Tanda Tanya Koalisi Masyarakat Sipil di Balik Laporan Polisi oleh Sekuriti Hotel Fairmont
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com –
Koalisi Masyarakat Sipil
mempertanyakan laporan terhadap aktivis Andrie Yunus dan Javier Maramba Pandin ke
Polda Metro Jaya
usai menggeruduk rapat pembahasan Revisi Undang-Undang (RUU) Tentara Nasional Indonesia (TNI) di
Hotel Fairmont
, Jakarta Pusat, Sabtu (15/3/2025).
Laporan yang dibuat oleh seorang petugas keamanan Hotel Fairmont berinisial RYK dengan korban anggota rapat
RUU TNI
itu teregistrasi dengan nomor LP/B/1876/III/2025/SPKT/
POLDA METRO JAYA
.
Andrie dan Javier diduga mengganggu ketertiban umum, melakukan perbuatan memaksa disertai ancaman kekerasan, atau menghina penguasa maupun badan hukum di Indonesia.
Dalam laporan tersebut, mereka dijerat dengan pasal berlapis, yakni Pasal 172 KUHP dan/atau Pasal 212 KUHP dan/atau Pasal 217 KUHP dan/atau Pasal 335 KUHP dan/atau Pasal 503 KUHP dan/atau Pasal 207 KUHP.
Satu hari setelah laporan diterima pada Minggu (16/3/2025), Subdit Keamanan Negara Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya mengirim surat permintaan klarifikasi terhadap Andrie dan Javier. Keduanya dijadwalkan diperiksa pada Selasa (18/3/2025).
Seyogianya Andrie dan Javier ingin menghormati proses hukum yang sedang berjalan di Subdit Keamanan Negara Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya.
Kendati demikian, Andrie dan Yunus melalui Tim Advokasi Untuk Demokrasi (TAUD) menolak menghadiri permintaan klarifikasi di Polda Metro Jaya.
Anggota TAUD, Arif Maulana, mengingatkan Polda Metro Jaya agar berhati-hati dan cermat dalam menindaklanjuti
laporan polisi
.
“Kami melihat bahwa undangan klarifikasi itu disampaikan secara tidak patut. Kami dipanggil Minggu, untuk datang Selasa. Kalau merujuk KUHAP, undangan yang patut itu tiga hari kerja,” ujar Arif di Polda Metro Jaya, Selasa.
“Ini baru satu hari kerja, kalau kami hitung dari Senin dan Selasa kami diminta yang hadir,” tambah dia.
Oleh karena itu, anggota TAUD lain, Gema Gita Persada, pun mempertanyakan alasan penyidik terkesan terburu-buru menindaklanjuti laporan polisi ini.
Dengan begitu, Gema berkaca dengan beberapa kasus di mana masyarakat menjadi korban atas perkara tindak pidana.
“Kepolisian kerap kali tidak melakukan yang secara sungguh-sungguh, tidak memprioritaskan, dan banyak undo delay yang terjadi ketika laporannya berasal dari kami sebagai masyarakat sipil,” kata Gema.
“Ketika masyarakat sipil yang dilaporkan, kepolisian sangat cepat menanggapi dan memprosesnya, bahkan dalam kurun waktu yang tidak patut seperti yang tadi disampaikan oleh rekan saya,” tambah dia.
TAUD menilai laporan polisi ini keliru dan tidak berlandaskan hukum. Hal ini sebagai bentuk Strategic Lawsuit Against Public Participation (SLAPP).
“Yang identik dengan upaya pembungkaman terhadap partisipasi publik dalam mengawasi proses pembentukan kebijakan,” urai Arif.
Dia juga menganggap laporan polisi oleh
sekuriti Hotel Fairmont
ini sebagai bentuk kriminalisasi terhadap kemerdekaan berpendapat atau berekspresi.
“Hak politik masyarakat untuk kemudian berpartisipasi, mengawasi jalannya penyusunan regulasi, khususnya Revisi Undang-Undang TNI yang sedang dibahas secara tertutup,” kata Arif.
“Tidak partisipasif, tidak demokratis oleh DPR dan pemerintah kemarin di Hotel Fairmont, di tengah gembar-gembor efisiensi anggaran pemerintah,” lanjutnya.
Sementara itu, anggota TAUD lain, Erwin Natasomal Oemar, juga menilai laporan polisi terhadap dua aktivis Koalisi Masyarakat Sipil merupakan upaya mengalihkan isu penolakan RUU TNI.
