Tempat Fasum: Gedung Putih

  • Elon Musk Mundur dari Kursi Departemen Efisiensi DOGE Pemerintahan Trump

    Elon Musk Mundur dari Kursi Departemen Efisiensi DOGE Pemerintahan Trump

    Bisnis.com, JAKARTA — CEO Tesla Elon Musk secara resmi mundur dari posisinya sebagai pejabat senior di Pemerintahan Presiden AS Donald Trump setelah lima bulan memimpim Tim Departemen Efisiensi atau Department of Government Efficiency/DOGE.

    Hengkangnya Musk dari DOGE ia umumkan langsung melalui akun resmi di platform X @elonmusk, Kamis (29/5/2025) waktu Indonesia. 

    Dalam pengumuman tersebut, Elon Musk turut menyampaikan terima kasih kepada Donald Trump dengan menyebutkan akun Presiden Amerika Serikat tersebut di cuitannya. 

    “Seiring dengan berakhirnya masa jabatan saya sebagai Pegawai Pemerintah Khusus, saya ingin mengucapkan terima kasih kepada Presiden @realDonaldTrump atas kesempatan untuk mengurangi pengeluaran yang tidak efisien,” tulisnya. 

    Meski dirinya mundur, Elon Musk meyakini efisiensi akan terus dilakukan oleh pemerintah AS. 

    “Misi @DOGE akan semakin kuat seiring waktu karena menjadi bagian dari gaya hidup di seluruh pemerintahan,” lanjutnya. 

    Mengutip Bloomberg, status Musk sebagai pejabat pemerintah sementara akan berakhir pada 30 Mei secara hukum, meski tanggal pasti akhir jabatannya akan tergantung pada perhitungan hari kerja sebenarnya. 

    Seorang pejabat Gedung Putih yang mengetahui hal ini, yang berbicara dengan syarat anonim untuk membahas masalah personel, mengatakan Musk memulai proses pengunduran diri pada Rabu malam dan menggambarkan kepergiannya sebagai keputusan yang diambil sendiri dengan dukungan presiden.

    Langkah ini terjadi tak lama setelah Musk memberikan wawancara yang kritis terhadap prioritas legislatif utama Trump—proposal pemotongan pajak yang dikenal sebagai “One Big Beautiful Bill”—yang dianggap tidak cukup untuk mengurangi defisit federal.

    Dalam lima bulan kepemimpinannya, Musk telah melakukan efisiensi melalui pemangkasan pegawai pemerintahan di beberapa bagian. 

    Misalnya, pada pertengahan Februari lalu Musk mengirim notifikasi pemutusan kontrak kerja kepada sejumlah pegawai di bagian US Digital Service (USDS).

    Selain itu, dirinya juga memberhentikan tim pegawai negeri sipil yang ahli dalam teknologi pajak AS pada awal Maret 2025. 

  • Mundur dari Pemerintah, Elon Musk Sempat Selisih dengan Trump soal RUU

    Mundur dari Pemerintah, Elon Musk Sempat Selisih dengan Trump soal RUU

    Washington DC

    Miliarder yang juga CEO Tesla Elon Musk mengundurkan diri dari pemerintahan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump. Musk meninggalkan perannya di pemerintah AS tak lama setelah berselisih besar dengan Trump terkait rancangan undang-undang (RUU) ‘One Big, Beautiful Bill Act’.

    Musk telah mengumumkan di akun media sosial X mengenai kepergiannya dari pemerintah. Elon Musk juga mengucapkan terima kasih kepada Trump, saat masa jabatannya sebagai pegawai pemerintah khusus di Departemen Efisiensi Pemerintah (DOGE) berakhir.

    “Karena jadwal saya sebagai Pegawai Pemerintah Khusus telah berakhir, saya ingin mengucapkan terima kasih kepada Presiden Donald Trump atas kesempatan untuk mengurangi pemborosan pengeluaran,” tulisnya di platform media sosialnya X, seperti dilansir AFP, Kamis (29/5/2025).

    “Misi DOGE akan semakin kuat seiring berjalannya waktu karena menjadi cara hidup di seluruh pemerintahan,” tambahnya.

    Musk sebelumnya sempat tak satu pendapat dengan pemerintah Trump terkait RUU andalan Trump tersebut. Taipan teknologi kelahiran Afrika Selatan itu mengatakan RUU Trump akan meningkatkan defisit dan merusak kinerja DOGE, yang telah memecat puluhan ribu orang.

    Musk — yang selalu berada di sisi Trump sebelum menarik diri untuk fokus pada bisnis Space X dan Tesla miliknya — juga mengeluh bahwa DOGE telah menjadi ‘kambing hitam’ karena ketidakpuasan terhadap pemerintahan.

