Tempat Fasum: museum

  • KAI Daop 7 Madiun Gelar Media Journey di Purwokerto untuk Perkuat Sinergi dengan Wartawan

    KAI Daop 7 Madiun Gelar Media Journey di Purwokerto untuk Perkuat Sinergi dengan Wartawan

    Kediri (beritajatim.com) – PT Kereta Api Indonesia (Persero) Daerah Operasi (Daop) 7 Madiun menggelar kegiatan Media Journey bersama wartawan dari Blitar, Kediri, dan Madiun pada Rabu–Kamis, 15–16 Oktober 2025, di Purwokerto, Jawa Tengah. Program dua hari ini menjadi ajang mempererat hubungan antara KAI dan insan media sekaligus memperkuat citra positif perusahaan di mata publik.

    Manager Humas PT KAI Daop 7 Madiun, Rokhmad Makin Zainul, menjelaskan bahwa Media Journey bertujuan membangun hubungan harmonis dan berkelanjutan dengan jurnalis di wilayah kerja Daop 7. Menurutnya, hubungan baik dengan media sangat penting untuk mempermudah penyampaian informasi, klarifikasi isu, serta publikasi program dan layanan perusahaan.

    “Melalui kegiatan ini, kami ingin menjaga dan meningkatkan citra positif PT KAI, khususnya Daop 7 Madiun. Selain itu, kami ingin memberi kesempatan kepada rekan media untuk melihat langsung operasional, fasilitas, dan pelayanan KAI agar mereka dapat menyampaikan informasi yang akurat dan membangun kepada masyarakat,” ujar Zainul.

    Ia menambahkan, kegiatan tersebut juga menjadi sarana edukasi publik melalui pemberitaan positif dari media. Dengan begitu, KAI dapat terus dikenal sebagai penyedia layanan transportasi yang aman, nyaman, dan profesional. “Kami berharap informasi mengenai inovasi layanan, keselamatan perjalanan, hingga kontribusi sosial KAI bisa tersampaikan secara luas melalui media,” katanya.

    Rombongan wartawan berangkat dari Blitar, Kediri, dan Madiun menggunakan Kereta Api Kertanegara menuju Purwokerto. Setibanya di Stasiun Purwokerto, peserta disambut dengan sesi foto bersama di Museum Lokomotif dan dilanjutkan dengan sharing session seputar dunia perkeretaapian di kawasan wisata Baturaden.

    Pada hari kedua, para peserta diajak menikmati wisata alam dan edukasi, mulai dari offroad di kawasan Baturaden, kunjungan ke Balai Perkebunan Baturaden untuk melihat koleksi tanaman anggrek, hingga menjelajahi hutan pinus Limpakuwus di kaki Gunung Slamet. Salah satu momen paling berkesan bagi peserta adalah kunjungan ke Depo Lokomotif dan Kereta Purwokerto — salah satu fasilitas terbaik di Jawa Tengah.

    Di depo tersebut, wartawan mendapat penjelasan langsung mengenai proses penyimpanan, pemeriksaan, serta perawatan ringan lokomotif dan kereta penumpang. Fasilitas ini menjadi bagian penting dari sistem operasional KAI karena memastikan lokomotif selalu siap beroperasi dengan aman dan efisien. Depo Purwokerto sendiri berada di bawah Daop 5 Purwokerto dan berlokasi tidak jauh dari Stasiun Purwokerto, Kabupaten Banyumas.

    Kegiatan ditutup dengan city tour ke sentra batik Banyumas dan pusat oleh-oleh khas Purwokerto, termasuk mencicipi getuk goreng yang menjadi ikon kuliner setempat. Melalui rangkaian Media Journey ini, KAI berharap kemitraan dengan media semakin kuat dan terus berkontribusi dalam penyebaran informasi positif, edukatif, serta membangun kepercayaan masyarakat terhadap layanan transportasi kereta api di Indonesia.

    Zainul menegaskan bahwa KAI terbuka terhadap masukan dari media sebagai bagian dari evaluasi dan peningkatan pelayanan. “Kami percaya, suara media adalah cerminan publik. Karena itu, kegiatan seperti ini akan terus kami lakukan sebagai upaya membangun kepercayaan dan meningkatkan kualitas layanan,” tutupnya. [nm/beq]

  • Dilema Kepunahan atau Mewariskan Budaya di Indonesia
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        16 Oktober 2025