“Bahwa laporan ini bagian dari upaya mendistraksi konsentrasi para sipil yang mengawasi RUU TNI,” ujar Erwin dalam kesempatan yang sama.
Erwin berpendapat, laporan polisi terhadap dua aktivis Koalisi Masyarakat Sipil memperkuat sinyalemen terhadap narasi “Indonesia Gelap.”
“Jika kawan-kawan mengatakan bahwa narasi Indonesia Gelap itu tidak ada, ini contoh kasus yang sebenarnya. Ini pintu masuk atau sinyalemen yang jelas bahwa kita sedang memasuki Indonesia yang sangat gelap,” pungkas dia.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
Tempat Fasum: Hotel Fairmont
-
/data/photo/2025/03/15/67d5608e03282.jpeg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Tanda Tanya Koalisi Masyarakat Sipil di Balik Laporan Polisi oleh Sekuriti Hotel Fairmont Megapolitan 19 Maret 2025
-

Pakar Keamanan Soal Rapat RUU TNI Digeruduk: Jangan Seolah Mewakili Rakyat – Halaman all
Pakar Keamanan Soal Rapat RUU TNI Digeruduk: Jangan Seolah Mewakili Rakyat
Willy Widianto/Tribunnews.com
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Pakar Keamanan, Dr John N Palinggi menyesalkan adanya aksi penggerudukan rapat Panitia Kerja Revisi UU TNI Komisi I DPR RI di hotel bintang 5 Fairmont, Jakarta Pusat, Sabtu kemarin.“Berhentilah menghina TNI, jangan berkedok demokrasi tapi tahu-tahu ada pesanan, cara-cara seperti itu saya tahu sudah lama,” kata John Palinggi kepada wartawan di Jakarta, Senin (17/3/2025).
“Kompetensi mereka apa? ormas atau apa? Kalau NGO harus jelas, orientasinya ke mana, untuk bangsa dan negara atau untuk orang lain? Jangan seolah-olah mewakili rakyat, apa yang sudah mereka buat untuk bangsa dan negara sehingga bisa berkata kasar kepada TNI dan Polri,” ujar John Palinggi, yang juga pengamat politik ini.
Ia pun tidak menyalahkan para anggota DPR yang membahas RUU TNI di Hotel Fairmont Jakarta, karena pembahasan maraton dilakukan hingga larut malam dan tak jarang hingga pagi dini hari.
Menurutnya wajar, pembahasan dilakukan di tempat yang rileks dan bisa sekalian buat tidur istirahat.
Selama 38 tahun mengamati TNI, John merasa sudah ada hasil yang diberikan bagi rakyat bangsa dan negara.
“Saya tegaskan, tanpa TNI maka tidak akan ada bangsa Indonesia saat ini, jadi jangan direndahkan terus menerus,” tegasnya.
Kini, imbuhnya, di bawah pemerintah Presiden Prabowo Subianto saatnya TNI mandiri dan tidak terus menerus mengikuti apa kata pemberi pinjaman.
“Saya prihatin, bagaimana TNI dimandulkan hanya gara-gara pinjaman IMF. Dulu pernah Kopassus, Marinir dikandangkan. Orang-orang yang heboh memprotes TNI, pernah tidak mereka memprotes soal korupsi sampai bangsa ini mau tenggelam,” urai John Palinggi.
Mereka, imbuhnya, tidak berpikir kalau dalam demokratisasi ada hak dan kewajiban warga negara, tapi tidak didapatkan karena koruptor merajalela.
“Mereka yang mengatasnamakan NGO, pernah tidak menyuarakan penderitaan rakyat yang begitu besar, sementara jerih payah TNI dengan segala kekurangannya tetap berdiri di barisan terdepan supaya bangsa ini tetap tegak,” beber John Palinggi.
Penjelasan Menteri Hukum Supratman Soal Revisi UU TNI
Adapun Menteri Hukum, Supratman Andi Agtas, membantah revisi Undang-Undang (UU) TNI segera disahkan karena permintaan Presiden Prabowo Subianto.
Supratman menegaskan bahwa revisi UU TNI merupakan usul inisiatif DPR, bukan datang dari pemerintah.
“Ini kan bukan soal Pak Prabowo atau presiden yang minta. Ini usul inisiatif DPR dari periode yang lalu. Bukan inisiatif pemerintah,” kata Supratman di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (18/3/2025).
