Tempat Fasum: Gedung Putih

  • Lima Kartu Truf yang Dimiliki China dalam Menghadapi Perang Dagang dengan Amerika Serikat – Halaman all

    Lima Kartu Truf yang Dimiliki China dalam Menghadapi Perang Dagang dengan Amerika Serikat – Halaman all

    Lima Kartu Truf yang Dimiliki Tiongkok dalam Perang Dagang dengan Amerika Serikat

    TRIBUNNEWS.COM- Perang dagang antara dua ekonomi terbesar dunia kini sedang berlangsung gencar.

    Ekspor Tiongkok ke AS menghadapi tarif hingga 245 persen, dan Beijing membalas dengan mengenakan tarif 125% atas impor Amerika. Konsumen, bisnis, dan pasar bersiap menghadapi ketidakpastian lebih lanjut karena kekhawatiran akan resesi global telah meningkat.

    Pemerintah Presiden Tiongkok Xi Jinping telah berulang kali mengatakan bahwa mereka terbuka untuk berdialog, tetapi memperingatkan bahwa, jika perlu, mereka akan “berjuang sampai akhir”.

    Berikut ini sekilas tentang apa yang dimiliki Beijing dalam persenjataannya untuk melawan tarif Presiden AS Donald Trump.

    1. Tiongkok dapat menahan rasa sakit (sampai pada titik tertentu)

    China merupakan ekonomi terbesar kedua di dunia, yang berarti negara ini dapat menyerap dampak tarif lebih baik daripada negara-negara kecil lainnya.

    Dengan jumlah penduduk lebih dari satu miliar, negara ini juga memiliki pasar domestik yang besar yang dapat meringankan tekanan bagi eksportir yang tengah terpukul akibat tarif.

    Beijing masih kesulitan karena orang-orang China tidak cukup berbelanja . Namun, dengan berbagai insentif, mulai dari subsidi untuk peralatan rumah tangga hingga “kereta perak” untuk pensiunan yang bepergian, hal itu dapat berubah.

    Dan tarif Trump telah memberi Partai Komunis Tiongkok dorongan yang lebih kuat untuk membuka potensi konsumen negara tersebut.

    Para pemimpin mungkin “sangat bersedia menanggung penderitaan untuk menghindari menyerah pada apa yang mereka yakini sebagai agresi AS”, Mary Lovely, pakar perdagangan AS-Tiongkok di Peterson Institute di Washington DC, mengatakan kepada BBC Newshour awal bulan ini.

    China juga memiliki ambang batas yang lebih tinggi terhadap rasa sakit sebagai rezim otoriter, karena tidak terlalu khawatir dengan opini publik jangka pendek. Tidak ada pemilihan umum yang akan menghakimi para pemimpinnya.

    Meski demikian, keresahan tetap menjadi kekhawatiran, terutama karena sudah ada ketidakpuasan atas krisis properti dan hilangnya pekerjaan yang sedang berlangsung.

    Ketidakpastian ekonomi atas tarif adalah pukulan lain bagi generasi muda yang hanya pernah mengenal Tiongkok yang sedang bangkit.

    Partai tersebut telah memanfaatkan sentimen nasionalis untuk membenarkan tarif pembalasannya, sementara media pemerintah menyerukan kepada masyarakat untuk “bersama-sama menghadapi badai”.

    Presiden Xi Jinping mungkin khawatir, tetapi sejauh ini, Beijing telah menunjukkan sikap menantang dan percaya diri. Seorang pejabat meyakinkan negara itu: “Langit tidak akan runtuh.”

     

    2. Tiongkok telah berinvestasi pada masa depan

    China selalu dikenal sebagai pabrik dunia – tetapi telah menggelontorkan miliaran dolar untuk menjadi pabrik yang jauh lebih maju.

    Di bawah Xi, Tiongkok telah bersaing dengan AS untuk mendominasi teknologi.

    Perusahaan ini telah banyak berinvestasi dalam teknologi dalam negeri, mulai dari energi terbarukan, chip hingga AI.

    Contohnya termasuk chatbot DeepSeek, yang dipuji sebagai pesaing tangguh ChatGPT , dan BYD, yang mengalahkan Tesla tahun lalu dan menjadi produsen kendaraan listrik (EV) terbesar di dunia. Apple telah kehilangan pangsa pasarnya yang berharga bagi pesaing lokal seperti Huawei dan Vivo.

    Baru-baru ini Beijing mengumumkan rencana untuk menghabiskan lebih dari $1 triliun selama dekade berikutnya untuk mendukung inovasi dalam AI.

    Perusahaan-perusahaan AS telah mencoba memindahkan rantai pasokan mereka dari China, tetapi mereka kesulitan menemukan skala infrastruktur dan tenaga kerja terampil yang sama di tempat lain.

    Produsen China di setiap tahap rantai pasokan telah memberi negara itu keuntungan selama puluhan tahun yang membutuhkan waktu untuk ditiru.

    Keahlian rantai pasokan yang tak tertandingi dan dukungan pemerintah telah menjadikan China musuh yang tangguh dalam perang dagang ini – dalam beberapa hal, Beijing telah mempersiapkan hal ini sejak masa jabatan Trump sebelumnya.

    3. Pelajaran dari Trump 1.0

    Sejak tarif Trump menghantam panel surya China pada tahun 2018, Beijing mempercepat rencananya untuk masa depan di luar tatanan dunia yang dipimpin AS.

    Negara ini telah menggelontorkan miliaran dolar ke dalam program perdagangan dan infrastruktur yang kontroversial , yang lebih dikenal sebagai inisiatif Sabuk dan Jalan, untuk memperkuat hubungan dengan negara-negara yang disebut sebagai Negara-negara Selatan.

    Perluasan perdagangan dengan Asia Tenggara, Amerika Latin, dan Afrika terjadi saat Tiongkok mencoba melepaskan diri dari AS.

    Petani Amerika pernah memasok 40% kedelai impor China – angka itu kini mencapai 20%. Setelah perang dagang terakhir, Beijing meningkatkan budidaya kedelai di dalam negeri dan membeli hasil panen dalam jumlah besar dari Brasil, yang kini menjadi pemasok kedelai terbesarnya.

    “Taktik ini membunuh dua burung dengan satu batu. Taktik ini merampas pasar pertanian Amerika yang dulunya merupakan pasar tertutup dan memoles reputasi ketahanan pangan China,” kata Marina Yue Zhang, profesor madya di Institut Hubungan Australia-China, University of Technology Sydney.

    AS bukan lagi pasar ekspor terbesar China: posisi itu kini menjadi milik Asia Tenggara. Faktanya, China adalah mitra dagang terbesar bagi 60 negara pada tahun 2023 – hampir dua kali lipat dari AS. Sebagai eksportir terbesar di dunia, China membukukan rekor surplus sebesar $1 triliun pada akhir tahun 2024.