    “Sejujurnya, saya kecewa melihat RUU belanja besar-besaran yang meningkatkan defisit anggaran, bukan hanya menguranginya, dan merusak pekerjaan yang dilakukan tim DOGE,” kata Musk dalam wawancara dengan CBS News.

    Namun, para kritikus memperingatkan bahwa RUU itu akan menghancurkan perawatan kesehatan dan membengkakkan defisit nasional hingga USD 4 triliun dalam satu dekade.

    “Sebuah RUU bisa besar, atau bisa juga indah. Namun saya tidak tahu apakah keduanya bisa. Itu pendapat pribadi saya,” kata Musk dalam wawancara tersebut.

    Gedung Putih berusaha meminimalisir perbedaan pendapat mengenai pengeluaran pemerintah AS tersebut, tanpa menyebut Musk secara langsung.

    “‘RUU Besar yang Indah’ BUKAN RUU anggaran tahunan,” kata Wakil Kepala Staf Trump, Stephen Miller, di jejaring sosial Musk, X, setelah komentar raksasa teknologi itu ditayangkan.

    Miller mengatakan semua pemotongan DOGE harus dilakukan melalui RUU terpisah yang menargetkan birokrasi federal. Hal itu, kata dia, berdasarkan aturan Senat AS.

    Namun, komentar Elon Musk tersebut merupakan perpecahan yang jarang terjadi dengan presiden dari Partai Republik yang ia bantu untuk kembali berkuasa. Elon Musk diketahui sebagai donor terbesar untuk kampanye pemilihan Trump tahun 2024.

    Penugasan Musk dari Trump di Pemerintah

    Trump menugaskan Musk untuk memangkas pengeluaran pemerintah sebagai kepala DOGE. Namun, pada akhir April lalu, Musk mengumumkan bahwa ia sebagian besar akan mundur untuk menjalankan perusahaannya lagi.

    Musk mengeluh dalam wawancara terpisah dengan Washington Post bahwa DOGE, yang beroperasi di Gedung Putih dengan staf teknisi muda, telah menjadi sasaran kritik.

    “DOGE hanya menjadi kambing hitam untuk segalanya,” kata Musk kepada surat kabar itu di lokasi peluncuran Starbase di Texas menjelang peluncuran terbaru Space X.

    “Sesuatu yang buruk akan terjadi di mana saja, dan kami akan disalahkan untuk itu meskipun kami tidak ada hubungannya dengan itu,” imbuhnya.

    Musk menyalahkan birokrasi AS yang mengakar atas kegagalan DOGE untuk mencapai semua tujuannya, meskipun laporan mengatakan gaya mendominasi dan kurangnya keakraban dengan arus politik Washington juga merupakan faktor utama.

    “Situasi birokrasi federal jauh lebih buruk dari yang saya sadari. Saya pikir ada masalah, tetapi itu benar-benar perjuangan berat untuk mencoba memperbaiki keadaan di DC, setidaknya begitu,” tutur Musk.

    Musk sebelumnya mengakui bahwa ia tidak mencapai semua tujuannya dengan DOGE meskipun puluhan ribu orang telah diberhentikan dari daftar gaji pemerintah dan beberapa departemen dipangkas atau ditutup.

    Bisnis Musk sendiri menderita sementara itu.

    Para pengunjuk rasa yang menentang pemotongan biaya menargetkan dealer Tesla, sementara para pendemo bahkan membakar beberapa kendaraan listrik, dan laba perusahaan merosot.

    “Orang-orang membakar Tesla. Mengapa Anda melakukan itu? Itu benar-benar tidak keren,” kata Musk kepada Post.

    Musk juga telah berfokus pada Space X setelah serangkaian kemunduran yang menggemparkan dalam mimpinya untuk menjajah Mars — yang terbaru terjadi pada hari Selasa lalu ketika prototipe Starship meledak di atas Samudra Hindia.

    Taipan itu minggu lalu juga mengatakan ia akan menarik diri dari pengeluaran kekayaannya untuk politik, setelah menghabiskan sekitar seperempat miliar dolar untuk mendukung Trump.

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • Elon Musk Mundur dari Pemerintahan Trump

    Elon Musk Mundur dari Pemerintahan Trump

    Jakarta, CNBC Indonesia — CEO Tesla dan orang terkaya dunia, Elon Musk resmi mengundurkan diri dari pemerintahan Presiden Donald Trump usai memimpin program efisiensi besar-besaran yang mengguncang sejumlah lembaga federal di AS. Meski ambisius, upaya Musk gagal mewujudkan penghematan besar seperti yang dijanjikan.

    Seorang pejabat Gedung Putih mengkonfirmasi kepada Reuters pada Rabu malam (28/5/2025) Waktu setempat, bahwa Musk akan mulai proses keluar dari jabatan pegawai pemerintah khusus di Departemen Efisiensi Pemerintah (DOGE), dan “off-boarding-nya dimulai malam ini.”

