Tempat Fasum: lumbung pangan

  • Menkop optimistis Kopdes/Kel MP di Pati dukung target swasembada pangan

    Menkop optimistis Kopdes/Kel MP di Pati dukung target swasembada pangan

    Sumber foto: Istimewa/elshinta.com

    Menkop optimistis Kopdes/Kel MP di Pati dukung target swasembada pangan
    Dalam Negeri   
    Editor: Sigit Kurniawan   
    Kamis, 31 Juli 2025 – 14:59 WIB

    Elshinta.com – Menteri Koperasi (Menkop) Budi Arie Setiadi mengapresiasi kinerja seluruh pihak khususnya pemerintah provinsi Jawa Tengah dan Pemerintah Kabupaten Pati karena secara sigap mampu mencatat sejarah dengan mendirikan Koperasi Desa/ Kelurahan (Kopdes/ Kel) Merah Putih di Pati sebanyak 406 unit koperasi. Terbentuknya Kopdes/ Kel Merah Putih di Pati dalam kurun waktu yang tidak terlalu lama tersebut merupakan buah dari kerja keras dan sinergi yang erat dengan berbagai pihak. 

    Menkop Budi Arie meminta agar fase kedua setelah pembentukan resmi diluncurkan Presiden Prabowo Subianto pada 21 Juli 2025 lalu dapat segera ditindaklanjuti oleh pemerintah daerah dengan melakukan berbagai upaya percepatan agar operasionalisasi Kopdes/ Kel Merah Putih dapat lebih optimal. Di Kabupaten Pati, Menkop optimis akan berdiri koperasi-koperasi di sektor pertanian yang dapat mendukung pencapaian target swasembada pangan.

    “Pati adalah lumbung pangan nasional, rumah bagi petani dan nelayan kecil, penghasil padi,  garam, ikan air tawar, tembakau dan kelapa. Potensi ekonomi yang dimiliki Pati sangat luar biasa, namun potensi besar saja tidak cukup jika tidak dikelola bersama,” ujar Menkop Budi Arie dalam acara Eksistensi dan Pengembangan Koperasi di Kabupaten Pati, Kamis (31/7).

    Menkop juga menilai Pati sebagai salah satu kabupaten yang sigap dalam merespons instruksi pemerintah pusat dalam pembentukan Kopdes/ Kel Merah Putih. Saat ini seluruh Kopdes/ Kel Merah Putih di Pati yang berjumlah 406 unit tersebut telah memiliki Badan Hukum yang diterbitkan oleh Kementerian Hukum Republik Indonesia.

    Selanjutnya, Menkop mendorong agar Kopdes/Kel Merah Putih yang telah terbentuk tersebut dapat segera beroperasi dengan terus melakukan pemantapan / peningkatan kapasitas SDM pengelolanya agar Kopdes/ Kel Merah Putih di Pati benar-benar dapat memberikan manfaat yang besar bagi masyarakat. 

    “Tercatat ada 406 Kopdes/Kel Merah Putih yang telah terbentuk. Ini capaian luar biasa dari Bupati beserta jajarannya. Sekarang tugas kita adalah menjadikan koperasi ini benar-benar hidup, beroperasi secara optimal, dan berkembang secara profesional,” katanya. 

    Dalam tahap dua pengembangan Kopdes, pemerintah akan fokus pada tata kelola kelembagaan dan usaha koperasi yang baik. Sehingga dibutuhkan SDM koperasi yang kompeten, baik pengurus, pengawas, maupun pengelolanya. Dinas pemerintah daerah dan gerakan koperasi diimbau untuk mendampingi Kopdes/Kel Merah Putih melalui pelatihan manajemen, digitalisasi pembukuan, hingga jejaring pemasaran.

    Sebagai langkah awal aktivasi usaha, Menkop mendorong agar Kopdes/Kel Merah Putih diberi peran dalam penyaluran barang-barang subsidi pemerintah seperti gas LPG 3 kg, pupuk, dan beras. Dalam upaya memperkuat implementasi di lapangan, Menkop menginstruksikan pengembangan model koperasi percontohan. 

    Menkop mengajak seluruh pihak untuk menjadikan koperasi sebagai gaya hidup baru karena diyakini koperasi bukan sekadar badan usaha, namun dapat menjadi lembaga sosial tempat belajar dan bertumbuh bersama. Terlebih Bappenas (Badan Perencanaan Pembangunan Nasional) telah menetapkan program Kopdes/ Kel Merah Putih menjadi salah satu program strategis nasional yang digadang-gadang dapat menjadi program unggulan di era Presiden Prabowo Subianto.

    “Di 2026 Bappenas menetapkan sebagai program strategis nasional sehingga nanti semuanya akan terkopdes – kopdes. Sekarang adalah eranya rakyat untung duluan karena kopdes ini milik warga desa,” ucapnya. 

    Sementara itu Bupati Pati Sudewo menyampaikan komitmennya untuk tidak hanya menjadi Kopdes/ Kel Merah Putih di wilayahnya sebagai Kopdes yang tercepat dalam pembentukannya melainkan akan menjadi yang terbaik dalam pengembangannya dan operasionalisasinya.

    Bupati Sudewo mengatakan untuk memastikan keberlanjutan dan keberhasilan pengembangan Kopdes/Kel Merah Putih, pihaknya akan fokus untuk mengintegrasikan berbagai potensi yang ada di daerahnya. 

    “Ke depan, kami berharap agar asistensi dan perhatian pemerintah pusat dapat terus diberikan kepada wilayah kami agar proses pengembangan dan operasionalisasi Kopdes dapat berjalan dengan baik,” ucapnya.

    Sumber : Elshinta.Com

  • Pangan kuat, negara berdaulat

    Pangan kuat, negara berdaulat

    Petani memilah jerami hasil giling padi saat panen di kawasan Baki, Sukoharjo, Jawa Tengah, Selasa (24/6/2025). Menurut data Kantor Perwakilan Bank Indonesia Jawa Tengah pertumbuhan ekonomi Jateng tercatat pada triwulan satu 2025 sebesar 4,96 persen year on year (yoy) lebih tinggi dari pertumbuhan nasional sebesar 4,87 persen (yoy). Pertumbuhan tersebut didorong panen raya padi pada bulan Maret dan April. ANTARA FOTO/Mohammad Ayudha/nz.