    Itu tidak berarti AS, ekonomi terbesar di dunia, bukan mitra dagang penting bagi China. Namun, itu berarti tidak akan mudah bagi Washington untuk memojokkan China.

    Menyusul laporan bahwa Gedung Putih akan menggunakan negosiasi perdagangan bilateral untuk mengisolasi Tiongkok, Beijing telah memperingatkan negara-negara agar tidak “mencapai kesepakatan dengan mengorbankan kepentingan Tiongkok”.

    Itu akan menjadi pilihan yang mustahil bagi sebagian besar dunia.

    “Kami tidak bisa memilih, dan kami tidak akan pernah memilih [antara China dan AS],” kata Menteri Perdagangan Malaysia Tengku Zafrul Aziz kepada BBC minggu lalu.

     

    4. Tiongkok kini tahu kapan Trump akan mengalah

    Trump tetap teguh pada pendiriannya saat saham anjlok menyusul pengumuman tarif besar-besarannya di awal April, dan menyamakan pungutannya yang mengejutkan itu dengan “obat”.

    Namun, ia mengambil langkah balik, menghentikan sebagian besar tarif tersebut selama 90 hari setelah penjualan besar-besaran obligasi pemerintah AS. Obligasi pemerintah AS yang juga dikenal sebagai Treasury telah lama dianggap sebagai investasi yang aman. Namun, perang dagang telah mengguncang kepercayaan terhadap aset tersebut.

    Trump sejak itu mengisyaratkan adanya de-eskalasi dalam ketegangan perdagangan dengan Tiongkok, dengan mengatakan bahwa tarif pada barang-barang Tiongkok akan “turun secara substansial, tetapi tidak akan menjadi nol”.

    Jadi, para ahli menunjukkan, Beijing sekarang tahu bahwa pasar obligasi dapat mengguncang Trump.

    Tiongkok juga memegang obligasi pemerintah AS senilai $700 miliar. Jepang, sekutu setia Amerika, adalah satu-satunya pemegang obligasi non-AS yang memiliki lebih dari jumlah tersebut.

    Beberapa pihak berpendapat bahwa hal ini memberi pengaruh bagi Beijing: media Tiongkok secara teratur melontarkan gagasan menjual atau menahan pembelian obligasi AS sebagai “senjata”.

    Namun para ahli memperingatkan bahwa China tidak akan keluar tanpa cedera dari situasi seperti itu.

    Sebaliknya, hal itu akan menyebabkan kerugian besar bagi investasi Beijing di pasar obligasi dan mengganggu stabilitas yuan Tiongkok.

    Dr Zhang mengatakan Tiongkok hanya akan mampu memberikan tekanan dengan obligasi pemerintah AS “hanya sampai pada titik tertentu.” “Tiongkok memegang alat tawar-menawar, bukan senjata finansial.”

     

    5. Cengkeraman pada tanah jarang

    Namun, apa yang dapat dijadikan senjata oleh Tiongkok adalah monopoli dalam mengekstraksi dan memurnikan tanah jarang, berbagai elemen penting untuk manufaktur teknologi canggih.

    China memiliki cadangan besar logam-logam ini, seperti disprosium, yang digunakan dalam magnet di kendaraan listrik dan turbin angin, dan Yttrium, yang menyediakan lapisan tahan panas untuk mesin jet.

    Beijing telah menanggapi tarif terbaru Trump dengan membatasi ekspor tujuh tanah jarang, termasuk beberapa yang penting untuk membuat chip AI.

    China menyumbang sekitar 61% produksi tanah jarang dan 92% pemurniannya, menurut perkiraan Badan Energi Internasional (IEA).

    Sementara Australia, Jepang, dan Vietnam telah mulai menambang tanah jarang, perlu waktu bertahun-tahun sebelum China dapat dikeluarkan dari rantai pasokan.

    Pada tahun 2024, Tiongkok melarang ekspor mineral penting lainnya, antimon, yang sangat penting untuk berbagai proses produksi. Harganya naik lebih dari dua kali lipat di tengah gelombang pembelian panik dan pencarian pemasok alternatif.

    Kekhawatirannya adalah hal serupa dapat terjadi pada pasar tanah jarang, yang akan sangat mengganggu berbagai industri mulai dari kendaraan listrik hingga pertahanan.

    “Segala sesuatu yang dapat Anda nyalakan atau matikan kemungkinan besar menggunakan logam tanah jarang,” kata Thomas Kruemmer, direktur Perdagangan dan Investasi Internasional Ginger, kepada BBC sebelumnya.

    “Dampaknya terhadap industri pertahanan AS akan sangat besar.”

     

     

    SUMBER: BBC

  • China Ancam Tutup Pintu Negosiasi, Desak AS Cabut Tarif Impor jika Ingin Akhiri Perang Dagang – Halaman all

    China Ancam Tutup Pintu Negosiasi, Desak AS Cabut Tarif Impor jika Ingin Akhiri Perang Dagang – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Pemerintah China di bawah kepemimpinan Presiden Xi Jinping mendesak Amerika Serikat (AS) untuk segera mencabut tarif sepihak sebesar 145 persen yang ditetapkan atas semua barang impor asal Tiongkok.

    Desakan ini diungkap langsung oleh juru bicara Kementerian Perdagangan China He Yadong.

    Dalam kesempatan tersebut Yadong mengancam akan menutup semua pintu negosiasi atau perundingan meskipun ada indikasi dari Gedung Putih memangkas bea impor Beijing.

    “AS harus menanggapi suara-suara rasional di komunitas internasional dan di dalam perbatasannya sendiri dan secara menyeluruh menghapus semua tarif sepihak yang dikenakan pada China,” kata He Yadong dikutip dari CNBC International.

     “Jika AS benar-benar ingin menyelesaikan masalah ini mereka harus membatalkan semua tindakan sepihak terhadap Tiongkok,” imbuhnya.

    Tiongkok memandang bahwa tarif yang diberlakukan oleh AS adalah tindakan sepihak dan tidak sesuai dengan prinsip perdagangan bebas yang diatur oleh Organisasi Perdagangan Dunia (WTO).

    Terlebih tarif tersebut tidak hanya mengganggu perekonomian Tiongkok, tetapi juga merugikan konsumen dan perusahaan dunia.

    Tarif itu memperparah ketidakpastian global lantaran keduanya merupakan kekuatan ekonomi terbesar dunia.

    Oleh karena itu, pembatalan tarif dianggap sebagai prasyarat penting untuk memulai kembali dialog konstruktif antara kedua negara.

    “Tiongkok jelas ingin melihat perang dagang mereda, karena hal itu merugikan kedua ekonomi,” kata Yue Su, kepala ekonom Tiongkok, di The Economist Intelligence Institute.

    “Permintaan mereka agar AS membatalkan tarif ‘sepihak’ mencerminkan pergeseran itu.” tambahnya.

