ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berlandaskan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial.
    Bayangkan jika pulau ini benar-benar dikelola sebagai pusat misi medis internasional yang siap siaga untuk krisis kemanusiaan, pusat pendidikan dan pelatihan relawan dengan jejaring global, serta museum dan arsip kemanusiaan yang merekam perjalanan panjang solidaritas bangsa ini.
    Dan di dalamnya, ada zona perlindungan budaya Suku Laut yang memastikan mereka tetap menjadi bagian dari masa depan pulau, bukan sekadar catatan di masa lalu.
    Pulau Galang adalah lilin kecil di ujung negeri, tetapi cahayanya pernah menerangi ribuan jiwa—dari pengungsi Vietnam, pasien Covid-19, hingga rencananya korban perang Gaza. Lilin itu juga menerangi anak cucu Suku Laut yang telah menjaga lautnya selama berabad-abad.
    Seperti pesan Bung Hatta, “Indonesia tidak akan besar karena obor di Jakarta, tetapi akan bercahaya karena lilin-lilin di desa.”
    Pulau Galang adalah salah satu lilin itu—dan tugas kita adalah memastikan apinya terus menyala, tanpa pernah padam oleh kepentingan sempit dan sesaat.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Bendera Merah Putih Raksasa Membentang di Tebing Lidah Jeger Pecahkan Rekor MURI

    Bendera Merah Putih Raksasa Membentang di Tebing Lidah Jeger Pecahkan Rekor MURI

     

    Liputan6.com, Bogor – Pembentangan bendera Merah Putih raksasa di Tebing Lidah Jeger Klapanunggal setinggi 120 meter yang dilakukan Federasi Panjat Tebing Indonesia (FPTI) Kabupaten Bogor, membuat masyarakat yang melihatnya terkesima. Pengibaran bendera raksasa itu menjadi simbol semangat patriotisme dan pengingat perjuangan para pahlawan merebut kemerdekaan Indonesia 17 Agustus. 

    Bupati Bogor Rudy Susmanto sendiri mengapresiasi keberhasilan pengibaran bendera Merah Putih raksasa dalam rangak memperingati HUT ke-80 RI tersebut. Baginya aksi pengibaran bendera raksasa itu bukan hanya menjadi catatan sejarah bagi Kabupaten Bogor, tetapi juga membanggakan bangsa Indonesia di mata dunia. Apalagi keberhasilan itu juga mencatatkan rekor di Museum Rekor Indonesia (MURI) dan Museum Rekor Dunia.

    “Atas nama pribadi dan Pemerintah Kabupaten Bogor, saya mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya. Lebih dari 270 juta rakyat Indonesia, hanya 35 orang anggota FPTI yang berhasil mengibarkan bendera merah putih terbesar di tebing, dan itu adalah kebanggaan bagi kita semua,” ungkap Rudy Susmanto.

    Rudy juga mengatakan bahwa aksi ini selaras dengan nilai-nilai perjuangan kemerdekaan. Menurutnya, pengibaran bendera di tebing setinggi 120 meter merupakan simbol semangat patriotisme dan pengorbanan yang mengingatkan pada perjuangan 17 Agustus 1945.

    Sebagai bentuk dukungan, Bupati Bogor membuka pintu lebar bagi FPTI untuk mengadakan berbagai kegiatan di Kabupaten Bogor, baik dalam bentuk kejuaraan, promosi pariwisata, maupun event lain yang melibatkan masyarakat. Ia memastikan Pemerintah Kabupaten Bogor siap memfasilitasi dan berkolaborasi.

    “Saya hutang budi pada FPTI. Silakan rencanakan kegiatan akhir tahun, nanti akan kita dukung melalui Dinas Pemuda dan Olahraga. Pemerintah harus hadir untuk anak-anak muda yang mengisi kemerdekaan dengan prestasi,” tegasnya.

    Rudy Susmanto juga menyampaikan kebanggaannya memiliki generasi muda yang mampu mengharumkan nama Kabupaten Bogor dan Indonesia.

    “Terima kasih atas pengabdian dan kerja keras kalian. Ini adalah kehormatan bagi kami semua,” tutupnya.

