Tempat Fasum: Masjid Al-Aqsa

  • Video: Prabowo Halal Bihalal di Istana – Suasana Salat ID Al Aqsa

    Video: Prabowo Halal Bihalal di Istana – Suasana Salat ID Al Aqsa

    Jakarta, CNBC Indonesia – Presiden Prabowo Subianto menggelar open house pada Hari Raya Idul Fitri 1446 Hijriah besok. Prabowo juga mengundang para Presiden dan Wapres terdahulu.

    Sementara itu, umat muslim di Palestina merayakan Idul Fitri 1446 H / atau Lebaran 2025 hari ini 30 Maret 2025. Masjid Al Aqsa di Yerusalem, Palestina, pun dipenuhi umat Islam yang mengikuti Salat ID

    Selengkapnya saksikan di Program Exploring Mudik CNBC Indonesia, Minggu (30/03/2025).

    #exploringmudik

    #exploringmudik2025

    #exploringjalurmudik2025

    #exploringspbuspklu2025

     

  • Rayakan Lebaran Hari Ini, Umat Muslim Palestina Salat Id di Masjid Al Aqsa

    Rayakan Lebaran Hari Ini, Umat Muslim Palestina Salat Id di Masjid Al Aqsa

    Yerusalem

    Umat muslim di Palestina juga merayakan Idul Fitri 1446 H atau Lebaran 2025 hari ini. Masjid Al Aqsa di Yerusalem, Palestina, pun dipenuhi umat Islam yang mengikuti salat id.

    Dilansir AFP dan WAFA, Minggu (30/3/2025), Grand Mufti Yerusalem dan Palestina, Syekh Mohammad Hussein, telah mengumumkan Idul Fitri jatuh pada 30 Maret 2025. Pengumuman itu menjadi penanda berakhirnya bulan suci Ramadan.

    Umat muslim di Palestina pun mengikuti salat id di Masjid Al Aqsa. Mereka pergi bersama keluarga, termasuk anak-anak untuk merayakan Idul Fitri meski konflik dengan Israel masih memanas.

    Sejumlah anak terlihat membawa balon dan bermain di area Al Aqsa usai salat id digelar. Idul Fitri di Yerusalem, Palestina, dirayakan dengan penuh sukacita.

    Sebagai informasi, Arab Saudi dan sejumlah negara lain telah merayakan Idul Fitri hari ini. Perayaan Idul Fitri digelar setelah hilal terlihat di Saudi.

    Salat id juga telah digelar di Masjidil Haram, Makkah. Masjid suci tersebut dipenuhi jemaah yang sudah berada di dalam masjid sejak dini hari.

    “Segala puji bagi Allah, dan semoga Allah membalas Penjaga Dua Masjid Suci dan Putra Mahkota yang setia dengan pahala yang terbaik dan terlengkap atas upaya besar mereka dalam melayani Dua Masjid Suci dan para pengunjungnya, dan mendukung tujuan-tujuan Islam dan kaum Muslim, yang terutama adalah tujuan Palestina dan Al-Aqsa, dan berjuang untuk membangun keamanan internasional dan perdamaian dunia,” ujar Imam dan Khatib Masjidil Haram, Syekh Abdulrahman bin Abdulaziz Al-Sudais.

    (haf/imk)

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • Perjuangan Warga Palestina di Masjid Al-Aqsa – Halaman all

    Perjuangan Warga Palestina di Masjid Al-Aqsa – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Dalam beberapa waktu terakhir, pemerintah Israel kembali memperketat pembatasan akses bagi warga Palestina yang ingin beribadah di Masjid Al-Aqsa, salah satu situs tersuci dalam agama Islam.

    Kebijakan ini dikeluarkan di tengah meningkatnya serangan pasukan IDF (Angkatan Pertahanan Israel) di berbagai wilayah Gaza, yang semakin memperumit kondisi bagi umat Muslim yang ingin menjalankan ibadah, terutama di bulan suci Ramadhan.

    Bagaimana Pembatasan Ini Diterapkan?

    Berdasarkan informasi, pembatasan ini mempengaruhi jumlah warga Palestina yang diperbolehkan untuk melakukan iktikaf di Masjid Al-Aqsa.

    Para petugas Israel di pos pemeriksaan Qalandiya, yang terletak di utara Yerusalem, mulai melakukan pemeriksaan ketat terhadap kartu identitas dan izin beribadah.

    Mengapa Israel Membatasi Akses ke Masjid Al-Aqsa?

    Pembatasan ini sebenarnya bukan hal baru.

    Israel telah menerapkan kebijakan serupa selama bertahun-tahun, namun pada awal Ramadhan tahun ini, pemerintah Netanyahu memperketat lagi akses warga Palestina.

    Kini, hanya warga Palestina dari Yerusalem Timur dan penduduk Israel keturunan Palestina yang diizinkan mengakses masjid tersebut.

    Selain itu, kebijakan baru ini hanya mengizinkan anak-anak berusia di bawah 12 tahun dan orang dewasa yang lebih tua untuk masuk.

    Menteri Keamanan Nasional Israel, Itamar Ben Gvir, mengeklaim bahwa pembatasan ini diperlukan untuk menjaga keamanan masjid dan mencegah potensi kerusuhan yang lebih besar.

    Ia berpendapat bahwa dengan banyaknya umat Islam yang berbondong-bondong ke Masjid Al-Aqsa selama bulan Ramadhan, akan ada risiko ketegangan yang dapat mengganggu stabilitas.