    Pangan kuat, negara berdaulat
    Dalam Negeri   
    Editor: Calista Aziza   
    Senin, 28 Juli 2025 – 07:28 WIB

    Elshinta.com – Ketika Kepala Badan Pangan Nasional Arief Prasetyo menutup sambutannya dalam acara penganugerahan inovasi benih dan bibit beberapa waktu lalu, satu kalimat sederhana namun menggugah dilontarkannya bahwa “Pangan kuat, negara berdaulat.”

    Pernyataan ini bukan sekadar slogan. Namun mencerminkan visi besar tentang betapa pentingnya kemandirian pangan dalam menjamin kedaulatan dan stabilitas sebuah negara.

    Pangan yang kuat berarti kemampuan bangsa untuk memproduksi dan memenuhi kebutuhan pangan rakyatnya sendiri, tanpa ketergantungan berlebih terhadap impor.

    Ketika ketahanan ini dibangun secara sistematis dan berkelanjutan, negara tidak hanya mampu menjaga kestabilan harga, tetapi juga mampu mengantisipasi krisis global dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara menyeluruh.

    Kemandirian pangan memungkinkan negara menjaga kendali atas kebijakan pangannya sekaligus menjadi fondasi bagi tercapainya kedaulatan pangan.

    Ini sebuah kondisi ketika negara mampu secara mandiri mengatur sistem pangannya, menjamin hak rakyat atas pangan, serta memberi ruang bagi masyarakat untuk mengembangkan sistem pangan berbasis kearifan lokal.

    Peringatan ini sesungguhnya telah disuarakan jauh sebelumnya oleh Bung Karno. Sang Proklamator pernah menyatakan bahwa urusan pangan adalah soal hidup dan matinya sebuah bangsa. Hari ini, bangsa ini melihat betapa relevan dan visionernya peringatan itu.

    Organisasi Pangan dan Pertanian Dunia (FAO) bahkan telah berulang kali mengingatkan dunia akan ancaman krisis pangan global, terutama pascapandemi COVID-19 yang mengguncang sistem produksi dan distribusi pangan dunia.

    Faktor-faktor seperti perubahan iklim ekstrem, ledakan jumlah penduduk, hingga konflik sosial dan bencana kemanusiaan semakin memperkuat urgensi kita untuk bersiap dan berbenah.

    Sebagai negara dengan jumlah penduduk keempat terbanyak di dunia, Indonesia tidak boleh lengah. Ambisi untuk menjadi Lumbung Pangan Dunia 2045 tidak akan tercapai bila cadangan pangan nasional tidak diperkuat.

    Salah satu strategi krusial adalah memastikan cadangan pangan pemerintah tetap aman dan dikelola secara profesional.

    Indonesia patut belajar dari pengalaman dua tahun lalu, ketika cadangan beras pemerintah menipis drastis. Situasi itu menunjukkan ada yang tidak beres dalam tata kelola cadangan pangan.

    Perum Bulog sebagai operator pun dipertanyakan kapasitasnya dalam merespons kebutuhan negara akan cadangan pangan strategis.

    Apakah persoalannya hanya soal manajemen? Ataukah ada beban keuangan yang mengganggu fokus institusi ini dalam menjalankan fungsinya?

    Masalah seperti ini tidak boleh dianggap remeh. Ketika tata kelola cadangan beras saja belum optimal, belum lagi tantangan produksi dalam negeri yang mulai melemah, serta daya beli petani yang belum sepenuhnya pulih pascapandemi, maka sudah saatnya semua pihak bersinergi mencari solusi sistemik, bukan sekadar tambal sulam.

    Di sinilah peran Badan Pangan Nasional menjadi sangat strategis. Sesuai amanat Perpres Nomor 66 Tahun 2021, lembaga ini mengemban tanggung jawab besar dalam urusan pangan nasional.

    Sukses pelaksanaan

    Badan Pangan Nasional harus menjadi penggerak utama, merancang Grand Desain Pencapaian Kedaulatan Pangan yang dilengkapi roadmap dan tahapan teknokratik partisipatif.

    Namun desain yang baik tidak cukup tanpa pelaksanaan yang kuat. Karena itu, prinsip “Sukses Perencanaan sama dengan Sukses Pelaksanaan” harus menjadi mantra dalam setiap tahapan kerja.

    Untuk itu, dibutuhkan kepemimpinan dengan komitmen tinggi dan kompetensi mumpuni, bukan sekadar mengulang retorika lama yang belum menyentuh akar persoalan.

    Menariknya, saat ini juga sedang berkembang wacana strategis dari Presiden Prabowo mengenai transformasi kelembagaan Perum Bulog, dari Badan Usaha Milik Negara menjadi lembaga otonom pemerintah.

    Gagasan ini menunjukkan keseriusan pemerintah untuk mengembalikan Bulog ke marwah aslinya: sebagai alat negara dalam menjaga stabilitas pangan, bukan sekadar entitas bisnis.

    Selama 36 tahun, Bulog pernah berfungsi sebagai lembaga pemerintah non-departemen. Ketika status itu hendak dikembalikan, artinya negara tengah merajut kembali kepercayaan pada mekanisme negara dalam urusan pangan.

    Namun, perubahan ini harus segera dirumuskan secara tepat melalui regulasi yang jelas agar Bulog dapat langsung melaksanakan fungsi-fungsi strategisnya di lapangan.

    Jika ditelisik lebih dalam, kedaulatan pangan sebagaimana tertuang dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 memiliki tiga elemen penting mencakup hak negara dalam menentukan kebijakan pangan secara mandiri, jaminan hak rakyat atas pangan, serta hak masyarakat menentukan sistem pangan sesuai potensi lokal. Ketiganya adalah satu kesatuan. Tidak bisa dipisahkan.

    Sayangnya, hingga kini Indonesia belum mampu mewujudkan swasembada pangan secara utuh. Yang ada baru swasembada beras, itu pun fluktuatif, tergantung pada musim dan cuaca.

    Jagung, kedelai, gula, bawang putih, hingga daging sapi masih kita impor. Sementara pengertian pangan menurut UU sangat luas mencakup seluruh produk pertanian, kehutanan, perikanan, peternakan, baik olahan maupun segar, termasuk air dan bahan tambahan pangan.