    Dilema Kepunahan atau Mewariskan Budaya di Indonesia Nasional 16 Oktober 2025

    Dilema Kepunahan atau Mewariskan Budaya di Indonesia
    Aktif menulis tentang sosial keagamaan, mengasuh ponpes Ash-Shalihin Gowa dan Alumni UIN Jakarta
    TANGGAL
    17 Oktober telah resmi ditetapkan sebagai Hari Kebudayaan Nasional (HKN) di Indonesia. Penetapan hari penting ini, yang berawal dari inisiatif para pelaku budaya dan akademisi, bukan sekadar seremonial tahunan, melainkan sebuah penanda genting atas dilema besar yang dihadapi bangsa ini: antara kepunahan warisan adiluhung atau mewariskannya sebagai kekuatan identitas di tengah arus globalisasi yang tak terhindarkan.
    HKN seharusnya menjadi momentum kolektif untuk merenungkan, mengevaluasi, dan merevitalisasi upaya pelestarian budaya kita. Indonesia adalah permadani raksasa dengan ribuan helai budaya yang terbentang dari Sabang sampai Merauke. Kekayaan ini meliputi ratusan bahasa daerah, kearifan lokal, sistem pengetahuan tradisional, seni pertunjukan, hingga teknik kerajinan tangan.
    Namun, ironisnya, kekayaan ini juga berada di ambang kerapuhan. Laporan dan penelitian terus menunjukkan adanya penurunan drastis dalam jumlah penutur bahasa daerah, hilangnya pengetahuan tradisional khususnya yang diwariskan secara lisan serta memudarnya minat generasi muda terhadap praktik budaya lokal. Inilah wajah nyata ancaman kepunahan.
    Senyapnya warisan kearifan lokal dan ancaman kepunahan budaya di Indonesia tidak hanya disebabkan oleh satu faktor, melainkan hasil dari perpaduan faktor internal dan eksternal. Salah satu yang paling kritis adalah keterputusan rantai regenerasi. Pengetahuan budaya, yang selama ini mengandalkan transmisi lisan dari tetua adat atau maestro ke generasi penerus, kini terputus oleh modernisasi.
    Anak-anak muda, yang sibuk dengan pendidikan formal dan terhanyut dalam dunia digital, seringkali menganggap pengetahuan tradisional sebagai sesuatu yang kuno atau tidak relevan. Ketika seorang penenun ulung atau seorang dukun tradisional meninggal, teknik menganyam atau ramuan pengobatan yang dia kuasai bisa ikut lenyap selamanya karena tidak sempat didokumentasikan.
    Globalisasi dan penetrasi budaya luar yang masif, terutama melalui media digital, memperparah kondisi ini. Budaya populer asing, seperti drama Korea atau musik Barat, lebih mudah diakses dan lebih menarik bagi sebagian besar generasi muda dibandingkan pertunjukan wayang semalam suntuk atau tari tradisional yang memerlukan pemahaman filosofi mendalam.
    Hal ini menciptakan krisis jati diri budaya, di mana masyarakat, secara perlahan, kehilangan keterikatan dengan nilai-nilai dan tradisi yang telah membentuk identitas mereka. Ketika nilai-nilai budaya yang berfungsi sebagai pedoman moral memudar, dampaknya bisa merembet ke tantangan sosial, seperti peningkatan sifat individualisme yang berlebihan.
    Selain itu, masalah internal seperti kurangnya apresiasi dan dukungan yang memadai dari pemerintah terutama dalam bentuk alokasi anggaran yang minim untuk program kebudayaan serta konsep pelestarian yang kurang tepat turut menjadi penghambat. Budaya tidak cukup hanya diabadikan di museum atau menjadi objek penelitian, hal ini harus dihidupkan, dipraktikkan, dan diintegrasikan ke dalam kehidupan sehari-hari masyarakat.
    Mewariskan budaya menjadikan warisan relevan dan berdaya. Dilema kepunahan hanya bisa dijawab dengan tekad kuat untuk mewariskan budaya secara efektif. Hari Kebudayaan Nasional harus menjadi motor penggerak untuk mentransformasi cara pandang masyarakat terhadap budaya, dari sekadar peninggalan masa lalu menjadi kekuatan yang relevan dan berdaya saing di masa depan.