    Apa Pendapat Warga Palestina tentang Kebijakan Ini?

    Namun, pandangan warga Palestina sangat berbeda.

    Banyak dari mereka menganggap bahwa pembatasan ini merupakan bagian dari kebijakan Israel yang lebih luas untuk menyenangkan kaum Yahudi di Yerusalem Timur dan berusaha menghapus identitas Arab serta Islam di Masjid Al-Aqsa.

    Di tengah semua rintangan ini, tidak sedikit warga Palestina yang tetap tegar menjalankan ibadah.

    Menurut laporan Anadolu, sekitar 80.000 warga Palestina tetap memutuskan untuk menjalankan shalat Jumat dan iktikaf di Masjid Al-Aqsa pada tanggal 21 Maret 2025.

    Bagi rakyat Palestina, Masjid Al-Aqsa bukan hanya sekadar tempat ibadah;

    ia juga menjadi simbol perlawanan terhadap pendudukan Israel.

    Setiap tahun, terutama selama bulan Ramadhan, masjid ini menjadi pusat konfrontasi antara warga Palestina dan otoritas Israel yang terus berusaha membatasi akses ke sana.

    Dengan semangat tak pernah padam, kehadiran 80.000 jemaah di Al-Aqsa meskipun menghadapi berbagai rintangan adalah bukti bahwa perjuangan mereka masih terus berlanjut.

    Konten ini disempurnakan menggunakan Kecerdasan Buatan (AI).

  • Pasukan Israel Perketat Masjid Al-Aqsa, Akses Masyarakat Palestina yang Ingin I’tikaf Dibatasi – Halaman all

    Pasukan Israel Perketat Masjid Al-Aqsa, Akses Masyarakat Palestina yang Ingin I’tikaf Dibatasi – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Otoritas Israel kembali memberlakukan pembatasan pada akses warga Palestina ke Yerusalem yang ingin beribadah di Masjid Al-Aqsa.

    Pembatasan ini, dilakukan di tengah meningkatnya serangan pasukan IDF ke sejumlah wilayah Gaza.

    Dengan pengetatan ini, nantinya warga Palestina yang ingin melakukan ibadah atau i’tikaf selama bulan suci di Masjid Al-Aqsa akan dibatasi jumlahnya.

    Pasukan Israel di pos pemeriksaan Qalandiya di utara Yerusalem akan memeriksa kartu identitas pribadi dan izin beribadah.

    Warga Yamon di Tepi Barat yang diduduki, Ibrahim Awad, mengatakan kekecewaan atas kebijakan Israel yang memperketat akses masjid Al Aqsa

    “Saya tiba di pos pemeriksaan dan setelah mereka memeriksa identitas saya, saya ditolak masuk tanpa alasan,” kata Awad.

    Keluhan serupa juga diungkap seorang lelaki tua lainnya, Sadiq Mohammed, dari kota Beit Ur al-Tahta di distrik Ramallah

    “Di usia saya, mereka masih menolak akses saya ke Yerusalem dan shalat di Al-Aqsa, dengan dalih saya tidak punya izin salat,” jelas Sadiq

    Alasan Israel Batasi Al Aqsa

    Adapun kebijakan tersebut, sebenarnya sudah diberlakukan Israel sejak bertahun-tahun lamanya, namun di awal Ramadan pemerintah Netanyahu semakin memperketat akses beribadah di Masjid Al-Aqsa.

    Tak hanya membatasi masuknya jamaah Palestina dari wilayah pendudukan Tepi Barat ke masjid Al Aqsa.

    Lewat kebijakan tersebut, Israel hanya mengizinkan warga Palestina dari Yerusalem Timur dan penduduk Israel keturunan Palestina untuk mengakses situs tersebut.

    Pejabat keamanan juga hanya mengizinkan masuk anak-anak yang lebih muda dan orang dewasa yang lebih tua, yaitu anak-anak berusia di bawah 12 tahun.

    Menteri Keamanan Nasional Israel, Itamar Ben Gvir, berpendapat pembatasan perlu dilakukan untuk menjaga keamanan masjid demi menghindari kerusuhan atau eskalasi situasi yang lebih besar.

    Ia berdalih selama bulan Ramadhan ribuan jemaah dari kalangan umat Islam berbondong-bondong melakukan ibadah.

    Hal ini dikhawatirkan dapat memicu ketegangan lebih besar, terutama di Yerusalem yang memiliki nilai religius tinggi bagi umat Muslim, Yahudi, dan Kristen.

    Namun, menurut pandangan umat Palestina, pembatasan ini merupakan bagian dari kebijakan Israel yang lebih luas untuk menyenangkan kaum Yahudi di Yerusalem Timur, dan menghapus identitas Arab dan Islam di Masjid Al Aqsa.

    80 Ribu Warga Palestina Nekat Itikaf di Al-Aqsa

    Meski menghadapi penjagaan ketat, hal tersebut tak membuat warga Gaza menyerah.

    Mengutip laporan Anadolu, sekitar 80.000 warga Palestina tetap teguh menjalankan ibadah salat Jumat dan itikaf di Masjid Al-Aqsa, Yerusalem Timur, pada Jumat (21/3/2025).

    Tak peduli hujan deras atau hambatan dari otoritas Israel, mereka tetap berbondong-bondong untuk menjalankan ibadah i’tikaf, sebuah tradisi berdiam diri di masjid yang semakin bermakna di tengah situasi penuh tekanan.