Revisi UU TNI akan dibawa ke rapat paripurna dalam waktu dekat.
Hal tersebut diputuskan Komisi I DPR dalam rapat pada Selasa sore.
Seluruh fraksi di DPR menyatakan persetujuan terhadap rancangan revisi UU TNI ini untuk disahkan dalam rapat paripurna terdekat.
Supratman mengatakan, dalam revisi UU TNI ini, terdapat 14 kementerian dan lembaga yang bisa diisi prajurit TNI aktif dari semula berjumlah 16.
Berikut daftar 14 kementerian dan lembaga yang dapat diisi oleh prajurit aktif:
Kementerian/lembaga yang membidangi koordinator politik dan keamanan negara
Pertahanan Negara termasuk Dewan Pertahanan Nasional
Sekretariat Negara yang menangani urusan kesekretariatan presiden dan sekretariat militer presiden
Badan Intelijen Negara
Badan Siber dan Sandi Negara
Lembaga Ketahanan Nasional
Badan SAR Nasional
Badan Narkotika Nasional
Badan Pengelola Perbatasan
Badan Nasional Penanggulangan Terorisme
Badan Keamanan Laut
Badan Nasional Penanggulangan Bencana
Kejaksaan Agung
Mahkamah Agung -

Puan Maharani Respons Penggerudukan hingga Penjagaan Ketat Rapat RUU TNI oleh Koopssus, Denny Siregar Beri Sentilan
FAJAR.CO.ID, JAKARTA — Pegiat media sosial, Denny Siregar merespons pernyataan Ketua DPR Puan Maharani soal penjagaan dari pasukan Komando Operasi Khusus (Koopssus) TNI selama rapat konsinyering Panja RUU TNI di Hotel Fairmont Jakarta.
“Komennya gaesssss,” kata Denny Siregar menyindir melalui akun X pribadinya, Selasa, (18/3/2025).
Sebelumnya, Puan menyampaikan, penjagaan personel satuan elite dari tiga matra itu karena ada upaya penggerudukan ke ruang rapat.
“Ada yang menggeruduk atau masuk tanpa izin,” ungkap Puan belum lama ini.
Ketua DPP PDI Perjuangan ini menegaskan, tindakan tersebut tidak diperbolehkan. “Tidak patut untuk dilakukan itu masuk ke dalam rumah yang bukan rumahnya,” tambahnya.
Sebelumnya, Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad menegaskan bahwa revisi Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia (UU TNI) hanya membahas tiga pasal.
Di antaranya Pasal 3, Pasal 47, dan Pasal 53. Ia menekankan bahwa pembahasan tersebut tidak dilakukan secara diam-diam atau terburu-buru.
“Revisi UU TNI hanya membahas tiga pasal. Tidak ada pasal lain seperti yang beredar di media sosial. Jika ada yang sama, isinya sangat berbeda,” kata Dasco dalam konferensi pers di Gedung DPR RI, Jakarta, Senin (17/3/2025).
Dasco membantah anggapan bahwa pembahasan RUU TNI dilakukan secara terburu-buru. Menurutnya, proses pembahasan telah berlangsung sejak beberapa bulan lalu.
“Tidak ada proses ngebut-mengebut dalam revisi UU TNI,” tegasnya.
Ia juga menepis klaim bahwa rapat dilakukan secara diam-diam di hotel. Dasco menjelaskan bahwa rapat tersebut diagendakan sebagai rapat terbuka.
-

Pengamanan di Hotel Fairmont Diperketat Usai Aksi Geruduk Rapat Tertutup Panja Revisi UU TNI – Halaman all
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Lebih dari lima petugas keamanan atau security tampak berjaga di lobi hotel bintang lima, Fairmont, Jakarta Pusat, pada Selasa (18/3/2025).
Ada dua hingga tiga sekuriti yang berjaga di pintu masuk khusus mobil. Kemudian yang lainnya berjaga tepat di pintu masuk menuju ke bagian dalam hotel.
Pantauan Tribunnews.com di lokasi sekira pukul 12.00 WIB, terdapat dua security yang berjaga di mesin X-ray. Para tamu hotel yang hendak masuk harus melalui pintu pemindai terlebih dahulu agar dipastikan tidak membawa barang-barang berbahaya, seperti senjata dan lain-lain.