    Ketahanan pangan di negeri ini juga sedang diuji. Ketersediaan mengalami penurunan, sementara harga di pasar melonjak tanpa kendali. Pemerintah tampak kesulitan menstabilkan harga.

    Padahal, ketahanan pangan adalah kondisi terpenuhinya pangan dalam jumlah, mutu, dan akses yang aman, bergizi, terjangkau, serta tidak bertentangan dengan budaya dan agama masyarakat. Ini bukan perkara sederhana.

    Begitu pula dengan kemandirian pangan, yang diartikan sebagai kemampuan negara memproduksi pangan dari dalam negeri dengan memanfaatkan potensi sumber daya secara bermartabat.

    Sayangnya, hingga kini, kemandirian pangan masih terasa sebagai wacana yang lebih sering menjadi hiasan pidato, ketimbang realitas yang bisa dibuktikan di lapangan.

    Jika swasembada, ketahanan, dan kemandirian pangan masih belum dicapai, tentu terlalu jauh membicarakan kedaulatan pangan sebagai tujuan akhir.

    Maka langkah terbaik adalah menjadikan ketiga fondasi tersebut sebagai pijakan menuju cita-cita besar itu.

    Dengan memperkuat sinergi antarinstansi, merombak sistem kelembagaan seperti Bulog, dan menyusun kebijakan pangan berbasis data dan kearifan lokal, bukan tidak mungkin Indonesia akan berdiri tegak sebagai negara yang benar-benar berdaulat secara pangan.

    Kedaulatan pangan bukan sekadar target pembangunan, tetapi hak hidup seluruh rakyat Indonesia. Dan dalam semangat itulah, kita perlu bergerak bersama. Karena pangan kuat, berarti negara berdaulat.

    Sumber : Antara

  • Pemerintah Kebut Konstruksi Bendungan Jenelata senilai Rp4,15 Triliun

    Pemerintah Kebut Konstruksi Bendungan Jenelata senilai Rp4,15 Triliun

    Bisnis.com, JAKARTA – Kementerian Pekerjaan Umum (PU) mengungkap bakal mempercepat konstruksi infrastruktur Sumber Daya Air (SDA) yakni Bendungan Jenelata senilai Rp4,15 triliun untuk mendukung Swasembada Pangan Presiden Prabowo Subianto.

    Menteri PU Dody Hanggodo menuturkan bahwa Bendungan Jenelata merupakan salah satu Proyek Strategis Nasional (PSN). Bendungan ini berlokasi di Kecamatan Manuju, Kabupaten Gowa, Provinsi Sulawesi Selatan.

    “Bendungan ini memiliki kapasitas tampung sebesar 223,6 juta m³ dan luas genangan mencapai 1.220 hektare yang berpotensi untuk mendukung pengairan irigasi pertanian hingga 25.783 hektare,” jelasnya dalam keterangan resmi, Minggu (27/7/2025).

    Dody menambahkan Sulawesi Selatan merupakan salah satu daerah lumbung pangan nasional. Dengan keberadaan Bendungan Jenelata, Kementerian PU memproyeksikan pasokan air irigasi untuk wilayah pertanian di Kabupaten Gowa akan bertambah, sehingga memungkinkan petani untuk meningkatkan frekuensi panen dari satu menjadi dua atau bahkan tiga kali setahun.

    Untuk diketahui, sistem jaringan irigasi teknis yang bersumber dari Bendungan Jenelata akan didistribusikan melalui Daerah Irigasi (DI) Bili-bili seluas 2.443 ha, DI Bissua seluas 12.793 ha, dan DI Kampili seluas 10.547 ha.

    Nantinya, sistem irigasi tersebut diharapkan dapat meningkatkan indeks pertanaman antara 276% hingga 300% dengan pola tanam Padi–Padi–Palawija.   

    Selain irigasi, Bendungan Jenelata juga dirancang dapat memberi manfaat untuk menambah cadangan tampungan air dalam rangka menjamin keberlanjutan suplai air baku di Kabupaten Gowa dan sekitarnya.

    Selain itu, bendungan tersebut juga memiliki fungsi utama sebagai pengendali banjir Sungai Jenelata dengan menurunkan debit banjir dari 1.800 m³/detik menjadi 686 m³/detik. Keberadaan Bendungan Jenelata akan membantu mengoptimalkan pengendalian banjir, khususnya di Kota Makassar yang selama ini hanya mengandalkan Bendungan Bili-Bili berkapasitas 375 juta m3.

    Dalam laporan Kementerian PU, Bendungan Jenelata efektif bakal mengendalikan banjir di wilayah Kota Makassar hingga 50 tahun ke depan.

    Untuk diketahui, Pembangunan Bendungan Jenelata bersumber dari kombinasi APBN sebesar 15% dan loan dari Export Import Bank of China atau Exim Bank China sebesar 85% dengan total anggaran sebesar Rp4,15 triliun.

    “Bendungan Jenelata juga masuk dalam alokasi anggaran Direktorat Jenderal Sumber Daya Air, Kementerian PU pada Tahun Anggaran 2026 untuk penyelesaian 15 bendungan on-going atau sudah konstruksi,” pungkas Dody.

  • Bulog sebut stok beras akan bertambah usai catat rekor 4,2 juta ton

    Bulog sebut stok beras akan bertambah usai catat rekor 4,2 juta ton

    Direktur Utama Perum Bulog Ahmad Rizal Ramdhani memberikan keterangan di Makodam III Siliwangi, Bandung, Jawa Barat, Kamis (24/7/2025). (ANTARA/Ricky Prayoga)

    Bulog sebut stok beras akan bertambah usai catat rekor 4,2 juta ton
    Dalam Negeri   
    Editor: Sigit Kurniawan   
    Kamis, 24 Juli 2025 – 23:19 WIB

    Elshinta.com – Perum Bulog menyebutkan stok beras nasional akan bertambah lagi usai mencatat rekor tertinggi stok beras sebesar 4,2 juta ton hingga pertengahan tahun 2025.

    Penambahan ini diprediksi terjadi saat panen raya pada Agustus 2025 yang diperkirakan menambah stok nasional hingga 1 juta ton.

    “Jadi masyarakat dijamin punya beras. Tidak ada yang perlu khawatir,” kata Direktur Utama Perum Bulog Ahmad Rizal Ramdhani di Bandung, Jawa Barat, Kamis (24/7).