    “Delapan puluh ribu jamaah melaksanakan salat Jumat di Masjid Al-Aqsa hari ini,” ujar Sheikh Azzam al-Khatib, Direktur Jenderal Wakaf Islam di Yerusalem.

    Bagi rakyat Palestina, Masjid Al-Aqsa bukan hanya tempat ibadah, tetapi juga simbol perlawanan terhadap pendudukan Israel.

    Setiap tahun, terutama di bulan Ramadan, masjid ini menjadi pusat konfrontasi antara warga Palestina dan otoritas Israel yang terus mencoba membatasi akses ke sana.

    Namun, semangat mereka tak pernah padam, kehadiran 80.000 jamaah di Al-Aqsa di tengah segala rintangan menjadi bukti bahwa perjuangan mereka masih terus berlanjut.

    (Tribunnews.com / Namira)

  • Update Palestina: Israel Blokir Masjid Al Aqsa-PBB Khawatir

    Update Palestina: Israel Blokir Masjid Al Aqsa-PBB Khawatir

    Jakarta, CNBC Indonesia – Situasi antara Israel dan Palestina terus memanas. Hal ini disebabkan langkah Israel yang kembali melakukan serangan besar-besaran ke Gaza, wilayah kantong pesisir Palestina, untuk menghabisi milisi Hamas. Padahal, sudah ada perjanjian gencatan senjata antara keduanya.

    Berikut perkembangan terbaru eskalasi itu sebagaimana dirangkum beberapa sumber, Jumat (21/3/2025):

    1. Israel Blokir Masjid Al Aqsa

    Pihak berwenang Israel telah memberlakukan pembatasan terhadap warga Palestina yang akan salat di Masjid Al-Aqsa untuk hari Jumat ketiga berturut-turut selama bulan Ramadhan.

    Pasukan Israel di pos pemeriksaan Qalandiya, sebelah utara Yerusalem Timur yang diduduki, memeriksa kartu identitas pribadi dan izin salat, tetapi puluhan warga Palestina, meskipun memiliki dokumen yang diperlukan, dilaporkan dilarang untuk masuk.

    Warga Yamon di Tepi Barat yang diduduki, Ibrahim Awad, mengatakan kepada kantor berita Anadolu, “Saya tiba di pos pemeriksaan dan setelah mereka memeriksa identitas saya, saya ditolak masuk tanpa alasan.

    “Setelah saya pergi, saya menerima pesan teks di ponsel saya yang menyatakan bahwa saya dilarang memasuki Yerusalem karena ‘hasutan’ di media sosial,” kata Awad.

    Pada tanggal 6 Maret, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu menyetujui pembatasan yang lebih ketat bagi warga Palestina yang ingin mengakses Masjid A lAqsa pada hari Jumat selama bulan Ramadhan.

    Berdasarkan pembatasan baru tersebut, hanya pria berusia di atas 55 tahun, wanita berusia di atas 50 tahun, dan anak-anak berusia di bawah 12 tahun yang akan diizinkan memasuki Masjid Al Aqsa. Keputusan tersebut bertepatan dengan serangan harian yang terus dilakukan oleh ratusan pemukim Israel ke kompleks tersebut.

    2. PBB Cemas Prospek Gaza

    Sam Rose, direktur perencanaan di badan bantuan PBB untuk pengungsi Palestina (UNRWA), mengatakan situasi di Gaza sangat memprihatinkan karena kini menghadapi pengurangan besar dalam penyaluran pasokan bantuan.

    “Ini adalah periode terlama sejak dimulainya konflik pada Oktober 2023 di mana tidak ada pasokan apa pun yang masuk ke Gaza. Kemajuan yang kami buat sebagai sistem bantuan selama enam minggu terakhir gencatan senjata sedang berbalik,” kata Rose kepada wartawan dari Gaza tengah.

    3. Israel Mau Caplok Gaza

    Menteri Pertahanan Israel Katz mengatakan Israel akan merebut tanah Gaza sampai Hamas setuju untuk membebaskan semua tawanan yang masih ditahan di Jalur Gaza.

    “Semakin Hamas bersikeras menolak membebaskan para sandera, semakin banyak wilayah yang akan hilang, yang akan dianeksasi ke Israel,” kata Katz seperti dikutip The Jerusalem Post.

    “Jika para sandera tidak dibebaskan, Israel akan terus mengambil lebih banyak wilayah di Jalur Gaza untuk kendali permanen.”

    4. Dewan Keamanan PBB Bertemu untuk Membahas Serangan Israel di Tepi Barat

    Dewan Keamanan PBB akan bertemu untuk hari kedua berturut-turut mengenai Palestina, kali ini dengan fokus pada serangan Israel selama berbulan-bulan di Tepi Barat yang diduduki serta propek Gaza.

    Dalam forum itu, Wakil duta besar Rusia untuk PBB Dmitry Polyansky mengkritik para pemimpin Israel karena tidak bergerak ke tahap kedua dari kesepakatan gencatan senjata, yang menyerukan pembebasan semua tawanan dan penghentian pertempuran secara permanen.

    Ia mengatakan sulit untuk membahas masa depan ketika para pemimpin militer dan politik Israel tampaknya telah membuat pilihan yang mendukung perang.

    Wakil duta besar Inggris, James Kariuki, mengecam peringatan Menteri Pertahanan Israel Israel Katz tentang kehancuran total Gaza.

    “Inggris menyerukan kebangkitan bantuan yang cepat ke Gaza, penyelidikan atas tuduhan kekerasan seksual dan berbasis gender terhadap tahanan Palestina oleh pasukan Israel, dan segera kembali ke kesepakatan gencatan senjata,” katanya.