    Lewat akun pribadinya di platform X, Musk juga mengucapkan terima kasih kepada Trump atas kesempatan yang diberikan selama masa tugasnya. Mundurnya Musk terjadi tanpa pembicaraan langsung dengan Trump.

    Sumber internal menyebut keputusan tersebut diambil di tingkat staf senior. Spekulasi makin menguat setelah sehari sebelumnya, Musk mengkritik keras RUU pajak andalan Trump yang menyebutnya terlalu mahal dan kontraproduktif dengan misi efisiensi pemerintah yang ia pimpin.

    Selain itu, Musk juga sempat berselisih dengan sejumlah pejabat kabinet, termasuk menyerang penasihat perdagangan Gedung Putih Peter Navarro, yang ia sebut sebagai “idiot” karena menolak usulan perdagangan bebas tarif antara AS dan Eropa.

    Selama 130 hari menjabat, Musk bersama tim DOGE telah memangkas hampir 260.000 pegawai sipil federal, atau sekitar 12% dari total pegawai pemerintahan AS. Pemangkasan dilakukan lewat program pensiun dini, pembelian masa kerja, hingga ancaman pemecatan.

    Meski ditinggal Musk, Gedung Putih menegaskan bahwa misi DOGE akan terus berlanjut. “Misi DOGE akan terus menguat sebagai budaya kerja baru dalam pemerintahan,” kata pernyataan resmi.

    Langkah politik Musk belakangan menuai protes, termasuk dari kalangan investor Tesla yang meminta ia lebih fokus mengelola perusahaan setelah penurunan penjualan dan harga saham. Diketahui, Musk menggelontorkan hampir US$300 juta untuk mendukung kampanye Trump dan Partai Republik tahun lalu. Namun awal bulan ini, ia mengatakan akan mengurangi drastis pengeluaran politiknya ke depan.

    “Saya rasa saya sudah cukup banyak berkontribusi,” kata Musk dalam forum ekonomi di Qatar.

    (mkh/mkh)

  • Pengadilan AS Batalkan Kebijakan Tarif Trump, Kabar Baik Buat Dunia?

    Pengadilan AS Batalkan Kebijakan Tarif Trump, Kabar Baik Buat Dunia?

    Bisnis.com, JAKARTA – Upaya Presiden Donald Trump untuk memberlakukan tarif impor luas terhadap negara-negara dengan surplus dagang terhadap AS resmi diblokir oleh pengadilan, yang berpotensi mengubah arah kebijakan perdagangan Amerika Serikat.

    Melansir Reuters, Kamis (29/5/2025), Pengadilan Perdagangan Internasional menyatakan bahwa presiden telah bertindak melampaui batas kewenangannya, dan bahwa kekuasaan untuk mengatur perdagangan luar negeri sepenuhnya berada di tangan Kongres.

    “Pengadilan tidak menilai apakah penggunaan tarif oleh Presiden itu bijak atau efektif. Yang jelas, undang-undang tidak mengizinkannya,” tulis panel tiga hakim dalam putusan tersebut.

    Pemerintahan Trump langsung mengajukan pemberitahuan banding, mempertanyakan kewenangan pengadilan untuk menilai langkah darurat presiden. Kasus ini bisa berakhir di Mahkamah Agung, tergantung hasil banding di Pengadilan Banding Federal di Washington DC.

    Kebijakan tarif merupakan senjata utama Trump dalam perang dagangnya dan menjadi alat untuk menekan mitra dagang, menghidupkan kembali industri manufaktur domestik, dan memangkas defisit perdagangan barang AS yang kini mencapai US$1,2 triliun.

    Namun, pengadilan menilai bahwa alasan darurat nasional tidak cukup untuk membenarkan tindakan sepihak tersebut di bawah Undang-Undang Kekuatan Ekonomi Darurat Internasional (IEEPA).

    Dalam pernyataan resminya, juru bicara Gedung Putih Kush Desai menyebut defisit perdagangan menghancurkan komunitas Amerika, merugikan tenaga kerja, dan melemahkan basis industri pertahanan.

    “Bukanlah tugas hakim yang tidak terpilih untuk memutuskan bagaimana cara mengatasi keadaan darurat nasional dengan baik,” ujar Kush Desai.

    Reaksi pasar tergolong positif. Dolar AS melonjak terhadap euro, yen, dan franc Swiss, sementara indeks saham di Wall Street dan Asia ikut menguat.

    Putusan ini berasal dari dua gugatan hukum—satu dari lima pelaku usaha kecil yang diwakili Liberty Justice Center, dan satu lagi dari koalisi 13 negara bagian yang dipimpin Jaksa Agung Oregon, Dan Rayfield. Para penggugat menyebut tarif Trump sebagai kebijakan sembrono yang mengancam kelangsungan usaha mereka dan stabilitas ekonomi secara luas.