    Catatan 4,2 juta ton beras yang berhasil disimpan oleh Perum Bulog, disebut Ahmad merupakan capaian tertinggi sejak Indonesia Merdeka, dan menjadi tonggak penting dalam misi besar menuju swasembada pangan.

    “Serapan Bulog luar biasa. Stok kita saat ini sekarang 4,2 juta ton, ini rekor sejarah. Kita kumpulkan sampai Juni 2025,” ujar Ahmad.

    Untuk memperkuat ketahanan pangan jangka panjang, lanjut dia, pemerintah bersama Bulog mendukung pengembangan lahan sawah baru di berbagai wilayah strategis.

    “Lahan baru sedang diproses. Di Merauke 1 juta hektare, Kalimantan Tengah 1 juta hektare, dan Sumatera Selatan juga 1 juta hektare. Ini akan menjadi kantong logistik pangan nasional,” ucapnya.

    Pemerintah, kata dia, telah menetapkan tiga target besar, swasembada pangan dalam waktu dekat, ekspor pangan dalam dua tahun ke depan, dan menjadikan Indonesia lumbung pangan dunia pada tahun ketiga.

    Saat ditanya mengenai pembangunan infrastruktur seperti gudang Bulog di lahan baru, Ahmad tidak menjawab dengan pasti, namun pihaknya memastikan Bulog akan hadir di ujung rantai produksi.

    “Bulog pasti akan menyerap seluruh hasil pertanian masyarakat. Karena Bulog ini milik negara, milik rakyat,” katanya.

    Dalam kesempatan itu, Ahmad juga memberikan apresiasi pada para petani yang telah berkontribusi besar bagi stabilitas pangan nasional lewat kinerja mereka yang luar biasa.

    “Rata-rata panen petani sekarang dua kali dalam setahun, bahkan ada yang sampai tiga hingga empat kali. Ini prestasi luar biasa dan harus dipertahankan agar Indonesia tetap surplus pangan, khususnya beras dan jagung,” tuturnya.

    Diketahui, serapan beras Bulog hingga Juni 2025 mencapai 2,65 juta ton, hampir mendekati target 3 juta ton.

    Hal ini membuat Menteri Pertanian Amran Sulaiman mengusulkan tambahan target untuk Bulog menyerap beras menjadi 4,5 juta ton pada 2025.

    Sumber : Antara

  • Mendagri: Pemda wajib dukung program strategis nasional

    Mendagri: Pemda wajib dukung program strategis nasional

    Jakarta (ANTARA) – Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Muhammad Tito Karnavian menegaskan bahwa pemerintah daerah (Pemda) wajib mendukung pelaksanaan Program Strategis Nasional (PSN), sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang (UU) Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.

    Tito juga menekankan pentingnya Pemda memahami perbedaan antara program strategis nasional dan proyek strategis nasional.

    “Perlu betul pahami mengenai istilah program strategis nasional dan proyek strategis nasional itu berbeda meskipun disingkatnya kadang-kadang sama,” kata Mendagri dalam Rapat Koordinasi (Rakor) Pengendalian Inflasi Daerah di Kantor Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Jakarta, Selasa.

    Ia menjelaskan proyek strategis nasional merupakan proyek infrastruktur yang ditetapkan melalui keputusan atau peraturan presiden, seperti jalan tol, bendungan, kereta cepat, dan kawasan ekonomi khusus. Sementara itu, program strategis nasional merupakan program unggulan yang tercantum dalam dokumen visi dan misi presiden.

    Mendagri menegaskan bahwa berdasarkan UU Nomor 23 Tahun 2014, terdapat sanksi bagi kepala daerah dan wakil kepala daerah yang tidak melaksanakan program strategis nasional. Oleh karena itu, kepala daerah dan wakil kepala daerah perlu memperhatikan berbagai program strategis nasional yang telah dicanangkan oleh presiden.

    Ia menyebutkan terdapat 12 program strategis nasional yang tertuang dalam visi dan misi Presiden Prabowo Subianto, antara lain Makan Bergizi Gratis, Program 3 Juta Rumah, Koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih, Sekolah Rakyat, Sekolah Unggul Garuda, Rehabilitasi Sekolah, dan Cek Kesehatan Gratis.

    Selanjutnya, Program Lumbung Pangan, Pembangunan Rumah Sakit Berkualitas, Penuntasan Tuberkulosis (TBC), Pembangunan Bendungan dan Irigasi, serta Penanganan Sampah.

    Terkait Program 3 Juta Rumah per tahun, Mendagri menyampaikan bahwa pemerintah pusat telah menjalin kerja sama lintas kementerian untuk memberikan kemudahan bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR).

    Kemudahan tersebut antara lain berupa pembebasan bea perolehan hak atas tanah dan bangunan (BPHTB) serta retribusi persetujuan bangunan gedung (PBG) bagi MBR.

    Dalam kesempatan itu, ia mengapresiasi 507 kabupaten/kota yang telah mengeluarkan Peraturan Kepala Daerah (Perkada) terkait pembebasan BPHTB dan PBG bagi MBR. Ia juga menyoroti dua daerah yang belum melaksanakannya.

    “Saya berterima kasih banyak kepada seluruh kabupaten/kota yang sudah mengeluarkan (Perkada),” tutur Mendagri.

    Pewarta: Fianda Sjofjan Rassat
    Editor: Laode Masrafi
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Sederet Perbedaan Kopdes Merah Putih dan BUMDes

    Sederet Perbedaan Kopdes Merah Putih dan BUMDes

    Bisnis.com, JAKARTA — Presiden Prabowo Subianto akan meresmikan peluncuran Koperasi Desa/Kelurahan (Kopdes/Kel) Merah Putih pada 21 Juli 2025 di Desa Bentangan, Kecamatan Wonosari, Kabupaten Klaten, Jawa Tengah. Lantas apa perbedaan Kopdes/Kel Merah Putih dengan BUMDes?

    Merujuk dashboard Kopdes/Kel Merah Putih di situs merahputih.kop.id, per 19 Juli 2025 pukul 17.10 WIB, terdapat 81.147 desa/kelurahan yang telah membentuk Kopdes/Kel Merah Putih melalui musyawarah desa/kelurahan khusus.

    Data dashboard tersebut juga menunjukkan sebanyak 83.685 desa/kelurahan telah tersosialisasi. Untuk diketahui, total desa/kelurahan di Indonesia adalah sebanyak 83.762. Ini artinya sudah 99,91% desa/kelurahan tersosialisasi program ini.