    5. Hamas: Netanyahu Sabotase Perdamaian

    Hamas telah merilis pernyataan terkait surat Kepala lembaga keamanan nasional Israel Shin Bet Ronen Bar kepada para menteri yang mengklaim bahwa Netanyahu secara sengaja menyabotase kesepakatan gencatan senjata Gaza. Hamas mengatakan pemecatan kepala intelijen tersebut menunjukkan krisis antara Netanyahu dan aparat keamanannya meningkat.

    “Klaim kepala Shin Bet mengungkapkan manipulasi yang disengaja oleh Netanyahu terhadap negosiasi dan upayanya untuk menyabotase kesepakatan apa pun”, kata kelompok itu.

    “Pengakuan dari dalam kepemimpinan [Israel] ini menegaskan bahwa Netanyahu adalah dan masih merupakan hambatan nyata bagi kesepakatan pertukaran apa pun,” tambahnya.

    6. Pasukan Israel Melancarkan Serangan di ‘Semua Wilayah’ di Jalur Gaza

    Militer Israel telah menyerang kota Beit Lahiya secara luas selama satu jam terakhir. Orang-orang terbangun karena suara ledakan dan tank-tank Israel bergerak mendekati wilayah permukiman.

    Situasi yang sama terjadi di kota Rafah di Gaza selatan, yang menunjukkan bahwa pasukan Israel beroperasi di lingkungan Shaboura. Pasukan Israel juga disebutkan telah maju ke lingkungan Tal As Sultan, yang berada di sisi barat kota Rafah.

    7. UCLA Digugat atas Serangan terhadap Pengunjuk Rasa Pro-Palestina

    University of California, Los Angeles (UCLA) sedang digugat oleh sekelompok pengunjuk rasa pro-Palestina atas serangan oleh pendukung pro-Israel selama puncak protes kampus AS pada tahun 2024.

    35 penggugat pro-Palestina, yang meliputi aktivis, mahasiswa, anggota fakultas, pengamat hukum, jurnalis, dan simpatisan, menuduh UCLA, serta polisi, gagal melakukan apa pun untuk melindungi mereka selama “serangan massa”.

    Menurut gugatan yang diajukan ke pengadilan tinggi Los Angeles, penggugat mencatat serangan itu terjadi selama berjam-jam, disiarkan langsung di TV, dan di depan keamanan kampus dan Kepolisian Los Angeles. Namun, tidak ada satu pun penangkapan.

    “Tidak ada satu pun anggota penyerangan massa yang ditangkap malam itu, meskipun polisi dan petugas keamanan swasta menyaksikan dari jarak beberapa meter saat serangan berlangsung selama berjam-jam dan disiarkan langsung ke jutaan orang,” demikian bunyi gugatan tersebut.

    (sef/sef)

  • 8 Update Perang Gaza: Netanyahu Warning Hamas-Laut Merah Membara

    8 Update Perang Gaza: Netanyahu Warning Hamas-Laut Merah Membara

    Jakarta, CNBC Indonesia – Eskalasi mulai terbentuk kembali di Timur Tengah. Hal ini terjadi setelah Israel melanggar keputusan gencatan senjata dengan milisi penguasa Gaza Palestina, Hamas.

    Hal ini pun memancing aksi dari sekutu Hamas yang ada di kawasan. Selain itu, langkah ini juga mengaburkan prospek perdamaian dan juga pembebasan tawanan antara Hamas dan Israel.

    Berikut perkembangan terbaru eskalasi itu sebagaimana dirangkum beberapa sumber, Rabu (19/3/2025).

    1. Netanyahu Warning Hamas

    Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu memperingatkan bahwa serangan pada Selasa, “baru permulaan”. Hal ini, tegasnya, akan terus berlanjut hingga Israel mencapai tujuan perangnya yakni menghancurkan Hamas dan membebaskan seluruh sandera yang ditahan oleh kelompok militan tersebut.

    Negosiasi gencatan senjata lebih lanjut, kata Netanyahu dalam pidato televisi Selasa malam, akan berlangsung “di bawah tembakan”. Ini adalah pernyataan pertamanya setelah serangan yang menewaskan lebih dari 400 orang dalam satu hari, menjadi hari paling berdarah sejak awal perang pada 2023.

    “Hamas sudah merasakan kekuatan tangan kami dalam 24 jam terakhir, dan saya ingin berjanji kepada Anda-dan kepada mereka-bahwa ini baru permulaan,” ujar Netanyahu, sebagaimana dikutip The Guardian.

    Hal sama juga dikatakan Menteri Pertahanan Israel Yoav Gallant. Ia memperkirakan bahwa perang di Gaza bisa berlangsung selama beberapa minggu atau bahkan berbulan-bulan.

    “Hamas harus memahami bahwa aturan permainan telah berubah,” kata Menteri Pertahanan Israel lainnya, Israel Katz, dalam kunjungannya ke pangkalan udara.

    “Gerbang neraka akan terbuka dan mereka akan menghadapi kekuatan penuh IDF di udara, laut, dan darat jika Hamas tidak membebaskan sandera.”

    2. Israel Turunkan Perintah Evakuasi

    Militer Israel telah mengeluarkan perintah evakuasi bagi wilayah utara dan timur Gaza, mengindikasikan kemungkinan serangan darat dalam waktu dekat. Adapun sejauh ini, erangan dilaporkan terjadi di Gaza utara serta di kota-kota Deir al-Balah dan Khan Younis di bagian tengah.