    China Tolak Tunduk

    Aksi saling lempar tarif impor antara China dan AS bermula dari Presiden Amerika Serikat Donald Trump yang mengumumkan tarif resiprokal atau tarif timbal balik sebesar 34 persen. 

    Sebagai bentuk balasan, Komite Tarif Dewan Negara China turut menerapkan tarif 34 persen atas produk-produk asal AS.

    Ketegangan yang semakin berlanjut akhirnya mendorong AS untuk menjatuhkan tarif 145 persen ke China.

    Kendati AS memberikan isyarat terkait adanya pemangkasan tarif impor barang-barang China, turun dari level saat ini sebesar 145 persen menjadi antara 50 persen dan 65 persen.

    Namun, hal tersebut membuat kemarahan China mereda. Pemerintah Xi menegaskan bahwa negaranya tak akan tunduk.

    China Ultimatum Negara-Negara Yang Ajukan Negosiasi

    Tak sampai di situ, belakangan China turut menebar ancaman kepada negara-negara yang melakukan negosiasi terhadap kenaikan tarif impor Amerika Serikat (AS).

    Tak dijelaskan secara rinci sanksi apa yang akan diterapkan pemerintahan Xi Jinping kepada negara-negara yang nekat melakukan negosiasi mengenai kenaikan tarif Trump.

    Namun, Kementerian Perdagangan China menegaskan bahwa Tiongkok akan mengambil tindakan balasan dan timbal balik yang tegas.

    Ancaman ini dilontarkan Xi setelah munculnya laporan bahwa AS berencana menggunakan negosiasi tarif untuk menekan puluhan negara agar memberlakukan hambatan baru pada perdagangan dengan China.

    “China dengan tegas menentang pihak mana pun yang mencapai kesepakatan dengan mengorbankan kepentingan China. Jika ini terjadi, China tidak akan pernah menerimanya dan akan dengan tegas mengambil tindakan balasan,” kata juru bicara Kementerian Perdagangan China.

    (Tribunnews.com / Namira)

  • IHSG ditutup melemah di tengah mulai melunaknya AS soal tarif

    IHSG ditutup melemah di tengah mulai melunaknya AS soal tarif

    Jakarta (ANTARA) – Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) Bursa Efek Indonesia (BEI) pada Kamis sore ditutup melemah di tengah mulai melunaknya Amerika Serikat (AS) terkait kebijakan tarif impor.

    IHSG ditutup melemah 20,90 poin atau 0,32 persen ke posisi 6.613,48. Sementara kelompok 45 saham unggulan atau indeks LQ45 turun 2,91 poin atau 0,39 persen ke posisi 741,87.

    “Investor menyambut baik berita bahwa Gedung Putih bermaksud melunakkan sikapnya berkaitan dengan kebijakan tarif perdagangan,” sebut Tim Riset Phillip Sekuritas Indonesia dalam kajiannya di Jakarta, Kamis.

    Pemerintah China pada hari ini mengatakan bahwa tidak ada diskusi yang sedang berlangsung dengan pemerintah AS mengenai tarif, meskipun ada indikasi dari Gedung Putih pada pekan ini, bahwa akan ada beberapa pelonggaran dalam ketegangan dagang dengan Beijing.

    Pada Rabu (23/04), Presiden Trump mengisyaratkan bahwa AS akan mencapai kesepakatan yang adil dengan China. Trump menambahkan bahwa China mungkin akan menerima tarif baru dalam dua hingga tiga pekan ke depan.

    Menteri Keuangan AS Scott Bessent mengatakan bahwa Trump belum menawarkan untuk menurunkan tarif atau bea masuk perdagangan atas barang asal China secara sepihak.

    Bessent mengatakan bahwa pemerintah AS sedang melihat berbagai faktor yang berkaitan dengan China di luar tarif, termasuk hambatan non-tarif dan subsidi Pemerintah China.

    Menurut Bessent, menyeimbangankan kembali (rebalancing) perdagangan secara menyeluruh antara kedua negara mungkin membutuhkan waktu dua hingga tiga tahun.

    Dari sisi ekonomi makro investor mencerna rilis data Produk Domestik Bruto (PDB) Korea Selatan yang mencatatkan kontraksi pertama sejak kuartal IV-2020 seiring dengan lesunya aktivitas di sektor konstruksi minus 12,4 persen year on year (yoy).

    PDB kuartal I-2025 kontraksi 0.1 persen (yoy), berbalik arah dari pertumbuhan 1,2 persen (yoy) di kuartal IV-2024. Secara kuartalan, PDB kuartal I-2025 menyusut 0,2 persen, berbalik arah dari ekspansi 0,1 persen di kuartal IV-2024

    Dibuka menguat, IHSG betah di teritori positif sampai penutupan sesi pertama perdagangan saham. Pada sesi kedua, IHSG bergerak ke zona merah hingga penutupan perdagangan saham.

    Berdasarkan Indeks Sektoral IDX-IC, enam sektor menguat yaitu dipimpin sektor barang konsumen primer yang menguat sebesar 1,00 persen, diikuti oleh sektor industri dan sektor infrastrtuktur yang masing-masing naik sebesar 0,70 persen dan 0,53 persen.

    Sedangkan, lima sektor melemah yaitu sektor barang konsumen non primer turun sebesar 0,44 persen, diikuti oleh sektor properti dan sektor energi yang masing-masing turun sebesar 0,32 persen dan 0,15 persen.

    Saham-saham yang mengalami penguatan terbesar yaitu TNCA, CGAS, BBKP, FORU dan NICL. Sedangkan saham-saham yang mengalami pelemahan terbesar yakni NETV, CASH, PLAN, WGSH dan MEJA.

    Frekuensi perdagangan saham tercatat sebanyak 1.151.271 kali transaksi dengan jumlah saham yang diperdagangkan sebanyak 20,39 miliar lembar saham senilai Rp13,26 triliun. Sebanyak 327 saham naik 274 saham menurun, dan 203 tidak bergerak nilainya.

    Bursa saham regional Asia sore ini antara lain, indeks Nikkei menguat 170,52 poin atau 0,49 persen ke 35,039,15, indeks Shanghai menguat 0,93 poin atau 0,03 persen ke 3.297,29, indeks Kuala Lumpur menguat 5,33 poin atau 0,36 persen ke 1.506,52, dan indeks Strait Times melemah 0,40 poin atau 0,01 persen ke 3.831,92.

    Pewarta: Muhammad Heriyanto
    Editor: Adi Lazuardi
    Copyright © ANTARA 2025

  • Perang Dagang Mereda, Trump Bakal Pangkas Tarif Impor China Jadi 65 Persen – Halaman all

    Perang Dagang Mereda, Trump Bakal Pangkas Tarif Impor China Jadi 65 Persen – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, WASHINGTON – Pemerintahan Amerika Serikat (AS) di bawah Presiden Donald Trump tengah mempertimbangkan pemangkasan tarif impor barang-barang China.