    Sebelumnya, data Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum (Ditjen AHU) Kementerian Hukum (Kemenkum) mencatat sebanyak 80.068 telah disahkan dan berbadan hukum.

    Perinciannya, sebanyak 71.397 unit Kopdes Merah Putih baru dan 8.486 unit KopKel Merah Putih baru. Kemudian, koperasi lama yang bertransformasi (revitalisasi) menjadi Kopdes/Kel Merah Putih terdiri 141 unit Kopdes Merah Putih dan 44 unit KopKel Merah Putih.

    Ke depan, jumlah Kopdes/Kel Merah Putih yang mengantongi legalitas akan terus bertambah menjelang peluncuran pada 21 Juli 2025. Sesuai dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri (Mendagri), yakni ada sebanyak 83.762 desa dan kelurahan di Tanah Air.

    Perbedaan Kopdes dan BUMDes

    Keberadaan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) tertuang di Pasal dalam Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2021 (PP 11/2021).

    Dalam beleid itu dijelaskan, BUMDes didirikan oleh desa dan/atau bersama desa-desa guna mengelola usaha, memanfaatkan aset, mengembangkan investasi dan produktivitas, menyediakan jasa pelayanan, dan/atau menyediakan jenis usaha lainnya untuk sebesar-besarnya kesejahteraan masyarakat desa.

    Adapun, usaha yang dijalankan BUMDes adalah kegiatan di bidang ekonomi dan/atau pelayanan umum yang dikelola secara mandiri oleh BUMDes.

    BUMDes ini terdiri atas BUMDes dan BUMDes bersama yang memiliki lima tujuan, sebagaimana tercantum pada Pasal 3.

    Pertama, melakukan kegiatan usaha ekonomi melalui pengelolaan usaha, serta pengembangan investasi dan produktivitas perekonomian, dan potensi desa.

    Kedua, melakukan kegiatan pelayanan umum melalui penyediaan barang dan atau jasa serta pemenuhan kebutuhan umum masyarakat desa, dan mengelola lumbung pangan desa. Ketiga, Memperoleh keuntungan atau laba bersih bagi peningkatan pendapatan asli desa serta mengembangkan sebesar-besarnya manfaat atas sumber daya ekonomi masyarakat desa.

    Keempat, pemanfaatan aset desa guna menciptakan nilai tambah atas aset desa. Serta kelima, tujuan dari BUMDes/BUMDes bersama ini adalah untuk mengembangkan ekosistem digital di desa.

    Sementara itu, dasar hukum Kopdes/Kel Merah Putih didasarkan pada berbagai peraturan, seperti Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian (yang telah diubah beberapa kali), Peraturan Pemerintah, Peraturan Presiden, dan peraturan menteri terkait.

    Selain itu, regulasi Kopdes/Kel Merah Putih juga tertuang di dalam Instruksi Presiden Nomor 9 Tahun 2025 (Inpres 9/2025) tentang Percepatan Pembentukan Kopdes/Kel Merah Putih.

    Kemudian, jenis usaha dari Kopdes/Kel Merah Putih terdiri atas outlet gerai sembako, apotek desa/kelurahan, kantor koperasi, unit simpan pinjam, klinik desa/kelurahan, cold storage, logistik, dan usaha lain sesuai dengan potensi dan kebutuhan masyarakat desa.

    Menteri Koperasi (Menkop) Budi Arie Setiadi menjelaskan bahwa pemerintah merancang hubungan antara BUMDes dan Kopdes/Kel Merah Putih sebagai bentuk kemitraan strategis yang saling melengkapi.

    “Ke depan, BUMDes akan tetap fokus pada pengelolaan usaha berbasis aset dan potensi desa. Sementara Kopdes akan berperan memperkuat distribusi, pemasaran, dan akses pembiayaan bagi masyarakat desa,” kata Budi Arie kepada Bisnis beberapa waktu lalu.

    Budi Arie menyampaikan bahwa Kopdes/Kel Merah Putih disiapkan untuk menyediakan infrastruktur logistik seperti gudang, cold storage, dan armada distribusi agar produk BUMDes tersimpan dan terdistribusi secara optimal.

    Di sisi lain, lanjut dia, Kopdes/Kel Merah Putih juga menjadi saluran penjualan langsung kepada masyarakat, seperti melalui gerai sembako, sehingga memperluas jangkauan pasar dan meningkatkan daya saing produk lokal.

    “Dengan pembagian peran ini, BUMDes dan Kopdes/Kel Merah Putih tidak berjalan sendiri-sendiri, tetapi menjadi dua pilar yang saling mendukung dalam membangun ekosistem ekonomi desa yang kuat, mandiri, dan berkelanjutan,” tandasnya.

  • Krisis petani jadi ancaman ketahanan pangan di tengah perang dagang global 

    Krisis petani jadi ancaman ketahanan pangan di tengah perang dagang global 

    Sumber foto: Sutini/elshinta.com.

    Krisis petani jadi ancaman ketahanan pangan di tengah perang dagang global 
    Dalam Negeri   
    Editor: Sigit Kurniawan   
    Jumat, 18 Juli 2025 – 16:49 WIB

    Elshinta.com – Ketahanan pangan nasional dan tantangannya di era perang dagang global menjadi isu yang sangat penting. Hal ini menjadi tema kuliah umum Program Studi Agribisnis Universitas Muria Kudus (UMK)Kamis (17/07), bertempat di Ruang Seminar Lantai 4 Gedung Rektorat dengan narasumber, Zuhud Rozaki seorang pakar Agribisnis.

    Zuhud menyampaikan bahwa ketahanan pangan bukan hanya menyangkut persoalan produksi semata. Ia menekankan pentingnya memahami tiga pilar utama ketahanan pangan, yakni ketersediaan (availability), aksesibilitas (access), dan pemanfaatan (utilization). Ketiga aspek ini harus diperkuat secara bersamaan untuk menciptakan sistem pangan yang tangguh di tengah tekanan global dan domestik.

    “Ketahanan pangan harus dilihat sebagai sistem yang menyeluruh. Ketersediaannya harus stabil, akses masyarakat harus mudah, dan yang tak kalah penting adalah bagaimana pangan tersebut memiliki kebermanfaatan,” ujarnya.