    “Salah satu serangan dilaporkan menewaskan 17 anggota satu keluarga di Rafah, termasuk lima anak, orang tua mereka, serta seorang pria dengan tiga anaknya,” menurut laporan tenaga medis di rumah sakit setempat.

    Di rumah sakit al-Shifa di Kota Gaza, para penyintas mengadakan pemakaman darurat bagi puluhan jenazah yang berjejer di halaman. Para ibu meratapi tubuh anak-anak mereka yang berlumuran darah sementara pesawat tempur terus berdengung di langit.

    Dokter berjuang keras menangani arus korban yang terus berdatangan. Per;u diketahui, korban tewas termasuk pejabat tinggi Hamas, pemimpin politik tertinggi di Gaza dan beberapa menteri, selain banyak perempuan dan anak-anak.

    3. Israel Klaim Hamas Ingin Menculik Warga

    Juru bicara militer Israel Letkol Nadav Shoshani menyatakan bahwa serangan ini diluncurkan setelah intelijen menemukan rencana Hamas untuk melakukan serangan baru, menculik atau membunuh warga sipil atau tentara Israel. Hamas juga disebut menolak membebaskan lebih banyak dari 59 sandera yang masih ditahan di Gaza, yang menurut Israel merupakan pelanggaran terhadap kesepakatan gencatan senjata yang mulai berlaku pada Januari.

    “Hamas bisa saja memilih jalur lain. Mereka bisa memilih untuk membebaskan semua sandera, tetapi mereka malah memilih penolakan, teror, dan perang,” kata Shoshani dalam sebuah pernyataan.

    4. Laut Merah Makin Panas

    Di sisi lain, makin beringasnya Israel membuat kelompok Houthi makin reaktif. Milisi penguasa Yaman itu mengatakan akan makin gencar menyerang kapal-kapal pengiriman, terutama Israel, di Laut Merah.

    Ini menjadi dukungan baru Houthi terhadap warga Palestina di Gaza. Pernyataan serangan baru dikeluarkan di tengah tekanan militer Amerika Serikat (AS) untuk menyerang lagi Yaman dan Iran.

    “Tidak akan ada pembicaraan tentang pengurangan operasi sebelum mengakhiri blokade bantuan di Gaza. Iran tidak ikut campur dalam keputusan kami, tetapi yang terjadi adalah Iran terkadang menjadi penengah, tetapi tidak dapat mendikte sesuatu,” kata Jamal Amer, menteri luar negeri kelompok tersebut, seperti dikutip Reuters.

    Houthi telah melancarkan lebih dari 100 serangan yang menargetkan pengiriman ke Israel sejak November 2023, dengan mengatakan mereka bersolidaritas dengan Palestina atas perang Israel dengan Hamas, sekutu regional Iran lainnya, di Gaza. Mereka menghentikan operasi ketika gencatan senjata Gaza mulai berlaku pada Januari.

    5. Menlu Jerman: Perdamaian Arab Buyar

    Menteri Luar Negeri Jerman Annalena Baerbock mengatakan sebelum kunjungannya ke Lebanon bahwa dimulainya kembali pertempuran membahayakan upaya positif negara-negara Arab, yang bersama-sama ingin menempuh jalur damai bagi Gaza, bebas dari Hamas. Ia mengatakan perdamaian Arab dalam bencana.

    “Semua pihak dalam konflik harus menunjukkan pengekangan diri, menghormati hukum humaniter, dan kembali berunding,” tuturnya.

    6. Israel ‘Serang’ PBB

    Serangan Israel yang tak pandang mulu menyerang PBB. di Deir el-Balah, pasukan Israel menargetkan salah satu wisma tamu PBB tempat para pekerja kemanusiaan internasional tinggal.

    Akibatnya, empat pekerja yang terluka dibawa ke Rumah Sakit Al-Aqsa dengan ambulans. Dokter di Rumah Sakit Al-Aqsa membawa mereka ke unit gawat darurat dan mencoba memberi mereka obat.

    Ini bukan satu-satunya serangan yang terjadi dalam satu jam terakhir. Pasukan Israel juga menargetkan sebuah rumah di Nuseirat.

    Situasinya semakin memburuk, dengan ledakan terus-menerus. sirene ambulans makin sering terdengar.

    Di sisi lain, Kementerian Luar Negeri Israel juga menyerang Kepala PBB Antonio Guterres. Ia dituding mengalami ‘kebangkrutan moral’ setelahmengatakan bahwa ia ‘marah’ dengan serangan udara Israel yang baru di Gaza.

    “Kami marah karena Anda (Antonio Guterres) menjadi Sekretaris Jenderal PBB,” tulis juru bicara Kementerian Luar Negeri Oren Marmorstein di X.

    Marmorstein menuduh kepala PBB tidak menyebutkan usulan AS untuk memperpanjang fase pertama gencatan senjata. Penolakan Hamas untuk memperpanjang fase pertama terjadi karena Hamas tetap berkomitmen untuk melaksanakan kesepakatan yang disepakati di semua fasenya.

    “Memang, kami marah dengan kebangkrutan moral Anda.”

    7. Tokoh Ekstrim Israel Kembali Jadi Menteri

    Sementara itu, tokoh sayap kanan anti-Palestina Israel, Itamar Ben-Gvir akan kembali ke posisi yang pernah dipegangnya sebelumnya, Menteri Keamanan Dalam Negeri. Ada suara bulat untuk pemulihan jabatannya.