    Sementara itu, Ketua FPTI Kabupaten Bogor, Trian Turangga mengaku sangat bangga atas undangan silaturahmi dengan dari Bupati di Pendopo Bupati Bogor kepada para pengurus FPTI terutama para pembentang bendera merah putih berukuran 80 x 50 meter dan tercatat sebagai Rekor MURI.

    “Pak Bupati sangat perhatian kepada FPTI dan beliau menyarankan FPTI untuk menggelar event berskala Kejurnas di Pakansari. Ini satu kebanggan bagi kami dan jajaran pengurus FPTI Kabupaten Bogor,” kata Trian.

    Trian menambahkan, Bupati juga sangat bangga dengan pola pembinaan di FPTI Kabupaten Bogor yang mengutamakan potensi atlet lokal atau atlet binaan sendiri.

  • Rengasdengklok, Wilayah Indonesia Pertama Merdeka dari Penjajahan – Page 3

    Rengasdengklok, Wilayah Indonesia Pertama Merdeka dari Penjajahan – Page 3

    80 tahun lalu pada 17 Agustus 1945 Indonesia memproklamasikan kemerdekaannya. Lambert Giebels, penulis biografi Bung Karno menyebut proklamasi RI sebagai salah satu paling sederhana pernah ada di dunia. Liputan6.com menurunkan serial tulisan tentang peristiwa unik dan menarik sekitar Proklamasi Kemerdekaan RI. Tulisan tersebut kami kumpulkan dalam TAG Mozaik Proklamasi. Selamat menikmati.

    Liputan6.com, Jakarta – Sejarah mencatat Indonesia merdeka pada 17 Agustus 1945. Proklamasi berlangsung di Pegangsaan Timur No 56 secara sederhana pada pukul 10.00 WIB. Namun sejatinya, sudah ada wilayah yang berani memerdekakan dirinya dari penjajahan Jepang yaitu Rengasdengklok, sekitar 50 kilometer sebelah timur Jakarta.

    AM Hanafi, mantan Dubes RI di Kuba yang juga aktivis kemerdekaan menulis dalam bukunya Menteng 31 sebuah kalimat yang menegaskan Rengasdengklok sebagai wilayah yang pertama kali memerdekakan diri. Dia menyebut istilah the first liberated area of the republic.

    Rengasdengklok memang tidak bisa dilepaskan dari sejarah Proklamasi kemerdekaan RI. Pada 16 Agustus 1945 pemimpin republik Soekarno dan Hatta beserta istri Soekarno dan anaknya Fatmawati serta Guntur yang masih bayi diculik selama seharian di kota kecil pinggiran Jakarta itu.

    Menurut AM Hanafi, ide Rengasdengklok itu datang dari para pemuda radikal di antaranya Chaerul Saleh, Asmara Hadi, Sudiro, Sayuti Melik dan istrinya SK Trimurti. Mereka membahasnya di sebuah kebun pisang dekat Bandara Kemayoran. Saat itu 14 Agustus mereka menantikan kepulangan Soekarno dan Hatta dari Saigon untuk bertemu pimpinan militer Jepang Jenderal Terauchi.

    Para pemuda berpandangan Soekarno dan Hatta hanya akan diiming-imingi Jepang janji kemerdekaan yang muluk-muluk. Janji yang dianggap para pemuda menghina kehormatan Indonesia. “Kami pemuda radikal seluruh Indonesia jijik dan malu mendengarnya. Kami tidak mau ‘Kemerdekaan Hadiah’. Jangankan di kelak kemudian hari, janji besok pun kami tidak sudi menerimanya,” tulis AM Hanafi.

    Dalam buku Menteng 31, Hanafi juga meluruskan pandangan bahwa ide membawa Soekarno dan Hatta ke Rengasdengklok datang dari Menteng 31 (sekarang Museum Gedung Joang 45 di Jalan Menteng Raya). Memang betul Menteng 31 adalah markas para pemuda radikal ketika itu, tetapi gagasan membawa ke Rengasdengklok datang dari kebun pisang di sebelah Bandar Udara Kemayoran, saat menanti Soekarno dan Hatta pulang dari Saigon.

    Sejarah kemudian mencatat kedua pemimpin bangsa itu diculik dan dibawa para pemuda ke Rengasdengklok 16 Agustus bakda Sahur. Seharian mereka di sana sampai dijemput sore harinya oleh Ahmad Soebardjo kembali ke Jakarta.