    Rencana tersebut diungkap sumber Gedung Putih dalam Wall Street Journal (WSJ), dijelaskan bahwa Trump sedang mempertimbangkan rencana untuk memangkas tarif impor China dalam upaya untuk meredakan ketegangan.

    Apabila rencana tersebut direalisasikan, maka tarif impor barang-barang asal China dapat turun dari level saat ini sebesar 145 persen menjadi antara 50 persen atau 65 persen.

    “Kami akan mencapai kesepakatan yang adil dengan China,” kata Trump kepada wartawan pada Al Jazeera.

    Pernyataannya tersebut menyusul komentar optimistis yang disampaikan pada Selasa bahwa kesepakatan untuk menurunkan tarif adalah mungkin. 

    Trump menyadari penerapan tarif impor sebesar 145 persen terhadap China sangat besar. Oleh karenanya ia mengatakan nantinya tarif impor terhadap China tidak akan sebesar 145 persen.

    Merespon isu pemangkasan tarif impor yang dirilis (WSJ), Juru bicara Gedung Putih Kush Desai mengatakan laporan apa pun tentang tarif adalah spekulasi murni, kecuali jika datang langsung dari Trump. 

    Sementara itu Menteri Keuangan AS Scott Bessent menolak berkomentar mengenai berita WSJ, tetapi mengatakan bahwa ia tidak akan terkejut jika tarif diturunkan.

    Bessent mengatakan kedua negara melihat tarif saat ini tidak dapat dipertahankan , tetapi ia tidak tahu kapan negosiasi akan dimulai. Bessent menambahkan bahwa perlu ada de-eskalasi sebelum pembicaraan perdagangan dapat dilanjutkan.

    “Saya pikir kedua pihak menunggu untuk berbicara satu sama lain,” kata Bessent.

    China Tolak Tunduk

    Pasca pernyataan tersebut dirilis, sejauh ini pemerintah Tiongkok belum menanggapi berita tersebut, justru mereka terus-menerus mengkritik tarif Trump.

    Di platform media sosial Tiongkok, Weibo, pernyataan Trump menjadi tren dengan berbagai tagar termasuk “Trump mengakui kekalahan”.

    Portal berita pemerintah, China Daily, bahkan menggambarkannya sebagai “lambang proteksionisme populis agenda MAGA”, dan mengganggu stabilitas perdagangan global.

    Sebagai informasi, aksi saling lempar tarif impor antara China dan AS bermula dari Presiden Amerika Serikat Donald Trump yang mengumumkan tarif resiprokal atau tarif timbal balik sebesar 34 persen. 

    Sebagai bentuk balasan Komite Tarif Dewan Negara China turut menerapkan tarif 34 persen atas produk-produk asal AS.

    Ketegangan yang semakin berlanjut akhirnya mendorong AS untuk menjatuhkan tarif 145 persen ke China.

    Kendati AS menjatuhkan tarif lebih tinggi ke China, namun dalam forum itu Lin menegaskan bahwa negaranya tak akan tunduk.

    “Tiongkok tidak akan peduli jika Amerika Serikat terus memainkan permainan angka tarif,” kata juru Bicara Kementerian Luar Negeri, Lin Jian.

    “China tidak ingin berperang dagang dengan AS, tetapi sama sekali tidak takut jika AS bersikeras memprovokasi,” imbuhnya.

    IMF Pangkas Pertumbuhan Ekonomi Global 

    Efek perang dagang yang terus dilakukan pemerintah AS dan China, memaksa Dana Moneter Internasional (IMF) kembali memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi global 2025 menjadi 2,8 persen, turun proyeksi awal pada 2024 yang dipatok 3,3 persen.

    Ini lantaran tarif impor yang tinggi dipandang mitra dagang sebagai guncangan permintaan yang memukul output dan harga  yang mengganggu perdagangan global, hingga berdampak negatif bagi pertumbuhan ekonomi global.

    Serangkaian tekanan ini yang mendorong IMF untuk memangkas proyeksi pertumbuhan global tahun ini menjadi ekspansi produk domestik bruto paling lambat sejak pandemi Covid-19 pada tahun 2020, jadi yang terburuk kedua sejak 2009.

     

  • Perang Dagang Jadi Bumerang, Trump 5 Kali ‘Jilat Ludah Sendiri’

    Perang Dagang Jadi Bumerang, Trump 5 Kali ‘Jilat Ludah Sendiri’

    Daftar Isi

    Jakarta, CNBC Indonesia – Perang dagang lewat penetapan tarif resiprokal yang dilakukan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump memasuki babak baru. Trump kerap melakukan penundaan terhadap tarif-tarif yang dirilisnya, bak ‘menjilat ludah’ sendiri.

    Berikut momen-momen di mana Trump mulai melunak terhadap tarif yang ditetapkannya, seperti dihimpun CNBC Indonesia, Rabu (23/4/2025).

    Penundaan Tarif untuk Meksiko-Kanada

    Trump sempat menunda perang dagang dengan Kanada dan Meksiko. Kenaikan tarif 25% ke kedua negara tersebut, kecuali energi Kanada 10%, batal berlaku pada 4 Februari 2025 lalu.

    Mengutip AFP, penundaan terjadi setelah panggilan telepon antara Trump dan para pemimpin negara. Pertama Trump melakukan komunikasi dengan Presiden Meksiko Claudia Sheinbaum lalu disusul dengan Perdana Menteri (PM) Kanada Justin Trudeau.

    Kenaikkan tarif ke Meksiko ditunda setelah negeri itu berjanji mengirimkan 10.000 tentara ke perbatasan untuk menghentikan penyebaran fentanil. Ini merujuk narkoba mematikan di AS, yang telah memakan korban jiwa hingga 70.000 orang overdosis di jalan-jalan Paman Sam.

    Hal sama juga dilakukan ke Kanada selama 30 hari, dengan barter janji yang sama: Ottawa akan mengerahkan 10.000 petugas ke garis depan untuk mengamankan perbatasan, demi menghentikan narkotika fentanil dan menindak pencucian uang.

    “Sekarang akan ada perjanjian lebih lanjut untuk kesepakatan jangka panjang,” ujar Trump merujuk penundaan ke Meksiko pada saat itu.

    “Sebagai Presiden, adalah tanggung jawab saya untuk memastikan keselamatan SEMUA warga Amerika, dan itulah yang sedang saya lakukan,” tulis Trump di Truth Social sesaat setelah penundaan dengan Kanada diumumkan.

    “Saya sangat senang dengan hasil awal ini, dan tarif yang diumumkan pada hari Sabtu akan dihentikan sementara selama 30 hari untuk melihat apakah kesepakatan Ekonomi akhir dengan Kanada dapat disusun atau tidak. KEADILAN UNTUK SEMUA!”

    Trump secara resmi mengumumkan penundaan pemberlakuan tarif balasan atau resiprokal selama 90 hari untuk semua negara terdampak pada 9 April 2025 lalu. Namun ini tidak berlaku untuk China, yang justru tarifnya dinaikkan menjadi 125%

    Saat itu, sebanyak 56 negara, termasuk Indonesia, telah mendapatkan penundaan pemberlakuan tarif resiprokal Trump.

    Trump menyatakan kebijakan ini merupakan langkah strategis untuk memberi ruang bagi puluhan negara yang ingin bernegosiasi dengan AS. Menurutnya, lebih dari 75 negara mitra dagang AS telah antre untuk menegosiasikan tarif.

    Gedung Putih menegaskan bahwa penundaan ini tidak mencakup seluruh tarif. Tarif umum sebesar 10% atas hampir seluruh barang impor ke AS masih tetap berlaku. Selain itu, tarif yang sudah lebih dahulu diterapkan terhadap mobil, baja, dan aluminium tidak akan diubah.

    Harapan Negosiasi AS dengan China

    Sejak awal, Trump telah mengejar China dengan tarif tertinggi dibandingkan negara-negara lain. Namun respons China tidak seperti yang diharapkan AS, di mana Beijing membalas kembali Washington dengan tarif tinggi.

    Alhasil Trump mengisyaratkan kemungkinan berakhirnya perang tarif antara AS dan China. Ia mengindikasikan tidak akan menaikkan tarif lebih lanjut setelah menampar China dengan tarif 245%. Sementara itu, China memberikan tarif balasan 145% ke AS.

    “Saya tidak ingin tarif naik karena pada titik tertentu Anda akan membuat orang tidak membeli,” kata Trump di Gedung Putih pada Kamis (17/4) waktu setempat, dikutip dari Reuters pada 19 April lalu.

    “Jadi, saya mungkin tidak ingin menaikkan harga lebih tinggi atau bahkan tidak ingin naik ke level terakhir. Saya mungkin ingin menurunkan harga ke level yang lebih rendah,” ia menambahkan.

    Trump membuka ruang negosiasi bagi puluhan negara sebelum menerapkan tarif yang lebih tinggi. Namun, setelah merespons tarif Trump dengan memberlakukan tarif 145%, Beijing mengatakan tidak akan lagi menanggapi permainan angka tarif Trump. Hal ini merupakan sinyal bahwa tarif dari China ke AS tidak akan naik lebih tinggi lagi.

    Trump mengatakan China telah berkomunikasi sejak pengenaan tarif dan mengungkap optimisme bahwa mereka dapat mencapai kesepakatan.

    Sementara kedua pihak masih berunding, beberapa sumber mengatakan kepada Reuters bahwa tanda-tanda kesepakatan hingga kini belum terlihat.

    Trump berulang kali menolak untuk membeberkan suasana negosiasi dengan China yang secara langsung melibatkan Presiden Xi Jinping.

    Penundaan Kenaikan Tarif untuk Barang Elektronik

    Beberapa waktu lalu, Trump juga menunda kebijakan tarif baru pada beberapa barang elektronik konsumen.

    Panduan Bea Cukai dan Perlindungan Perbatasan AS menyebut, Trump mengecualikan smartphone dan komputer serta perangkat dan komponen lain seperti semikonduktor dari tarif resiprokal barunya.

    Namun, Trump dan Menteri Perdagangan Howard Lutnick pada saat itu menyatakan bahwa pengecualian tersebut tidak bersifat permanen, sehingga menimbulkan lebih besar ketidakpastian.

    Trump mengatakan dalam sebuah postingan di Truth Social bahwa produk-produk ini masih tunduk pada Tarif Fentanil 20% yang ada, dan mereka hanya pindah ke ’ember’ Tarif yang berbeda.

    Trump: Tarif China Tidak Akan Setinggi Itu

    Perlu diketahui sejak Trump kembali ke Gedung Putih pada Januari, AS telah mengenakan tarif tambahan sebesar 145% pada banyak produk dari China. Ini termasuk bea yang awalnya dikenakan atas dugaan peran China dalam rantai pasokan fentanil dan kemudian atas praktik yang dianggap tidak adil oleh Paman Sam.

    Trump kerap mengatakan bahwa China dan banyak negara telah berbuat tak pantas ke AS. Namun Selasa kemarin, bak “menjilat ludah sendiri”, Trump mengakui bahwa tarif 145% adalah level yang sangat tinggi dan ia pun memberi kode hal ini akan “turun secara substansial”.

    “Mereka tidak akan mendekati angka itu,” kata Trump. “(Namun) tidak akan menjadi nol.”

    Sekretaris Pers Gedung Putih Karoline Leavitt juga mengatakan kepada wartawan bahwa ada kemungkinan pembicaraan dengan China. Menurutnya ada potensi kesepakatan perdagangan.

    “Presiden dan pemerintahan sedang menyiapkan panggung untuk sebuah kesepakatan,” tambahnya, dengan mencatat bahwa “bola bergerak ke arah yang benar”.

    Ia mengatakan “perasaannya adalah bahwa pihak-pihak yang terlibat ingin melihat kesepakatan perdagangan terjadi”.

    Beijing telah menanggapi serangan terbaru Washington dengan tarif balasan sebesar 125% untuk barang-barang AS di mana Xi Jinping pun berulang kali memberi kode bahwa perang dagang tak akan menguntungkan siapapun. Awal pekan ini, China pun memberi kode ke negara yang bernego dengan AS terakit tarif untuk tidak merugikan China.

    (tfa)

  • Sistem Demokrasi Amerika Serikat Di Bawah Tekanan – Halaman all

    Sistem Demokrasi Amerika Serikat Di Bawah Tekanan – Halaman all

    Presiden ASDonald Trump baru kembali menjabat selama tiga bulan. Selama itu, Amerika Serikat mengalami gejolak besar yang mengguncang fondasi demokrasinya.

    Brookings Institute yang berbasis di Washington telah mengidentifikasi “retakan berbahaya dalam pilar-pilar demokrasi AS.” Serangan terhadap pilar-pilar ini terjadi pada beberapa tingkatan.

    Aturan hukum dan kepatuhan terhadap perintah pengadilan merupakan salah satu landasan demokrasi Barat – tetapi inilah yang semakin sering dipertaruhkan di Amerika Serikat.

    Pertama, pemerintahan Trump telah mengabaikan beberapa putusan pengadilan dan melakukan deportasi yang bertentangan dengan perintah pengadilan.

    Kasus Kilmar Abrego Garcia, yang secara keliru dideportasi ke penjara keamanan maksimum CECOT yang terkenal di El Salvador, menjadi sorotan luas. Mahkamah Agung AS telah memerintahkan pemerintah untuk mengupayakan agar Garcia segera dipulangkan ke AS. “Sejauh ini belum ada tindakan,” kritik Hakim Federal Paula Xinis dalam sebuah sidang.

    Hakim seperti James Boasberg, yang menentang pemerintahan Trump dan menangguhkan rencana deportasinya, dicemooh di depan umum sebagai “radikal sayap kiri yang gila.” Trump mengancam mereka dengan proses pemakzulan dan mempertimbangkan gagasan mengganti Boasberg dengan hakim yang lebih menguntungkannya.

    Pada saat yang sama, Trump menggunakan Departemen Kehakiman untuk menindak para pengkritiknya. Pada minggu-minggu pertama menjabat, ia telah memecat atau memindahkan sejumlah karyawan yang terlibat dalam penyelidikan terhadapnya.

    Trump juga mengampuni hampir semua 1.600 orang yang dihukum karena menyerbu Capitol pada 6 Januari 2021. Ia mengisi Kementerian Kehakiman dengan Pam Bondi, seorang pendukung partai yang sangat loyal kepadanya.

    Pembatasan terhadap kebebasan pers

    Pemberitaan kritis telah lama menjadi duri dalam daging Donald Trump. “Mereka korup dan ilegal,” katanya mengecam lembaga penyiaran besar AS seperti CNN dan MSNBC dalam pidatonya di Departemen Kehakiman pada pertengahan Maret.

    Ia menuduh mereka membuat laporan negatif tentang dirinya “97,6 persen sepanjang waktu” dan menjadi “lengan politik Partai Demokrat.” Selama kampanye pemilu, Trump telah mengancam akan mencabut izin penyiaran yang tidak diinginkan.

    Trump telah sepenuhnya menghentikan pendanaan untuk media internasional AS Voice of America (VoA) dan Radio Liberty – terancam ditutup.

    Pemerintahan Trump juga mencabut akreditasi kantor berita AP untuk ruang pers Gedung Putih karena menolak menyebut Teluk Meksiko sebagai “Teluk Amerika,” seperti yang diminta Trump. Sekali lagi, pengadilan telah menyatakan hal ini tidak dapat diterima – dan sekali lagi, pemerintah AS mengabaikannya. Wartawan AP tetap tidak diizinkan masuk ke Gedung Putih. Sekarang, selain AP, kantor berita Bloomberg dan Reuters tidak lagi memiliki jaminan tempat pada konferensi pers di Gedung Putih.

    Restrukturisasi aparatur negara

    Ketika Trump menyatakan dalam pidato kongresnya bahwa “hari-hari birokrat yang tidak pernah dipilih berkuasa” telah berakhir, ia disambut dengan tawa mengejek dari Partai Demokrat. Lagi pula, justru Elon Musk, penasihat presiden yang tidak pernah disahkan secara demokratis, yang sejak Januari memangkas seluruh aparatur negara agar sesuai dengan garis Trump.

    “Mereka tidak masuk ke lembaga dan departemen yang melakukan hal-hal yang mereka sukai. Mereka masuk ke lembaga publik yang tidak mereka setujui,” kritik Douglas Holtz-Eakin, mantan direktur Congressional Budget Office, pada bulan Februari.

    PHK massal juga terjadi di bidang pajak, lingkungan hidup, kesehatan, Pentagon dan kementerian lainnya. Regulasi lingkungan dikurangi, dan pengeluaran sosial dan kesehatan dipotong secara drastis. Badan bantuan pembangunan USAID dan lembaga-lembaga lain juga ikut dibekukan.

    Para petugas Trump juga diduga menggunakan kecerdasan buatan untuk memata-matai pejabat pemerintah. Setidaknya satu lembaga federal dikatakan telah memantau komunikasi internal dengan cara ini – diduga dengan tujuan menyaring dan memecat pegawai yang membuat pernyataan yang dianggap merugikan Trump. Beberapa pengeritik menyebut kebijakan itu sebagai “pembersihan politik” terhadap aparatur negara.

    Artikel ini pertama kali terbit di DW bahasa Jerman

    Diadaptasi oleh: Hendra Pasuhuk

    Editor: Agus Setiawan

  • Trump Beri Sinyal Akhiri Perang Dagang, Bakal Pangkas Tarif Impor untuk China – Halaman all

    Trump Beri Sinyal Akhiri Perang Dagang, Bakal Pangkas Tarif Impor untuk China – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump, memberikan sinyal pemangkasan tarif secara drastis terhadap seluruh produk impor asal China.

    Sinyal itu diungkap Trump dalam konferensi pers di Gedung Putih pada Rabu (23/4/2025).

    Kendati tarif tinggi atas barang-barang dari China akan turun secara substansial, tetapi Trump menegaskan penurunan tarif tersebut tidak akan menjadi nol persen.

    “Tarifnya akan turun secara signifikan, tapi tidak akan menjadi nol,” kata Trump di Washington, dikutip dari The Guardian.

    “Kami akan bersikap sangat baik, mereka juga akan bersikap sangat baik, dan kita lihat nanti apa yang terjadi,” lanjutnya.

    Trump menyadari penerapan tarif impor sebesar 145 persen terhadap China sangat besar. Oleh karenanya ia mengatakan nantinya tarif impor terhadap China tidak akan sebesar 145 persen.

    Trump juga berniat menarik China untuk menjalin kerja sama.

    Trump menilai kerja sama dengan China akan membuat atmosfer perdagangan menjadi lebih ideal.

    “145 persen itu sangat tinggi dan tidak akan setinggi itu. Tidak akan mendekati angka itu. Itu akan turun secara signifikan. Tapi tidak akan nol,” kata Trump.

    Pernyataan Trump tersebut merupakan respons atas komentar sebelumnya pada hari Selasa oleh Menteri Keuangan Scott Bessent, yang mengatakan bahwa tarif tinggi secara efektif telah menghentikan perdagangan antar kedua negara.

    Bessent mengatakan penurunan tarif terhadap China bukanlah untuk memutuskan hubungan yang keras atau pemisahan total antara Amerika Serikat dan China.

    Namun untuk menyeimbangkan kembali perdagangan yang telah terjalin antara Amerika Serikat dan China.

    Mengingat beberapa pekan terakhir pasar saham dan obligasi AS terus bergejolak buntut perang tarif besar-besaran antara Trump dan Jinping.

    China Tolak Tunduk

    Pasca pernyataan tersebut dirilis, sejauh ini pemerintah Tiongkok belum menanggapi berita tersebut, justru mereka terus-menerus mengkritik tarif Trump.

    Di platform media sosial Tiongkok, Weibo, pernyataan Trump menjadi tren dengan berbagai tagar termasuk “Trump mengakui kekalahan”.

    Portal berita pemerintah, China Daily, bahkan menggambarkannya sebagai “lambang proteksionisme populis agenda MAGA”, dan mengganggu stabilitas perdagangan global.

    Sebagai informasi, aksi saling lempar tarif impor antara China dan AS bermula dari Presiden Amerika Serikat Donald Trump yang mengumumkan tarif resiprokal atau tarif timbal balik sebesar 34 persen. 

    Sebagai bentuk balasan Komite Tarif Dewan Negara China turut menerapkan tarif 34 persen atas produk-produk asal AS.

    Ketegangan yang semakin berlanjut akhirnya mendorong AS untuk menjatuhkan tarif 245 persen ke China.

    Dengan rincian mencakup tarif timbal balik terbaru sebesar 125 persen, tarif sebesar 20 persen untuk mengatasi krisis fentanyl.

    Serta tarif 7,5 persen dan 100 persen pada barang-barang tertentu untuk mengatasi praktik perdagangan yang tidak adil, sebagaimana dikutip dari Reuters.

    Kendati AS menjatuhkan tarif lebih tinggi ke China, namun dalam forum itu Lin menegaskan bahwa negaranya tak akan tunduk.

    “Tiongkok tidak akan peduli jika Amerika Serikat terus memainkan permainan angka tarif,” kata juru Bicara Kementerian Luar Negeri, Lin Jian.

    “China tidak ingin berperang dagang dengan AS, tetapi sama sekali tidak takut jika AS bersikeras memprovokasi,” imbuhnya.

    China Ancam Negara yang Negosiasi Tarif ke AS

    Lebih lanjut, pemerintah China di bawah pimpinan Xi Jinping mengancam akan menjatuhkan sanksi balasan kepada negara-negara yang melakukan negosiasi terhadap kenaikan tarif impor Amerika Serikat (AS).

    Tak dijelaskan secara rinci sanksi apa yang akan diterapkan Jinping kepada negara-negara yang melakukan negosiasi terhadap kenaikan tarif Trump.

    Namun Kementerian Perdagangan China menegaskan bahwa Tiongkok akan mengambil tindakan balasan dan timbal balik yang tegas.

    Ancaman ini dilontarkan Jinping setelah munculnya laporan bahwa AS berencana menggunakan negosiasi tarif untuk menekan puluhan negara agar memberlakukan hambatan baru pada perdagangan dengan China.

    “China dengan tegas menentang pihak manapun yang mencapai kesepakatan dengan mengorbankan kepentingan China. Jika ini terjadi, China tidak akan pernah menerimanya dan akan dengan tegas mengambil tindakan balasan,” kata juru bicara Kementerian Perdagangan China, dikutip dari BBC International.

    Tak hanya melontarkan ancaman, China juga memperingatkan negara-negara agar tidak lembek menghadapi perang tarif Trump.

    Meski Tiongkok menghormati semua pihak yang menyelesaikan perbedaan ekonomi dan perdagangan dengan AS melalui konsultasi dengan kedudukan yang setara.

    Akan tetapi jika tarif Trump diterima begitu saja oleh negara-negara lain, hal itu bisa mendorong negara kuat seperti AS berlaku seenaknya, melanggar aturan WTO (Organisasi Perdagangan Dunia).

    China melihat bahwa negosiasi bilateral tarif antara AS dan negara-negara lain merupakan strategi untuk memecah solidaritas internasional dalam menghadapi perang dagang.

    Terlebih sejumlah negara yang mencari kesepakatan dengan AS dengan mengorbankan kepentingannya bersama China.

    Alasan tersebut yang membuat China murka, memandang ini sebagai bentuk pengkhianatan terhadap semangat keadilan dagang global.

    “Kedamaian tidak akan mendatangkan perdamaian, dan kompromi tidak akan mendatangkan rasa hormat,” tegas Kementerian Perdagangan China.

    “Mendahulukan kepentingan pribadi yang bersifat sementara dan mengorbankan kepentingan pihak lain, sama saja dengan mencari kulit harimau (cari gara-gara),” lanjut pernyataan tersebut.

    (Tribunnews.com / Namira)

  • Dijatuhi Bola Boling, Penyok Nggak Lolos

    Dijatuhi Bola Boling, Penyok Nggak Lolos

    Jakarta

    Trump menyinggung sulitnya uji mobil untuk masuk pasar Jepang. Katanya saat tes, mobil dijatuhi bola boling dan kalau tak penyok barulah mobil lolos bisa dijual.

    Presiden AS Donald Trump mengeluhkan standar uji mobil yang diberlakukan di Jepang. Menurutnya, uji mobil itu sangat ketat dan tak masuk akal. Ini juga yang membuat mobil-mobil pabrikan AS sulit menembus pasar di Negeri Sakura tersebut. Trump dalam akun media sosial pribadinya Truth Social mengingatkan mitra dagang AS soal delapan praktik kecurangan non-tarif. Salah satunya adalah tes bola boling berkaitan dengan pengujian mobil.

    “Itu adalah tes bola boling. Mereka melempar bola boling dari ketinggian 20 kaki dari udara dan menjatuhkannya ke kap mobil. Jika kap mobil penyok, mobil itu tidak lolos. Itu mengerikan,” ungkap Trump.

    Rupanya tudingan itu bukan hal baru. Mengutip India Times, Trump pernah melontarkan teori soal tes bola boling itu pada tahun 2018 dalam sebuah acara penggalangan dana di Missouri. Kala itu, sekretaris Gedung Putih Sarah Sanders menampiknya dan menyebut yang disampaikan presiden hanya lelucon.

    Tapi komentar itu masih terus dibahas. Trump, dulu dan sekarang masih menggunakan hal itu untuk menunjukkan bahwa Jepang memberlakukan standar yang sewenang-wenang terhadap mobil buatan Amerika dari pasarnya.

    Sejauh ini belum ada bukti kuat soal tudingan tersebut. Tak ada juga konfirmasi soal pengujian seperti itu. Tidak sedikit yang meyakini Trump hanya mengacu pada iklan Nissan di TV. Pada iklan tersebut, ditampilkan video bola boling yang dijatuhkan ke mobil guna menunjukkan daya tahan. Kemudian ada juga hal lain yang menunjukkan adanya kaitan dengan tes keselamatan pejalan kaki di Jepang melibatkan benda berbentuk kepala seukuran bola boling.

    Terlepas dari spekulasi yang beredar, metafora tersebut masih tetap bertahan. Trump pun dalam unggahan terbarunya, menggunakan ilustrasi tes bola boling untuk menggambarkan yang disebutnya sebagai standar teknis protektif untuk mendukung industri lokal, serta secara diam-diam mengucilkan kompetitor asing.

    Sebelumnya, Trump melontarkan kritik keras untuk Jepang soal mobil AS yang tak laku dijual di sana. Secara khusus bahkan Trump menyinggung Toyota yang disebutnya bisa menjual satu juta unit mobil ke AS. Kondisi sebaliknya justru dialami AS yang produk otomotifnya sulit tembus Negeri Sakura.

    (dry/din)

  • DHL Tangguhkan Kiriman Barang Mewah ke AS, Ada Apa?

    DHL Tangguhkan Kiriman Barang Mewah ke AS, Ada Apa?

    Jakarta: Raksasa logistik global DHL Express resmi menangguhkan pengiriman barang bernilai lebih dari USD800 (sekitar Rp13 juta) ke Amerika Serikat. 
     
    Langkah ini diambil karena meningkatnya keruwetan birokrasi bea cukai setelah kebijakan tarif baru dari pemerintah AS.
     
    Melansir BBC, Rabu, 25 April 2025, perusahaan pengiriman itu menghentikan sementara pengiriman dari pelaku usaha di seluruh negara ke konsumen di AS hingga pemberitahuan lebih lanjut. 

    Namun, pengiriman dari bisnis ke bisnis (B2B) tetap berjalan, meski berpotensi mengalami keterlambatan.
     
    Sebelum perubahan ini, paket dengan nilai hingga USD2.500 masih bisa masuk ke AS tanpa banyak hambatan dokumen. Tapi sejak tarif baru mulai berlaku awal bulan ini bagian dari kebijakan Donald Trump ambang batas tersebut dipangkas menjadi USD800. Akibatnya, terjadi lonjakan drastis dalam proses perizinan formal di bea cukai.
     

    Meski begitu, DHL tetap menerima dan mengirimkan paket bernilai di bawah USD800, karena masih bisa diproses dengan pemeriksaan minimal. Tapi ketentuan ini juga akan segera berubah.
     
    Mulai 2 Mei, Gedung Putih berencana menutup celah hukum yang selama ini memungkinkan pengiriman murah dari luar negeri masuk tanpa bea. Aturan ini, dikenal sebagai “de minimis”, akan dihapus, khususnya untuk pengiriman dari Tiongkok dan Hong Kong.
     
    Langkah ini akan berdampak langsung pada perusahaan ritel raksasa seperti Shein dan Temu, yang selama ini mengandalkan celah tersebut untuk mengirim produk murah ke AS. Kedua perusahaan itu bahkan telah memperingatkan bahwa mereka mungkin harus menaikkan harga akibat perubahan tarif dan aturan baru ini.
     
    Pemerintah AS menyebut langkah ini sebagai bagian dari strategi memutus rantai pasokan opioid sintetis yang dituding turut memperparah krisis narkoba di negara tersebut. Gedung Putih menuding sejumlah pengirim dari Tiongkok menyembunyikan zat terlarang dalam paket bernilai rendah.
     
    Tiongkok membantah tudingan itu dan menyebut fentanil sebagai “masalah AS”, seraya menegaskan bahwa mereka memiliki regulasi obat paling ketat di dunia.
     
    Tak hanya DHL, Hongkong Post juga mengumumkan penangguhan pengiriman ke AS. Mereka menyetop layanan via laut dan mulai 27 April akan menghentikan seluruh penerimaan paket tujuan Amerika.

     
    Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
    dan follow Channel WhatsApp Medcom.id

    (ANN)

  • Trump Kirim Utusan Khusus ke Moskow, Rayu Putin Agar Sepakati Perundingan Damai Ukraina-Rusia – Halaman all

    Trump Kirim Utusan Khusus ke Moskow, Rayu Putin Agar Sepakati Perundingan Damai Ukraina-Rusia – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump mengirimkan utusan khusus Steve Witkoff, untuk bertandang ke Moskow Rusia pekan ini.

    Hal ini disampaikan langsung oleh juru bicara Gedung Putih Karoline Leavitt kepada para wartawan, Rabu (23/4/2025).

    Adapun kunjungan Witkoff ke Moskow dimaksudkan untuk menggelar perundingan dengan Presiden Vladimir Putin mengenai perang di Ukraina.

    Setelah sebelumnya Pemerintah AS mengajak para pejabat Eropa dan Ukraina untuk menggelar perundingan perdamaian di London, Rabu (23/04/2025).

    “Kami merasa, sekali lagi, kami berharap sedang bergerak ke arah yang benar. Dan utusan khusus, Steve Witkoff, akan kembali menuju Rusia akhir pekan ini untuk melanjutkan pembicaraan dengan Vladimir Putin,” kata juru bicara Gedung Putih Karoline Leavitt kepada para wartawan.

    “Trump ingin melihat perdamaian, ia ingin perang ini berakhir dan ia merasa frustrasi dengan kedua belah pihak yang terlibat dalam perang ini, ungkapnya,” imbuhnya.

    Upaya ini merupakan langkah terbaru Amerika Serikat demi mendesak kemajuan konkret menuju kesepakatan damai Ukraina-Rusia.

    Untuk mempercepat kesepakatan damai Pemerintah AS bahkan mengusulkan pengakuan terhadap kedaulatan Rusia atas Semenanjung Krimea yang dianeksasi Moskow pada 2014.

    Sebagai timbal balik, AS meminta Rusia untuk menghentikan pertempuran dan setuju menghentikan pergerakan militer di garis depan peperangan.

    Putin Nyatakan Terbuka Berunding Secara Langsung

    Di tengah tekanan baru AS untuk mengakhiri konflik yang telah berlangsung selama tiga tahun itu, Presiden Rusia Vladimir Putin untuk pertama kalinya mengatakan terbuka untuk perundingan bilateral dengan rezim Ukraina.

    “Kami selalu mengatakan bahwa kami cenderung positif terhadap inisiatif perdamaian,” ujar Putin dalam pernyataan resminya, dikutip dari Novinite, Selasa, 22 April 2025.

    Juru bicara Kremlin Dmitry Peskov menegaskan bahwa pernyataan Putin merujuk langsung pada potensi negosiasi bilateral antara Moskow dan Kyiv, di luar kerangka multilateral yang selama ini ditempuh.

    Sikap Putin ini menjadi kejutan dalam perang kedua negara yang sudah berlangsung tiga tahun terakhir.

    Mengingat selama beberapa kali ia menolak perundingan langsung kecuali Ukraina menyelenggarakan Pemilu atau menuntut Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky diganti.

    Zelensky Siap Berunding dengan Rusia

    Merespons pernyataan Putin, Ukraina dan sekutu-sekutunya di Eropa telah memberi tahu Washington bahwa mereka tidak boleh tertipu dengan mempercayai klaim Rusia bahwa mereka siap membahas gencatan senjata.

    Lantaran selama ini Moskow kerap menggunakan taktik menunda.

    Kendati begitu, Ukraina menyatakan kesiapannya untuk melakukan perundingan perdamaian.

    Mengutip dari Al Jazeera, Zelensky mengatakan pihaknya siap berunding dalam format apa pun.

    Namun ia mengisyaratkan bahwa gencatan senjata harus diberlakukan terlebih dahulu.

    Zelensky menegaskan bahwa gencatan senjata, khususnya terhadap sasaran sipil, menjadi prioritas utama. 

    “Ukraina siap untuk pembicaraan apa pun tentang gencatan senjata yang akan menghentikan serangan terhadap warga sipil,” ujar Zelensky dalam pidato yang diunggah di X.

    “Setelah gencatan senjata, kami siap untuk duduk dalam format apa pun,” imbuh Zelensky.

    (Tribunnews.com / Namira)