    Ben-Gvir sendiri sebelumnya menduduki jabatan itu sebelum mundur karena kesepakatan gencatan senjata pertama Israel-Hamas. Ia merupakan tokoh yang menolak berdamai dengan Hamas, sambil terus melakukan sejumlah kunjungan provokatif ke Masjid Al Aqsa di Tepi Barat

    8. Warga Israel Pendemo Netanyahu Ditangkap

    Polisi Israel telah menahan Brigadir Jenderal Angkatan Udara Israel yang sudah pensiun, Amir Haskel, seorang aktivis anti pemerintah terkemuka. Menurut media setepat, ini terjadi saat ia melakukan unjuk rasa di kediaman pribadi Netanyahu di Yerusalem.

    Haskel menggunakan megafon untuk menuduh PM “menghancurkan gencatan senjata dan kesempatan untuk menyelamatkan para sandera”. Ketika ia ditangkap, ia dibawa ke kantor polisi Moriah.

    (sef/sef)

  • Pasukan Israel Perketat Masjid Al-Aqsa, Akses Masyarakat Palestina yang Ingin I’tikaf Dibatasi – Halaman all

    Pejabat Israel Akui Kehebatan Taktik Hamas: Berhasil Sesatkan Intelijen Zionis – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Mantan Kepala Staf Israel Herzi Halevi mengakui soal kehebatan Hamas, yakni saat serangan Oktober 2023 lalu.

    Herzi Halevi menyebut Hamas berhasil menyesatkan intelijen zionis Israel sebelum serangan 7 Oktober 2023, atau dikenal sebagai Operasi Banjir Al-Aqsa.

    Hal ini memperlihatkan kegagalan keamanan besar.

    Bahkan dirinya menyebut Hamas telah melakukan ‘penipuan’.

    “Saya tidak punya pilihan selain memuji Hamas atas ‘penipuan’ yang dipraktikkannya untuk melawan kami sebelum 7 Oktober,” kata Halevi dalam rekaman yang diterbitkan oleh Radio Angkatan Darat Israel, Minggu (16/3/2025).

    “Mereka menggunakan kerusuhan Hamas dan fokus pada masalah kemanusiaan untuk menidurkan kita ke dalam kepuasan dan mempersiapkan serangan itu, dan mereka berhasil,” tambahnya, mengutip Palestine Chronicle.

    ‘Kerusuhan’ yang dimaksud, disebut Halevi, mengacu pada protes Palestina di tahun-tahun sebelumnya di dekat pagar yang memisahkan Gaza dari Israel.

    Demonstrasi-demonstrasi ini, yang dikenal sebagai Great March of Return, menyerukan hak untuk kembali bagi para pengungsi Palestina yang terlantar pada tahun 1948 dan mengakhiri blokade di Gaza.

    Halevi juga mengatakan tidak pernah membayangkan Hamas melakukan serangan Operasi Banjir Al-Aqsa.

    “Dalam semua pelatihan militer yang kami lakukan dan semua diskusi yang kami selenggarakan, kami tidak pernah membayangkan bahkan 5 persen dari apa yang terjadi pada 7 Oktober (operasi Banjir Al-Aqsa),” kata Halevi.

    Halevi Mengundurkan Diri

    Pada bulan Januari 2025 lalu, Halevi mengumumkan pengunduran dirinya, dirinya undur diri lantaran merasa bertanggung jawab atas serangan 7 Oktober yang dilakukan Hamas.

    Hingga akhirnya dirinya secara resmi mengundurkan diri pada 6 Maret 2025.

    Diketahui dalam operasi Banjir Al-Aqsa, Hamas menargetkan pangkalan militer dan permukiman di dekat Gaza, membunuh dan menangkap orang Israel.

    Hamas melakukan operasi itu sebagai tanggapan terhadap kejahatan yang sedang berlangsung dari pendudukan Israel terhadap rakyat Palestina dan tempat-tempat suci mereka, terutama Masjid Al-Aqsa.

    Para pejabat Israel menggambarkan serangan itu sebagai kegagalan intelijen dan militer paling signifikan di Israel.

    Dan sangat merusak reputasi militer dan keamanan global Israel.

    (Tribunnews.com/Garudea Prabawati)

  • Pelapor PBB Francesca Albanese Mengatakan Pembersihan Etnis Palestina Sedang Terjadi di Tepi Barat – Halaman all

    Pelapor PBB Francesca Albanese Mengatakan Pembersihan Etnis Palestina Sedang Terjadi di Tepi Barat – Halaman all

    Pelapor PBB Francesca Albanese Mengatakan Pembersihan Etnis Palestina Sedang Terjadi di Tepi Barat

    TRIBUNNEWS.COM- Pelapor Khusus PBB untuk hak asasi manusia di wilayah Palestina yang diduduki, Francesca Albanese, mengatakan bahwa apa yang terjadi di Tepi Barat merupakan “ujian lakmus” atas kampanye pembersihan etnis Israel terhadap warga Palestina, di mana rezim pendudukan tersebut telah menggusur 40.000 warga Palestina dari wilayah tersebut hanya dalam satu bulan.

    “Ini seharusnya ada di halaman depan surat kabar,” katanya kepada para wartawan.

    “Fakta bahwa hal itu tidak terjadi mencerminkan bias rasis mereka.” Kebenaran dan akurasi, katanya, “hilang” dari liputan wilayah Palestina yang diduduki.

    “Saya telah berbicara dengan para wartawan yang telah diberi tahu untuk tidak menyebutkan genosida dan apa yang sedang terjadi.” Ini bukan hanya media Israel, katanya, ini adalah media Barat, media internasional. “Ini harus diselidiki, karena telah membantu menciptakan lingkungan yang mendukung genosida dilakukan.”

    Pengungsian paksa, Albanese menegaskan, telah menjadi hal yang terus-menerus terjadi di Palestina yang diduduki sejak Nakba . “Ratusan ribu warga Palestina telah mengungsi. Lebih dari 350.000 orang mengungsi pada tahun 1967 dan Israel menghancurkan semua yang mereka tinggalkan, mencegah mereka untuk kembali.”

    Dalam wawancara dengan Al Jazeera pada hari Minggu, pejabat PBB tersebut menggambarkan apa yang terjadi di Tepi Barat dan posisi negara-negara Arab sebagai sesuatu yang mengejutkan, dan menyatakan keterkejutannya atas klaim tentang keterbatasan kemampuan negara-negara Arab untuk melakukan apa pun. Ia mengatakan bahwa situasi saat ini memberikan kesempatan penting untuk menyatukan suara Arab dalam membela Palestina, daripada hanya berbicara tentang membangun kembali Gaza, bahkan ketika “genosida terus berlanjut”.

    Albanese menekankan bahwa apa yang dilakukan Israel di Tepi Barat adalah hal yang memalukan dan ilegal, tetapi tidak mengejutkan. “Kekerasan genosida,” katanya, “telah terjadi sejak sebelum 7 Oktober 2023.” Selain itu, ia menuduh beberapa negara Arab berkonspirasi melawan Palestina.

    Ia menegaskan bahwa seluruh dunia tahu bahwa Israel tengah berupaya menguasai sisa-sisa Palestina, dan bahwa Israel saat ini tengah mengulangi apa yang telah dilakukannya di Gaza di Tepi Barat, karena ingin semua warga Palestina meninggalkan tanah mereka. Sementara itu, negara-negara Arab dan masyarakat internasional tidak berbuat apa-apa. “Berapa banyak peringatan yang perlu diterima masyarakat internasional?” tanyanya.

    Pelapor PBB mengecam pembatasan yang dilakukan negara pendudukan selama bulan Ramadan, dan menekankan bahwa tidak ada pembenaran untuk melarang warga Palestina yang berusia di bawah 55 tahun untuk beribadah di Masjid Al-Aqsa. Ia menegaskan bahwa warga Palestina telah berupaya memobilisasi masyarakat internasional, secara damai dan melalui perlawanan, termasuk fakta bahwa mereka tetap tinggal di tanah mereka.

    Albanese mencatat bahwa negara-negara seperti Afrika Selatan, Spanyol dan Namibia telah mengambil tindakan untuk menanggapi tindakan Israel, sementara negara-negara Arab belum mengambil tindakan serupa selain untuk mencoba mencegah rencana Donald Trump terhadap Gaza.

     

     

    SUMBER: MIDDLE EAST MONITOR

  • Ketegangan Meningkat Selama Ramadan, Israel Rampas Toa Masjid Al-Aqsa – Halaman all

    Ketegangan Meningkat Selama Ramadan, Israel Rampas Toa Masjid Al-Aqsa – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Ketegangan di Yerusalem semakin meningkat selama bulan Ramadan.

    Pasukan Israel menyerbu kompleks Masjid Al-Aqsa.

    Dalam penyerbuan tersebut, dua toa atau pengeras suara masjid yang ada di ruang Salat Qibli dicopot oleh pasukan Angkatan Bersenjata Israel (IDF), Roya News melaporkan.

    Padahal toa tersebut digunakan untuk mengumandangkan azan selama bulan Ramadan.

    Setelah merampas toa, pasukan Israel melarikan diri dari area tersebut.

    Penyerbuan ini terjadi pada akhir pekan lalu.

    Menurut laporan yang diterima dari sumber lokal yang dikutip oleh Palestinian Media Centre pada Selasa (11/3/2025), pasukan Israel tidak hanya mencopot toa Masjid Al-Aqsa.

    Mereka juga memperketat pembatasan bagi warga Palestina yang ingin beribadah di masjid tersebut.

    Tindakan tersebut menambah ketegangan yang sudah sangat mencekik di lingkungan sakral itu.

    Warga Palestina dari Tepi Barat yang ingin beribadah di Masjid Al-Aqsa dilarang memasuki Yerusalem.

    Hanya perempuan Palestina yang berusia di atas 40 tahun dengan kartu identitas Palestina yang diizinkan untuk mengunjungi kota tersebut dan melaksanakan salat di masjid.

    Masjid Al-Aqsa, yang merupakan situs tersuci ketiga dalam Islam, kini menghadapi ancaman serius akibat kebijakan penggalian yang terus dilakukan oleh Israel serta percepatan proyek Yudaisasi.

    Dalam laporan yang dilansir oleh Middle East Monitor pada Selasa (11/3/2025), usulan terbaru dari anggota Knesset Israel, Amit Halevi, mengusulkan pembagian kompleks Masjid Al-Aqsa dan pengambilalihan lebih dari 70 persen wilayah masjid.

    Usulan ini memicu kecaman keras dari otoritas Palestina dan dunia Islam.

    Mereka menganggap langkah tersebut sebagai upaya Israel untuk mengubah status quo kompleks suci tersebut.

    Kompleks Masjid Al-Aqsa, yang terletak di Yerusalem Timur yang diduduki, merupakan simbol identitas nasional Palestina.

    Tempat tersebut juga merupakan situs suci bagi umat Yahudi, yang menyebutnya sebagai Temple Mount.

    Berdasarkan konvensi lama, umat Yahudi diperbolehkan untuk berkunjung, tetapi mereka tidak diizinkan untuk berdoa di dalam kompleks ini.

    Meskipun demikian, belakangan ini, semakin banyak kelompok ultranasionalis Yahudi, termasuk politisi sayap kanan Israel, yang menuntut perubahan aturan tersebut.

    Di sisi lain, Israel terus memperketat tindakan militernya di Tepi Barat.

    Pasukan Israel telah melancarkan serangan terhadap kota Jenin, Tulkarem, dan kamp-kamp pengungsi di wilayah utara Tepi Barat sejak awal Januari.

    Serangan-serangan ini semakin memperburuk pelanggaran hak asasi manusia yang dilakukan oleh pasukan Israel terhadap warga Palestina.

    Reaksi Internasional dan Ancaman Perlawanan

    Tindakan represif ini juga berimbas pada kehidupan sehari-hari warga Palestina.

    Pemerintah Israel terus memperkuat langkah-langkah militer ini di pintu masuk dan keluar kota-kota serta permukiman Palestina, yang semakin menambah ketegangan di kawasan tersebut.

    Tindakan agresif Israel terhadap Masjid Al-Aqsa dan tindakan militer yang terus meningkat di Tepi Barat kembali memicu kecaman keras dari dunia internasional.

    Organisasi hak asasi manusia, negara-negara di Timur Tengah, serta komunitas internasional menyerukan agar Israel menghentikan tindakan provokatif ini yang berpotensi memperburuk konflik di kawasan tersebut.

    Banyak pihak khawatir bahwa kebijakan Israel yang semakin agresif ini dapat memicu gelombang protes dan perlawanan lebih besar dari warga Palestina.

    Keadaan ini juga meningkatkan ketegangan di kompleks Masjid Al-Aqsa dan di seluruh wilayah Tepi Barat, yang sudah lama menjadi titik rawan kekerasan.

    Reaksi keras dari komunitas internasional terhadap tindakan ini diyakini akan semakin memperburuk situasi dan memperpanjang ketegangan yang ada.

    Dengan situasi yang semakin buruk, banyak pihak yang meragukan masa depan Masjid Al-Aqsa sebagai tempat ibadah bagi umat Islam.

    Israel terus berusaha untuk memperkuat kontrolnya atas Yerusalem, sementara warga Palestina tetap berjuang untuk mempertahankan identitas mereka dan akses ke situs-situs suci mereka.

    Tindakan Israel yang semakin memperketat kontrol di Tepi Barat dan Yerusalem berisiko memicu ketegangan lebih lanjut dan memperburuk perpecahan yang ada.

    Masjid Al-Aqsa, sebagai simbol identitas Palestina, kini berada di bawah ancaman yang lebih besar dari sebelumnya.

    Pemerintah Israel, yang telah mengklaim Yerusalem sebagai ibu kota mereka, terus memperkuat posisi mereka dengan mempercepat proyek Yudaisasi dan mengubah status quo yang telah lama ada.

    (Tribunnews.com, Andari Wulan Nugrahani)

  • Israel Menempatkan Anak Perempuan Palestina Berusia 12 Tahun dalam Tahanan Rumah – Halaman all

    Israel Menempatkan Anak Perempuan Palestina Berusia 12 Tahun dalam Tahanan Rumah – Halaman all

    Israel Menempatkan Anak Perempuan Palestina Berusia 12 Tahun dalam Tahanan Rumah

    TRIBUNNEWS.COM- Setelah penahanan 4 hari, pengadilan Israel menempatkan anak Palestina dalam tahanan rumah selama satu bulan.

    Pengadilan Israel hari ini menempatkan seorang gadis Palestina berusia 12 tahun dari Yerusalem yang diduduki dalam tahanan rumah selama satu bulan dan mendendanya 3.000 shekel (sekitar $800), kata Pusat Informasi Palestina.

    Tuqa Ghazzawi ditahan dan dikurung selama empat hari setelah pasukan pendudukan menemukan slogan-slogan yang mendukung perlawanan yang tertulis di buku catatan sekolahnya. 

    Mereka juga mengklaim bahwa ia menempelkan kertas berisi “pernyataan yang menghasut” di kendaraan polisi.

    Tuqa, yang berasal dari lingkungan Al-Thawri di Silwan, selatan Masjid Al-Aqsa, dibawa pergi pada tanggal 6 Maret saat dalam perjalanan pulang dari sekolah, tempat dia duduk di kelas tujuh.

    Dia dibawa ke pengadilan pada Jumat pagi, dan penahanannya diperpanjang hingga hari ini.

    Polisi pendudukan mengatakan dalam sebuah pernyataan bahwa mereka menangkap anak tersebut setelah menghentikannya di Kota Tua Yerusalem yang diduduki, dan saat menggeledah tasnya, mereka menemukan “slogan yang mendukung Hamas.”

    Anak tersebut telah menempelkan kertas di kendaraan polisi yang bertuliskan “Kami akan menang atau mati” dan “Kemenangan berasal dari Tuhan dan pembebasan sudah dekat”, tambah polisi.

    Ayah Tuqa, Khalil Ghazzawi, juga ditahan dan diinterogasi selama beberapa jam, tetapi kemudian dibebaskan.

     

    SUMBER: MIDDLE EAST MONITOR