    Upaya pewarisan budaya tidak bisa lagi mengandalkan model transmisi lisan semata. Di era digital, pewarisan harus dilakukan melalui dua pendekatan utama yaitu pengalaman budaya atau
    culture experience
    dan pengetahuan budaya atau
    culture knowledge
    . Hal ini perlu didukung oleh teknologi dan kebijakan yang progresif.
    Upaya menjaga budaya tetap relevan hingga hari ini, dapat dilakukan melalui: Pertama, revitalisasi melalui ruang media digital. Ini sering dianggap sebagai ancaman, padahal sesungguhnya adalah peluang besar untuk menjaga budaya yaitu merevitalisasi budaya.
    Generasi muda harus didorong untuk mengemas ulang tradisi dalam bentuk yang lebih menarik, seperti film pendek, musik kontemporer, permainan digital, atau konten media sosial. Ini adalah strategi yang disebut “digitalisasi budaya” untuk memastikan bahwa narasi lokal mendapat tempat di tengah dominasi narasi global. Melalui platform digital, kesenian dan kearifan lokal bisa menjangkau audiens yang lebih luas, melintasi batas geografis dan generasi.
    Kedua, integrasi dalam pendidikan dan apresiasi pewarisan yang terstruktur harus dimulai dari pendidikan. Mengintegrasikan pelajaran budaya lokal ke dalam kurikulum sekolah, tidak hanya sebagai teori, tetapi juga sebagai praktik langsung (
    Culture Experience
    ). Tentu ini akan menumbuhkan rasa memiliki dan kebanggaan sejak dini.
    Ketiga, pemerintah dan masyarakat harus memberikan apresiasi nyata kepada para pelaku budaya, seperti penari, pengrajin, dan penutur tradisi lisan, bukan hanya sebagai penjaga masa lalu, melainkan sebagai aset bangsa yang harus dimuliakan. Apresiasi ini juga harus mencakup dukungan ekonomi agar budaya dapat menjadi sumber mata pencaharian yang berkelanjutan.
    Terakhir, pemberdayaan kearifan lokal. Inti dari pewarisan budaya adalah kearifan lokal yang terkandung di dalamnya, meliputi sistem pengetahuan tentang alam, pengobatan, hingga organisasi sosial. Upaya pelestarian harus fokus pada pemberdayaan kearifan lokal ini di kantong-kantong budaya di seluruh Nusantara. Ini berarti menghidupkan kembali praktik-praktik budaya dalam komunitasnya, memastikan bahwa bahasa daerah digunakan dalam percakapan sehari-hari, dan sistem pengetahuan tradisional dicatat dan dipelajari.
    Hari Kebudayaan Nasional, yang diperingati setiap 17 Oktober, harus berfungsi sebagai titik balik dari kecemasan akan kepunahan menuju optimisme pewarisan. Ini adalah waktu bagi semua elemen bangsa dari pemerintah, akademisi, pelaku budaya, dan terutama generasi muda untuk mengambil tanggung jawab bersama.
    HKN harus dimaknai sebagai penegasan bahwa budaya adalah investasi masa depan, bukan sekadar warisan yang dipajang. Budaya adalah identitas nasional yang kuat, alat diplomasi yang efektif, dan sumber ekonomi kreatif yang tak terbatas. Dengan menetapkan hari khusus ini, Indonesia menyatakan komitmennya untuk memastikan bahwa kisah, ilmu, dan keindahan Nusantara tidak akan lenyap ditelan zaman.
    Mewariskan budaya berarti tidak hanya menyimpan warisan, tetapi juga menghidupkannya, memberinya nafas baru, dan membuatnya berbicara dalam bahasa yang dimengerti oleh generasi milenial dan generasi Z. Mari jadikan 17 Oktober bukan hanya sebatas perayaan, tetapi sebagai awal dari gerakan masif untuk menyelamatkan dan menguatkan jati diri bangsa. Pilihan ada di tangan kita: membiarkan budaya kita punah, atau menjadikannya obor yang menerangi masa depan Indonesia.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Cerita Ibu di Yogyakarta Bangun Komunitas Gifted Children: Berawal dari Keresahan Anaknya Bosan Sekolah
                