Para petugas keamanan yang berjaga di lobi bagian luar ini, di antaranya ada yang mengenakan seragam cokelat dan sebagian lainnya mengenakan seragam biru.
Tidak ada personel TNI yang terlihat di lokasi, begitu pun kendaraan rantis yang sempat terparkir di depan hotel, beberapa waktu lalu.
Selanjutnya, situasi yang ramai namun hening begitu terasa saat memasuki bagian dalam Fairmont Hotel.
Ada beberapa tamu yang sedang duduk dan berbincang di sofa-sofa yang disediakan di dekat pintu masuk hotel mewah tersebut.
Meski demikian, bentuk ruangan persegi panjang dan cukup besar dengan langit-langit yang tinggi, membuat suara masing-masing orang yang ada di sana tidak terdengar mengganggu.
Tepat pada dua pilar di hadapan pintu masuk hotel, ada dua security mengenakan seragam biru. Mereka berdiri menghadap pintu masuk hotel sambil memantau situasi di sekitar lobi bagian dalam Fairmont Hotel.
Seorang security yang saat ditemui sedang berjaga di bawah eskalator yang berada di sayap kiri gedung hotel mengatakan, manajemen Fairmont Hotel melakukan penambahan jumlah personel security.
Hal itu dilakukan setelah ramainya sorotan publik terhadap aksi yang dilakukan Koalisi Masyarakat Sipil untuk Sektor Keamanan, yang menggerebek ruang rapat Panja Revisi Undang-undang (UU) TNI yang digelar di Hotel Fairmont, Jakarta, Sabtu (15/3/2025).
Rapat yang sudah digelar sejak satu hari sebelumnya itu diduga digelar Komisi I DPR untuk mengebut pembahasan revisi UU 34/2004 tentang TNI atau Revisi UU TNI.
“Ini saya sebenarnya perbantuan. Jadi kantor saya perbantuan security. Kalau kemarin perbantuan dari TNI, dari Kopsus. Kalau sekarang tambah 13 orang security,” ucap petugas yang bertubuh tegap dan berambut cepak itu, saat ditemui, Selasa.
Ia mengatakan, penambahan petugas keamanan sebanyak 13 personel dilakukan manajemen Fairmont Hotel dengan beberapa perusahaan penyedia jasa security, termasuk kantornya, hingga Jumat (21/3/2025) mendatang.
Selain itu, dia menyebut, manajemen hotel meminta para security untuk tidak menyampaikan apapun perihal aksi penggerebekkan rapat DPR, beberapa waktu lalu itu.
“Ya (diminta) lebih selektif (menerima tamu yang masuk ke hotel). Supaya enggak kebobolan lagi kayak kemarin,” jelasnya.
Tribunnews.com kemudian menemui dua security non-perbantuan yang tampak sedang beristirahat di parkiran motor Fairmont Hotel.
Mereka terkesan tertutup saat menanggapi beberapa pertanyaan wartawan, terutama terkait identitas seorang petugas security berinisial RYR, yang melaporkan Koalisi Masyarakat Sipil ke Polda Metro Jaya imbas aksi penggerebekan rapat tertutup DPR.
Keduanya mengaku sedang libur saat peristiwa penggerebekan itu berlangsung.
Meski demikian, seorang security berinisial R, membenarkan soal adanya perintah dari manajemen hotel untuk tidak menyampaikan sesuatu berkaitan dengan insiden di rapat tertutup DPR, beberapa waktu lalu, kepada awak media.
“Kita enggak tahu, harus izin dulu. (Security RYR) kurang tahu, kurang paham,” kata R.
“‘Pokoknya kalau media kita enggak bisa kasih’, itu kata manajemen hotel,” tambahnnya.
Hal ini senada dengan pernyataan tiga petugas security lainnya, kemudian dua petugas cleaning service, dan seorang pelayan Hotel Fairmont, dimana mereka mengaku tidak sama sekali mengetahui adanya aksi penggerebekan rapat tertutup yang membahasan RUU TNI itu.
Tribunnews.com sempat menanyakan langsung Kabid Humas Polda Metro Jaya Ade Ary Syam terkait identitas pelapor RYR, apakah yang bersangkutan berasal dari kalangan masyarakat sipil atau militer.
“Seorang security di TKP (tempat kejadian perkara), di Hotel Fairmont,” jawab Ade Ary, di Polda Metro Jaya, Jakarta, Senin (17/3/2025).