    Mengapa para pemuda radikal saat itu memilih Rengasdengklok, semuanya bukan tanpa alasan. Rengasdengklok adalah basis pasukan Peta, organisasi militer bentukan Jepang yang pada praktiknya menjadi wadah penting bagi rakyat Indonesia mendapat pelatihan militer.

    Di Rengasdengklok itu pula, sehari sebelum Proklamasi, terjadi peristiwa bersejarah ketika bendera Jepang Hinomaru diturunkan dan bendera Merah Putih dikibarkan. Secara de facto, Rengasdengklok sudah bebas dari penjajahan Jepang sehari sebelum kemerdekaan diproklamirkan Soekarno dan Hatta.

    Peristiwa pengibaran Merah Putih mendahului Pegangsaan Timur itu diceritakan soncho (camat) Rengasdengklok Soejono Hadipranoto, seperti dikutip dari buku Peristiwa Rengasdengklok oleh Her Suganda terbitan Kiblat Buku Utama, 2013.

    Saat itu Soejono didatangi para pemuda dari Jakarta di antaranya Sukarni, dan dua orang yang dikenalnya yaitu dokter Sutjipto dan Singgih. Mereka menerangkan kepada Soejono bahwa Bung Karno dan Bung Hatta ada di wilayahnya karena Jakarta tidak aman. Jepang sudah kalah dan kalau Indonesia tidak merdeka, Sekutu akan datang kembali menjajah. Karena itu Soejono diminta mengumumkan pernyataan kalau Indonesia sudah merdeka. Dia juga diminta menyiapkan Merah Putih dan mengumpulkan rakyat sebanyak mungkin di depan kantor kawedanan. Soejono sempat bertanya mengapa dirinya yang ditunjuk, bukan wedana. Dijawab para pemuda bahwa wedana sudah mereka tawan dan para pemuda bukanlah pemimpin di wilayah tersebut.

    Sesuai perintah, Soejono pun menyiapkan Merah Putih ukuran dua kali satu meter. Orang-orang banyak berkumpul pada pagi hari 16 Agustus 1945 di halaman kantor wedana. “Upacara bendera akan segera kita mulai,” kata Soejono yang bertindak sebagai pemimpin upacara. Dia kemudian melanjutkan yang pada intinya: “Saudara-saudara, perhatian-perhatian. Bendera Hinomaru turunkan (Seinendan yang ditunjuk mulai menurunkan bendera Jepang). Kibarkan Sang Merah Putih,” perintah Soejono. Sang Merah Putih berkibar dihembus angin kencang Agustus.

    “Mata saya berlinang melihat Sang Merah Putih,” ungkap Soejono.

    Dengan turunnya Hinomaru dan naiknya Sang Merah Putih, saat itulah Rengasdengklok bisa dikatakan wilayah pertama di Indonesia yang ‘merdeka’.

  • Fadli Zon Dukung Rencana Tim Muhibah Angklung Tampil di Australia

    Fadli Zon Dukung Rencana Tim Muhibah Angklung Tampil di Australia

    Jakarta

    Menteri Kebudayaan RI Fadli Zon menerima audiensi dari Tim Muhibah Angklung di Museum Nasional Indonesia. Pertemuan ini membahas rencana Tim Muhibah Angklung yang akan menggelar rangkaian pertunjukan dan pelatihan angklung di sejumlah kota di Australia pada Agustus hingga September 2025 mendatang.

    Dalam kesempatan ini, Fadli menyampaikan apresiasi dan dukungan penuh terhadap rencana perjalanan konser tersebut dalam menampilkan kekayaan budaya Indonesia, khususnya angklung di panggung internasional.

    “Tentu selain melalui Dana Indonesiana, pembiayaan perjalanan dapat didorong juga dengan skema public-private partnership atau kerja sama dengan berbagai pihak,” ujarnya.

    Fadli juga menyampaikan upaya untuk memfasilitasi keberangkatan Tim Muhibah Angklung melalui kerja sama lintas sektor. Melalui sinergi pemerintah, komunitas, dan berbagai mitra strategis, Kementerian Kebudayaan berkomitmen untuk terus menguatkan diplomasi budaya dalam memperkenalkan kekayaan Nusantara ke panggung dunia.