                    
                        
                            Yogyakarta
                        
                        15 Oktober 2025

    Cerita Ibu di Yogyakarta Bangun Komunitas Gifted Children: Berawal dari Keresahan Anaknya Bosan Sekolah Yogyakarta 15 Oktober 2025

    Cerita Ibu di Yogyakarta Bangun Komunitas Gifted Children: Berawal dari Keresahan Anaknya Bosan Sekolah
    Tim Redaksi
    YOGYAKARTA, KOMPAS.com
    – Istilah gifted children atau anak dengan kecerdasan luar biasa di atas rata-rata masih jarang dikenal di Indonesia.
    Anak-anak berbakat istimewa ini sering kali menghadapi tantangan dalam sistem pendidikan yang belum mampu menyesuaikan kebutuhan belajar mereka.
    Masalah itu salah satunya dirasakan oleh Patricia Lestari Taslim, seorang ibu asal Maguwoharjo, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY).
    Ia adalah founder komunitas Parents Support Group for Gifted Children (PSGGC) Jogjakarta, wadah bagi orangtua yang memiliki anak-anak gifted untuk saling berbagi pengalaman dan mencari solusi.
    Patricia menceritakan, ide pembentukan komunitas ini berawal dari pengalaman pribadinya mendampingi putrinya, Maria Clara Yubilea atau biasa disapa Lala, yang kerap keluar masuk sekolah saat duduk di bangku SD.
    “Saya masih ingat saat itu kelas 2 SD, dia sempat ngomong tidak mau sekolah. Maunya homeschooling,” kenang Patricia saat diwawancarai Kompas.com, Selasa (14/10/2025).
    Sebagai orangtua dengan latar belakang pendidik—sang suami, Boy Rahardjo Sidharta, adalah dosen di Universitas Atma Jaya, sementara Patricia sendiri dosen dan mantan guru—mereka mencoba berdialog dengan sang anak.
    “Kalimat yang sama saya sampaikan waktu itu, ayahnya dosen, ibunya guru, anaknya nggak mau sekolah, apa kata dunia?” ujarnya sambil tersenyum.
    Namun, Lala tetap merasa tidak nyaman di sekolah. Ia sering mengeluh pelajaran yang diterima terasa berulang dan membosankan.
    “Kami berusaha memenuhi kehausan ilmunya. Setiap hari setelah sarapan, kami tanya, ‘pulang sekolah kamu mau apa?’ Dia minta ke museum, ke perpustakaan, ya kami penuhi. Waktu itu kami belum tahu anak ini gifted,” tutur Patricia.
    Krisis itu memuncak saat Lala duduk di kelas 6 SD. Ia menolak mengikuti model pembelajaran yang hanya berfokus pada latihan soal untuk ujian nasional.
    “Drilling itu membuat dia sangat tidak nyaman. Dia sempat protes, ‘kalau dari dulu lulusnya cuma tiga pelajaran, ngapain belajar sepuluh?’” kata Patricia.
    Akhirnya, setelah negosiasi panjang, orangtua mengizinkan Lala berhenti sekolah formal dan menjalani homeschooling, dengan syarat tetap mengikuti ujian agar memperoleh ijazah.
    Namun, tak lama berselang, Lala kembali bosan. Saat usianya belum genap 13 tahun, ia menguasai materi pelajaran setingkat SMP dan ingin langsung mengikuti ujian paket B.
    “Syaratnya waktu itu harus tes IQ. Hasilnya 131. Dari situ kami mulai sadar ada sesuatu yang berbeda,” ungkap Patricia.
    Penasaran dengan istilah “gifted”, Patricia mencari informasi di internet hingga akhirnya menemukan komunitas nasional orangtua anak gifted di media sosial.
    “Lewat Facebook saya buat pengumuman. Dari situ awal mula PSGGC Jogja. Orangtua-orangtua dengan keresahan yang sama berkumpul. Kami sama-sama butuh berjuang bagaimana mengasuh anak-anak ini,” ujarnya.
    Kini, setelah 12 tahun berdiri, PSGGC Yogyakarta aktif menggelar seminar, diskusi, dan edukasi seputar anak gifted dengan menghadirkan psikolog dan pakar pendidikan.
    Komunitas ini juga telah menerbitkan dua buku:
    Menyongsong Pagi: Menyingkap Tabir Permasalahan Pendidikan Anak Gifted (Cerdas Istimewa)
    Menyiangi Petang: Menyibak Aneka Karakter Anak-Anak Cerdas Istimewa di Jogjakarta
    “Selain lewat seminar, kami juga aktif di media sosial agar orangtua lain tidak bingung mencari informasi,” tambahnya.
    Seiring waktu, PSGGC Jogja berkembang menjadi jaringan nasional.
    “Sekarang sudah ada PSGGC Solo, Jawa Timur, bahkan anggota kami ada di Kalimantan, Papua, dan Thailand. Kami menyebutnya PSGGC Indonesia,” kata Patricia.
    Total anggota PSGGC Jogja saat ini mencapai 50 keluarga dengan anak yang sudah terdiagnosis gifted, sementara secara nasional jumlah anggotanya mencapai 200 orang.
    Bagi Patricia, perjuangan mendampingi anak gifted bukan hanya soal pendidikan, tapi tentang memahami cara berpikir, rasa ingin tahu, dan kebutuhan emosi mereka.
    “Anak-anak gifted bukan sombong, mereka hanya butuh ruang untuk berpikir dengan caranya sendiri,” tutupnya dengan tenang.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Semangat 7.400 Penari Hidupkan Legenda Sugriwa Subali, Pecahkan Rekor Tari Massal
                
                    
                        
                            Yogyakarta
                        
                        15 Oktober 2025

    Semangat 7.400 Penari Hidupkan Legenda Sugriwa Subali, Pecahkan Rekor Tari Massal Yogyakarta 15 Oktober 2025

    Semangat 7.400 Penari Hidupkan Legenda Sugriwa Subali, Pecahkan Rekor Tari Massal
    Tim Redaksi
    KULON PROGO, KOMPAS.com
    – Ribuan tubuh bergerak serempak di lapangan Alun-Alun Wates di Kapanewon Wates,  Kabupaten  Kulon  Progo,  Daerah  Istimewa  Yogyakarta. Mereka melompat-lompat, berputar-putar, menghentak tanah, selaras dengan hentakan gamelan.
    Ketika itu, awan sedang menutup langit pada hari siang yang mengarah ke sore.
    Mereka sebanyak 7.400 orang menari dengan gerakan-gerakan wanara atau orang berekor monyet seperti dalam sendratari Sugriwa Subali. 
    Tarian itu menciptakan momen sejarah yang tak hanya menarik secara visual, tapi juga emosional.
    Tak sekadar sebuah pertunjukan, tarian kolosal ini resmi tercatat dalam Museum Rekor Dunia Indonesia (MURI) sebagai “Tari Sugriwa Subali dengan Peserta Terbanyak”, yang diperagakan pada Rabu (15/10/2025), pada puncak Hari Jadi ke-74 Kabupaten Kulon Progo.
    “Kami mengumumkan dan mengesahkan penari terbanyak Wanara Sugriwa Subali Subari, 7.400 peserta resmi tercatat di Museum Rekor Dunia Indonesia,” kata Sri Widayati, perwakilan MURI.
    Sri Widayati juga berharap bahwa tari ini tak hanya berhenti di catatan rekor. Karya dan budaya seperti ini merupakan warisan yang terus hidup dan mesti lestari lewat diturunkan ke generasi berikutnya.
    Ia sekaligus menegaskan bahwa rekor ini menjadi catatan penting dalam pelestarian seni budaya di Nusantara.
    Sendratari ini identik dengan pertunjukkan di obyek wisata Kulon Progo, seperti di Goa Kiskenda dan obyek wisata Laguna Pantai Glagah. 
    Kali ini penggalan aksi menari para wanara diperagakan dalam bentuk flash mob, bukan pentas sendratari utuh.
    Menurut Bupati Kulon Progo, Agung Setyawan, ini bagian dari upaya pemerintah untuk terus menghidupkan budaya kebanggaan Kulon Progo.