    Rayfield menyambut baik putusan tersebut dengan menyatakan bahwa “keputusan perdagangan tidak bisa dibuat sesuka hati presiden.”

    Trump merupakan presiden pertama yang menggunakan IEEPA untuk menetapkan tarif dagang. Biasanya, undang-undang ini digunakan untuk membekukan aset atau menjatuhkan sanksi kepada musuh negara.

    Departemen Kehakiman sebelumnya meminta agar gugatan ditolak, dengan alasan bahwa penggugat belum dirugikan secara langsung dan hanya Kongres yang dapat menggugat status darurat nasional yang ditetapkan presiden.

    Tarif tersebut diumumkan pada awal April dengan besaran 10% untuk semua impor dan tarif tambahan hingga 54% bagi negara dengan defisit perdagangan terbesar terhadap AS, terutama China.

    Namun, dalam waktu sepekan, sebagian tarif ditangguhkan menyusul kesepakatan sementara antara AS dan China yang menurunkan tarif selama 90 hari sambil menyusun perjanjian jangka panjang.

  • Risalah The Fed Wanti-Wanti Inflasi dan Pengangguran di Tengah Ketidakpastian Ekonomi

    Risalah The Fed Wanti-Wanti Inflasi dan Pengangguran di Tengah Ketidakpastian Ekonomi

    Bisnis.com, JAKARTA – Para pejabat bank sentral Amerika Serikat Federal Reserve (The Fed) mengisyaratkan potensi pertarungan kebijakan yang rumit dalam beberapa bulan mendatang.

    Dalam risalah pertemuan kebijakan Federal Open Market Committee (FOMC) pada 6-7 Mei lalu, The Fed menyatakan akan menghadapi tekanan inflasi yang belum mereda bersamaan dengan meningkatnya angka pengangguran. Risiko ini muncul di tengah kekhawatiran atas volatilitas pasar keuangan dan peringatan staf internal Fed mengenai potensi resesi yang semakin besar.

    Pandangan muram tersebut kemungkinan telah sedikit bergeser setelah Presiden Donald Trump, sepekan pasca-rapat, menunda penerapan tarif impor yang paling ekstrem, termasuk bea masuk 145% atas produk asal China. Keputusan tersebut sempat menekan pasar obligasi, menjatuhkan harga saham, dan memperkuat prediksi perlambatan tajam ekonomi AS.

    Namun, risalah rapat yang dirilis Rabu (28/5/2025) tetap menunjukkan bahwa para pejabat The Fed terlibat dalam diskusi penting mengenai dampak kebijakan perdagangan yang terus berubah dari Gedung Putih. Meskipun tarif tinggi telah ditangguhkan, ketidakpastian tetap menyelimuti prospek ekonomi ke depan.

    Pejabat Fed menyoroti gejolak pasar obligasi sebagai risiko potensial terhadap stabilitas keuangan, serta menekankan bahwa perubahan persepsi terhadap dolar AS sebagai aset aman dan kenaikan imbal hasil Treasury bisa berdampak jangka panjang terhadap ekonomi.

    Kemungkinan inflasi dan pengangguran naik secara bersamaan disebut sebagai tantangan utama, yang dapat memaksa bank sentral memilih antara memperketat kebijakan moneter untuk menekan inflasi atau memangkas suku bunga demi mendukung pertumbuhan dan pekerjaan.

    “Hampir semua peserta mengomentari risiko bahwa inflasi dapat menjadi lebih persisten daripada yang diperkirakan, karena ekonomi beradaptasi dengan pajak impor yang lebih tinggi yang diusulkan oleh pemerintahan Trump,” demikian tulis risalah rapat FOMC seperti dikutip Reuters, Kamis (29/5/2025).

    Mereka menegaskan bahwa ketidakpastian ekonomi telah meningkat, dan pendekatan kebijakan yang lebih hati-hati dibutuhkan hingga dampak berbagai perubahan kebijakan pemerintah menjadi lebih jelas.

    Risiko di Dua Sisi

    Staf The Fed dalam pemaparan mereka menyampaikan bahwa kombinasi tarif dan pelemahan pasar tenaga kerja dapat mendorong inflasi jauh di atas target 2%, sementara tingkat pengangguran diperkirakan melampaui ambang batas pekerjaan penuh dan bertahan di level tersebut selama dua tahun ke depan.

    Per April, tingkat pengangguran AS berada di 4,2%. Sementara itu, Fed menilai angka 4,6% sebagai tingkat pengangguran jangka panjang yang masih berkelanjutan dengan inflasi stabil di 2%.

    Penundaan tarif yang paling agresif telah membuat sejumlah analis menurunkan estimasi risiko resesi mereka, meskipun pada awal Mei staf Fed masih menilai kemungkinan resesi hampir setara dengan proyeksi dasar pertumbuhan yang melambat namun tetap berlanjut.