    Sementara itu, Ketua Tim Muhibah Angklung Maulana Syuhada menjelaskan timnya dijadwalkan tampil di berbagai acara dan festival seni.

    Penampilan Tim Muhibah Angklung akan memadukan permainan angklung oleh puluhan pemain dengan tarian tradisional dari berbagai daerah di Indonesia, seperti Sunda, Batak, Bali, Minang, Betawi, dan Papua. Lagu-lagu yang dibawakan mencakup musik tradisional dan nasional Indonesia, antara lain Poco-Poco (Sulawesi Utara), Janger (Bali), Yamko Rambe Yamko (Papua), hingga Indonesia Raya.

    “Kami berharap dukungan dari berbagai pihak, termasuk dari Kementerian Kebudayaan, dapat membantu kami dalam membawa budaya Indonesia semakin dikenal dunia,” ucap Maulana.

    Sebagai informasi, audiensi ini turut dihadiri oleh Direktur Jenderal Pengembangan, Pemanfaatan, dan Pembinaan Kebudayaan Ahmad Mahendra; Direktur Sejarah dan Permuseuman Agus Mulyana; Kepala Museum dan Cagar Budaya Abi Kusno; serta Direktur Eksekutif Indonesian Heritage Agency Esti Indira.

    (hnu/ega)

  • Ada Spesies Baru Piranha, Vegetarian dan Gigi Mirip Manusia

    Ada Spesies Baru Piranha, Vegetarian dan Gigi Mirip Manusia

    Jakarta

    Myloplus sauron, ikan Amazon yang baru-baru ini dideskripsikan, sekilas tampak menakutkan. Tubuhnya yang bulat dan keperakan dihiasi garis hitam mencolok yang meruncing ke arah perut, pola yang mengingatkan pada ‘Mata Sauron’ yang berapi-api dalam cerita The Lord of the Rings.

    Namun, penampilan bisa menipu. Meski masih jenis piranha, ia bukan karnivora atau pemakan daging, melainkan herbivora yang cinta damai dan dilengkapi dengan gigi geraham seperti manusia. Ibaratnya, berwujud piranha tapi vegetarian.

    Dr. Rupert Collins dari Natural History Museum di London, Inggris, kurator senior ikan, turut memimpin tim internasional yang bertanggung jawab atas penemuan ini.

    “Begitu rekan-rekan saya menyarankan nama untuk ikan ini, kami langsung tahu nama itu cocok untuknya. Polanya sangat mirip Mata Sauron, terutama dengan bercak-bercak oranye di tubuhnya,” kata Collins seperti dikutip dari Live Science, Rabu (13/8/2025).

    Mengenal Myloplus Sauron

    Myloplus sauron termasuk dalam famili Serrasalmidae, klan yang sama yang mencakup piranha yang terkenal. Kerabatnya yang disebut pacu sebagian besar adalah pemakan tumbuhan, dan spesies baru ini mengikuti jejak tersebut, menggunakan gigi datar dan pendek untuk mengunyah buah dan biji, bukan daging.

    Jika diamati lebih dekat, gigi-gigi itu tampak memiliki mahkota berbentuk persegi dan tonjolan email gigi yang mencengkeram dan menghancurkan makanan berserat.

    Kode DNA dan hitungan sisik terperinci memastikan bahwa ikan tersebut berbeda dari dua ikan pacu yang mirip dan sudah lama dikelompokkan bersama dengan M. schomburgkii.

    Alat genetik tersebut mengungkap tiga garis keturunan terpisah: M. sauron yang baru diberi nama di Sungai Xingu, M. aylan di anak sungai Amazon barat, dan M. schomburgkii yang didiagnosis ulang tersebar di sungai-sungai perisai lebih jauh ke utara dan timur.

    Habitat Ikan Mata Sauron

    Air jernih berbatu Sungai Xingu memungkinkan sinar Matahari mencapai dasar sungai, mengubah ikan menjadi papan reklame hidup. M. sauron memperkuat sorotan itu dengan semburat jingga cerah di sisi tubuhnya dan sirip merah darah yang menonjolkan garis tengahnya.