Adapun Kabid Humas Polda Metro Jaya itu mengatakan, alasan RYR melaporkan hal tersebut kepada pihak kepolisian lantaran para peserta rapat yang juga merupakan para Anggota Komisi I DPR (korban) merasa dirugikan akibat adanya aksi demonstrasi itu.
“Korban merasa dirugikan, kemudian membuat laporan,” kata Ade.
Ia menjelaskan, pelapor RYR selaku petugas satpam Fairmont Hotel menerangkan, bahwa sekitar pukul 18.00 WIB ada tiga orang yang mengaku dari koalisi masyarakat sipil, masuk ke Hotel Fairmont.
“Kemudian tiga orang tersebut melakukan teriakan di depan pintu ruang rapat pembahasan revisi undang-undang TNI, agar rapat tersebut dihentikan karena dilakukan secara diam-diam
dan tertutup,” ujarnya.Lebih lanjut, Ade menyebut, peristiwa ini masih terus didalami pihak kepolisian, khususnya Ditreskrimum Polda Metro Jaya.
Sebelumnya, Ade Ary mengonfirmasi laporan dari satpam Hotel Fairmont tersebut terdaftar dengan nomor LPB/1876/III/2025/SPKTPOLDA METRO JAYA.
Polda Metro Jaya menerima laporan dugaan tindak pidana mengganggu ketertiban umum dan atau perbuatan memaksa disertai ancaman kekerasan dan atau penghinaan terhadap penguasa atau badan hukum di Indonesia, yang dilaporkan oleh RYR (Pelapor sebagai security Hotel Fairmont, Jakarta),” kata Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Ade Ary Syam, Minggu (16/3/2025).
Ade menambahkan bahwa terlapor disangkakan melanggar sejumlah pasal dalam KUHP, termasuk Pasal 172, 212, 217, 335, 503, dan 207 UU Nomor 1 Tahun 1946 tentang KUHP. (Tim liputan khusus Tribun Network)
-

Kuasa Hukum: Pelaporan 2 Aktivis yang Interupsi Rapat RUU TNI Upaya Pengaburan Isu – Halaman all
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Tim Advokasi Untuk Demokrasi (TAUD) menilai jika pelaporan dua aktivis yang menginterupsi rapat anggota DPR di hotel yang membahas RUU TNI akhir pekan lalu adalah bentuk pengaburan isu.
Perwakilan TAUD, Erwin Natasomal Oemar, menyebut jika hal itu sengaja dilaporkan ke kepolisian agar terjadi pergeseran isu di masyarakat.
Seperti diketahui, interupsi yang dilakukan oleh dua aktivis Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan itu dilakukan sebagai upaya untuk memprotes karena rapat itu dilakukan tertutup.
Mereka juga menolak revisi UU TNI juga dinilai bisa mengembalikan dwifungsi ABRI.
“Ya tentu kita tidak bisa melepaskan bahwa pelaporan ini bagian dari upaya mendistraksi konsentrasi para sipil yang mengawasi RUU TNI. Sehingga kalau kita lihat pola-pola begini, apalagi tadi dibilang sama mas Arif, SLAPP (Strategic Lawsuit Against Public Participation) itu kan, ini kan pola-pola yang berulang,” ujar Erwin saat ditemui di Polda Metro Jaya, Selasa (18/3/2025).
“Jadi kemudian upaya-upaya kami mengadvokasi terhadap situasi hari ini terdistraksi. Nah pelaporan ini salah satu contohnya,” jelasnya.
Erwin pun menambahkan jika pelaporan yang dilakukan pihak Hotel Fairmont kepada dua aktivis tersebut adalah bentuk nyata ‘Indonesia Gelap’.
TAUD berharap kepolisian dalam hal ini Polda Metro Jaya bisa bijak dan dan berpihak pada kebenaran sesungguhnya dalam menangani kasus ini.
“Pelaporan terhadap dua klien kami adalah sinyalemen yang kuat terhadap narasi Indonesia Gelap. Jika kawan-kawan mengatakan bahwa narasi Indonesia Gelap itu tidak ada, ini contoh kasus yang sebenarnya,” ucap Erwin.
“Nah jika ini tidak bisa dijelaskan dengan baik bagaimana latar belakang dan pemanggilannya secara layak atau tidak, maka bisa dipastikan bahwa ini pintu masuk atau sinyalemen yang jelas bahwa kita sedang memasuki Indonesia yang sangat gelap,” pungkasnya.