    Ia menyoroti urgensi ketahanan pangan sebagai isu strategis nasional, terlebih di tengah ancaman krisis iklim dan eskalasi perang dagang global. Zuhud menjelaskan bahwa Provinsi Jawa Tengah, sebagai salah satu lumbung pangan nasional, menghadapi tantangan besar dalam menjaga ketersediaan beras menjelang tahun 2045, seiring dengan proyeksi jumlah penduduk yang mencapai 42 juta jiwa.

    Dijelaskan pula bahwa sebagian besar petani di Jawa Tengah saat ini berusia lanjut, sementara lahan produktif terus menyusut akibat konversi menjadi pemukiman dan kawasan industri. Situasi ini diperparah oleh dampak perubahan iklim yang menyebabkan terganggunya pola tanam serta meningkatnya serangan organisme pengganggu tanaman (OPT) yang makin sulit dikendalikan. Dalam menghadapi situasi ini, Zuhud menekankan bahwa pendekatan inovatif dan inklusif menjadi kunci utama.

    Sebagai solusi, ia menawarkan sejumlah strategi, mulai dari penguatan regenerasi petani melalui edukasi dan pelibatan generasi muda, peningkatan indeks pertanaman (IP), serta penerapan pertanian berkelanjutan berbasis organik. Menurutnya, integrasi lintas sektor antara pemerintah, swasta, akademisi, dan petani menjadi hal mutlak dalam merancang kebijakan pangan jangka panjang yang berdaya tahan.

    Untuk menjawab berbagai tantangan tersebut, Zuhud menekankan pentingnya strategi intervensi terpadu yang melibatkan pemerintah, petani, dan sektor swasta. Ia menyampaikan bahwa pemenuhan kebutuhan beras pada tahun 2045 tidak akan tercapai tanpa kolaborasi konkret antar pemangku kepentingan yang saling mendukung.

    Sebagai bentuk nyata dari strategi intervensi tersebut, Zuhud mencontohkan aksi grebeg pasar yang dilakukan oleh pemerintah daerah untuk memantau harga pangan secara langsung di pasar. Langkah ini dinilai penting guna menjaga stabilitas harga dan memastikan distribusi pangan berjalan dengan baik. Selain itu, pendekatan ini juga membuka ruang dialog langsung antara pemerintah, pedagang, dan konsumen sebagai bagian dari pengawasan pasar yang partisipatif.

    “Salah satu contoh sederhana tapi berdampak besar adalah grebeg pasar. Ini bukan sekadar sidak harga, tetapi bentuk kehadiran pemerintah dalam rantai distribusi pangan,” ungkapnya seperti dilaporkan Kontributor Elshinta, Sutini, Jumat (18/7). 

    Lebih lanjut, Zuhud juga menyoroti pentingnya peran Badan Urusan Logistik (BULOG) dalam sistem ketahanan pangan. BULOG berperan dalam menjaga stabilitas pasokan dan cadangan beras nasional, serta menjadi penghubung antara hasil produksi dalam negeri dengan kebutuhan konsumsi masyarakat melalui mekanisme pengadaan dan distribusi yang adil dan efisien. BULOG juga dapat membantu mengontrol harga dasar pangan dengan memberikan subsidi atau membeli hasil panen langsung dari petani.

    Tak hanya dari sisi kelembagaan, Zuhud juga mengajak para mahasiswa dan akademisi untuk berperan aktif dalam menyumbangkan gagasan, riset, dan inovasi yang dapat menjadi dasar pengambilan kebijakan publik. Ia menegaskan bahwa kampus memiliki posisi strategis sebagai pusat riset dan advokasi dalam pembangunan ketahanan pangan nasional.

    “UMK dan perguruan tinggi lain memiliki peran vital sebagai motor riset dan advokasi pangan. Kolaborasi ilmu, data, dan kebijakan harus menjadi budaya baru jika kita ingin mewujudkan ketahanan pangan yang sejati,” pungkasnya. 

    Sumber : Radio Elshinta

  • Sejahtera dengan lumbung pangan desa

    Sejahtera dengan lumbung pangan desa

    Jakarta (ANTARA) – Lumbung Pangan Desa (LPD) menjadi salah satu program pemerintah untuk meningkatkan ketersediaan dan keterjangkauan pangan di tingkat desa.

    LPD dikembangkan untuk sejumlah tujuan, antara lain meningkatkan ketersediaan pangan di tingkat desa sehingga masyarakat desa dapat memenuhi kebutuhan pangannya secara mandiri.

    Kemudian, meningkatkan keterjangkauan pangan bagi masyarakat desa, terutama bagi mereka yang memiliki keterbatasan akses ke pasar.

    Selain itu, mengurangi ketergantungan pada pasar. Dengan adanya LPD, masyarakat desa dapat mengurangi ketergantungan pada pasar dan meningkatkan kemandirian pangan.

    Seiring dengan itu juga untuk meningkatkan pendapatan petani. LPD diharapkan dapat meningkatkan pendapatan petani dengan memberikan mereka kesempatan untuk menjual hasil panennya secara langsung kepada masyarakat desa.

    Dalam penerapannya di lapangan, LPD biasanya dioperasikan oleh masyarakat desa sendiri dengan dukungan dari pemerintah dan lembaga lainnya.

    LPD dapat berupa gudang penyimpanan pangan, pasar desa, atau sistem distribusi pangan lainnya yang dikelola oleh masyarakat desa.

    Di sisi lain, berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS), diketahui jumlah desa di Indonesia yakni 74.961 desa.

    Sementara itu, Jawa Timur merupakan provinsi yang memiliki desa paling banyak (8.576 desa). Jumlah tersebut lebih banyak tujuh desa dibandingkan dengan Jawa Tengah, yakni 8.569 desa. Setelahnya, baru Provinsi Jawa Barat dengan sekitar 5.600 desa.

    Jumlah desa yang cukup besar ini merupakan potensi bagi pengembangan lumbung pangan, yang dalam tataran operasional dapat bersinergi dengan program Cadangan Pangan Desa.

    Ini perlu dicermati karena cadangan pangan dan lumbung pangan merupakan program nyata untuk mewujudkan ketahanan pangan yang kokoh dan kuat di pedesaan.