    Collins mencatat bahwa menamai suatu spesies berdasarkan ikon budaya membantu orang mengingat penemuan tersebut dan yang lebih penting, sungai tempat spesies itu berada.

    Gigi Piranha Vegetarian

    Berbeda dengan bilah piranha yang berbentuk segitiga, gigi ikan pacu hampir berbentuk persegi. Ujung-ujungnya bertemu seperti gunting, ideal untuk memecahkan kacang atau memotong daun tebal.

    Studi tentang mekanika makan menunjukkan bahwa gigi-gigi ini mendistribusikan tekanan secara merata di seluruh gigitan, mencegah retakan sekaligus memaksimalkan gaya penghancuran.

    Adaptasi itu penting karena denyut banjir Amazon menghasilkan buah-buahan musiman yang berjatuhan, ikan yang mampu mengolah kulit yang keras menikmati santapan ketika pohon-pohon menjorok ke tepian yang banjir.

    Para ahli taksonomi telah mengkatalogkan sekitar 2.500 spesies ikan di Amazon, namun diperkirakan 34 hingga 42% ikan air tawar di lembah tersebut masih belum terdeskripsikan.

    Secara praktis, hampir satu dari tiga ikan yang berenang melewati jaring peneliti mungkin masih belum memiliki nama resmi.

    Ketidakpastian ini mempersulit upaya konservasi. Tanpa daftar spesies yang andal, sulit untuk menilai populasi mana yang berkembang pesat dan mana yang menyusut akibat tekanan seperti limpasan tambang, penangkapan ikan berlebihan, atau pembangunan bendungan.

    Arti Penemuan Bagi Konservasi

    Nama baru yang mencolok tidak menjamin keselamatan. Bendungan besar di hulu dapat meratakan banjir musiman yang dulu memicu migrasi ikan pacu, sementara penambangan emas yang tidak diatur mencemari saluran air dengan lumpur dan merkuri.

    Untuk saat ini, tim tersebut menggolongkan M. sauron sebagai spesies ‘Least Concern’ karena jangkauannya membentang hingga beberapa ratus kilometer sungai. Meskipun demikian, Collins berpendapat bahwa pengenalan dini sangatlah penting.

    Penemuan ini juga menyoroti nilai kode DNA, sebuah teknik yang menandai garis keturunan tersembunyi sebelum menghilang. Setiap kode yang ditambahkan ke basis data global mempertajam gambaran kita tentang keanekaragaman Amazon dan memandu ekspedisi lapangan masa depan menuju sungai yang mungkin menyimpan lebih banyak kejutan.

    Halaman 2 dari 2

    Simak Video “Video Peneliti BRIN Temukan Spesies Baru, Kadal Buta dari Pulau Buton”
    [Gambas:Video 20detik]
    (rns/fay)

  • Jadi Ikon Budaya, Reog Ponorogo Siap Mendunia Lewat Monumen Tertinggi di Indonesia

    Jadi Ikon Budaya, Reog Ponorogo Siap Mendunia Lewat Monumen Tertinggi di Indonesia

    JAKARTA – Progres pembangunan Monumen Reog setinggi 126 meter di Ponorogo, Jawa Timur, sudah mencapai 94 persen. Monumen yang dirancang menjadi ikon budaya ini digadang melampaui ketinggian Garuda Wisnu Kencana di Bali.

    Menteri Kebudayaan RI, Fadli Zon, Senin (11/8), meninjau langsung pemasangan panel kepala burung merak di puncak monumen. Kunjungan ini sekaligus menegaskan komitmen pemerintah menindaklanjuti penetapan Reog Ponorogo sebagai Warisan Budaya Takbenda UNESCO dengan aksi nyata, bukan sekadar seremoni.

    “Reog adalah bagian dari megadiversity budaya Indonesia dan harus menjadi fondasi identitas bangsa di era global. Kreativitas, gotong royong, dan sinergi semua pihak penting untuk menjaga ekosistemnya, dari produksi topeng hingga peran komunitas seni,” ujar Fadli.

