Oknum TNI Pukul Ojol sampai Hidung Patah, Danpuspom: Sudah Berdamai
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com
– Komandan Pusat Polisi Militer (Danpuspom) TNI Mayjen Yusri Nuryanto menyampaikan bahwa oknum prajurit TNI berinisial F dan pengemudi ojek online (ojol) bernama Teguh yang dipukulnya hingga hidung patah kini sudah berdamai.
“Jadi memang kemarin sempat terjadi insiden antara salah satu oknum prajurit berinisial F di Pontianak. Jadi perlu saya sampaikan bahwa kedua belah pihak sudah berdamai,” ujar Yusri di Monas, Jakarta, Senin (22/9/2025).
Yusri menjelaskan bahwa oknum TNI tersebut kemungkinan emosi karena sedang berada di jalan.
Meski demikian, Yusri tetap tidak membenarkan tindakan F yang memukul Teguh.
“Dalam hal ini mungkin, ya ini kan terjadinya di jalan, mungkin karena emosi atau apa, sehingga terjadi pemukulan. Ya sebetulnya itu tidak boleh. Tapi kedua belah pihak sudah berdamai,” tuturnya.
Lebih jauh, Yusri menekankan bahwa penyidikan tetap berjalan, meski F dan Teguh sudah berdamai.
Dia pun mengungkit kembali pesannya kepada para komandan satuan (dansat) untuk selalu menjaga anggotanya dari selisih paham dengan warga.
“Tetapi proses penyidikan berjalan, berlanjut. Dan kita juga sudah mengingatkan, sering para dansat mengingatkan kepada anggotanya untuk menghindari jangan sampai terjadi selisih paham kejadian dengan masyarakat. Itu yang sudah kita laksanakan selama ini,” imbuh Yusri.
Sebelumnya, pengemudi ojek online (ojol) Teguh menjadi korban pemukulan yang dilakukan oleh seorang oknum anggota TNI.
Korban pun mengalami patah hidung dan luka benjol di bagian mata.
Perwakilan komunitas ojek online Pontianak, Dede Sudirman, mengatakan bahwa peristiwa ini terjadi di Jl Panglima AIM, Kecamatan Pontianak Timur, Kota Pontianak, Kalimantan Barat (Kalbar), pada Sabtu (20/9/2025) sore.
Saat itu, Teguh hendak mengantar pesanan dan berada di belakang sebuah mobil yang diduga dikemudikan oleh anggota TNI.
“Ketika mobil hendak berbalik arah, Teguh membunyikan klakson sebagai tanda,” kata Dede kepada wartawan, Sabtu malam.
Dede melanjutkan, setelah diklakson oleh Teguh, pengemudi mobil justru turun dan langsung memukul wajah Teguh menggunakan siku.
“Korban mengalami luka dan memar hingga harus dibawa ke Rumah Sakit Bhayangkara Pontianak,” ucap Dede.
Teguh pun menanti operasi hidung di rumah sakit. Oknum prajurit itu disebut menjamin pembiayaan pengobatan.
Keponakan korban bernama Jani mengatakan, keluarga besarnya menolak berdamai dengan pelaku inisial F tersebut.
Menurutnya, pelaku tidak mengantarkan korban ke rumah sakit. Hanya adik pelaku yang datang dan sempat menawarkan upaya damai, tetapi keluarga korban menolak.
“Biarpun operasinya ditanggung pihak pelaku, keluarga besar tetap tidak mau damai. Kami sudah sepakat jalur hukum harus tetap berjalan,” kata Jani kepada wartawan, Minggu (21/9/2025).
Wakil Kepala Penerangan Kodam XII Tanjungpura, Letkol Inf Agung W Palupi, mengatakan, mediasi antara pihak keluarga korban, komunitas ojol, dan pelaku telah dilakukan. Meski demikian, proses hukum tetap berlanjut.
F yang dihadirkan saat Pomdam XII Tanjungpura, Pontianak, menggelar konferensi pers, Sabtu, meminta maaf pada korban dan masyarakat.
Ia mengaku khilaf dan menyesali perbuatannya.
“Saya memohon maaf sedalam-dalamnya kepada keluarga. Saya khilaf dan menyesal,” kata F.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
Tempat Fasum: Monas
-

Saya Lihat yang Ilegal, Harus Ditertibkan
JAKARTA – Panglima TNI Agus Subiyanto menangapi soal keresahan publik soal penggunaan sirine dan strobo di jalan. Menurut Agus, saat ini memang banyak penyalahgunaan sirine dan strobo untuk kendaraan.
Sehingga, menurutnya, wajar bila muncul gerakan warga menolak memberi jalan kepada kendaraan yang dikawal sirine dan strobo selain mobil ambulans dan pemadam kebakaran.
“Ya mungkin ilegal yang harus, saya juga suka lihat, harus ditertibkan, lah, enggak boleh (dibiarkan),” tutur Agus ditemui di kawasan Monumen Nasional (Monas), Jakarta Pusat, Minggu, 21 September.
Agus mengaku sepakat bahwa pengawalan lampu strobo, sirine, dan rotator hanya diperuntukkan bagi kendaraan VVIP.
Dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (UU LLAJ), pengaturan mengenai kendaraan yang mendapatkan hak utama di jalan tercantum di Pasal 134.
Di antaranya, kendaraan pemadam kebakaran yang sedang melaksanakan tugas, ambulans yang mengangkut orang sakit, kendaraan untuk memberikan pertolongan pada kecelakaan lalu lintas, kendaraan pimpinan lembaga negara, kendaraan pimpinan dan pejabat negara asing serta lembaga internasional yang menjadi tamu negara, iring-iringan pengantar jenazah, serta konvoi dan/atau kendaraan untuk kepentingan tertentu menurut pertimbangan Polri.
“Saya rasakan untuk VVIP, dalam konvoi itu kan ada aturan, itu boleh, kalau untuk khusus VVIP itu ada aturan,” ujar Agus.
Oleh sebab itu, Agus mengklaim dirinya telah memberi peringatan kepada Polisi Militer atau POM TNI untuk tidak menyalakan strobo dan sirine saat mengawal kendaraan yang ia tumpangi ketika jalanan kosong.
“Saya sampaikan kepada satuan saya kalau ikuti aturan, kecuali ada hal yang memang membutuhkan kita urgensi cepat kita harus ada di suatu tempat, membutuhkan bantuan. Juga seperti ambulans, pemadam kebakaran, kita dahulukan,” jelasnya.
Panglima TNI Agus Subiyanto. (Diah-VOI)
Dalam beberapa waktu terakhir, publik diramaikan dengan gerakan yang menolak memberikan jalan kepada kendaraan-kendaraan yang menggunakan sirine. Gerakan itu kemudian dikenal dengan “Setop Tot, Tot, Wuk, Wuk” dan mendapatkan dukungan dari banyak warganet serta masyarakat.
Soal gerakan itu, Kepala Korps Lalu Lintas (Kakorlantas) Polri Irjen Agus Suryonugroho saat ditemui sejumlah wartawan di Mabes Polri, Jakarta, Jumat, menyatakan Polri telah membekukan penggunaan rotator dan sirine mobil pengawalan (patwal).
“Saya Kakorlantas, saya bekukan untuk pengawalan menggunakan suara-suara itu karena ini juga masyarakat terganggu, apalagi padat,” urai Agus Suryonugroho kepada wartawan.
Agus juga berterima kasih atas masukan yang diberikan kepada masyarakat, terutama para pengendara yang terganggu dengan suara bising sirine mobil atau motor patwal.
“Semua masukan masyarakat itu hal positif untuk kita, dan ini saya evaluasi. Biar pun ada ketentuannya pada saat kapan menggunakan sirine, termasuk tot tot, dan ini saya terima kasih kepada masyarakat, untuk Korlantas sementara kita (telah) bekukan,” tandasnya.
-

Akui Minta Pengawalnya Matikan Sirine-Strobo di Jalan, Panglima TNI: Ganggu Saya Juga
JAKARTA – Panglima TNI Agus Subiyanto mengaku dirinya juga terganggu dengan bisingnya suara sirine dan lampu strobo pengawalan kendaraan di jalan, seperti yang dikeluhkan masyarakat belakangan ini.
Bahkan, Agus mengklaim dirinya telah memerintahkan kepada jajarannya untuk mematikan perangkat tersebut ketika mengawal kendaraan yang ia tumpangi. Sebab, Agus juga merasa terganggu.
“Saya juga mengarah kepada pengawal saya untuk tak bunyikan strobo karena ganggu kita juga. Ganggu saya juga. Saya kan pengen nyaman juga,” ucap Agus ditemui di kawasan Monumen Nasional (Monas), Minggu, 21 September.
Agus juga mengklaim tak mau menggunakan sirine dan strobo untuk menerobos lampu lalu lintas. Hal itu juga ia tekankan kepada pejabat TNI lainnya.
“Lihat aja kalau saya juga jarang pakai strobo. Saya kalau lampu merah saya berhenti. Kasad, semua berhenti. Saya sampaikan kepada satuan saya kalau ikuti aturan,” ungkap Agus.
Agus mengaku sepakat bahwa pengawalan lampu strobo, sirine, dan rotator hanya diperuntukkan bagi kendaraan VVIP.
Dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (UU LLAJ), pengaturan mengenai kendaraan yang mendapatkan hak utama di jalan tercantum di Pasal 134.
Di antaranya, kendaraan pemadam kebakaran yang sedang melaksanakan tugas, ambulans yang mengangkut orang sakit, kendaraan untuk memberikan pertolongan pada kecelakaan lalu lintas, kendaraan pimpinan lembaga negara, kendaraan pimpinan dan pejabat negara asing serta lembaga internasional yang menjadi tamu negara, iring-iringan pengantar jenazah, serta konvoi dan/atau kendaraan untuk kepentingan tertentu menurut pertimbangan Polri.
“Saya rasakan untuk VVIP, dalam konvoi itu kan ada aturan, itu boleh, kalau untuk khusus VVIP itu ada aturan,” ujar Agus.
Oleh sebab itu, Agus mengklaim dirinya telah memberi peringatan kepada Polisi Militer atau POM TNI untuk tidak menyalakan strobo dan sirine saat mengawal kendaraan yang ia tumpangi ketika jalanan kosong.
“Saya sampaikan kepada satuan saya kalau ikuti aturan, kecuali ada hal yang memang membutuhkan kita urgensi cepat kita harus ada di suatu tempat, membutuhkan bantuan. Juga seperti ambulans, pemadam kebakaran, kita dahulukan,” jelasnya.
Dalam beberapa waktu terakhir, publik diramaikan dengan gerakan yang menolak memberikan jalan kepada kendaraan-kendaraan yang menggunakan sirine. Gerakan itu kemudian dikenal dengan “Setop Tot, Tot, Wuk, Wuk” dan mendapatkan dukungan dari banyak warganet serta masyarakat.
Soal gerakan itu, Kepala Korps Lalu Lintas (Kakorlantas) Polri Irjen Agus Suryonugroho saat ditemui sejumlah wartawan di Mabes Polri, Jakarta, Jumat, menyatakan Polri telah membekukan penggunaan rotator dan sirine mobil pengawalan (patwal).
“Saya Kakorlantas, saya bekukan untuk pengawalan menggunakan suara-suara itu karena ini juga masyarakat terganggu, apalagi padat,” urai Agus Suryonugroho kepada wartawan.
Agus juga berterima kasih atas masukan yang diberikan kepada masyarakat, terutama para pengendara yang terganggu dengan suara bising sirine mobil atau motor patwal.
“Semua masukan masyarakat itu hal positif untuk kita, dan ini saya evaluasi. Biar pun ada ketentuannya pada saat kapan menggunakan sirine, termasuk tot tot, dan ini saya terima kasih kepada masyarakat, untuk Korlantas sementara kita (telah) bekukan,” imbuhnya.
-
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5145159/original/084585000_1740670731-IMG-20250227-WA0021.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Panglima TNI Minta Anak Buahnya Tak Nyalakan Strobo dan Sirine Saat Jalan Kosong: Tidak Etis – Page 3
Liputan6.com, Jakarta – Panglima TNI Jenderal Agus Subiyanto meminta Polisi Militer (POM) untuk menyalakan strobo maupun sirine di jalan raya sesuai aturan. Dia menekankan bahwa menyalakan strobo dan sirine saat jalan raya dalam kondisi kosong tidaklah etis.
“Saya juga menyampaikan kepada khususnya POM kalau menyalakan strobo ya ada aturannya ya, lagi kosong dibunyikan juga tidak etis juga,” kata Panglima TNI Jenderal Agus Subiyanto di kawasan Monumen Nasional (Monas) Jakarta Pusat, Minggu (21/9/2025).
Kendati begitu, kata dia, strobo dan sirine memang ada dalam aturan pengawalan very very important person (VVIP). Agus sepakat bahwa penggunaan strobo dan sirine di jalan raya kedepannya harus ditertibkan, khususnya pengawalan non VVIP.
“Saya rasa kan untuk VVIP ya dalam konvoi itu kan ada aturan, itu boleh, kalau untuk khusus VVIP itu ada aturan,” ucap Agus.
“Ya mungkin ilegal yang harus, saya juga suka liat, harus ditertibkan lah, enggak boleh,” sambung dia.
Agus memastikan akan menegur jajarannya yang menggunakan sirine, strobo, maupun rotator tak sesuai aturan. Dia akan kembali mensosialisasikan bagaimana penggunaan sirine, strobo, maupun rotator di jalan raya.
“Ya emang harus disosialisasikan ya. Nanti akan kita sampaikan bagaimana penggunaan strobo,” jelas Agus.
Sebelumnya, Panglima TNI Jenderal Agus Subiyanto mengaku jarang menyalakan strobo maupun sirine saat iring-iringannya melintas di jalan raya.
Dia mengatakan, dirinya kerap meminta pengawalnya untuk tidak menyalakan strobo karena menganggu kenyamanan.
“Saya juga mengarah kepada pengawal saya untuk tidak bunyikan strobo karena ganggu kita juga. Ganggu saya juga. Saya kan pengen nyaman juga. Kendaraan juga tidak menghargai pengendara yang lain. Lihat aja kalau saya juga jarang pakai strobo,” ujar Panglima TNI Jenderal Agus Subiyanto kepada wartawan di kawasan Monumen Nasional (Monas) Jakarta Pusat, Minggu (21/9/2025).
Panglima TNI, Jenderal Agus Subiyanto meminta masyarakat tidak mudah terprovokasi terkait maraknya unjuk rasa yang terjadi di berbagai daerah. Unjuk rasa yang bertindak anarkistis bisa ditindak sesuai dengan hukum yang berlaku.
-
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5145159/original/084585000_1740670731-IMG-20250227-WA0021.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Panglima TNI Minta Anak Buahnya Tak Nyalakan Strobo dan Sirine Saat Jalan Kosong: Tidak Etis – Page 3
Liputan6.com, Jakarta – Panglima TNI Jenderal Agus Subiyanto meminta Polisi Militer (POM) untuk menyalakan strobo maupun sirine di jalan raya sesuai aturan. Dia menekankan bahwa menyalakan strobo dan sirine saat jalan raya dalam kondisi kosong tidaklah etis.
“Saya juga menyampaikan kepada khususnya POM kalau menyalakan strobo ya ada aturannya ya, lagi kosong dibunyikan juga tidak etis juga,” kata Panglima TNI Jenderal Agus Subiyanto di kawasan Monumen Nasional (Monas) Jakarta Pusat, Minggu (21/9/2025).
Kendati begitu, kata dia, strobo dan sirine memang ada dalam aturan pengawalan very very important person (VVIP). Agus sepakat bahwa penggunaan strobo dan sirine di jalan raya kedepannya harus ditertibkan, khususnya pengawalan non VVIP.
“Saya rasa kan untuk VVIP ya dalam konvoi itu kan ada aturan, itu boleh, kalau untuk khusus VVIP itu ada aturan,” ucap Agus.
“Ya mungkin ilegal yang harus, saya juga suka liat, harus ditertibkan lah, enggak boleh,” sambung dia.
Agus memastikan akan menegur jajarannya yang menggunakan sirine, strobo, maupun rotator tak sesuai aturan. Dia akan kembali mensosialisasikan bagaimana penggunaan sirine, strobo, maupun rotator di jalan raya.
“Ya emang harus disosialisasikan ya. Nanti akan kita sampaikan bagaimana penggunaan strobo,” jelas Agus.
Sebelumnya, Panglima TNI Jenderal Agus Subiyanto mengaku jarang menyalakan strobo maupun sirine saat iring-iringannya melintas di jalan raya.
Dia mengatakan, dirinya kerap meminta pengawalnya untuk tidak menyalakan strobo karena menganggu kenyamanan.
“Saya juga mengarah kepada pengawal saya untuk tidak bunyikan strobo karena ganggu kita juga. Ganggu saya juga. Saya kan pengen nyaman juga. Kendaraan juga tidak menghargai pengendara yang lain. Lihat aja kalau saya juga jarang pakai strobo,” ujar Panglima TNI Jenderal Agus Subiyanto kepada wartawan di kawasan Monumen Nasional (Monas) Jakarta Pusat, Minggu (21/9/2025).
Panglima TNI, Jenderal Agus Subiyanto meminta masyarakat tidak mudah terprovokasi terkait maraknya unjuk rasa yang terjadi di berbagai daerah. Unjuk rasa yang bertindak anarkistis bisa ditindak sesuai dengan hukum yang berlaku.
-
/data/photo/2025/07/18/687a066db3c1f.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Panglima Ngaku Selalu Berhenti di Lampu Merah, Ikut Aturan Lalin meski dalam Pengawalan Nasional 21 September 2025
Panglima Ngaku Selalu Berhenti di Lampu Merah, Ikut Aturan Lalin meski dalam Pengawalan
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com –
Panglima TNI Jenderal Agus Subiyanto mengaku tetap mengikuti aturan lalu lintas saat berkendara meskipun dalam pengawalan.
Contohnya, dia bersama kendaraan iring-iringan tetap berhenti di lampu merah.
“Saya kalau lampu merah, saya berhenti. Kasad (Kepala Staf Angkatan Darat) semua berhenti. Saya sampaikan kepada satuan saya untuk mengikuti aturan,” kata Panglima usai meninjau baksos hingga pameran Alutsista di area silang Monas, Jakarta Pusat, Minggu (21/9/2025).
Agus pun mengaku jarang menggunakan lampu strobo, sirene, maupun rotator yang berlebihan saat melintasi jalan umum.
Ia beralasan ingin nyaman tanpa mendengar suara mengganggu, sekaligus menghargai pengguna jalan yang lain.
“Saya juga mengarah(kan) kepada pengawal saya untuk tidak bunyikan strobo karena ganggu kita juga. Ganggu saya juga. Saya kan pengen nyaman juga. Kendaraan juga tidak menghargai pengendara yang lain,”
“Lihat aja kalau saya juga jarang pakai strobo,” imbuhnya.
Ia pun meminta jajarannya untuk mematuhi aturan tersebut, meski penggunaannya diperbolehkan dalam keadaan tertentu.
Ia meminta jajarannya untuk mendahulukan kendaraan lain yang mengejar waktu, seperti ambulans hingga pemadam kebakaran.
“Kecuali ada hal yang memang membutuhkan kita urgensi cepat, kita harus ada di suatu tempat. Membutuhkan bantuan atau mungkin kita juga seperti ambulans. Ambulan kita dahulukan, kemudian pemadam kebakaran,” beber Agus.
Sebelumnya, media sosial diramaikan dengan gerakan “Stop Tot Tot Wuk Wuk” sebagai bentuk protes terhadap penggunaan sirene dan strobo.
Protes tersebut muncul dalam berbagai bentuk, mulai dari unggahan poster digital hingga stiker sindiran yang ditempel pada kendaraan pribadi.
Salah satu stiker bahkan bertuliskan, “Pajak kami ada di kendaraanmu. Stop berisik di jalan Tot Tot Wuk Wuk!”
Gerakan ini lahir dari kejenuhan masyarakat yang menilai banyak pengendara, baik kendaraan pribadi maupun pejabat, menggunakan sirene dan strobo secara berlebihan, bahkan di luar kepentingan darurat.
Kepala Korps Lalu Lintas (Korlantas) Polri Irjen Agus Suryonugroho menegaskan, penggunaan suara sirene tersebut untuk sementara dihentikan.
“Sementara kita bekukan. Semoga tidak usah harus pakai ‘tot tot’ lagi lah. Setuju ya?” ujar Agus di Markas Besar Polri, Jakarta Selatan, Jumat (19/9/2025).
Agus menambahkan, kebijakan ini dikeluarkan karena masyarakat kerap merasa terganggu, terutama di tengah kepadatan lalu lintas.
“Saya bekukan untuk pengawalan menggunakan suara-suara itu karena ini juga masyarakat terganggu, apalagi (saat lalu lintas) padat,” ucapnya.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -

Anggaran Kemenhan-TNI 2026 besar, Panglima TNI: Senjata canggih mahal
Jakarta (ANTARA) – Panglima TNI Jenderal TNI Agus Subiyanto mengungkapkan bahwa senjata pertahanan canggih memiliki harga yang mahal sehingga Kementerian Pertahanan (Kemenhan) dan TNI disetujui mendapatkan anggaran Rp187,1 triliun pada tahun 2026 oleh DPR RI.
“Karena senjata yang canggih itu mahal. Sangat mahal,” katanya di kawasan Monumen Nasional (Monas), Jakarta Pusat, Jakarta, Minggu.
Agus mengatakan, dengan anggaran pertahanan yang besar, TNI akan bisa menjaga kedaulatan negara sehingga masyarakat bisa hidup dengan nyaman dan aman.
“Investor juga bisa masuk ke negara kita tanpa terganggu,” imbuhnya.
Agus juga mengungkapkan bahwa negara lain memiliki anggaran pertahanan yang lebih besar.
“Di negara-negara lain itu anggaran pertahanannya lebih besar. Contohnya Pakistan. Pertahanan di negara-negara lain besar sehingga tentara khususnya bisa mengamankan wilayahnya, bisa mengamankan masyarakat,” ucapnya.
Pada Selasa (16/9), Komisi I DPR RI menyetujui jumlah anggaran yang diajukan Kemenhan untuk tahun 2026 sebesar Rp 187,1 triliun.
“Proposal akhir dari anggaran Kemenhan dan TNI tahun 2026 yang sudah disetujui oleh Komisi I untuk dibawa ke Badan Anggaran, sejumlah Rp 187,1 triliun,” kata Menteri Pertahanan (Menhan) Sjafrie Sjamsoeddin.
Sjafrie menjelaskan, anggaran itu akan digunakan Kemenhan untuk menggaji pegawai dan prajurit TNI, memperkuat alat utama sistem senjata (alutsista) TNI, dan memperkuat sektor-sektor pertahanan lain yang berkaitan dengan kedaulatan negara.
Sjafrie memastikan serapan anggaran akan dilakukan secara maksimal agar dampaknya dapat dirasakan langsung masyarakat.
Karenanya, dia meminta seluruh kepala staf angkatan untuk serius dalam menggunakan anggaran secara efektif namun dengan hasil yang maksimal.
“Para kepala staf angkatan akan terus meningkatkan kesiapannya di bidang masing-masing dalam rangka memenuhi target trisula perisai nusantara,” jelas Sjafrie.
Pewarta: Nadia Putri Rahmani
Editor: Hisar Sitanggang
Copyright © ANTARA 2025Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.
-

Panglima TNI ungkap alasan TNI tambah alutsista baru
Jakarta (ANTARA) – Panglima TNI Jenderal TNI Agus Subiyanto mengungkapkan alasan pihaknya menambah alat utama sistem senjata (alutsista) baru, salah satunya Tank Harimau.
Agus saat ditemui di TNI Fair di kawasan Monumen Nasional (Monas), Jakarta Pusat, Minggu, menerangkan bahwa Indonesia merupakan negara kepulauan yang sangat besar dan memiliki pulau-pulau terpencil.
Dalam menjaga kedaulatan tanah air, kata dia, dibutuhkan alutsista yang canggih seiring dengan berkembangnya zaman.
“Kalau kita lihat peperangannya sekarang dunia itu sudah sangat canggih sekali. Kalau kita tidak mengikuti perkembangan zaman bagaimana kita mau melindungi masyarakat?” ucapnya.
Maka dari itu, TNI menambah kekuatan baru dengan menghadirkan alutsista seperti Tank Harimau guna menjaga Indonesia.
Diketahui, dalam TNI Fair 2025, TNI Angkatan Darat (AD) memamerkan alutsista Tank Harimau yang merupakan hasil kerja sama Indonesia-Turki dan merupakan hasil produksi dalam negeri.
Tank Harimau memiliki bobot sekitar 30 ton dengan dimensi panjang 7 meter, lebar 3,2 meter, dan tinggi 2,62 meter. Kendaraan tempur ini mampu melaju hingga kecepatan 70 kilometer per jam dengan jarak jelajah mencapai 600 kilometer.
Persenjataan utamanya berupa meriam kaliber 105 milimeter dengan jarak capaian lebih dari 5 kilometer, tergantung jenis munisi, sementara jarak tembak efektifnya sekitar 3 kilometer.
Tank hasil kerja sama Indonesia-Turki itu mulai diproduksi pada 2019 dan tiba di Indonesia sejak 2021. Saat ini TNI AD tercatat telah mengoperasikan 18 unit Tank Harimau.
Selain Tank Harimau, TNI AD juga memamerkan sejumlah alutsista modern lain seperti Panser Anoa, Leopard, helikopter, serta perlengkapan komunikasi dan konstruksi.
Pewarta: Nadia Putri Rahmani
Editor: Hisar Sitanggang
Copyright © ANTARA 2025Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.
-
/data/photo/2025/09/21/68cfa28e15ec7.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
4 Panglima TNI Ngaku Jarang Pakai Strobo: Itu Ganggu Saya Juga… Nasional
Panglima TNI Ngaku Jarang Pakai Strobo: Itu Ganggu Saya Juga…
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com –
Panglima TNI Jenderal Agus Subiyanto mengaku jarang menggunakan lampu strobo, sirene, maupun rotator yang berlebihan saat melintasi jalan umum.
Ia beralasan ingin nyaman tanpa mendengar suara mengganggu, sekaligus menghargai pengguna jalan yang lain.
Hal ini dikatakannya menanggapi keresahan warga atas penggunaan sirene berlebihan pejabat saat melintasi jalan umum.
Keresahan ini berubah menjadi gerakan untuk tidak memberikan jalan selain untuk ambulans dan pemadam kebakaran.
“Saya juga mengarah(kan) kepada pengawal saya untuk tidak bunyikan strobo karena ganggu kita juga. Ganggu saya juga. Saya kan pengen nyaman juga. Kendaraan juga tidak menghargai pengendara yang lain,” kata Panglima usai meninjau baksos hingga pameran Alutsista di area silang Monas, Jakarta Pusat, Minggu (21/9/2025).
“Lihat aja kalau saya juga jarang pakai strobo,” imbuhnya.
Agus juga berujar, ia kerap mematuhi aturan lalu lintas ketika berkendara.
Jika lampu merah, kendaraan dan iring-iringan yang melintas bersamanya turut berhenti.
“Saya kalau lampu merah, saya berhenti. Kasad (Kepala Staf Angkatan Darat) semua berhenti. Saya sampaikan kepada satuan saya untuk mengikuti aturan,” ucap Agus.
Ia pun meminta jajarannya untuk mematuhi aturan tersebut, meski penggunaannya diperbolehkan dalam keadaan tertentu.
Ia meminta jajarannya untuk mendahulukan kendaraan lain yang mengejar waktu, seperti ambulans hingga pemadam kebakaran.
“Kecuali ada hal yang memang membutuhkan kita urgensi cepat, kita harus ada di suatu tempat. Membutuhkan bantuan atau mungkin kita juga seperti ambulans. Ambulan kita dahulukan, kemudian pemadam kebakaran,” beber Agus.
Lebih lanjut, ia mendorong penertiban jika lampu strobo hingga sirene dinyalakan tidak sesuai aturan.
“Ya mungkin ilegal yang harus, saya juga suka lihat, harus ditertibkan, lah. Enggak boleh,” tandas Agus.
Sebelumnya, media sosial diramaikan dengan gerakan “Stop Tot Tot Wuk Wuk” sebagai bentuk protes terhadap penggunaan sirene dan strobo.
Protes tersebut muncul dalam berbagai bentuk, mulai dari unggahan poster digital hingga stiker sindiran yang ditempel pada kendaraan pribadi.
Salah satu stiker bahkan bertuliskan, “Pajak kami ada di kendaraanmu. Stop berisik di jalan Tot Tot Wuk Wuk!”
Gerakan ini lahir dari kejenuhan masyarakat yang menilai banyak pengendara, baik kendaraan pribadi maupun pejabat, menggunakan sirene dan strobo secara berlebihan, bahkan di luar kepentingan darurat.
Kepala Korps Lalu Lintas (Korlantas) Polri Irjen Agus Suryonugroho menegaskan, penggunaan suara sirene tersebut untuk sementara dihentikan.
“Sementara kita bekukan. Semoga tidak usah harus pakai ‘tot tot’ lagi lah. Setuju ya?” ujar Agus di Markas Besar Polri, Jakarta Selatan, Jumat (19/9/2025).
Agus menambahkan, kebijakan ini dikeluarkan karena masyarakat kerap merasa terganggu, terutama di tengah kepadatan lalu lintas.
“Saya bekukan untuk pengawalan menggunakan suara-suara itu karena ini juga masyarakat terganggu, apalagi (saat lalu lintas) padat,” ucapnya.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -

Ada PDIP hingga Pendukung Anies
GELORA.CO – Politikus Partai Solidaritas Indonesia (PSI), Ade Armando memberikan analisanya mengenai pihak-pihak yang kemungkinan berada di balik polemik ijazah palsu.
Ade mencurigai keterlibatan PDI Perjuangan yang memiliki dendam kepada Jokowi dan Gibran
“Saya mau bilang satu yang bisa disebut sebagai, yang banyak disebut sebagai kemungkinan di belakang ini semua kalau betul ini semua adalah sesuatu yang saling berhubungan adalah, satu kemungkinan PDIP.”
“Kedua, kelompok yang disebut sebagai kelompok 212, terkait sama Anies Baswedan.”
“Ketiga adalah kelompoknya Roy Suryo yang orang menyebut bahwa jangan-jangan di sini adalah Partai Demokrat.,” kata Ade di program Bola Liar, Kompas TV, Jumat (20/9/2025).
Selain itu, Ade juga menyebut Amerika Serikat hingga kelompok aktivis demokrasi sebagai kemungkinan pihak yang juga berada di balik isu ijazah.
“Kemudian disebut pula ada yang mengatakan bahwa di belakang ini ada sebuah kekuatan besar misalnya negara Amerika Serikat.”
“Kemudian ada pula yang mengatakan bahwa ini teman-teman, Anda pernah dengar istilah SJW, Social Justice Warriors ini lagi bergerak untuk menunjukkan bahwa kami peduli pada demokrasi,” kata Ade.
Namun, dari sejumlah pihak yang disebut, Ade tidak bisa menentukan mana yang benar-benar menjadi backing isu ijazah.
“Sekarang kembali Anda tanya, lalu menurut Anda yang mana? Ya, saya enggak bisa jawab. Tapi yang jelas begini, yang penting begini, kalau Roy Suryo ingin mengatakan bahwa ijazah Jokowi itu palsu, kasih kami argumen, ya, bukti yang bisa dipakai untuk mengatakan bahwa ijazah Pak Jokowi palsu. Wong ijazah Pak Jokowi itu enggak pernah dinaiki, tidak pernah dipertunjukkan kok,” ungkap Ade
Jokowi digugat lagi
Presiden ke-7 Republik Indonesia, Joko Widodo (Jokowi) tak hadir secara langsung dalam sidang perdana terkait gugatan dua alumni Universitas Gajah Mada (UGM) di Pengadilan Negeri Solo, Jawa Tengah
Sidang sedianya digelar pada Selasa (16/9/2025), namun ditunda lantaran para tergugat tidak hadir.
Dalam gugatan yang diajukan melalui mekanisme citizen lawsuit (CLS), dua alumnus Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, yakni Top Taufan dan Bangun Sutoto menuding ijazah Jokowi palsu
Atas hal tersebut, mereka meminta Jokowi meminta maaf.
“Tadi dibuka sidang perkara tersebut kurang lebih pukul 11.30 WIB, di ruang Sidang Suryadi,” kata Humas PN Solo, Subagyo, saat dihubungi, Selasa (16/9/2025) sore, seperti dilansir dari Kompas.com.
Pada perkara ini, Jokowi ditetapkan sebagai Tergugat I, Rektor UGM Prof. Ova Emilia sebagai Tergugat II, Wakil Rektor UGM Prof. Wening sebagai Tergugat III, dan Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) sebagai Tergugat IV.
Majelis hakim yang menyidangkan perkara ini terdiri dari Putu Gde Hariadi, Sutikna, dan Fatarony.
“Kemudian Majelis Hakim terhadap perkara tersebut, memanggil lagi tergugat empat yang belum hadir, pada sidang pada hari Selasa tanggal 30 September 2025, untuk hadir di persidangan,” lanjut Subagyo.
Berikut Isi Petitum atau Tuntutan Penggugat dalam Gugatan:
Menerima dan mengabulkan gugatan Para Penggugat untuk seluruhnya.
Menyatakan Tergugat satu, Tergugat dua, Tergugat tiga dan Tergugat empat, telah melakukan perbuatan melawan hukum.
Menyatakan bahwa Ijazah sebagaimana tersebut pada Bukti P-1 adalah Palsu.
Menghukum Tergugat satu untuk meminta maaf secara tertulis kepada Para Penggugat.
Kuasa hukum penggugat minta hakim diganti
Kuasa hukum Penggugat, M.Taufiq mengatakan, dalam sidang ini pihaknya meminta PN Solo agar menganti hakim Putu Gde Hariadi.
Permintaan tersebut karena hakim telah memutuskan penolakan ijazah palsu Jokowi sebelumnya.
“Kami menilai hal itu berpotensi melahirkan putusan serupa dan mencederai prinsip keadilan. Jadi hakim harus diganti,” kata Taufiq.
Ia menjelaskan, dalam setiap proses hukum, selalu ada kalimat pro justicia, demi keadilan berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Hal itu juga sudah diatur dalam UU No 48/2009 tentang Pokok-Pokok Kehakiman.
“Saya tidak melihat itu jika perkara ini tetap diadili hakim yang sama dengan perkara. Hari ini (Selasa) kami mengirimkan surat resmi kepada ketua pengadilan untuk meminta penggantian majelis hakim,” ucap dia.
Kuasa hukum Jokowi, YB. Irpan menyebutkan, pihaknya mendapatkan kuasa dari Jokowi. Namun, setelah dilakukan pengecekan, pihak tergugat IV dalam hal ini tidak hadir.
“Sesuai jadwal sidang hari ini, majelis hakim memastikan para pihak dalam perkara nomor 211 dihadiri langsung oleh prinsipal maupun kuasa hukum,” kata Irpan.
KPU Tepis Rumor Penyembunyian Ijazah Sengaja untuk Lindungi Capres/Cawapres
Ia menambahkan, timnya masih mendalami substansi gugatan CLS. Hal itu terkait pergantian hakim yang diusulkan penggugat merupakan internal PN Solo.
“Kami sudah punya pemikiran apa yang akan dilakukan, tapi terlalu dini jika kami buka sekarang terkait gugatan CLS ini,” tandasnya.
Jokowi tanggapi soal ijazah Gibran
Joko Widodo (Jokowi) menanggapi gugatan yang dilayangkan kepada putranya, Gibran Rakabuming Raka.
Gibran, yang kini menjadi wakil presiden mendampingi Prabowo Subianto, digugat terkait keabsahan ijazah SMA oleh seorang bernama Suban Palal
Gugatan perdata itu diajukan ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Karena gugatan ini berkait proses pencalonan Gibran menjadi wapres, maka Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI juga turut serta digugat.
Subhan Palal meyakini ada perbuatan melanggar hukum yang dilakukan oleh Gibran dan KPU RI pada Pilpres 2024.
Menurut Subhan, berkas persyaratan yang diajukan Gibran sebagai calon Wakil Presiden diduga cacat.
Pasalnya, Gibran mendaftar menggunakan ijazah luar negeri yang masih diragukan.
Padahal, dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu) yang mengatur syarat pendidikan calon presiden dan wakil presiden pada Pasal 169 huruf r menyatakan, ”Persyaratan menjadi calon Presiden dan calon Wakil Presiden adalah: (r) “berpendidikan paling rendah tamat sekolah menengah atas, madrasah Aliyah, sekolah menengah kejuruan, madrasah Aliyah kejuruan, atau sekolah lain yang sederajat”.
Subhan berpandangan, hal ini jelas bertentangan dengan ijazah Gibran yang berasal dari luar negeri.
Tangggapan Jokowi
Sementara itu, Jokowi tak habis pikir kenapa isu terkait riwayat pendidikan terus menyeret keluarganya, setelah ia juga sebelumnya terseret isu ijazah palsu
. Jokowi bahkan berseloroh, bisa-bisa ijazah cucunya sekaligus anak sulung Gibran, Jan Ethes, juga akan ikut dipersoalkan.
“Ijazah Jokowi dimasalahkan. Ijazah Gibran dimasalahkan. Nanti sampai ijazah Jan Ethes dimasalahkan,” kata Jokowi sambil tertawa di Solo, Jawa Tengah, Jumat (12/9/2025).
Meski demikian, Jokowi menegaskan akan menghormati proses hukum.
“Ya tapi apa pun ikuti proses hukum yang ada, ya. Semuanya kita layani,” ujarnya. Menurut Jokowi, isu ijazah yang terus muncul ini tidak mungkin berjalan tanpa ada pihak yang mem-backup.
“Iya ini tidak hanya sehari, dua hari. Sudah empat tahun yang lalu. Kalau yang napasnya panjang itu kalau tidak ada yang mem-backup kan tidak mungkin. Gampang-gampangan aja,” katanya.
Jokowi juga mengungkapkan bahwa dialah yang memilihkan sekolah luar negeri untuk Gibran.
“Iya (Singapura) di Orchid Park Secondary School. Yang nyarikan saya kok,” ucapnya.
“Biar mandiri saja,” sambung dia.
Subhan Palal buka-bukaan saat wawancara khusus Tribun Network
Di sisi lain, Subhan menjelaskan alasannya melaporkan Gibran saat sesi wawancara khusus dengan Direktur Pemberitaan Tribun Network, Febby Mahendra Putra di Studio Tribunnews, Palmerah, Jakarta, Kamis (11/9/2025).
“Bukti menunjukkan bahwa Gibran itu tidak punya dokumen yang menyatakan dia lulus SMA sesuai dengan ketentuan undang-undang. Saya memiliki bukti setarang orang tahu Monas di Jakarta,” kata Subhan.
Diketahui, Gibran mengemban Sekolah Menengah Atas (SMA) di Orchid Park Singapura dan melanjutkan University Technology Sydney Australia.
Subhan dalam gugatannya juga mengajukan kerugian material dan imaterial. Dalam gugatan materil, ia mengajukan uang sebesar Rp10 juta.
Sedangkan, dalam kerugian imateril, ia mengajukan Rp125 triliun.
Dia beralasan, permintaan uang Rp125 T itu diajukan lantaran perbuatan melawan hukum yang merugikan negara. Sehingga, dia berencana membagikan uang itu kepada seluruh rakyat Indonesia dengan besaran masing-masing Rp450 ribu.
“Sistem negara hukum itu tadi yang rusak, kan? Maka kerusakan ini saya, kerugian itu nanti saya bayarkan kepada negara untuk semua warga negara Indonesia kalau nggak salah jumlanya 285 juta. Uang Rp125 triliun itu dibagi ke seluruh warga negara Indonesia.
“Itu, kalau dilihat dari sisi itu kecil. Kerugian yang saya minta dari orang per orang. Sekitar Rp450 ribuan,” jelasnya.
Berikut wawancara lengkap dengan Subhan Palal bersama Direktur Pemberitaan Tribun Network, Febby Mahendra Putra:
Tanya: Karena kebetulan, entah kebetulan atau bagaimana, pada saat yang sama ada sebuah isu politik yaitu pemakzulan atau permohonan pemakzulan Gibran Rakabuming Raka yang disampaikan oleh sejumlah purnawirawan TNI. Di sisi lain, juga lagi ada ribut-ribut soal keaslian ijazah Pak Jokowi yang sekarang proses hukumnya dilakukan di Polda Metro Jaya. Bapak kemudian mengajukan gugatan ini. Apakah bapak menjadi bagian dari kelompok ini?
Jawab: Saya tidak bagian dari teman-teman yang lagi berjuang di sisi itu.
Saya adalah warga negara yang berdiri dengan sistem negara hukum saya.
Tanya: Awal mulanya Pak Subhan kepingin mempersoalkan ijazah SMA-nya Gibran ini, Pak?
Jawab: Sebenarnya ini kewajiban seluruh warga negara. Sebenarnya esensinya kewajiban seluruh warga negara Indonesia.
Kenapa? Yang dinodai, yang ternodai ini adalah sistem negara. Sistem hukum negara. Hukum negara, hukumnya ternodai.
Tanya: Oh, sebenarnya udah lama ya ini ya?
Jawab: Sudah lama. Begitu ada pemilu, saya lihat itu. Ada pengesahan para calon, kan? Ada satu kandidat calon presiden saya persoalkan. Selain Gibran.
Kalau waktu itu, waktu itu belum pemilu. Yang kandidat presiden itu, saya persoalkan tentang kewarganegaraannya.
Tanya: Dalam konteks ini siapa, Pak?
Jawab: Saya nggak bisa sebut. Yang penting ada salah satu calon. Kewarganegaraannya yang saya persoalkan.
Dan hakim menyatakan tidak berwarna mengadili. Saya bawa ke PTUN juga begitu.
Di PTUN bilang, saya tidak mempunyai legal standing. Saya nggak putus asa. Ini ada lagi nih.
Saya tunggu sampai dia jadi wakil presiden atau jadi presiden, saya akan persoalkan.
Tanya: Kenapa Pak Subhan harus menunggu? Ini kan udah lama nih presiden, wakil presiden ini dilantik 20 Oktober 2024. Sudah 10 bulan.
Jawab: Konsep gugatan saya adalah konsep perbuatan melawan hukum.
Kalau perbuatan melawan hukum, maka kita menunggu sampai itu berbuat. Ada perbuatan.
Nah, perbuatan itu mengandung unsur, pasal 1365 KUHAP, perbuatan melawan hukum.
Tanya: Jadi menunggu sampai perbuatan malaman hukumnya kelar gitu ya?
Jawab: Intinya itu. Soalnya gini, saya itu menuntut di PTUN sebelum sampai.
Tanya: Pernah mengajukan permohonan di Pengadilan Tata Usaha Negara ya?
Jawab: Pernah. Yang saya buat pertama KPU. Karena lembaga yang melakukan perbuatan malaman hukum itu harus di kompetensinya wilayah PTUN. Pengadilan PTUN.
Saya bawa ke PTUN. Dengan proses keberatan. Sama juga anunya, permohonannya bahwa PTUN , KPU menerima pendaftaran.
Tanya: Jadi, sebelum mengajukan gugatan perbuatan melawan hukum di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pernah mengajukan permohonan ke PTUN. Betul ya, Pak ya?
Jawab: Bukan permohonan. Gugatan.
Tanya: Pada waktu itu hasilnya apa, Pak?
Jawab: Hasilnya gugatan saya kena dismissal. Dismissal itu kata alasannya pengadilan PTUN bahwa gugatan saya sudah tidak ada waktu untuk itu. Sudah lewat.
Karena pengadilan TUN bilang harus 90 hari. Nah, saya putusan ini harusnya dilawankan.
Saya nggak ngelawan. Saya biarkan. Karena saya buat kunci ini. Kunci untuk di pengadilan negeri.
Tanya: Maksudnya gimana kunci itu, Pak?
Jawab: Karena di PTUN sudah pernah kita coba habis waktu, kan? Berarti ketutup, tuh. Semua pengadilan tertutup.
Nah, ada teori pengadilan. Teori namanya teori residu pengadilan. Bahwa pengadilan tidak boleh menolak perkara yang diajukan kepadanya meskipun tidak ada hukum acaranya.
Artinya kunci, nih. Nanti nggak tahu Pak Hakim gimana memutus itu.
Tapi ada undang-undangnya yang bunyinya itu.
Hakim tidak boleh menolak perkara yang diajukan kepadanya.
Tanya: Banyak orang bertanya, apa sih yang dipunyai Pak Subhan sehingga kemudian berani mengajukan kegugatan perbuatan melawan hukum terhadap Gibran dan KPU?
Jawab: Saya ini pemuja negara hukum. Nah, berangkat dari situ saya melihat ada kejangkalan hukum di mana kita mau dipimpin waktu itu kan oleh seorang wakil presiden.
Nah, syaratnya harus penuh, dong. Untuk apa kita memilih orang yang sudah ditentukan syaratnya tapi salah satunya nggak terpenuhi.
Bukti menunjukkan bahwa Gibran itu nggak punya dokumen yang menyatakan dia lulus SMA sesuai dengan ketentuan undang-undang.
Karena itu sudah materi pengadilan. Saya hanya bisa mengumpamakan.
Saya memiliki bukti seterang orang tahu Monas di Jakarta.
Jadi, ibarat kata sudah terang beneran, ya, buktinya. Iya, terang beneran. Dan cukup, menurut saya.
Tanya: Biasanya orang juga akan mempertanyakan, hakim mempertanyakan soal legal standing. Kalau saya boleh tanya itu, legal standing-nya, Pak Subahn, untuk terkait dengan ijazahnya Gibran dan KPU, ini apa?
Jawab: Legal standing saya adalah warga negara yang dijamin secara konstitusional oleh Undang-Undang.
Itu satu. Kedua, saya pembayar pajak. Wajib pajak, membayar pajak. Tapi mendapatkan pemimpin yang begini.
Yang begini itu kurang atau cacat bawaan. Karena salah satu syaratnya tidak terpenuhi tadi. Saya hanya ingin bukti bahwa dia pernah sekolah.
/data/photo/2025/09/22/68d0c42ce888e.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)