    Secara teori, tarif tinggi itu hanya ditangguhkan hingga Juli sambil menunggu negosiasi soal tingkat tarif akhir. Baik pejabat Fed maupun pelaku bisnis masih dibayangi ketidakjelasan mengenai arah kebijakan ekonomi.

    Ketidakpastian itulah yang mendominasi rapat awal Mei, ketika Fed memutuskan mempertahankan suku bunga acuan di kisaran 4,25% hingga 4,5%. Dalam konferensi pers usai rapat, Ketua Fed Jerome Powell menyatakan bahwa bank sentral akan menahan diri dari perubahan kebijakan hingga ada kejelasan lebih lanjut dari pemerintahan Trump mengenai rencana tarif dan dampaknya terhadap perekonomian.

    Pernyataan terseut kemudian dikukuhkan lagi oleh Powell dan sejumlah pejabat Fed dalam beberapa pekan terakhir.

    The Fed dijadwalkan menggelar rapat berikutnya pada 17-18 Juni, di mana proyeksi terbaru dari para pembuat kebijakan terkait inflasi, ketenagakerjaan, dan pertumbuhan ekonomi akan dirilis, beserta pandangan mereka mengenai suku bunga yang sesuai ke depan.

    Dalam pertemuan Maret, proyeksi median menunjukkan dua kali pemangkasan suku bunga masing-masing sebesar 25 basis poin poin hingga akhir 2025.

  • Trump Bilang Putin Bermain Api, Rusia Berisiko Dapat Sanksi Baru

    Trump Bilang Putin Bermain Api, Rusia Berisiko Dapat Sanksi Baru

    Washington DC

    Kritikan kembali dilontarkan oleh Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump terhadap Presiden Rusia Vladimir Putin. Yang terbaru, Trump memperingatkan bahwa Putin sedang “bermain api” saat upaya perdamaian Ukraina terhenti.

    Kritikan terbaru Trump ini dilontarkan setelah dia menyebut Putin “benar-benar menjadi GILA” setelah rentetan serangan udara besar-besaran Moskow menghantam Kyiv, ibu kota Ukraina.

    Trump juga memperingatkan bahwa Rusia berisiko mendapatkan rentetan sanksi baru.

    “Yang tidak disadari Vladimir Putin adalah jika bukan karena saya, banyak hal yang sangat buruk sudah terjadi pada Rusia, dan maksud saya SANGAT BURUK,” kata Trump dalam pernyataan terbaru via media sosial Truth Social, seperti dilansir AFP, Rabu (28/5/2025).

    “Dia bermain api!” sebut Trump merujuk pada Putin.

    Trump tidak menyebutkan hal-hal “sangat buruk” seperti apa yang dimaksudnya, atau membuat ancaman khusus apa pun. Gedung Putih belum memberikan penjelasan atas maksud pernyataan terbaru Trump tersebut.

    Namun, media terkemuka Wall Street Journal (WSJ) dan CNN melaporkan bahwa Trump sekarang mempertimbangkan sanksi baru terhadap Rusia paling cepat minggu ini, sambil menekankan bahwa dia masih dapat berubah pikiran.

    Pendahulunya, mantan Presiden Joe Biden, memberlakukan sanksi besar-besaran setelah invasi Rusia ke Ukraina pada Februari 2022. Tetapi sejauh ini, Trump masih menghindari apa yang menurutnya dapat menjadi sanksi yang “menghancurkan” terhadap bank-bank Rusia.

    Kritikan terbaru Trump ini menandai perubahan besar dari sikap sebelumnya terhadap Putin, yang sering dia kagumi dan sebelumnya dia menahan diri untuk mengkritik.

    Beberapa waktu terakhir, Trump semakin menunjukkan rasa frustrasi yang meningkat terhadap posisi Rusia dalam perundingan gencatan senjata dengan Ukraina yang menemui jalan buntu. Rasa frustrasi itu memuncak pada akhir pekan ketika Moskow melancarkan serangan drone besar-besaran terhadap Kyiv, yang menewaskan 13 orang.

    “Saya selalu memiliki hubungan yang sangat baik dengan Vladimir Putin dari Rusia, tetapi sesuatu telah terjadi padanya. Dia benar-benar menjadi GILA!” kata Trump dalam postingan Truth Social pada Minggu (25/5) malam.

    Serangan Rusia terus berlanjut meskipun ada percakapan telepon antara Trump dan Putin sekitar delapan hari lalu, di mana sang Presiden AS mengatakan Presiden Rusia telah setuju untuk “segera” memulai perundingan gencatan senjata.

    Moskow, pada Selasa (27/5), menuduh Kyiv berupaya “mengganggu” upaya perdamaian dan mengklaim serangan udaranya terhadap Ukraina merupakan “respons” terhadap meningkatnya serangan drone terhadap warga sipil Rusia.

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • Nasib Tak Jelas Puluhan Mahasiswa RI Gara-gara Harvard Disikat Trump

    Nasib Tak Jelas Puluhan Mahasiswa RI Gara-gara Harvard Disikat Trump

    Jakarta

    Nasib puluhan mahasiswa asal Indonesia yang berkuliah di Universitas Harvard belum jelas. Mereka terdampak aturan ‘larangan mahasiswa asing’ yang diberlakukan oleh Presiden AS Donald Trump.

    Polemik ini berawal saat Kementerian Dalam Negeri Amerika Serikat mengumumkan pencabutan sertifikasi Program Mahasiswa dan Pengunjung Pertukaran (SEVP) yang dimiliki Harvard pada Kamis (22/5). Program itu diketahui menjadi sistem utama yang mengizinkan mahasiswa asing menempuh pendidikan di Amerika.

    Pihak Harvard mengecam keras kebijakan Trump itu. Sebagai respons, Harvard telah mengajukan gugatan hukum terhadap pemerintahan Trump ke pengadilan federal Boston pada Jumat (23/5).

    Setelah gugatan hukum diajukan, hakim distrik AS Allison Burroughs memerintahkan agar pemerintahan Trump membatalkan pencabutan sertifikasi SEVP.

    Perintah hakim Burroughs ini akan menangguhkan kebijakan Trump itu selama dua pekan ke depan. Hakim Burroughs menjadwalkan sidang lanjutan pada 27 Mei dan 29 Mei untuk mempertimbangkan langkah selanjutnya dalam kasus tersebut.

    Sementara itu, Pemerintahan Trump memberi sinyal akan mengajukan banding atas putusan hakim Burroughs tersebut. Kemudian Wakil kepala staf Gedung Putih, Stephen Miller, dalam tanggapan terpisah menyebut hakim Burroughs sebagai ‘hakim komunis’.

    Diketahui Harvard menerima hampir 6.800 mahasiswa asing untuk tahun ajaran saat ini. Angka itu setara dengan 27 persen dari total pendaftaran untuk tahun ajaran saat ini.

    Bagaimana dampak kebijakan ini ke Indonesia? Baca halaman selanjutnya.

    87 Mahasiswa Asal Indonesia Terdampak

    Foto: Juru Bicara Kemlu, Roy Soemirat (Adrial Akbar/detikcom)

    Ternyata kebijakan Trump ini berdampak ke mahasiswa asal Indonesia. Kementerian Luar Negeri (Kemlu) mengatakan ada 87 mahasiswa Harvard asal Indonesia yang terdampak.

    “Kebijakan tersebut telah menimbulkan ketidakpastian bagi nasib mahasiswa internasional dari berbagai negara yang studi di Universitas Harvard, termasuk 87 mahasiswa asal Indonesia,” kata jubir Kemlu, Roy Soemirat, kepada wartawan, Selasa (27/5/2025).

    Roy mengatakan Kemlu terus memantau perkembangan kebijakan imigrasi yang dikeluarkan oleh pemerintahan Trump. Saat ini perwakilan Kemlu juga telah menjalin komunikasi intensif dengan 87 warga Indonesia yang berstatus mahasiswa Harvard dan siap memberikan bantuan hukum.

    “Perwakilan RI di Amerika Serikat telah menjalin komunikasi intensif dengan mahasiswa Indonesia di Universitas Harvard dan mengimbau mereka untuk tetap tenang. Perwakilan RI di AS siap memberikan bantuan kekonsuleran terhadap mahasiswa Indonesia yang terdampak,” ujar Roy.

    Langkah Indonesia

    Foto: REUTERS/Kent Nishimura

    Menurut Roy, pemerintah Indonesia juga telah menyampaikan keprihatinannya terhadap masalah larangan Harvard menerima mahasiswa asing kepada pemerintah Amerika. Indonesia mendorong adanya solusi yang tidak merugikan puluhan mahasiswa Indonesia di Harvard.

    “Mahasiswa Indonesia di AS selama ini telah banyak memberikan kontribusi penting bagi kemajuan pendidikan dan ilmu pengetahuan di AS,” jelas Roy

    Kini, para mahasiswa ini masih menanti kepastian nasibnya. Harvard juga terus melawan kebijakan Donald Trump yang menekan.

    Halaman 2 dari 3

    (rdp/rdp)

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • Trump Usir Ilmuwan AS, Negara Lain Langsung Mau Tampung

    Trump Usir Ilmuwan AS, Negara Lain Langsung Mau Tampung

    Jakarta, CNBC Indonesia – Program efisiensi pemerintahan Donald Trump berdampak pada para ilmuwan. Anggaran miliaran dolar AS untuk mendanai penelitian sains telah dipangkas dan membuat banyak ilmuwan kehilangan pekerjaan.