    Monumen dan museum ini dibangun di bekas tambang kapur Desa Sampung sejak 11 Maret 2023. Desainnya, hasil sayembara Ikatan Arsitek Indonesia Jatim, digarap arsitek muda asal Tabanan, Bramana Ajasmara Putra. Pendekatan arsitektur vernacular Jawa diusung untuk memadukan sirkulasi udara alami, pencahayaan, dan harmoni lingkungan.

    Fadli optimistis Reog Ponorogo akan semakin dikenal dunia. “Kita harus mengembangkan lewat festival, media sosial, dan berbagai platform. Pembangunan ini terobosan luar biasa yang bisa menjadi contoh daerah lain,” katanya.

    Bupati Ponorogo, Sugiri Sancoko, menyebut pembangunan dilakukan bersama pemerintah provinsi, kabupaten, hingga swasta. Ia juga membuka museum transit di depan pringgitan untuk mengoleksi dan mendigitalisasi artefak sejarah Reog agar generasi muda memahami akar budayanya secara literer, bukan sekadar legenda.

    Monumen ini dibangun di titik strategis dengan ketinggian yang membuatnya terlihat dari berbagai penjuru. Jika rampung, MRMP diharapkan menjadi magnet wisata budaya, simbol kebanggaan, dan penggerak ekonomi kreatif Ponorogo di kancah global.

  • Pemkot Jakut koordinasikan usulan pembebasan jalan ke Museum Bahari

    Pemkot Jakut koordinasikan usulan pembebasan jalan ke Museum Bahari

    Jakarta (ANTARA) – Wali Kota Jakarta Utara Hendra Hidayat akan melakukan koordinasi terkait usulan Wakil Gubernur DKI Jakarta Rano Karno untuk membebaskan jalur menuju Museum Bahari di Penjaringan pada jam-jam tertentu.

    “Kami tentunya mendukung setiap kebijakan Gubernur/Wagub. Hal ini akan dibicarakan serta dikoordinasikan lebih lanjut dengan seluruh stakeholder terkait,” kata Hendra di Jakarta, Selasa.

    Menurut dia, Museum Bahari memiliki nilai sejarah dan potensi wisata yang besar, sehingga langkah tersebut diharapkan dapat membuat wisatawan lebih nyaman saat mengunjungi salah satu ikon sejarah Kota Jakarta itu.

    Lebih lanjut, dia pun mendukung usulan Rano tersebut sebagai upaya meningkatkan jumlah kunjungan di Museum Bahari sekaligus mewujudkan visi Jakarta sebagai kota global yang berbudaya.

    Pada Senin (11/8), Wakil Gubernur DKI Jakarta Rano Karno meminta agar Dinas Perhubungan DKI Jakarta membebaskan jalur menuju Museum Bahari di Penjaringan, Jakarta Utara, dari truk dan kontainer pada jam tertentu demi kenyamanan wisatawan di lokasi tersebut.

    “Saya minta, coba diatur. Kalau nggak bisa dua hari, satu hari. Nggak bisa satu hari full, bikin setengah hari (bebas kendaraan truk dan kontainer),” ujar Rano.

    Sementara itu, Kepala Dinas Kebudayaan DKI Jakarta Mochamad Miftahulloh Tamary menjelaskan jumlah kunjungan ke Museum Bahari biasanya tinggi pada akhir pekan.

    Dia mengungkapkan jumlah kunjungan pada akhir pekan di Museum Bahari bisa mencapai 1.000 orang.

    “Alhamdulillah, Museum Bahari adalah museum yang termasuk dibuka Sabtu-Minggu itu sampai jam 8 malam, dan kunjungannya, alhamdulillah, meningkat terus. Dalam artian itu bisa sampai seribu orang,” tutur Miftah.

    Pewarta: Lifia Mawaddah Putri
    Editor: Rr. Cornea Khairany
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Fadli Zon Tinjau Monumen-Museum Reog Ponorogo, Yakin Semakin Mengglobal

    Fadli Zon Tinjau Monumen-Museum Reog Ponorogo, Yakin Semakin Mengglobal

    Jakarta

    Menteri Kebudayaan RI Fadli Zon mengunjungi Monumen Reog dan Museum Ponorogo (MRMP) untuk menyaksikan prosesi pemasangan panel kepala burung merak pada monumen ini. Dalam upaya pelestarian ini Fadli menekankan pentingnya kreativitas dan sinergi.