Diberitakan sebelumnya, dua aktivis yang menginterupsi rapat pembahasan RUU TNI di Hotel Fairmont, Jakarta Pusat, telah dilaporkan ke Polda Metro Jaya, Sabtu (15/3/2025).
Pihak yang melaporkan kejadian itu adalah satpam hotel Fairmont berinisial RYR.
Dia merasa dirugikan lantaran para peserta rapat yang juga merupakan para Anggota Komisi I DPR (korban) terganggu dan dirugikan akibat adanya aksi demonstrasi itu.
“Korban merasa dirugikan, kemudian membuat laporan,” kata Kabid Humas Polda Metro Jaya Ade Ary Syam Indradi kepada wartawan di Jakarta, Senin (17/3/2025).
-

Laporan ricuh saat RUU TNI ke polisi dinilai sebuah kriminalisasi
Jakarta (ANTARA) – Tim Advokasi Untuk Demokrasi (TAUD) menilai laporan terhadap Andrie Yunus dan Javier Pandin soal kericuhan di rapat RUU TNI ke Polda Metro Jaya adalah sebuah kriminalisasi.
“Ini dugaan kuatnya adalah bentuk kriminalisasi terhadap kemerdekaan berpendapat berekspresi, hak politik masyarakat untuk kemudian berpartisipasi, mengawasi jalannya penyusunan regulasi, khususnya Revisi Undang-Undang TNI,” kata Anggota TAUD, Arif Maulana saat ditemui di Polda Metro Jaya, Selasa.
Penialain itu menanggapi adanya laporan kepada Polda Metro Jaya terkait dugaan kericuhan saat pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Tentara Nasional Indonesia (TNI) oleh Panitia Kerja (Panja) di Jakarta pada Sabtu (15/3).
Arif juga memandang bahwa laporan pidana yang disampaikan oleh sekuriti Hotel Fairmont tersebut keliru dan tidak berdasarkan hukum.
“Kami melihat laporan ini adalah bentuk ‘strategic lawsuit against public participation’ (SLAPP) yang identik dengan upaya pembungkaman terhadap partisipasi publik dalam mengawasi proses pembentukan kebijakan,” katanya.
Arif juga menyebutkan ada sejumlah alasan mengapa pihaknya kemudian memandang laporan ini keliru, tidak berdasarkan hukum.
“Pertama, menyampaikan ekspresi politik adalah hak konstitusional warga negara dan itu bukan kejahatan dan yang dilakukan oleh klien kami, Andrie dan juga Javier, adalah dalam rangka menggunakan haknya sebagai warga negara,” jelasnya.
Hak yang dimaksud adalah untuk mengawasi proses legislasi yang dinilai menyimpang dari proses pembentukan perundang-undangan.
“Tidak demokratis, tidak membuka partisipasi publik. Bahkan dugaannya sembunyi-sembunyi dan memperkuat agenda mengembalikan dwifungsi militer yang berbahaya bagi masa depan masyarakat,” jelas Arif.
Polda Metro Jaya menerima laporan kericuhan terkait pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Tentara Nasional Indonesia (TNI) oleh Panitia Kerja (Panja) di Jakarta pada Sabtu (15/3).
“Benar Polda Metro Jaya menerima laporan dugaan tindak pidana mengganggu ketertiban umum dan atau perbuatan memaksa disertai ancaman kekerasan dan atau penghinaan terhadap penguasa atau badan hukum di Indonesia,” kata Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Pol. Ade Ary Syam Indradi dalam keterangannya yang diterima di Jakarta, Minggu (16/3).
Ade Ary menjelaskan pelapor tersebut berinisial RYR yang merupakan sekuriti di Hotel Fairmont, Jakarta Pusat.
Dia menerangkan bahwa sekira pukul 18.00 WIB ada sekitar tiga orang yang mengaku dari Koalisi Masyarakat Sipil masuk ke Hotel Fairmont.
“Kemudian kelompok tersebut berteriak di depan pintu ruang rapat pembahasan revisi UU TNI agar rapat tersebut dihentikan karena dilakukan secara diam-diam dan tertutup,” jelasnya.
Pewarta: Ilham Kausar
Editor: Edy Sujatmiko
Copyright © ANTARA 2025 -

Koalisi Sipil Tolak Diperiksa Polisi Imbas Protes RUU TNI di Hotel Mewah
Bisnis.com, JAKARTA — Dua perwakilan Koalisi Reformasi Masyarakat Sipil sektor keamanan menolak untuk menghadiri pemanggilan Polda Metro Jaya.
Dua perwakilan koalisi sipil itu yakni Andrie Yunus dan Javier Maramba Pandin. Rencananya, Andrie dan Javier diagendakan menjalani pemeriksaan hari ini, Selasa (18/3/2025) sekitar 10.00 WIB.
Perwakilan Tim Advokasi Untuk Demokrasi, Arif Maulana mengatakan alasan penolakan itu lantaran pihaknya menilai laporan dari pelapor itu keliru dan tidak berlandaskan hukum.
“Kami memandang bahwa laporan pidana yang disampaikan oleh sekuriti Fairmont itu keliru dan tidak berdasarkan hukum,” ujarnya di Polda Metro Jaya, Selasa (18/3/2025).
Dia menuturkan peristiwa penggerudukan yang dilakukan koalisi sipil saat pemerintah membahas RUU TNI di Hotel Fairmont merupakan bentuk kebebasan hak penyampaian pendapat.
Pasalnya, saat itu, pembahasan RUU TNI tersebut dilakukan secara tertutup oleh DPR dan pemerintah. Padahal, pembahasan beleid TNI itu dikhawatirkan melahirkan kembali Dwifungsi ABRI.
“Yang dilakukan oleh klien kami, Andrie dan juga Javier, adalah dalam rangka menggunakan haknya sebagai warga negara untuk mengawasi proses legislasi yang dinilai menyimpang dari proses pembentukan perundang-undangan,” tuturnya.
Arif menambahkan, kliennya juga mengeluarkan aspirasinya tanpa melakukan perbuatan melawan hukum, seperti ancaman, kekerasan, intimidasi maupun pengrusakan di hotel.
Di samping itu, dia juga mengatakan proses hukum yang dilakukan kepolisian juga dinilai tidak sesuai dengan hukum acara yang berlaku.
“Oleh karenanya, bukan hanya kami kemudian menolak surat undangan klarifikasi, tapi kami juga mengajukan keberatan dengan harapan kepolisian Polda Metro Jaya tidak memproses lebih lanjut laporan dari Security atau menghentikan,” pungkas Arief.
-

Sarankan Puan Maharani Merapat ke Pemerintah, Denny Siregar: Biarkan Kami Jadi Oposisi
FAJAR.CO.ID, JAKARTA — Sutradara film ‘Sayap-sayap Patah’, Denny Siregar, mendadak memberikan komentar menohok terkait pernyataan Ketua DPR RI, Puan Maharani.
Seperti diketahui, sebelumnya Puan memberikan alasannya mengenai rapat tertutup pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) Tentara Nasional Indonesia (TNI) dijaga ketat oleh Komando Pasukan Khusus (Kopassus).
“Udah sekalian merapat aja mbak, biar kami aja yang jadi oposisi,” ujar Denny di Instagram pribadinya @dennysiregar (18/3/2025).
Sebelumnya, Ketua DPR Puan Maharani mengonfirmasi bahwa rapat terkait Revisi Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia (UU TNI) yang digelar di Hotel Fairmont, Jakarta, mendapatkan penjagaan dari pasukan Komando Operasi Khusus (Koopssus) TNI.
Keberadaan pasukan elite tersebut, menurut Puan, diperlukan demi menjaga ketertiban setelah adanya pihak yang berusaha masuk ke lokasi rapat tanpa izin.
“Teman-teman kan juga tahu bahwa ada yang menggeruduk, atau masuk tanpa izin,” ujar Puan saat ditemui di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Senin (17/3/2025).
Ia menegaskan bahwa tindakan memasuki suatu tempat tanpa izin merupakan hal yang tidak dapat dibenarkan.
Puan pun mengingatkan bahwa setiap acara memiliki aturan yang harus dipatuhi oleh semua pihak.
“Jadi, memang apapun kemudian kalau dalam suatu acara apapun itu, kemudian masuk tanpa izin ya kan tidak diperbolehkan. Tidak patut untuk dilakukan itu, masuk ke dalam rumah yang bukan rumahnya,” imbuhnya.
(Muhsin/fajar)
/data/photo/2025/03/18/67d96816eb590.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