    Selanjutnya, PP Nomor 8 Tahun 2016 mengartikan dana desa sebagai dana yang bersumber dari APBN, yang diperuntukkan bagi desa dan ditransfer melalui APBD kabupaten/kota.

    Dana desa ini digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan, pelaksanaan pembangunan, pembinaan kemasyarakatan, dan pemberdayaan masyarakat.

    Satu hal yang menarik untuk dicermati dan telah ditetapkan melalui Peraturan Presiden Nomor 104 Tahun 2021 tentang Rincian APBN TA 2022 disebutkan bahwa dana desa ditentukan penggunaannya untuk program ketahanan pangan dan hewani paling sedikit 20 persen (dua puluh persen). Angka ini cukup besar dan penggunaannya butuh perencanaan yang matang.

    Sebagaimana diketahui bersama, dimulai pada pertengahan 2020, proyek lumbung pangan nasional digadang-gadang sebagai solusi mengatasi ancaman krisis pangan masa depan.

    Terlebih setelah Badan Pangan Dunia (FAO) memprediksikan akan terjadinya krisis pangan sebagai dampak adanya pandemi COVID-19.

    Beberapa negara produsen pangan, khususnya bangsa yang sebagian besar warganya sangat menggantungkan diri terhadap bahan pangan beras, diimbau agar serius dan jangan pernah merasa ragu dalam meningkatkan ketersediaan pangan guna memantapkan ketahanan pangan yang semakin berkualitas.

    Imbauan FAO ini tentu sangat penting dicermati dengan saksama. Semua pihak ingin bangsa ini selamat dari bencana, sekiranya krisis pangan global betul-betul menyergap bangsa-bangsa di dunia.

    Maka Indonesia perlu menyiapkan perencanaan yang matang sehingga bisa memitigasi risiko dengan baik. Sergapan COVID-19 menjadi bahan pembelajaran untuk semua.

    Lumbung pangan

    Semangat dan hasrat untuk melahirkan Indonesia sebagai lumbung pangan rupanya pantas diberi acungan jempol. Keinginan seperti ini jelas bukan halusinasi, apalagi bila disebut mimpi di siang bolong.

    Dengan kekayaan sumber daya pertanian yang dimiliki, mestinya Indonesia mempunyai kemampuan untuk mewujudkannya.

    Justru yang menjadi persoalan adalah, apakah bangsa ini dapat meraihnya? Apakah segenap warga mempunyai semangat yang sama guna menjadikan Indonesia ini sebagai lumbung pangan?

    Dan yang tidak kalah penting untuk disampaikan adalah, apakah sudah ditemukan terobosan cerdas dalam penerapannya di lapangan?

    Dari segudang pilihan untuk membangun lumbung pangan, pengembangan Lumbung Pangan Desa merupakan langkah yang cukup pas untuk dilakukan.

    Betapa kuatnya Lumbung Pangan Nasional adalah ketika setiap desa di negeri ini memiliki lumbung pangan. Setidaknya, ada lebih dari 81 ribu desa yang potensial untuk menjadi lumbung pangan beragam komoditas jenis pangan.

    Setiap desa tentu memiliki kekhasan dalam mengembangkan lumbung pangan. Ada yang membangun lumbung pangan komoditas gabah atau beras, ada juga jagung, kedelai, buah-buahan, sayur-sayuran, tanaman perkebunan seperti kopi, teh, dan lain sebagainya. Betapa beragamnya lumbung pangan Indonesia sesuai dengan kondisi desanya masing-masing.

    Adanya kemauan politik pemerintah untuk mematok sekurang-kurangnya 20 persen anggaran dana desa digunakan untuk ketahanan pangan sebetulnya dapat menjadi pemicu agar setiap desa mampu membangun lumbung pangan.

    Betapa semaraknya desa yang mengembangkan lumbung pangan. Tinggal sekarang, bagaimana teknis pelaksanaannya.

    Penting dicatat, membangun lumbung pangan butuh ketelatenan dan keseriusan dari mereka yang menanganinya.

    Kehadiran dan keberadaan para penyuluh pertanian dan tokoh tani di desa benar-benar sangat dimintakan. Mereka harus menjadi mitra pemerintah desa dalam merumuskan pengembangan Lumbung Pangan Desa ini.

    Sebagai “obor” yang diharapkan mampu menerangi kehidupan petani, para penyuluh tetap dimintakan untuk dapat mendidik, melatih, dan memberdayakan para petani terkait langkah pengembangan lumbung pangan.

    Penyuluh pertanian penting mengajak para petani untuk menerapkan prinsip-prinsip sinergi dan kolaborasi dalam pelaksanaan pengembangan lumbung pangan ini.

    Semua percaya para penyuluh pertanian telah memiliki teknologi dan inovasi guna menopang pengembangan lumbung pangan di pedesaan.

    Beberapa program lumbung yang selama ini sudah ditempuh diharapkan mampu jadi teladan untuk menguatkan lumbung pangan selanjutnya. Betapa hebatnya Indonesia jika di setiap desa memiliki lumbung pangan yang berkualitas.

    *) Penulis adalah Ketua Dewan Pakar DPD HKTI Jawa Barat.

    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Mentan sebut tidak beri toleransi bagi pengecer pupuk nakal

    Mentan sebut tidak beri toleransi bagi pengecer pupuk nakal

    Kediri (ANTARA) – Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman menyebut bahwa pemerintah tidak memberikan toleransi bagi pengecer pupuk nakal yang menaikkan harga jual pupuk terutama bersubsidi.

    “Pengecer pupuk untuk tebu di seluruh Indonesia, juga untuk padi dan pangan untuk urusan subsidi, kalau coba menaikkan, izinnya kami cabut saat kami temukan,” katanya saat kunjungan kerja di lahan HGU Jengkol di Kecamatan Plosoklaten, Kabupaten Kediri, Jawa Timur, Selasa.

    Mentan mengungkapkan hal tersebut saat berdialog dengan petani tebu dalam kegiatan kunjungan kerja yang diikuti ribuan orang petani dari berbagai wilayah Indonesia tersebut.

    Dalam kesempatan itu, dia menerima aduan petani bahwa ada yang mengeluhkan harga jual pupuk yang ternyata di atas harga eceran tertinggi. Padahal, pupuk itu adalah pupuk subsidi yang sudah ada ketentuan HET-nya.