    “Memang harus ada kreativitas kita di dalam membangun kerja sama gotong royong, sinergi dari berbagai pihak, dari pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten, pihak swasta, korporasi, untuk memajukan ini bersama-sama,” ujar Fadli, dalam keterangan tertulis, Selasa (12/8/2025).

    Upaya ini merupakan tindak lanjut dari penetapan Reog Ponorogo sebagai Warisan Budaya Takbenda (WBTb) oleh UNESCO. Fadli berpesan agar penetapan Reog Ponorogo ini harus ditindaklanjuti dengan tindakan nyata, bukan seremonial semata.

    Pasca pengakuan dunia terhadap Reog Ponorogo, Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Ponorogo berkeinginan untuk menjadikan Monumen Reog setinggi 126 meter menjadi salah satu destinasi pariwisata budaya yang akan menjadi andalan di Jatim.

    Pemkab Ponorogo bersama Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jatim resmi memulai pembangunan Monumen Reog dan Museum Peradaban Ponorogo pada 11 Maret 2023 lalu. Groundbreaking pembangunan tersebut dilaksanakan pada lokasi bekas area tambang kapur Desa Sampung.

    Bangunan ini dirancang menggunakan pendekatan vernacular Jawa yang mengedepankan ventilasi silang, pencahayaan alami, dan struktur yang harmonis dengan lingkungan.

    Fadli menegaskan Reog Ponorogo merupakan bagian dari megadiversity budaya Indonesia dan perlu menjadi fondasi identitas bangsa di era global. Ia berharap budaya Reog semakin maju secara global.

    “Karena itulah kita harus menyosialisasikan, mengembangkan dengan berbagai macam cara dan platform yang ada-media sosial, kegiatan-kegiatan festival yang selama ini sudah dijalankan-yang tentu saja sangat besar, berkesinambungan,” kata Fadli.

    Fadli turut menyampaikan pembangunan monumen ini merupakan satu terobosan yang luar biasa dan berharap nantinya akan tumbuh menjadi ekosistem yang baik, sehingga akan mendukung berkembangnya ekonomi budaya di Ponorogo.

    “Kementerian Kebudayaan sangat mengapresiasi atas keberhasilan ini, dan mudah-mudahan bisa menjadi contoh bagi daerah-daerah lain untuk berani melakukan terobosan-terobosan dalam pemajuan kebudayaan,” ucap Fadli.

    Senada, Bupati Ponorogo Sugiri Sancoko menyampaikan bahwa pembangunan monumen dilakukan bersama-sama.

    “Saya sudah membuka museum transit yang ada di depan pringgitan untuk mengoleksi artefak-artefak yang mulai kami narasikan, mulai kami digitalisasikan, agar anak-anak muda, generasi penerus yang akan datang kelak, mengetahui sejatinya leluhurnya bagaimana-tidak dari cerita orang, tidak dari legenda, tapi dari museum yang sangat literasi,” jelas Sugiri.

    MRMP dibangun pada lokasi terpilih di ketinggian, sehingga dapat terlihat dari berbagai penjuru. Progres pembangunannya yang sudah mencapai 94% ini menunggu tahap penyelesaian.

    Kehadiran monumen dan museum ini diharapkan akan menjadi simbol kebanggaan budaya Ponorogo yang mendunia.

    Sebagai infomasi, kegiatan Pemasangan Panel Kepala Merak Monumen Reog Ponorogo turut dihadiri oleh Sesmenko Perekonomian RI Susiyono Mugyarso; Bupati Magetan, Bupati Karanganyar bersama Wakil Bupati Karanganyar, Bupati Wonogiri, Bupati Madiun, Forkopimda Kabupaten Ponorogo, serta Ketua Asosiasi Museum Indonesia Putu Supadma Rudana. Dari lingkungan Kementerian Kebudayaan turut hadir Staf Khusus Menteri Bidang Sejarah dan Pelindungan Warisan Budaya Basuki Teguh Yuwono; Direktur Bina Kepercayaan Terhadap Tuhan YME dan Masyarakat Adat, Syamsul Hadi; dan kepala Balai Pelestarian Kebudayaan Wilayah XI, Endah Budi Heryani.

    (hnu/ega)