    Hal ini membuka peluang bagi para ilmuwan AS untuk ‘kabur’ ke negara lain. Pasalnya, pemerintah dan universitas di seluruh dunia siap menampung mereka.

    Program ‘Canada Leads’ yang diluncurkan pada April 2025 lalu, bertujuan membina generasi inovator berikutnya dengan membawa peneliti biomedis pemula ke Kanada.

    Universitas Aix-Marseille di Prancis juga memulai program ‘Safe Place for Science’ pada Maret 2025 lalu. Program ini berkomitmen untuk menyambut para ilmuwan yang tinggal di AS dan merasa terancam atau terhambat gara-gara pemangkasan anggaran oleh pemerintah Trump.

    Tak cuma itu, Australia juga mengumumkan program ‘Global Talent Attraction’ pada April lalu. Program itu menjanjikan paket relokasi dan gaji kompetitif bagi para ilmuwan.

    “Sebagai respons atas situasi di AS, kami melihat ada peluang untuk menarik talenta-talenta paling cerdas ke sini [Australia],” kata kepala Australian Academy of Sciences, Anna-Maria, dikutip dari Arab News, Selasa (27/5/2025).

    Sejak Perang Dunia ke-II, AS menggelontorkan investasi besar-besaran untuk penelitian ilmiah yang digelar di universitas-universitas swasta dan lembaga-lembaga federal.

    Pendanaan itu membantu AS menjadi kekuatan ilmiah yang mendominasi dunia. Beberapa inovasi kawakan datang dari pendanaan tersebut, misalnya penciptaan ponsel seluler, internet, serta pengobatan jantung dan stroke, menurut Holden Thorp, pemimpin redaksi jurnali Science.

    Namun, sejak Trump kembali menjadi Presiden AS pada Januari 2025, fokusnya berubah total. Trump mengatakan pemerintah perlu memperketat anggaran dengan memangkas beragam program, serta pegawai negeri.

    Salah satu yang dipangkas adalah pendanaan untuk National Science Foundation (NSF), National Institute of Health (NIH), NASA, serta lembaga-lembaga lain yang fokus pada inovasi dan penelitian ilmiah.

    Usulan anggaran Gedung Putih untuk tahun depan menyerukan pemotongan anggaran NIH sebesar 40 persen dan anggaran NSF sebesar 55 persen.

    “Pemerintahan Trump menghabiskan beberapa bulan pertamanya untuk meninjau proyek-proyek pemerintahan sebelumnya, mengidentifikasi pemborosan, dan menyelaraskan kembali pengeluaran penelitian kami agar sesuai dengan prioritas rakyat Amerika dan melanjutkan dominasi inovatif kami,” kata juru bicara Gedung Putih Kush Desai.

    Dalam beberapa bulan terakhir, beberapa universitas sudah membekukan perekrutan, memangkas staf, dan berhenti menerima mahasiswa pascasarjana baru.

    Pemerintahan Trump juga mencabut izin Universitas Harvard untuk menerima mahasiswa internasional, meskipun seorang hakim menundanya.

    Lembaga penelitian di luar negeri mencermati kolaborasi yang bergantung pada kolega di AS dengan penuh perhatian, tetapi mereka juga melihat peluang untuk merekrut talenta

    “Ada ancaman terhadap sains di selatan perbatasan,” kata Brad Wouters, dari University Health Network, rumah sakit dan pusat penelitian medis terkemuka di Kanada, yang meluncurkan program perekrutan “Canada Leads”.

    “Ada banyak bakat, banyak kelompok yang terpengaruh oleh momen ini,” ujarnya.

    (fab/fab)

  • Trump Ditolak Mentah-mentah, Blak-blakan Sindir Bos Apple

    Trump Ditolak Mentah-mentah, Blak-blakan Sindir Bos Apple

    Jakarta, CNBC Indonesia – Penolakan bos Apple Tim Cook ikut dalam lawatan pemerintah Amerika Serikat (AS) ke Asia Barat berbuntut panjang. Donald Trump dikabarkan kesal dengan penolakan tersebut.

    Gedung Putih diketahui mendorong para bos ataupun perwakilannya dari perusahaan AS bergabung dalam kepergiaannya ke sejumlah negara. Sejumlah pemimpin perusahaan ikut dalam lawatan tersebut termasuk CEO Nvidia Jensen Huang, Sam Altman dari OpenAI, Larry Fink dari BlackRock, Jane Frasder dari Citigroup dan Lisa Su dari AMD.

    Misalnya dia menyindir Tim Cook yang tak ikut saat berpidato di Riyadh. Sebaliknya Trump memuji kehadiran Jensen Huang, CEO Nvidia.

    “Maksud saya, Tim Cook tidak ada di sini namun Anda ada,” kata Trump kepada Huang dikutip dari Business Standard, Selasa (27/5/2025).

    Tak hanya itu, sindiran kembali dialamatkan kepada Cook saat Trump berada di Qatar. Dia merujuk pada investasi besar-besaran Apple ke India, untuk melepas keterikatan perusahaan dengan China yang juga terlibat perang dagang melawan AS.

    “Saya dengar Anda membangun di seluruh India, saya tidak ingin Anda membangun di India,” katanya setelah memuji investasi Apple di AS.

    Trump juga mulai mengancam lewat kenaikan tarif produk Apple. Dalam salah satu unggahan di media sosial, dia mengatakan akan mengenakan tarif 25% untuk produk iPhone yang diproduksi di mana saja kecuali AS.

    Tarif baru juga menyusul laporan The Financial Times soal investasi Foxconn yang memasok produk Apple sebesar US$1,5 miliar di India.

    Ancaman ini terjadi setelah Tim Cook yang melobi untuk mengecualikan iPhone yang dirakit di China dari tarif 145% yang dibuat Trump beberapa waktu lalu.

    Sementara itu, juru bicara Gedung Putih, Kush Desai mengatakan pemindahan pabrik manufaktur ke dalam negeri untuk alasan keamanan dan ekonomi nasional.

    “Presiden Trump secara konsisten menjelaskan perlunya memindahkan pabrik manufaktur yang penting untuk keamanan nasional dan ekonomi kita termasuk untuk semikonduktor dan produk semikonduktor,” jelas Desai.

    (fab/fab)

  • FBI Akan Selidiki Lagi Temuan Kokain di Gedung Putih Era Biden

    FBI Akan Selidiki Lagi Temuan Kokain di Gedung Putih Era Biden

    Washington DC

    Biro Investigasi Federal Amerika Serikat (AS) atau FBI akan meluncurkan penyelidikan baru terhadap kasus temuan kokain di Gedung Putih tahun 2023 lalu, selama masa jabatan mantan Presiden Joe Biden.

    FBI juga akan menyelidiki kembali kebocoran draf opini Mahkamah Agung AS tahun 2022 lalu, yang membatalkan kasus Roe v. Wade — kasus penting di Mahkamah Agung AS yang diputuskan tahun 1973 silam dan menetapkan hak perempuan untuk melakukan aborsi.

    Pengumuman itu, seperti dilansir Reuters, Selasa (27/5/2025), disampaikan oleh Wakil Direktur FBI, Dan Bongino, via media sosial X pada Senin (26/5) waktu setempat. Dikatakan oleh Bongino bahwa dirinya telah meminta pengarahan mingguan soal perkembangan kasus tersebut.

    Kasus temuan kokain di Gedung Putih dan kebocoran opini Mahkamah Agung AS itu telah menjadi topik pembicaraan populer di kalangan sayap kanan Amerika.

    Penemuan sekantong kecil kokain di sebuah bilik di dekat pintu masuk West Wing Gedung Putih, sekitar dua tahun lalu, memicu komentar bersemangat dari kalangan Partai Republik, termasuk Presiden Donald Trump, yang saat itu menjadi capres Partai Republik.

    Trump, pada saat itu, mengatakan tidak masuk akal jika obat-obatan terlarang itu bisa menjadi milik siapa pun selain Biden dan putranya, Hunter. Padahal ketika temuan kokain itu terjadi, Biden dan keluarganya sedang berada jauh dari Washington.

    Juru bicara Gedung Putih pada saat itu mengatakan bahwa tuduhan tersebut “sangat tidak bertanggung jawab”.

    Sementara itu, kebocoran draf opini Mahkamah Agung AS pada 2 Mei 2022 lalu dalam kasus Dobbs v. Jackson Women’s Health Organization, yang mengakhiri hak konstitusional untuk aborsi, memicu kecaman dari Trump.

    Dia menyebut kebocoran semacam itu sebagai “lendir” dan menuntut agar jurnalis-jurnalis yang terlibat dipenjara hingga mereka mengungkapkan siapa dalang yang membocorkan draf itu.

    Penyelidikan sebelumnya terhadap kedua kasus itu, masing-masing dilakukan oleh Secret Service dan Mahkamah Agung, berakhir tanpa mengidentifikasi siapa yang bertanggung jawab atas kokain dan kebocoran tersebut.

    Belum ada tanggapan dari Mahkamah Agung dan Secret Service soal langkah FBI kembali menyelidiki kedua kasus itu.

    Bongino, yang sebelumnya merupakan influencer podcast sayap kanan ini, pernah melontarkan tuduhan, tanpa bukti apa pun, bahwa dirinya berkomunikasi dengan sejumlah whistleblower yang mengatakan bahwa mereka “curiga” jika bukti terkait temuan kokain di Gedung Putih “bisa cocok dengan anggota inner circle Biden”.

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini