Tempat Fasum: Masjid Al-Aqsa

  • Arab Saudi Umumkan Koalisi Global untuk Dirikan Negara Palestina

    Arab Saudi Umumkan Koalisi Global untuk Dirikan Negara Palestina

    Riyadh

    Menteri Luar Negeri (Menlu) Arab Saudi, Pangeran Faisal bin Farhan, mengumumkan peluncuran inisiatif baru untuk mendirikan negara Palestina. Inisiatif itu juga akan menggalang dukungan untuk penerapan solusi dua negara, setelah upaya internasional selama beberapa dekade berujung kegagalan.

    Aliansi global untuk implementasi solusi dua negara itu, seperti dilansir Al Arabiya, Jumat (27/9/2024), diumumkan dalam pidato Pangeran Faisal saat pertemuan yang melibatkan Liga Arab, Organisasi Kerja Sama Islam (OKI), dan Norwegia pada Kamis (26/8) waktu setempat.

    Pangeran Faisal mengatakan bahwa pertemuan perdana untuk aliansi global itu akan digelar di Riyadh, ibu kota Saudi. Kepala Urusan Luar Negeri Uni Eropa, Josep Borrell, menambahkan bahwa pertemuan lanjutan pertama juga akan digelar di Riyadh dan Brussels.

    Dalam pidatonya, Pangeran Faisal menyebut inisiatif tersebut merupakan upaya bersama negara-negara Arab dan Eropa.

    “Kita akan melakukan segala upaya untuk mencapai rencana yang bisa diandalkan dan tidak dapat diubah untuk mewujudkan perdamaian yang adil dan komprehensif,” cetusnya.

    Ditegaskan kembali oleh Pangeran Faisal soal perlunya bergerak secara kolektif untuk mengambil keputusan, yang akan membawa hasil nyata menuju gencatan senjata segera dan menerapkan solusi dua negara.

    “Yang terutama adalah negara Palestina yang merdeka,” sebutnya.

    Israel membombardir Jalur Gaza dan memicu kehancuran besar-besaran sejak perang berkecamuk pada Oktober tahun lalu, setelah Hamas melancarkan serangan mengejutkan terhadap Israel bagian selatan hingga menewaskan sekitar 1.200 orang dan membuat lebih dari 250 orang lainnya disandera.

    Lebih dari 41.000 orang dilaporkan tewas di Jalur Gaza akibat rentetan serangan Israel sejauh ini.

    Pangeran Faisal, dalam pidatonya, mengatakan bahwa perang yang sedang berlangsung telah memicu bencana kemanusiaan yang menghancurkan, termasuk juga kejahatan Israel di Tepi Barat, Masjid Al-Aqsa dan tempat-tempat suci umat Muslim dan Kristen lainnya.

    Ditekankan oleh Pangeran Faisal bahwa hak untuk membela diri, yang selalu diklaim oleh Israel dalam serangannya, tidak membenarkan pembunuhan puluhan ribu warga sipil, pemindahan paksa, penggunaan kelaparan sebagai alat perang, penghasutan, dehumanisasi dan penyiksaan sistematis, termasuk kekerasan seksual dan kejahatan lainnya oleh militer Israel.

    Saudi telah berulang kali menegaskan tidak akan menjalin hubungan diplomatik dengan Israel tanpa adanya pembentukan negara Palestina, yang didasarkan pada perbatasan tahun 1967 dengan Yerusalem Timur sebagai ibu kotanya.

    Namun, Tel Aviv tidak menunjukkan minat untuk melakukan hal tersebut. Mayoritas anggota parlemen Israel, Knesset, menolak solusi dua negara, sedangkan pemerintahan Perdana Menteri (PM) Benjamin Netanyahu secara konsisten menolak komitmen tersebut.

    Putra Mahkota Saudi Pangeran Mohammed bin Salman (MBS), pekan lalu, mengatakan bahwa Riyadh tidak akan mengakui Israel tanpa adanya negara Palestina. MBS juga mengutuk keras “kejahatan pendudukan Israel” terhadap rakyat Palestina.

    “Kerajaan tidak akan menghentikan upayanya yang tidak kenal lelah menuju pembentukan negara Palestina yang merdeka dengan Yerusalem Timur sebagai ibu kotanya, dan kami menegaskan bahwa Kerajaan tidak akan menjalin hubungan diplomatik dengan Israel tanpa hal tersebut,” tegas MBS di depan Dewan Syura.

    Halaman 2 dari 2

    (nvc/ita)

  • Arab Saudi Kutuk Aksi Menteri Garis Keras Israel-Warga di Al-Aqsa

    Arab Saudi Kutuk Aksi Menteri Garis Keras Israel-Warga di Al-Aqsa

    Jakarta

    Pemerintah Arab Saudi mengutuk “penyerbuan” ke Masjid Al-Aqsa yang dipimpin oleh seorang menteri garis keras Israel. Saudi menegaskan kembali seruannya untuk menghormati status quo historis Yerusalem.

    “Kerajaan mengutuk dengan keras penyerbuan yang mencolok dan terus-menerus terhadap Masjid Al-Aqsa oleh para pejabat pendudukan dan pemukim Israel,” kata Kementerian Luar Negeri Saudi, dilansir Al Arabiya, Kamis (15/8/2024).

    Kementerian Saudi tersebut juga menekankan pentingnya menghormati kesucian agama, dan memperingatkan tentang konsekuensi dari “pelanggaran terus-menerus terhadap hukum internasional dan status quo historis Yerusalem, serta provokasi jutaan Muslim di seluruh dunia.”

    Kementerian pun menegaskan kembali seruannya kepada masyarakat internasional untuk memikul tanggung jawabnya dalam mengakhiri “pelanggaran Israel yang terus-menerus ini.”

    Sebelumnya pada hari Selasa (13/8) waktu setempat, Menteri Keamanan Nasional Israel Itamar Ben-Gvir memimpin ribuan warga Israel ke kompleks masjid Al-Aqsa di Yerusalem timur yang dianeksasi, dan melakukan ibadah untuk memperingati hari raya Yahudi.

    Kompleks tersebut merupakan situs tersuci ketiga bagi umat Islam dan simbol identitas nasional Palestina, tetapi juga merupakan tempat tersuci bagi agama Yahudi, yang dihormati sebagai situs kuil kuno yang dihancurkan oleh bangsa Romawi pada tahun 70 Masehi.

    Meskipun orang Yahudi dan non-Muslim lainnya diizinkan untuk mengunjungi kompleks masjid tersebut pada jam-jam tertentu, mereka tidak diizinkan untuk berdoa atau memperlihatkan simbol-simbol keagamaan.

    Dalam beberapa tahun terakhir, pembatasan tersebut semakin dilanggar oleh kaum nasionalis garis keras seperti Ben-Gvir, yang terkadang memicu reaksi keras dari warga Palestina.

    Masuknya rombongan Ben-Gvir ke kompleks Masjid Al-Aqsa pada hari Selasa (13/8) itu, bertepatan dengan hari berkabung Yahudi, Tisha Be’Av, yang memperingati penghancuran kuil kuno tersebut.

    Bulan lalu, Ben-Gvir, yang dikenal dengan gerakan provokatifnya, mengatakan bahwa ia telah berdoa di dalam kompleks Masjid Al-Aqsa, menentang aturan lama yang mengizinkan kunjungan orang Yahudi tetapi melarang berdoa di sana.

    Halaman 2 dari 2

    (ita/ita)

  • Ulah Menteri Garis Keras Israel Ajak Yahudi ke Al-Aqsa Picu Dunia Marah

    Ulah Menteri Garis Keras Israel Ajak Yahudi ke Al-Aqsa Picu Dunia Marah

    Jakarta

    Menteri Keamanan Nasional Israel, Itamar Ben Gvir, mengajak ribuan warga Israel memasuki kompleks Masjid Al-Aqsa di Yerusalem timur yang dianeksasi, dan melaksanakan ibadah untuk memperingati hari raya Yahudi. Ulah menteri garis keras Israel ini memicu kemarahan dunia internasional.

    Ben Gvir, yang kerap menentang larangan lama pemerintah Israel untuk melaksanakan ibadah keagamaan Yahudi di kompleks masjid tersebut, bersumpah untuk “mengalahkan Hamas” di Gaza dalam sebuah video yang ia rekam selama kunjungannya pada Selasa (13/8) waktu setempat.

    Kompleks ini merupakan situs tersuci ketiga dalam Islam dan simbol identitas nasional Palestina. Namun, tempat ini juga merupakan tempat tersuci dalam agama Yahudi, dihormati sebagai kuil kuno yang dihancurkan oleh Romawi pada tahun 70 Masehi.

    Meskipun umat Yahudi dan non-Muslim lainnya diizinkan untuk mengunjungi kompleks masjid tersebut pada jam-jam tertentu, mereka tidak diizinkan untuk berdoa atau menampilkan simbol-simbol keagamaan.

    Dalam beberapa tahun terakhir, pembatasan tersebut makin kerap dilanggar oleh kelompok nasionalis religius garis keras seperti Ben Gvir, yang memicu reaksi keras dari warga Palestina.

    Foto yang diunggah di jejaring media sosial pada Selasa (13/8) menunjukkan Ben Gvir berada di dalam kompleks masjid tersebut sementara beberapa warga Israel bersujud di tanah melakukan ritual Talmud.

    Ben Gvir merilis pernyataan video di media sosial X, yang direkamnya sendiri di dalam kompleks tersebut, yang menegaskan kembali penolakannya terhadap segala gencatan senjata dalam perang di Gaza.

    “Kita harus memenangkan perang ini. Kita harus menang dan tidak pergi ke perundingan di Doha atau Kairo,” katanya, merujuk pada perundingan yang didukung Amerika Serikat untuk gencatan senjata dan kesepakatan pembebasan sandera untuk Gaza yang akan dilanjutkan pada hari Kamis mendatang.