    Dia juga langsung berkoordinasi terkait masalah pupuk tersebut dan langsung dikoordinasikan untuk mencatat nama pengecer serta alamat yang bersangkutan.

    Ia mengatakan, keputusan untuk mencabut itu dilakukan tanpa ada peringatan. Kebijakan ini juga dilakukan sebagai upaya pemerintah untuk menjaga swasembada pangan.

    “Tidak ada peringatan, langsung kami cabut. Ini demi swasembada pangan. Indonesia menjadi lumbung pangan dunia,” kata dia.

    Mentan juga menambahkan Presiden Prabowo Subianto juga telah memberikan perintah untuk “menyelesaikan” para mafia, karena sering merugikan petani.

    “Ini perintah Presiden tidak bisa ditawar. Beliau berpesan untuk ‘menyelesaikan’ mafia, ‘menyelesaikan’ para koruptor, meningkatkan produksi. Itu pesannya,” kata dia.

    Selain masalah pupuk, Mentan juga menyebut terdapat beberapa masalah lain yang terungkap dalam dialog tersebut. Beberapa di antaranya adalah sulitnya mendapatkan pupuk bersubsidi karena data untuk masuk data di rencana definitif kebutuhan kelompok (RDKK) juga sulit.

    Selain itu, ada informasi bahwa penerima pupuk bersubsidi tidak tepat sasaran. Terdapat penerima yang tidak punya lahan, dan saat jadwal pengambilan pupuk diambil. Ironisnya, pupuk bersubsidi itu justru dijual ke petani lainnya.

    “Ada yang tidak terdaftar, ada yang dijual ke orang lain, kami perbaiki. Kami minta ke direksi menyelesaikan dua pekan paling lambat. Hal ini juga terjadi di petani seluruh Indonesia. Petani padi keluarganya 115 juta orang. Ini kalau petani tebu saya yakin bisa dua pekan selesai. Ini pokok permasalahannya sehingga produksi turun,” kata dia.

    Ia juga menjelaskan beberapa regulasi dari pemerintah untuk mendukung produksi pertanian di Indonesia, di antaranya adalah bunga KUR flat 6 persen per tahun, adanya subsidi bibit dari pemerintah. Untuk yang pertama diserahkan Rp200 miliar, kemudian juga menyiapkan Rp1,5 triliun agar harga pembelian di tingkat petani terjamin ke depan.

    “Kami upayakan ke depan secara permanen. Kemudian regulasi masalah pupuk kami perbaiki,” kata Mentan.

    Saat zaman penjajahan, produksi gula Indonesia terbesar nomor dua di dunia, dengan produktivitasnya mencapai 14 ton per hektare. Namun, setelah merdeka, angka tersebut justru menurun menjadi hanya 4 ton per hektare.

    Dia menyebut berbagai tantangan dihadapi mulai dari sisi regulasi, budi daya, dan lainnya. Pemerintah secara bertahap terus melakukan perbaikan.

    “Semoga tiga tahun ke depan paling lambat empat tahun kita bisa swasembada. Dengan begitu bisa menghemat devisa sebesar Rp50 triliun, itu dari gula. Dan untuk white sugar atau gula putih tahun depan sudah target swasembada,” kata dia.

    Turut hadir dalam kunjungan ini, Wakil Gubernur Jawa Timur Emil Elestianto Dardak, Bupati Kediri Hanindhito Himawan Pramana, Wali Kota Kediri Vinanda Prameswati, Plt Dirjen Perkebunan Kementerian Pertanian Abdul Roni Angkat, Dirjen Bulog Ahmad Rizal Ramdani, Satgas Pangan Polri Brigjen Pol Djoko Prihadi, dan berbagai tamu undangan lainnya.

    Pewarta: Asmaul Chusna
    Editor: Riza Mulyadi
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Mentan temukan pupuk palsu, potensi rugikan petani Rp3,2 triliun

    Mentan temukan pupuk palsu, potensi rugikan petani Rp3,2 triliun

    Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman. ANTARA/Harianto

    Mentan temukan pupuk palsu, potensi rugikan petani Rp3,2 triliun
    Dalam Negeri   
    Editor: Calista Aziza   
    Sabtu, 12 Juli 2025 – 13:07 WIB

    Elshinta.com – Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman menyatakan pihaknya menemukan lima jenis pupuk palsu yang beredar di pasaran, sehingga menyebabkan potensi kerugian petani mencapai Rp3,2 triliun secara nasional.

    Amran menyebut pupuk palsu tersebut sangat merugikan petani, karena sebagian besar menggunakan dana pinjaman program kredit usaha rakyat (KUR), sehingga jika gagal panen, maka mereka bisa bangkrut akibat ulah pelaku kejahatan pupuk tersebut.

    “Bayangkan, kalau pupuknya palsu, itu kerugian petani, baru kita temukan di lima (jenis) pupuk palsu (potensi kerugian petani) Rp3,2 triliun. Tapi, ini bukan Rp3,2 triliunnya, petaninya langsung bangkrut, ini pinjaman, pinjaman KUR,” kata Mentan di Makassar, Sabtu.

    Meskipun belum menjelaskan secara rinci lokasi dan jenis pupuk yang ditemukan, Mentan menegaskan akan menindak tegas pelaku pemalsuan sesuai aturan hukum yang berlaku dan tidak memberi toleransi.

    Ia menyayangkan masih adanya pihak-pihak yang tega menipu petani dengan menjual pupuk palsu, menyebut tindakan itu tidak etis dan harus segera dibersihkan dari sektor pertanian Indonesia.

    Selama memimpin Kementerian Pertanian, Amran menegaskan fokus utamanya adalah memajukan sektor pertanian agar petani semakin sejahtera dan tidak terus-menerus menjadi korban permainan tidak bertanggung jawab.

    “Ini tegak, ini kita harus bereskan. Selama kami di pertanian, kami fokus, kami betul-betul ingin pertanian Indonesia berjaya,” ucap Mentan.

    Amran juga menegaskan komitmennya untuk menjadikan Indonesia sebagai lumbung pangan dunia, sejalan dengan arahan langsung dari Presiden Prabowo Subianto yang ingin ketahanan pangan nasional terus diperkuat lewat swasembada pangan.

    “Kami ingin Indonesia menjadi lumbung pangan dunia seperti perintah Bapak Presiden (Prabowo Subianto),” ucap Mentan.

    Sumber : Antara