    “(Tarian Sugriwa Subali dipilih) karena yang asli Kulon Progo dan tidak usah diperdebatkan,” kata Agung usai mengikuti upacara HUT Ke-74 Kabupaten Kulon Progo. Tari kolosal menjadi penutup upacara HUT tersebut.
    Tari massal ini bukan hanya menjadi ajang pertunjukan, tapi juga sarana pelestarian seni tradisi yang mulai jarang ditampilkan.
    Harapannya, menurut  Agung, sendratari ini bisa terus dikembangkan dan diperkenalkan secara nasional, bahkan global.
    “Kita akan gali dengan tidak meninggalkan yang sudah ada, kita akan gali potensi yang lain untuk kita bisa up lift-kan. Jadi kita tidak akan tabu, seandainya kita menemukan satu seni budaya yang memang harus kita angkat,” kata Agung.
    Semua penari merupakan pelajar dari 10 sekolah tingkat menengah pertama dan menengah atas atau kejuruan di Kulon Progo.
    Masing-masing sekolah mengirimkan 100-300 siswa untuk terjun ke ajang ini. Mereka berpakaian hitam dan celana panjang hitam.
    Sebagian lagi, pelajar yang mengenakan kostum tari wanara.
    Di antara ribuan penari, Nur Aini dan Putri Nermada, dua siswi SMA di Kulon Progo, tampak masih bersemangat meski peluh belum kering.
    Bagi mereka, ikut serta dalam tari massal ini bukan hanya soal tampil, tetapi juga kesempatan langka.
    “Antusias banget! Soalnya ini pertama kalinya saya ikut acara sebesar ini,” ujar Putri sambil tersenyum.
    Namun, proses menuju panggung tak selalu mulus. Keterbatasan waktu latihan di sekolah membuat mereka harus belajar mandiri.
    Waktu yang tidak banyak, di tengah kesibukan belajar. Karenanya, ada saat mereka latihan sendiri di rumah lewat tutorial yang ada di YouTube.
    Selain gerakan, mereka juga harus menyiapkan kostum sendiri.
    “Kostumnya punya sendiri, sebagian besar bawa sendiri. Tidak ada keluar uang juga,” ujar Putri.
    Meski begitu, keduanya sepakat: semua lelah, waktu, dan biaya terbayar lunas saat bisa menari bersama ribuan teman sebaya dan mencetak sejarah.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Peci Bung Karno dan Bung Hatta Jadi Koleksi Baru Museum Perumusan Naskah Proklamasi
                
                    
                        
                            Megapolitan
                        
                        14 Oktober 2025

    Peci Bung Karno dan Bung Hatta Jadi Koleksi Baru Museum Perumusan Naskah Proklamasi Megapolitan 14 Oktober 2025

    Peci Bung Karno dan Bung Hatta Jadi Koleksi Baru Museum Perumusan Naskah Proklamasi
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com –
    Dua peci milik dua proklamator Indonesia, Sukarno dan Mohammad Hatta, akan menjadi koleksi di Museum Perumusan Naskah Proklamasi, Jakarta Pusat.
    Hal ini disampaikan oleh Menteri Kebudayaan RI Fadli Zon dalam sesi jumpa pers di Museum Perumusan Proklamasi, Selasa (14/10/2025).
    “Salah satu bagian yang penting adalah menghadirkan juga memorabilia yang penting dari proklamator,” ujarnya.
    Fadli menjelaskan, 
    saat ini baru peci milik Bung Hatta yang sudah diletakkan di museum.
    Peci milik Wakil Presiden pertama Republik Indonesia itu sebelumnya telah diserahkan langsung oleh pihak keluarga kepada pengelola museum.
    “Hari ini baru datang kopiah Bung Hatta yang telah diberikan dan diserahkan dari keluarga Bung Hatta, dari Ibu Halida Hatta,” jelasnya.
    Sementara itu, peci milik Bung Karno masih dalam proses pengiriman dan diperkirakan akan tiba dalam beberapa hari ke depan.
    “Ada proses ya, karena itu kan bagaimanapun bagian dari artefak yang sangat penting bagi keluarga besar Bung Karno,” ucap Fadli Zon.
    Ia berharap penambahan koleksi bersejarah dari para tokoh proklamator dapat menarik minat masyarakat, terutama generasi muda, untuk datang ke museum yang menjadi saksi perumusan naskah kemerdekaan Indonesia tersebut.
    “Kami harapkan museum ini juga semakin banyak dikunjungi,” ucapnya.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Shutdown Pemerintah AS Mulai Berimbas ke Perekonomian

    Shutdown Pemerintah AS Mulai Berimbas ke Perekonomian

    JAKARTA –  Menteri Keuangan AS Scott Bessent menyebut penutupan (shutdown) pemerintah federal AS mulai berdampak pada perekonomian negara, saat penutupan memasuki hari ke-13.

    “Ini semakin serius. Ini mulai memengaruhi perekonomian riil,” ujarnya dalam program “Mornings with Maria” di Fox Business Network, tanpa memberikan detail lebih lanjut.

    Dilansir Reuters, Senin, 13 Oktober, Bessent menerangkan, untuk memungkinkan pembayaran gaji kepada anggota militer AS, pemerintah harus menahan pembayaran kepada pekerja federal lainnya dan layanan di bidang-bidang seperti museum Smithsonian dan Kebun Binatang Nasional.

    “Kita harus mengubah segalanya. Kita harus merumahkan pekerja di DC dan di seluruh negeri,” kata Bessent.

    Bessent mengulangi pernyataan sebelumnya, penutupan pemerintah menghambat bantuan AS untuk petani.

    Data ekonomi resmi Departemen Keuangan AS juga akan dirilis setelah penutupan pemerintah berakhir.

  • Dua Rekor MURI Kado Istimewa Hari Jadi ke-80, Khofifah: Persembahan Harmoni Generasi Emas Dari Bumi Majapahit

    Dua Rekor MURI Kado Istimewa Hari Jadi ke-80, Khofifah: Persembahan Harmoni Generasi Emas Dari Bumi Majapahit

    Surabaya (beritajatim.com) – Tepat di Hari Ulang Tahun (HUT) ke-80 Provinsi Jawa Timur yang jatuh pada Minggu (12/10/2025), dua penghargaan dari Museum Rekor Dunia Indonesia (MURI) menjadi kado istimewa bagi masyarakat Jawa Timur.

    Kedua penghargaan ini bukan sekadar rekor, melainkan simbol semangat dan perwujudan filosofi kerja JATIM BISA (Berdaya, Inklusif, Sinergis, dan Adaptif) yang digaungkan Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa.

    Rekor pertama diraih melalui Paduan Suara Massal Siswa-Siswi SMA dan SMK se-Jawa Timur yang membawakan Mars Jawa Timur dengan tema “Berkumandang Mars Jawa Timur, Menyatukan Semangat Generasi Emas.”

    Penampilan megah ini berlangsung di Gedung Negara Grahadi, Surabaya, dan disiarkan secara serentak melalui Zoom Meeting yang diikuti oleh 1.300 siswa SMA/SMK se-Jatim yang hadir secara langsung serta 53.933 siswa dari 772 sekolah yang berpartisipasi secara daring dari berbagai daerah.

    Menariknya, para peserta paduan suara yang tampil secara langsung di Grahadi merupakan siswa-siswi juara 1 lomba paduan suara tingkat kabupaten/kota se Jawa Timur yang sebelumnya diselenggarakan oleh Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Timur. Mereka tampil membawakan harmoni yang menjadi simbol persatuan dan semangat generasi muda Jawa Timur.

    Sementara rekor kedua diberikan kepada Pemerintah Provinsi Jawa Timur atas keberhasilan menyelenggarakan Pagelaran Orkestra Simfoni oleh Murid SMA/SMK Terbanyak bertajuk “Jawa Timur Bersimfoni.”

    Penampilan spektakuler ini merupakan kolaborasi lintas sekolah yang melibatkan 230 talenta muda terbaik dari SMA dan SMK di Surabaya, Sidoarjo, dan Gresik, memainkan 167 alat musik dari berbagai jenis instrumen gesek, tiup, perkusi, hingga petik dalam harmoni bertema “Generasi Emas Jawa Timur.”

    Para pemain orkestra yang tampil merupakan talenta berprestasi nasional dan internasional di bidang musik, yang telah mengharumkan nama Jawa Timur di berbagai ajang kompetisi dan festival seni tingkat nasional maupun dunia.

    Dua penghargaan tersebut diserahkan langsung oleh Direktur Operasional MURI Yusuf Ngadri kepada Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa dan Wakil Gubernur Emil Elestianto Dardak dalam rangkaian Upacara Peringatan Hari Jadi ke-80 Provinsi Jawa Timur di Gedung Negara Grahadi, Surabaya, Minggu (12/10/2025).

    Atas capaian tersebut, Gubernur Khofifah menyampaikan bahwa capaian ini menjadi simbol kuatnya fondasi budaya, kreativitas, dan kolaborasi generasi muda Jatim menuju Indonesia Emas 2045

    “Anak-anakku murid SMA/SMK Se-Jatim hari ini tidak hanya bernyanyi dan memainkan alat musik, tetapi sedang menulis sejarah. Mereka menegaskan bahwa generasi emas bukan sekadar cita-cita, tapi telah hadir dan berkarya di hadapan kita,” ujarnya.

    Menurutnya, pagelaran Jawa Timur Bersimfoni menjadi representasi nyata filosofi “JATIM BISA” (Berdaya, Inklusif, Sinergis, dan Adaptif). Melalui nada dan irama, para pelajar membuktikan bahwa kreativitas dan kolaborasi dapat menjadi bahasa universal dalam membangun semangat kebersamaan.

    “Denting, tiupan, petikan, dan gemuruh yang berpadu ini adalah simbol sinergi. Dari ruang-ruang kelas, kini mereka mempersembahkan harmoni untuk negeri,” tutur Khofifah.

    Ia menambahkan, melalui kolaborasi tersebut, Pemprov Jatim ingin menegaskan bahwa pendidikan bukan hanya sebatas akademik, tetapi juga menanamkan karakter, kreativitas, dan cinta terhadap budaya.

    “Jawa Timur Bersimfoni bukan sekadar pagelaran, melainkan cerminan semangat Jatim Tangguh, Terus Bertumbuh. Dari Bumi Majapahit untuk Nusantara,” pungkasnya.

    Sementara itu, Kepala Dinas Pendidikan Jatim Aries Agung Paewai menyampaikan bahwa pemecahan dua rekor MURI ini merupakan persembahan terbaik pelajar Jatim untuk HUT ke-80 Provinsi Jawa Timur.

    Aries menjelaskan, para siswa berlatih intensif sebelum tampil di hadapan Gubernur Khofifah. Ke depan, ia berkomitmen mendorong sekolah-sekolah di Jawa Timur agar terus berinovasi dan berkreasi, baik melalui pendidikan formal maupun non-formal.

    “Ini menjadi bukti bahwa pendidikan di Jatim tidak hanya fokus pada akademik, tetapi juga menumbuhkan kreativitas dan kolaborasi antar generasi muda,” katanya.

    Pada kesempatan yang sama, Founder MURI Jaya Suprana menyampaikan apresiasi tinggi atas capaian luar biasa Pemerintah Provinsi Jawa Timur yang berhasil menghadirkan momentum bersejarah ini.

    Menurutnya, pada puncak peringatan Hari Jadi ke-80 Provinsi Jawa Timur, generasi emas pelajar Jatim telah menggelorakan semangat kebersamaan dan kebanggaan terhadap daerahnya melalui harmoni paduan suara dan orkestra.

    “Museum Rekor Dunia Indonesia dengan ini memutuskan dan menyatakan bahwa paduan suara secara hybrid dan Pagelaran Orkestra Simfoni oleh para murid SMA/SMK se-Jatim sebagai Rekor Dunia,” tegasnya.

    “Selamat merayakan Hari Jadi ke-80 Provinsi Jawa Timur. Semoga terwujud masyarakat Jawa Timur yang adil, sejahtera, dan berakhlak. Tetap semangat berkarya dan menyejahterakan Indonesia. Merdeka!,” pungkasnya. [tok/beq]

  • Gali Cacing Ketemu Harta Karun 6 Kilogram, Begini Kisahnya

    Gali Cacing Ketemu Harta Karun 6 Kilogram, Begini Kisahnya

    Jakarta, CNBC Indonesia – Seorang pria mendapatkan harta karun. Ini ditemukan saat dia hendak menggali cacing di rumah musim panas yang berada di Swedia.

    Alih-alih mendapatkan cacing, pria itu mendapatkan tumpukan perak besi. Setidaknya 20 ribu koin bersama mutiara, liontin dan cincin perak tersembunyi di rumahnya.

    Temuan itu langsung dilaporkan ke pejabat pemerintah setempat dan arkeolog langsung memeriksanya. Dewan Administratif Stockholm menjelaskan harta karun berasal dari abad pertengahan dan semua temuan itu mencapai 6 kg.

    Beberapa barang bertuliskan KANUTUS atau nama lain untuk Knut. Artinya koin dicetak saat masa pemerintahan raja Swedia Knut Eriksson dari 1173-1195.

    Bahkan beberapa koin disebut langka, termasuk koin yang dicetak uskup yang berkuasa. Koin menggambarkan seorang uskup tengah memegang tongkat gembaran yang digunakan Klerus untuk simbol pekerja di gerejanya.

    Direktur Museum Abad Pertengahan Stockholm, Lin Annerback mengatakan penimbunan harta karun terjadi saat masa sulit pada akhir abad ke-12. Saat itu Swedia tengah berupaya menjajah Finlandia.

    Dia juga mengatakan negara itu tidak punya harta karun abad pertengahan lain. Namun Annerback meyakini jika masih banyak harta tersembunyi lainnya.

    “Kami yakin banyak yang menyembunyikan harta karun seperti ini untuk tetap menjadi milik keluarga,” kata Annerback dikutip dari Live Science, Senin (13/10/2025).

    “Fakta perak dicampur dengan mutiara dan benda lainnya membuat seperti harta seseorang yang disembunyikan,” dia menjelaskan.

    Penelitian dari timbunan harta karun masih berlangsung. Temuan itu tengah dilaporkan Dewan Administratif Stockholm kepada Dewan Warisan Nasional.

    Lembaga dewan warisan setempat bakal menentukan apakah negara bakal memberikan kompensasi pada penemu harta karun tersebut.

    (dem/dem)

    [Gambas:Video CNBC]

  • Memperingati Hari Museum Indonesia di Museum Tsunami

    Memperingati Hari Museum Indonesia di Museum Tsunami

    Minggu, 12 Oktober 2025 20:32 WIB

    Pengunjung menyaksikan lukisan peritiwa bencana tsunami di ruangan pameran temporer Museum Tsunami, Banda Aceh, Aceh, Minggu (12/10/2025). Memperingati Hari Museum Indonesia 2025 bertema Museum Berkelanjutan, Budaya Bermartabat, Kementerian Kebudayaan menyatakan museum tidak hanya bertugas melestarikan warisan budaya, tapi juga harus dikelola secara bertanggung jawab terhadap lingkungan dan masyarakat melalui praktik berkelanjutan. ANTARA FOTO/Ampelsa/YU

    Pengunjung menyaksikan nama-nama korban bencana tsunami pada dinding bangunan ruangan Sumur Doa di Museum Tsunami, Banda Aceh, Aceh, Minggu (12/10/2025). Memperingati Hari Museum Indonesia 2025 bertema Museum Berkelanjutan, Budaya Bermartabat, Kementerian Kebudayaan menyatakan museum tidak hanya bertugas melestarikan warisan budaya, tapi juga harus dikelola secara bertanggung jawab terhadap lingkungan dan masyarakat melalui praktik berkelanjutan. ANTARA FOTO/Ampelsa/YU

    Pengunjung menyaksikan sejumlah foto peritiwa bencana tsunami di ruangan audio visual Museum Tsunami, Banda Aceh, Aceh, Minggu (12/10/2025). Memperingati Hari Museum Indonesia 2025 bertema Museum Berkelanjutan, Budaya Bermartabat, Kementerian Kebudayaan menyatakan museum tidak hanya bertugas melestarikan warisan budaya, tapi juga harus dikelola secara bertanggung jawab terhadap lingkungan dan masyarakat melalui praktik berkelanjutan. ANTARA FOTO/Ampelsa/YU/AMPELSA)

    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • 12 Oktober Hari Apa? Ini Deretan Peringatannya yang Penuh Makna – Page 3

    12 Oktober Hari Apa? Ini Deretan Peringatannya yang Penuh Makna – Page 3

    Penetapan Hari Museum Nasional Indonesia, yang diperingati setiap 12 Oktober, berawal dari peristiwa penting dalam sejarah permuseuman di Tanah Air.

    Momen tersebut bermula saat digelarnya Musyawarah Museum se- Indonesia (MMI) pada 12 hingga 14 Oktober 1962 di Yogyakarta.

    Pertemuan tersebut menjadi momen bersejarah karena untuk pertama kalinya para pengelola museum di Indonesia berkumpul guna membahas berbagai isu-isu terkait dunia museum di Indonesia.

    Peringatan Hari Museum Nasional tidak hanya dimaksudkan untuk mengenang sejarah terbentuknya hari tersebut, tetapi juga untuk menumbuhkan kesadaran masyarakat akan pentingnya museum sebagai penjaga warisan budaya.

    Melalui peringatan ini, diharapkan masyarakat semakin memahami peran museum dalam melestarikan kebudayaan bangsa.

    Melansir dari Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen), museum merupakan lembaga yang berfungsi sebagai tempat penyimpanan, merawat, melindungi, serta memanfaatkan benda-benda bersejarah hasil budaya manusia maupun alam dan lingkungannya untuk mendukung pelestarian kekayaan budaya bangsa.

    Museum dirancang sebagai ruang terbuka bagi publik untuk menampilkan warisan budaya dan lingkungan, baik yang bersifat benda maupun nonbenda. Selain itu, museum berperan penting sebagai sarana edukasi, penelitian, serta hiburan bagi masyarakat.

    Peringatan ini menjadi momentum untuk mengingat kembali peran museum sebagaimana tercantum dalam Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2015 tentang Museum.

    Melalui peringatan hari ini juga, masyarakat diajak memahami bahwa museum bukan sekedar tempat penyimpanan benda bersejarah, tetapi juga lembaga yang berfungsi melindungi, mengembangkan, dan mengkomunikasikan kebudayaan budaya bangsa kepada publik.