    “Kita bisa mengalahkan Hamas… kita harus membuat mereka bertekuk lutut,” kata Ben Gvir.

    Masuknya ke kompleks Al-Aqsa pada hari Selasa bertepatan dengan hari berkabung Yahudi Tisha Be’Av yang memperingati penghancuran kuil kuno tersebut.

    Kunjungan Ben Gvir ke kompleks masjid tersebut menuai kecaman keras dari negara-negara Muslim serta kekuatan Barat, termasuk Amerika Serikat, Uni Eropa, dan Perserikatan Bangsa-Bangsa.

    Simak selengkapnya di halaman selanjutnya:

    Menteri Luar Negeri Amerika Serikat Antony Blinken mengatakan Ben Gvir menunjukkan “pengabaian yang mencolok” terhadap status quo di situs tersebut dan mendesak Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu untuk mencegah tindakan tersebut.

    “Tindakan provokatif ini hanya memperburuk ketegangan di saat yang krusial ketika semua fokus seharusnya tertuju pada upaya diplomatik yang sedang berlangsung untuk mencapai kesepakatan gencatan senjata (Gaza) dan mengamankan pembebasan semua sandera serta menciptakan kondisi untuk stabilitas regional yang lebih luas,” katanya.

    Kementerian luar negeri Yordania juga mengutuk “penyerbuan” masjid tersebut, menyebutnya sebagai “pelanggaran mencolok terhadap hukum internasional”.

    “Pelanggaran berkelanjutan terhadap status quo historis dan hukum di Yerusalem dan kesuciannya memerlukan posisi internasional yang jelas dan tegas yang mengutuk pelanggaran ini,” kata juru bicara kementerian Sufyan al-Qudah dalam sebuah pernyataan.

    Organisasi Kerja Sama Islam, sebuah kelompok payung negara-negara berpenduduk mayoritas Muslim, juga “mengutuk keras” insiden tersebut dan mengatakan bahwa itu adalah “provokasi terhadap perasaan umat Muslim di seluruh dunia”.

    Farhan Haq, wakil juru bicara Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa Antonio Guterres, mengatakan PBB “menentang segala upaya untuk mengubah status quo di tempat-tempat suci”.

    “Perilaku semacam ini tidak membantu dan sangat provokatif,” tambahnya.

    Kepala kebijakan luar negeri Uni Eropa Josep Borrell juga mengunggah di X bahwa blok tersebut “mengutuk keras provokasi” oleh Ben Gvir.

    Halaman 2 dari 2

    (fas/ygs)

  • Imam Masjid Al Aqsa Bantah Israel Usai Dituduh Dukung Terorisme

    Imam Masjid Al Aqsa Bantah Israel Usai Dituduh Dukung Terorisme

    Jakarta

    Imam Masjid Al Aqsa, Sheik Ekrima Sabri (85), dituntut atas tuduhan mendukung aksi terorisme oleh Israel. Israel menuding Sabri mendukung terorisme atas komentarnya yang memuji pria Palestina telah membunuh empat warga Israel termasuk tentara di Tepi Barat.

    Dilansir AFP, Jumat (28/6/2024), dakwaan kepada Sabri itu berlangsung pekan ini. Dasar tuntutan itu merujuk pada dukungan Sabri kepada pelaku penyerangan yang menembak penjaga di pemukiman Maale Adumim di Tepi Barat pada Oktober 2022. Serangan ini menewaskan satu tantara Israel.

    Israel juga menuding Sabri memuji pelaku penyerangan kedua bernama Raad Hazam yang membunuh tiga warga Israel dan melukai enam warga lainnya dalam penembakan di Tel Aviv pada April 2022. Dalam serangan itu Raad Hazam diketahui juga ikut tewas.

    “Kantor kejaksaan mengajukan ke pengadilan Yerusalem sebuah dakwaan terhadap mantan mufti kota tersebut, setelah dia menghasut terorisme dan memuji teroris,” kata Kementerian Kehakiman dalam sebuah pernyataan pada hari Rabu (26/6) waktu setempat.

    Sabri Membantah

    Sabri membantah keras tuduhan yang dilayangkan Israel. Dia menyebut hanya menyampaikan belasungkawa kepada keluarga para penyerang setelah kematian mereka.

    “Ini adalah tuduhan palsu. Dakwaan itu dibuat-buat dan jahat,” katanya.

    “Menyampaikan belasungkawa bukan berarti kami mendukung apa yang dilakukan anak-anak tersebut,” sambung Sabri.

    “Dakwaan tersebut merupakan hasil tindakan politik dan bukan tindakan hukum. Syekh telah dianiaya selama dua tahun,” katanya kepada AFP.

    Lihat juga Video ‘RS Al Shifa di Gaza Mulai Diperbaiki Seusai Hancur Diserang Israel’:

    (ygs/zap)

  • Teganya! Polisi Israel Pukuli Warga Palestina yang Hendak Tarawih di Al-Aqsa

    Teganya! Polisi Israel Pukuli Warga Palestina yang Hendak Tarawih di Al-Aqsa

    Yerusalem

    Polisi Israel membuat blokade di Masjid Al-Aqsa saat ratusan warga Palestina hendak melakukan shalat Tarawih pertama di bulan suci Ramadan. Polisi Israel juga menghalangi warga memasuki Masjid Al-Aqsa di Kota Tua Yerusalem Timur dan memukuli warga.

    Dilansir Anadolu Agency dan The Times of Israel, Selasa (12/3/2024), berdasarkan keterangan saksi mata, polisi hanya memperbolehkan perempuan dan laki-laki berusia di atas 40 tahun untuk masuk ke Masjid Al-Aqsa. Saksi mengatakan banyak warga Palestina yang datang untuk menunaikan Tarawih berkumpul di gerbang Tempat Suci, atau Haram al-Sharif.

    Rekaman menunjukkan polisi Israel menyerang beberapa warga Palestina dengan tongkat di pintu masuk kompleks Al-Aqsa. Polisi Israel mengklaim pihaknya berupaya untuk ‘memungkinkan kebebasan beribadah di Bukit Bait Suci sekaligus memastikan keselamatan dan keamanan, sesuai dengan instruksi yang diberikan oleh kepemimpinan politik’.

    Foto dan video yang beredar juga menunjukkan sekelompok pemuda Muslim yang dihalangi masuk ke kompleks Al-Aqsa menggelar salat di gang-gang menuju kawasan itu dan di luar tembok Kota Tua. Harian Haaretz juga melaporkan beberapa pemuda Palestina berhasil memasuki kompleks tersebut bersama orang tua mereka atau ketika polisi melonggarkan prosedur masuk karena adanya tekanan pada penghalang di pintu masuk.

    Menurut laporan tersebut, ribuan jemaah yang berhasil masuk menggelar salat Tarawih di Masjid Al-Aqsa pada hari Minggu malam dan jumlah mereka diperkirakan akan terus melonjak dalam beberapa hari mendatang hingga mencapai puluhan ribu pada hari Jumat.

    Stasiun televisi pemerintah Israel, KAN, menyebut Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mengambil tanggung jawab atas keputusan yang mengizinkan ekstremis Yahudi menyerbu kompleks Al-Aqsa selama bulan Ramadan. Netanyahu bersama dengan dinas keamanan dalam negeri Israel Shin Bet dan tentara telah menyerukan tindakan tersebut.

    Namun, pemerintah Israel dalam pernyataannya pada 5 Maret mengklaim mereka tidak akan membatasi ibadah warga Palestina di Masjid Al-Aqsa selama Ramadan. Palestina telah menegaskan bahwa Yerusalem Timur adalah ibu kota masa depan negara Palestina merdeka, namun Israel berupaya mengubah identitasnya dengan melakukan Yahudisasi Yerusalem Timur, termasuk Masjid Al-Aqsa.

    (haf/imk)

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • Perang Gaza dan Ramadan yang Suram di Palestina

    Perang Gaza dan Ramadan yang Suram di Palestina

    Gaza City

    Menjelang bulan suci Ramadan, jalanan Kota Tua Yerusalem Timur lebih sepi dari biasanya. Berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya, tidak ada lampu Ramadan yang berjejer meriah di gang-gang sempit. Suasananya suram, dirundung ketidakpastian tentang bagaimana bulan suci puasa akan berlangsung.

    “Kami tidak merasakan Ramadan,” kata Um Ammar, sambil berjalan di sepanjang Jalan Al-Wad, salah satu jalan raya utama kota kuno tersebut. Perang di Gaza ada dalam pikiran semua orang, katanya. Menurut Kementerian Kesehatan yang dikelola Hamas, sekitar 31.000 orang telah terbunuh dalam konflik itu, dan lembaga bantuan memperingatkan akan terjadinya kelaparan.

    Perang di Gaza dipicu oleh serangan Hamas ke Israel 7 Oktober tahun lalu, yang menewaskan lebih dari 1.200 orang. Hamas juga menculik lebih dari 200 orang ke Gaza. Hamas dikategorikan sebagai organisasi teroris oleh AS, Uni Eropa, Jerman dan beberapa negara lain.

    “Kami akan berbuka puasa di sini. Tapi banyak orang yang tidak bisa makan karena tidak ada makanan di Gaza,” jelas Ammar merujuk pada makanan berbuka puasa saat matahari terbenam.

    “Ketika orang-orang duduk mengelilingi meja, Ramadan macam apa yang kita bicarakan? Ini bukan Ramadan, ini lebih terasa seperti kebangkitan untuk menyampaikan belasungkawa,” katanya.

    Sentimen Um Ammar juga diamini oleh orang lain di lingkungan tersebut, seperti Hashem Taha yang menjalankan toko rempah-rempah di Jalan Al-Wad. “Yerusalem merasa sangat sedih, masyarakat di Gaza adalah rakyat kami, mereka adalah keluarga, dan kami sangat terdampak dengan apa yang kami lihat di sana,” kata Taha.

    Harapan agar Ramadan tetap tenang

    Di dekat toko Taha, polisi perbatasan Israel menghentikan pemuda Palestina untuk memeriksa identitas dan barang-barang mereka. “Mereka telah mempersulit keadaan dan selalu menekan orang,” kata Taha.

    Tahun ini, perang di Gaza, memberikan bayangan gelap pada bulan Ramadan. Di masa lalu, ketegangan berpusat di sekitar kompleks Masjid Al-Aqsa, yang dikenal oleh umat Islam sebagai Haram al-Sharif atau Tempat Suci, dan bagi orang Yahudi sebagai Temple Mount.

    Israel buka pintu Masjid Al-Aqsa selama Ramadan

    Selama Ramadan, ratusan ribu umat Islam biasanya berkumpul untuk salat di alun-alun besar depan Masjid Al-Aqsa.

    Hamas berupaya memanfaatkan nilai simbolis Al-Aqsa bagi warga Palestina dan muslim di seluruh dunia untuk meningkatkan tekanan. Pekan lalu, dalam pidatonya di televisi, pemimpin Hamas Ismail Haniyeh menyerukan kepada warga Palestina untuk melakukan pawai ke Masjid Al-Aqsa pada hari pertama Ramadan.

    Minggu ini, pada 5 Maret, pemerintah Israel mengatakan tidak akan memberlakukan pembatasan baru terhadap jumlah jamaah. “Selama minggu pertama Ramadan, jamaah akan diizinkan memasuki Temple Mount dalam jumlah yang sama dengan tahun-tahun sebelumnya,” mengacu pada pernyataan yang dikeluarkan oleh kantor Perdana Menteri Israel.

    “Ramadan adalah suci bagi umat Islam; kesuciannya akan dijunjung tinggi tahun ini, seperti yang dilakukan setiap tahun.”

    Namun, ia juga menambahkan, “penilaian mingguan terhadap aspek keamanan akan dilakukan.”

    Salat dalam ‘ketenangan dan ketenteraman’ di Al-Aqsa

    Para pimpinan umat muslim menyambut baik keputusan pemerintah Israel tersebut.

    “Kami sangat senang bahwa di bulan yang penuh berkah ini ada hal-hal yang mulai terlihat jelas bagi umat Islam terkait dibukanya pintu Masjid Al-Aqsa bagi seluruh pengunjung tanpa batasan usia,” kata Syekh Azzam al-Khatib kepada DW di Yerusalem.

    Dia adalah Direktur Wakaf Yerusalem, badan yang bertanggung jawab menerapkan hak asuh Yordania atas tempat-tempat suci Islam dan Kristen di Yerusalem dan sekitarnya.

    “Tujuan kami salat, ibadah, dan puasa di sana, serta bisa mencapai masjid dengan ketenangan dan ketenteraman seutuhnya. Dan juga meninggalkan masjid dalam ketenangan dan ketenteraman seutuhnya,” ujarnya.

    Awal Ramadan juga telah ditetapkan sebagai tenggat waktu bagi upaya mediator AS, Qatar, dan Mesir baru-baru ini untuk menengahi kesepakatan sandera baru dan gencatan senjata sementara antara Israel dan Hamas. Namun, kesepakatan untuk membebaskan 134 sandera Israel yang diyakini masih ditahan oleh Hamas masih belum tercapai.

    Ayo berlangganan gratis newsletter mingguan Wednesday Bite. Recharge pengetahuanmu di tengah minggu, biar topik obrolan makin seru!

    Ada harapan di Gaza bahwa gencatan senjata, meskipun hanya bersifat sementara, akan memberikan kelonggaran. Setidaknya ketakutan dan kecemasan akan berkurang, kata Nour al-Muzaini kepada DW melalui WhatsApp. Pria berusia 36 tahun ini telah berpindah-pindah selama enam bulan terakhir dari Kota Gaza ke Khan Younis dan kemudian ke kota perbatasan Rafah.

    “Di bulan Ramadan kita menjalankan ritual yang merupakan bagian integral dari kehidupan normal kita, seperti berbuka puasa, berdoa dan beribadah. Ini adalah bulan rahmat dan pengampunan, tetapi sulit untuk dilaksanakan ketika Anda dalam pengungsian,” katanya.

    Ramadan suram

    Tamer Abu Kwaik paling mengkhawatirkan anak-anaknya. Dia dan keluarganya kini tinggal di tenda di Rafah, setelah melakukan perjalanan dari Gaza utara. Ramadan, kata Abu Kwaik, selalu menjadi momen spesial bagi keluarga.

    “Pada masa sebelum perang, kami biasa menciptakan suasana yang indah untuk anak-anak. Namun sekarang, di tengah perang, kami melakukan yang terbaik untuk membuat mereka tersenyum. Namun, saat saya mendekorasi tenda, saya menyadari hal itu tidak akan terjadi. Tidak akan semeriah dulu,” ujarnya melalui pesan suara WhatsApp dari Rafah.

    Ketidakpastian mengenai apa yang akan terjadi sangat sulit untuk diatasi.

    “Kami berusaha mengatasi krisis ini secara psikologis, berharap perang akan segera berakhir dan akan ada gencatan senjata sehingga kami dapat kembali ke rumah,” kata Abu Kwaik.

    “Rumah saya sendiri telah dihancurkan; sebagian dari sebuah bangunan telah hancur total. Saya sering bertanya-tanya apa yang akan saya lakukan ketika perang berakhir.”

    Jika kesepakatan baru mengenai penyanderaan tidak tercapai, Israel menyatakan akan memperluas operasi daratnya hingga ke Rafah, tempat sekitar 1,4 juta pengungsi Palestina saat ini mencari perlindungan.

    Perdana Menteri Benjamin Netanyahu telah menegaskan bahwa “IDF (Pasukan Pertahanan Israel) akan terus beroperasi melawan semua batalion Hamas di seluruh Jalur Gaza, dan itu termasuk Rafah, benteng terakhir Hamas. Siapa pun yang menyuruh kami untuk tidak beroperasi di Rafah berarti menyuruh kami kalah perang. Itu tidak akan terjadi.”

    (rs/gtp/hp)

    (nvc/nvc)

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • Respons Netanyahu soal Gaza, Hamas Ajak Palestina Ikut Perangi Israel

    Respons Netanyahu soal Gaza, Hamas Ajak Palestina Ikut Perangi Israel

    Jakarta, CNN Indonesia

    Hamas mendesak Otoritas Palestina berhenti berunding dengan Israel menyusul pernyataan Perdana Menteri Benjamin Netanyahu yang bocor soal rencananya atas Jalur Gaza pasca perang.

    Hamas menganggap pernyataan Netanyahu itu menegaskan bahwa Israel tidak tertarik dengan penyelesaian konflik secara politik dengan Palestina.

    Kelompok penguasa Gaza itu bahkan menuding Israel berniat mengkonsolidasikan pendudukannya terhadap wilayah Palestina khususnya Yerusalem dan Masjid Al Aqsa.

    “Ia (Netanyahu) tidak tertarik pada penyelesaian politik dan ingin mengkonsolidasikan pendudukan, khususnya di Yerusalem dan Masjid Al Aqsa,” ujar Hamas melalui pernyataan pada Selasa (12/12) seperti dikutip Al Jazeera.

    “Hamas meminta Otoritas Palestina dan badan-badannya untuk mengabaikan Perjanjian Oslo, menghentikan koordinasi keamanan, dan melakukan transisi ke perlawanan bersenjata,” bunyi seruan Hamas menambahkan.

    Seruan Hamas itu datang menanggapi pernyataan PM Netanyahu yang mengungkap sejumlah rencananya soal Jalur Gaza ketika agresi Israel ke wilayah itu berakhir.

    Dalam rapat tertutup bersama parlemen Knesset beberapa waktu lalu, Netanyahu mengatakan bahwa Israel akan terus melancarkan agresinya sampai milis Hamas kalah.

    Dalam transkrip pernyataan Netanyahu yang bocor di beberapa media Hebrew, sang PM juga berupaya mencegah Otoritas Palestina menguasai Jalur Gaza kala agresi Israel berhenti.

    Selama rapat, Netanyahu juga mengatakan bahwa Gaza akan berada di bawah kontrol militer Israel. Meski begitu, urusan administratif Gaza akan diurus oleh “otoritas sipil”.

    “Setelah perang, sebuah administrator sipil akan beroperasi di Gaza dan Jalur Gaza akan direhabilitasi di bawah kepemimpinan negara Teluk Arab. Kami tidak akan menyerah pada tekanan internasional,” kata Netanyahu.

    Netanyahu juga menyamakan Otoritas Palestina sama seperti Hamas. Menurutnya, keduanya sama-sama ingin menghancurkan Israel.

    “Bedanya Hamas dan Otoritas Palestina itu, Hamas ingin menghancurkan Israel saat ini juga, dan Otoritas Palestina ingin melakukannya dalam beberapa tahap,” ucap Netanyahu kepada Komite Hubungan Luar Negeri Knesset lagi seperti dikutip Al Jazeera.

    Sementara itu, Netanyahu juga mengungkap bahwa Arab Saudi dan Uni Emirat Arab akan membiayai rekonstruksi Jalur Gaza setelah perang Israel-Hamas sejak 7 Oktober lalu berakhir di wilayah itu.

    “Langkah pertama di Gaza adalah mengalahkan Hamas. Setelah itu, saya yakin Uni Emirat Arab dan Arab Saudi akan mendukung rehabilitasi Jalur Gaza,” kata Netanyahu.

    Klaim Netanyahu itu masih belum jelas. Sejauh ini, tidak ada negara Teluk Arab yang memberikan indikasi publik bahwa mereka bersedia menanggung tanggung jawab rehabilitasi dan pembangunan di Jalur Gaza pasca agresi Israel berhenti.

    (rds/rds)

    [Gambas:Video CNN]

  • Houthi Yaman Serukan Siap Kirim Ribuan Milisi ke Gaza Lawan Israel

    Houthi Yaman Serukan Siap Kirim Ribuan Milisi ke Gaza Lawan Israel

    Jakarta, CNN Indonesia

    Kelompok pemberontak Houthi Yaman bersiap mengirimkan pasukan berjumlah ribuan milisi ke Gaza untuk membantu Palestina melawan Israel.

    Milisi tersebut sebelumnya menggelar parade unjuk kekuatan di Sanaa, Yaman, pada Sabtu (2/12) untuk menyatakan kesiapan mereka dikirim ke Gaza, seperti dilansir dari media Iran, Press TV.

    Dalam foto yang dirilis Reuters, para milisi yang mengenakan baju tradisional Yaman tampak mengangkat senjata api laras panjang di Alun-alun Al Sabeen, Sabtu.

    Terdapat pula spanduk dan poster bertuliskan seruan untuk memboikot Amerika Serikat dan Israel karena telah melancarkan agresi ke Palestina.

    Massa parade meneriakkan slogan “siap melayanimu Al Aqsa,” dan “Wahai Al Quds, tentaramu datang, Ansarullah datang,” hingga “Matilah Amerika dan Israel.”

    Teriakan itu sebagai ungkapan kemarahan atas kekejaman dan kejahayan pasukan Israel melakukan agresi di Gaza dan Tepi Barat, Palestina.

    Parade ribuan milisi Houthi Yaman itu disaksikan langsung oleh pemimpin polotik kelompok tersebut, Muhammad Ali Al Houthi.

    “Di hari yang bersejarah ini, orang-orang Yaman memastikan kesediaan mereka seperti pemimpin Ansarullah (Abdul Malik Al Houthi), semoga Tuhan melindunginya, mengatakan ‘buka jalan bagi kami dan kalian akan mendapati ratusan hingga ribuan orang-orang Yaman siap bergerak mempertahankan tempat suci Masjid Al Aqsa dan bergabung bersama orang-orang Palestina,’” ujar Muhammad Ali Al Houthi, dilansir dari Iran Press TV.

    “Massa ini menunjukkan kesiapan orang-orang Yaman dan kesadaran serta kecemasan mereka terhadap pangkal masalah bagi Muslim dunia,” ia menambahkan.

    Sebelumnya, para pemimpin Houthi Yaman bersumpah akan membantu Palestina melawan agresi Israel.

    Kelompok itu menyatakan siap bekerja sama dengan faksi lain dari “Poros Perlawanan” yang mencakup faksi-faksi Muslim Syiah bekingan Irak dan Hizbullah Lebanon.

    Gerakan Houthi Yaman sendiri pernah memerangi koalisi pimpinan Saudi sejak 2015. Saat itu ratusan ribu orang tewas.

    Ancaman serangan sejumlah faksi ini dilontarkan setelah AS menyatakan bakal memberikan amunisi tambahan ke Israel dan mengerahkan sekelompok kapal induk USS Gerald R Ford ke kawasan Mediterania Timur.

    Saat ini AS bahkan dilaporkan sudah mulai mengirim amunisi dan peralatan militer ke Israel.

    Mereka juga mengklaim bertanggung jawab atas rentetan aksi serangan kapal-kapal dagang Barat dan Israel di Laut Merah menggunakan rudal dan drone.

    (blq/bac)

    [Gambas:Video CNN]

  • Menteri Israel Ancam Ubrak-abrik Pemerintah Jika Agresi Gaza Berhenti

    Menteri Israel Ancam Ubrak-abrik Pemerintah Jika Agresi Gaza Berhenti

    Jakarta, CNN Indonesia

    Menteri Keamanan Nasional Israel Itamar Ben-Gvir mengancam akan memecah belah pemerintah jika Tel Aviv tidak memulai kembali agresi ke Jalur Gaza Palestina.

    Ancaman itu diutarakan Ben-Gvir menyusul gencatan senjata di Jalur Gaza antara Israel dan milisi Hamas Palestina yang diperpanjang dua hari hingga Kamis (30/11).

    “Menghentikan perang = menghancurkan pemerintah,” kata Ben-Gvir dalam sebuah pernyataan pada Rabu (29/11).

    Ben-Gvir dan partainya, Otzma Yehudit, memegang enam kursi dalam koalisi pemerintah, dengan tiga menteri berada di kabinet beranggotakan 38 orang ini.

    Dikutip dari Times of Israel, ancaman pembelotan Ben-Gvir ini diprediksi tidak akan mempengaruhi kabinet Perdana Menteri Benjamin Netanyahu, dengan asumsi pemerintah tetap mendapat dukungan dari Partai Persatuan Nasional yang dipimpin Benny Gantz.

    Ben-Gvir juga menjadi satu dari tiga menteri kabinet Perdana Menteri Benjamin Netanyahu yang menolak keras gencatan senjata dengan Hamas di Jalur Gaza. Dua menteri lainnya juga berasal dari partai yang sama dengan Ben-Gvir.

    Namun, Israel tetap menyepakati gencatan senjata dengan Hamas pada pekan lalu dengan bantuan Qatar, Amerika Serikat, dan Mesir.

    Ben-Gvir merupakan salah satu menteri Israel yang sangat anti-Palestina. Ia dikenal kontroversial lantaran tak segan melontarkan komentar-komentar yang menyulut kemarahan warga Palestina.

    Ben-Gvir pernah menuai kecaman karena seenaknya mengunjungi Masjid Al Aqsa di Yerusalem.

    Ia pernah berseteru dengan model internasional, Bella Hadid, yang mengkritik unggahan media sosialnya. Dilansir dari Al Jazeera, Ben-Gvir menyebut Bella Hadid sebagai pembenci Israel dan menggambarkannya sebagai sosok yang rasialis.

    Ben-Gvir juga ditahan pada 2007 karena mengungkapkan hasutan rasis kepada orang-orang Arab dan mendukung kelompok yang dianggap teroris oleh Israel serta Amerika Serikat.

    Kementerian Luar Negeri Otoritas Palestina menuturkan bahwa terpilihnya Ben-Gvir menciptakan bencana pada konflik Palestina-Israel, dikutip dari Reuters.

    Pada perang Hamas-Israel kali ini, Ben-Gvir juga membuat keputusan kontroversial dengan memaksakan agenda supremasi Yahudinya. Agenda ini melonggarkan pembatasan senjata bagi warga Israel sehingga mereka dapat dengan mudah dapat memiliki senjata api untuk ikut berperang.

    Agresi Israel ke Jalur Gaza sejak 7 Oktober lalu telah menewaskan lebih dari 15 ribu orang, termasuk 6.150 anak-anak dan 4.000 perempuan.

    (rds/rds)

    [Gambas:Video CNN]

  • Pemimpin Hamas Tuduh Israel Bantai Warga Gaza Demi Tutupi Kekalahan

    Pemimpin Hamas Tuduh Israel Bantai Warga Gaza Demi Tutupi Kekalahan

    Haniyeh, dalam pernyataannya, menegaskan tidak akan ada stabilitas regional kecuali warga Palestina mendapatkan ‘hak-hak sah atas kebebasan, kemerdekaan, dan kembalinya mereka’ ke wilayah Palestina — merujuk pada keturunan 760.000 warga Palestina yang melarikan diri atau diusir dari rumah-rumah mereka saat terjadinya perang tahun 1948 yang menyertai terbentuknya negara Israel.

    “Kawasan ini tidak akan aman atau stabil selama rakyat kita tidak mendapatkan kebebasan dan kemerdekaan mereka, dan bisa kembali,” tegasnya.

    Hamas Salahkan Netanyahu Atas Perang Gaza

    Haniyeh yang mengasingkan diri ke Qatar ini menyalahkan Netanyahu atas perang yang berlangsung di Jalur Gaza selama lebih dari tiga pekan terakhir. Dia menyebut Netanyahu mengelilingi dirinya dengan koalisi sayap kanan ‘untuk mengalihkan pandangan dunia dari kesalahannya’.

    Dia mengatakan bahwa menjelang serangan 7 Oktober lalu, Hamas telah melontarkan peringatan soal Netanyahu dan ‘pemerintahan fasisnya’ yang akan melanjutkan ‘kebijakan kontroversial mereka’.

    Netanyahu mulai menjabat kembali sebagai PM Israel pada akhir tahun lalu, setelah memimpin koalisi pemerintahan yang beranggotakan para menteri beraliran sayap ekstrem kanan yang tinggal di permukiman Yahudi di Tepi Barat, yang dianggap ilegal menurut hukum internasional.

    Dalam pernyataannya, Haniyeh juga menyinggung soal perluasan permukiman Israel di Tepi Barat, tindak kekerasan oleh para pemukim Yahudi, dan serangan terhadap tempat-tempat suci, termasuk Masjid Al-Aqsa yang ada di Yerusalem Timur.

    “Yang terbaru adalah korban pembantaian Jabalia,” cetusnya, seperti dilansir Al Jazeera.

    Dia merujuk pada serangan udara Israel terhadap kamp pengungsi Jabalia di Jalur Gaza bagian utara pada Selasa (31/10) dan Rabu (1/11) waktu setempat. Otoritas Gaza melaporkan sedikitnya 195 orang dikonfirmasi tewas, 120 orang lainnya hilang dan 777 orang lainnya mengalami luka-luka akibat serangan di kamp tersebut.

    Hamas mengklaim tujuh sandera ikut tewas dalam gempuran Israel di kamp pengungsi Jabalia, dengan tiga orang di antaranya merupakan pemegang paspor asing, namun asal kewarganegaraannya tidak disebutkan lebih lanjut. Klaim-klaim Hamas ini belum bisa diverifikasi kebenarannya secara independen.

    (nvc/idh)

    Hoegeng Awards 2025

    Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu