Tempat Fasum: Gedung Putih

  • Perintah Trump Tinggalkan China Sia-sia, Gedung Putih Murka

    Perintah Trump Tinggalkan China Sia-sia, Gedung Putih Murka

    Jakarta, CNBC Indonesia – Desakan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump agar Apple meninggalkan produksinya dari China dan pindah ke AS belum juga membuahkan hasil.

    Masalah ini bahkan sampai mendapat kritik keras dari penasihat perdagangan Gedung Putih, Peter Navarro. Ia menyebut CEO Apple, Tim Cook, tak kunjung memenuhi tuntutan tersebut, meski sudah diminta sejak masa jabatan pertama Trump.

    “Sejak masa jabatan pertama Trump, Tim Cook terus-menerus meminta lebih banyak waktu untuk memindahkan pabrik-pabriknya keluar dari China,” kata Navarro dikutip dari CNBC Internasional, Selasa (8/7/2025). “Ini seperti sinetron yang paling lama tayang di Silicon Valley” imbuhnya

    Trump sendiri sempat mengancam akan memberlakukan tarif lebih dari 25% terhadap iPhone buatan luar negeri, serta menyatakan ketidaksukaannya terhadap produksi Apple di India. Namun, hingga kini, Apple justru memperluas produksi di India ketimbang memindahkannya ke AS.

    Menurut para analis, keinginan Trump dianggap tak realistis. Biaya produksi iPhone di AS bisa mencapai US$3.500 per unit, atau lebih dari dua kali lipat harga iPhone saat ini.

    Namun Navarro menilai Apple kurang berupaya lebih keras untuk meninggalkan China dan memindahkan manufaktur ke AS. 

    “Dengan teknologi manufaktur canggih dan kemajuan AI, seharusnya bukan hal yang sulit bagi Apple untuk produksi iPhone di negara ini,” katanya.

    Meski begitu, Apple sempat menunjukkan niatnya dengan merakit Mac Pro seharga US$ 3.000 di Texas, dan mengumumkan investasi sebesar US$500 miliar di AS pada Februari lalu.

    (fab/fab)

    [Gambas:Video CNBC]

  • Gencatan Senjata-Relokasi Warga Gaza, Deal Diam-Diam Trump-Netanyahu?

    Gencatan Senjata-Relokasi Warga Gaza, Deal Diam-Diam Trump-Netanyahu?

    Jakarta, CNBC Indonesia – Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu bertemu Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump di Gedung Putih pada Senin (7/7/2025) waktu setempat. Pertemuan dilakukan di tengah upaya gencatan senjata antara Israel dan Hamas serta wacana kontroversial relokasi warga Palestina dari Gaza.

    Trump menyampaikan bahwa AS akan mengadakan pembicaraan dengan Iran dalam waktu dekat. Ia juga mengisyaratkan adanya kemajuan dalam rencana pemindahan warga Gaza ke negara-negara tetangga, meski menuai kritik tajam dari komunitas internasional.

    “Kami telah mendapatkan kerja sama hebat dari negara-negara sekitar. Jadi sesuatu yang baik akan terjadi,” kata Trump dalam pertemuan dengan Netanyahu, seperti dikutip dari pernyataannya kepada wartawan, seperti dikutip Reuters pada Selasa (8/7/2025).

    Netanyahu menambahkan bahwa Israel dan AS sedang berupaya mencari negara yang bersedia menerima warga Gaza.

    “Jika mereka ingin tinggal, mereka bisa tinggal. Tapi jika ingin pergi, mereka harus bisa pergi,” ujar Netanyahu. “Kami hampir menemukan beberapa negara yang siap mewujudkan hal ini.”

    Trump sebelumnya sempat menggagas pemindahan warga Palestina dari Gaza dan mengubah wilayah itu menjadi ‘Riviera Timur Tengah’. Namun, gagasan ini dikritik warga Gaza dan organisasi HAM sebagai bentuk “pembersihan etnis”.

    Kedatangan Netanyahu ke Washington bertepatan dengan perundingan tidak langsung antara Israel dan Hamas di Doha, Qatar, yang dimediasi AS untuk mengamankan gencatan senjata dan kesepakatan pembebasan sandera. Trump mengklaim negosiasi tersebut bisa menghasilkan kesepakatan dalam pekan ini.

    “Saya pikir kita sedang sangat dekat,” kata Trump soal gencatan senjata Gaza.

    Kepala Utusan Timur Tengah AS, Steve Witkoff, dijadwalkan terbang ke Doha dalam pekan ini untuk bergabung dalam putaran pembicaraan lanjutan. Ia sebelumnya menyusun proposal gencatan senjata selama 60 hari sebagai kerangka kesepakatan.

    Namun, kemajuan negosiasi masih terkendala. Sumber Palestina menyebut hambatan utama adalah penolakan Israel atas masuknya bantuan kemanusiaan ke Gaza secara aman dan bebas. Israel bersikeras mengontrol bantuan agar tidak jatuh ke tangan militan.

    Di sisi lain, Trump juga menyatakan keterbukaan untuk mencabut sanksi terhadap Iran. Presiden Iran Masoud Pezeshkian juga menyatakan kesiapannya menyelesaikan perbedaan dengan AS lewat dialog.

    Pertemuan ini menjadi kali ketiga Trump dan Netanyahu bertatap muka sejak Trump kembali menjabat pada Januari lalu. Pertemuan dilakukan secara pribadi di Ruang Biru Gedung Putih, bukan di Ruang Oval seperti lazimnya pertemuan resmi.

    Menariknya, Netanyahu menyerahkan sepucuk surat kepada Trump untuk mencalonkannya menerima Nobel Perdamaian..

    Netanyahu dijadwalkan bertemu Wakil Presiden JD Vance pada Selasa pagi waktu setempat, dan juga akan berkunjung ke Gedung DPR AS untuk berdialog dengan para pemimpin Kongres.

    Sementara itu, ratusan pengunjuk rasa berkumpul di luar Gedung Putih. Mereka membawa spanduk bertuliskan “Hentikan Persenjataan Israel” dan menyerukan penangkapan Netanyahu, merujuk pada surat perintah Mahkamah Pidana Internasional terkait dugaan kejahatan perang di Gaza.

     

    (luc/luc)

    [Gambas:Video CNBC]

  • Banjir Terjang Texas, Korban Tewas Bertambah Jadi 101 Orang

    Banjir Terjang Texas, Korban Tewas Bertambah Jadi 101 Orang

    Texas

    Jumlah korban tewas akibat banjir dahsyat yang melanda Texas, Amerika Serikat (AS), pekan lalu kembali bertambah hingga melebihi 100 orang. Para korban tewas termasuk 27 anak perempuan yang sedang mengikuti perkemahan musim panas di tepi sungai yang meluap.

    Laporan kantor Sheriff Kerr County, seperti dilansir AFP, Selasa (8/7/2025), menyebut sedikitnya 84 orang tewas akibat banjir dahsyat yang menerjang wilayah tersebut pada Jumat (4/7) dini hari, saat masa liburan hari kemerdekaan AS. Kerr County menjadi area paling parah yang terdampak banjir.

    Disebutkan oleh kantor Sherif Kerr County bahwa puluhan korban tewas itu terdiri atas 56 orang dewasa dan 28 anak-anak.

    Sekitar 10 orang lainnya yang berkemah di Camp Mystic dan seorang konselor dinyatakan masih hilang. Camp Mystic merupakan perkemahan khusus perempuan yang menampung sekitar 750 orang saat banjir menerjang. Perkemahan menjadi tradisi yang digemari selama liburan musim panas di AS.

    Tim penyelamat terus melanjutkan upaya pencarian terhadap orang-orang yang tersapu oleh derasnya aliran banjir.

    Sedikitnya 17 kematian lainnya tercatat di beberapa wilayah terdekat. Dengan demikian, total sedikitnya 101 orang tewas akibat banjir dahsyat tersebut.

    Prakiraan cuaca memperingatkan terjadinya lebih banyak banjir saat hujan terus mengguyur area-area yang tergenang. Situasi itu semakin mempersulit upaya pemulihan dan pencarian dengan melibatkan helikopter, perahu, dan anjing pelacak, saat jumlah korban jiwa diperkirakan akan terus bertambah.

    Presiden Donald Trump berencana mengunjungi Texas pada Jumat (11/7) mendatang, dengan Gedung Putih mengecam kritikan yang menyebut pemotongan dana untuk badan cuaca AS telah melemahkan sistem peringatan.

    “Menyalahkan Presiden Trump atas banjir ini adalah kebohongan yang bejat, dan tidak ada gunanya selama masa berkabung nasional ini,” kata Sekretaris Pers Gedung Putih, Karoline Leavitt, kepada wartawan setempat.

    Trump sendiri menggambarkan banjir tersebut sebagai “bencana 100 tahun” yang”tidak diharapkan oleh siapa pun”.

    Trump yang sebelumnya mengatakan bantuan bencana harus ditangani di level negara bagian, telah menandatangani deklarasi bencana besar, mengaktifkan dana federal terbaru dan membebaskan sumber daya.

    Halaman 2 dari 2

    (nvc/ita)

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • Trump Akan Kirim Lebih Banyak Senjata ke Ukraina, Kok Berubah?

    Trump Akan Kirim Lebih Banyak Senjata ke Ukraina, Kok Berubah?

    Jakarta

    Presiden Amerika Serikat Donald Trump mengatakan bahwa negaranya akan mengirim senjata tambahan ke Ukraina, setelah Gedung Putih mengumumkan penghentian beberapa pengiriman senjata untuk Ukraina minggu sebelumnya.

    “Kita harus mengirim lebih banyak senjata — terutama senjata pertahanan,” kata Trump kepada wartawan di Gedung Putih, dilansir dari kantor berita AFP, Selasa (8/7/2025).

    “Mereka sangat, sangat terpukul,” katanya tentang Ukraina, sambil mengatakan bahwa dia “tidak senang” dengan Presiden Rusia Vladimir Putin.

    Putin melancarkan invasi skala penuh ke negara tetangganya, Ukraina pada tahun 2022 dan telah menunjukkan sedikit keinginan untuk mengakhiri konflik tersebut, meskipun ada tekanan dari Trump.

    Ukraina tengah berjuang menghadapi beberapa serangan rudal dan drone besar-besaran Rusia dalam perang yang telah berlangsung selama tiga tahun tersebut. Penghentian penyediaan amunisi berpotensi menjadi tantangan serius bagi Ukraina.

    Sebelumnya di bawah pemerintahan mantan presiden Joe Biden, Washington berkomitmen untuk menyediakan bantuan militer senilai lebih dari US$65 miliar bagi Ukraina.

    Namun Trump — yang sejak lama skeptis terhadap bantuan untuk Ukraina — belum mengikutinya, dan tidak mengumumkan paket bantuan militer baru untuk Kyiv sejak ia menjabat pada bulan Januari tahun ini.

    Gedung Putih mengatakan minggu lalu bahwa mereka menghentikan beberapa pengiriman senjata utama ke Ukraina yang dijanjikan semasa pemerintahan Joe Biden, tanpa memberikan rincian tentang program senjata mana yang terpengaruh.

    Dikatakan bahwa keputusan itu diambil setelah peninjauan kebutuhan pertahanan AS dan bantuan militernya ke negara-negara asing.

    Sebelum pernyataan terbaru Trump tersebut, Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky mengatakan pertahanan udara tetap menjadi “prioritas utama untuk melindungi nyawa”, dan negaranya mengandalkan mitra-mitra untuk “benar-benar memenuhi apa yang telah kita sepakati”.

    Halaman 2 dari 2

    (ita/ita)

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • Trump Bertemu Netanyahu di Gedung Putih, Bahas Gencatan Senjata di Gaza

    Trump Bertemu Netanyahu di Gedung Putih, Bahas Gencatan Senjata di Gaza

    Jakarta

    Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump menjamu PM Israel Benjamin Netanyahu di Gedung Putih. Dalam pertemuan itu, Trump meminta Netanyahu untuk mengakhiri perang di Gaza.

    “Saya tidak berpikir ada hambatan, saya pikir semuanya berjalan dengan sangat baik,” kata Trump kepada wartawan ketika ditanya apa yang menghalangi tercapainya kesepakatan damai sebagaimana dilansir AFP, Selasa (8/7/2025).

    Menurut Trump, Hamas juga bersedia mengakhiri konflik di Gaza. Trump mengaku yakin Hamas akan menyetujui gencatan senjata.

    “Mereka (Hamas) ingin bertemu dan mereka ingin gencatan senjata itu,” kata Trump.

    Sementara itu, Netanyahu dalam kesempatan itu mengatakan dia telah menominasikan menganugerahi Trump Nobel Perdamaian atau Nobel Peace Prize. Menurutnya, Trump pantas mendapat itu.

    “Dia (Trump) telah menempa perdamaian saat kita berbicara, di satu negara, di satu kawasan demi kawasan,” kata Netanyahu.

    Lebih lanjut, Netanyahu menyatakan lebih berhati-hati dalam hal perdamaian dengan Palestina dan mengesampingkan keutuhan negara Palestina, dengan mengatakan bahwa Israel akan ‘selalu’ mempertahankan kendali keamanan atas Jalur Gaza.

    (zap/yld)

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • Perundingan Pertama Gencatan Senjata Hamas-Israel Berakhir Buntu

    Perundingan Pertama Gencatan Senjata Hamas-Israel Berakhir Buntu

    Jakarta

    Sesi pertama perundingan gencatan senjata tidak langsung antara Hamas dan Israel di Qatar berakhir tanpa hasil. Alasannya, pihak Israel yang menghadiri perundingan itu tidak memiliki mandat yang cukup untuk mencapai kesepakatan dengan Hamas.

    Dilansir Reuters, Senin (7/7/2025), hal ini disampaikan dua sumber berasal dari Palestina. Sumber itu mengatakan perundingan akan dilanjutkan pada Minggu mendatang, menjelang kunjungan PM Israel Benjamin Netanyahu ke Gedung Putih.

    “Setelah sesi pertama perundingan tidak langsung di Doha, delegasi Israel tidak memiliki wewenang yang cukup… untuk mencapai kesepakatan dengan Hamas, karena tidak memiliki kewenangan nyata,” kata sumber tersebut kepada Reuters.

    Padahal sebelumnya, Netanyahu mengatakan negosiator Israel yang mengambil bagian dalam perundingan gencatan senjata memiliki instruksi yang jelas untuk mencapai kesepakatan gencatan senjata dengan syarat-syarat yang telah diterima Israel.

    Warga Israel sendiri menginginkan adanya kesepakatan gencatan antara Hamas dengan pemerintahannya. Pada Sabtu malam, massa berkumpul di alun-alun umum di Tel Aviv dekat markas besar Kementerian Pertahanan untuk menuntut kesepakatan gencatan senjata dan pemulangan sekitar 50 sandera yang masih ditawan di Gaza.

    (zap/yld)

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • Trump Umumkan Tarif Baru AS untuk 12 Negara Besok 7 Juli, Ada RI?

    Trump Umumkan Tarif Baru AS untuk 12 Negara Besok 7 Juli, Ada RI?

    Bisnis.com, JAKARTA — Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump telah menandatangani surat penetapan tarif baru kepada 12 negara atas barang ekspor ke AS akan disebarkan pada Senin, (7/7/2025) besok. 

    Mengutip dari Reuters, Minggu (6/7/2025) dengan menetapkan tarif resiprokal tersebut, Trump memberikan penawaran ‘terima atau tinggalkan’ pasar AS. Kendati demikian, Trump masih enggan menyebutkan negara mana saja yang telah ditetapkan tarifnya. 

    “Saya menandatangani beberapa surat dan surat-surat itu akan dikirim pada hari Senin, mungkin dua belas [negara mitra dagang]. Beda jumlah uangnya, beda jumlah tarifnya,” ujar Trump. 

    Sebelumnya, pada hari Kamis Trump mengatakan kepada wartawan bahwa dia memperkirakan gelombang pertama surat akan dikirim pada hari Jumat lalu pada hari libur nasional di Amerika Serikat, tapi rencana tersebut tertunda dan tanggalnya kini telah berubah.

    Sebagaimana diketahui, Trump pada April mengumumkan tarif dasar sebesar 10% dan jumlah tambahan untuk sebagian besar negara, beberapa di antaranya berkisar hingga 50%.

    Akan tetapi, semua tarif kecuali tarif dasar 10% kemudian ditangguhkan selama 90 hari untuk memberikan lebih banyak waktu bagi negosiasi guna mengamankan kesepakatan.

    Periode tersebut berakhir pada tanggal 9 Juli, meskipun Trump pada hari Jumat pagi mengatakan tarif bisa lebih tinggi lagi yang berkisar hingga 70% dengan sebagian besar akan mulai berlaku pada tanggal 1 Agustus.

    Perang dagang global ini telah menjungkirbalikkan pasar keuangan dan memicu perebutan di antara para pembuat kebijakan untuk menjaga ekonomi.

    Semula, Trump mengatakan pihaknya akan meluncurkan negosiasi dengan sejumlah negara mengenai tingkat tarif. Namun, Presiden AS itu telah kecewa dengan proses tersebut setelah berulang kali mengalami kemunduran dengan mitra dagang utama, termasuk Jepang dan Uni Eropa.

    Dia menyinggung hal itu secara singkat pada hari Jumat malam, dengan mengatakan, “Surat-suratnya lebih baik… jauh lebih mudah untuk mengirim surat,” tuturnya. 

    Perubahan jadwal penetapan tarif dalam strategi Gedung Putih mencerminkan tantangan dalam menyelesaikan perjanjian perdagangan pada segala hal mulai dari tarif hingga hambatan non-tarif seperti larangan impor pertanian, dan terutama pada jangka waktu yang dipercepat.

    Sebagian besar perjanjian perdagangan masa lalu membutuhkan negosiasi bertahun-tahun untuk diselesaikan.

    Untuk diketahui, satu-satunya perjanjian perdagangan yang dicapai hingga saat ini adalah dengan Inggris, yang mencapai kesepakatan pada Mei untuk mempertahankan tarif 10% dan memperoleh perlakuan istimewa untuk beberapa sektor termasuk otomotif dan mesin pesawat terbang. 

    Kemudian, dengan Vietnam, AS memutuskan memangkas tarif pada banyak barang Vietnam menjadi 20% dari yang sebelumnya diancam sebesar 46%. Banyak produk AS akan diizinkan masuk ke Vietnam tanpa bea.

    Sementara itu, kesempatan yang diharapkan dengan India telah gagal terwujud. Di sisi lain, pekan lalu diplomat Uni Eropa mengatakan mereka telah gagal mencapai terobosan dalam negosiasi perdagangan dengan pemerintahan Trump, dan sekarang mungkin berusaha untuk memperpanjang status quo untuk menghindari kenaikan tarif.

  • Siap-siap Trump Ngamuk Lagi! Ada Negara Bakal Digetok Tarif Impor 70%

    Siap-siap Trump Ngamuk Lagi! Ada Negara Bakal Digetok Tarif Impor 70%

    Jakarta

    Pada 9 April lalu, Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump memberikan menunda selama tiga bulan penerapan tarif impor balasan (resiprokal). Negara-negara yang terdampak kebijakan tersebut diberi kesempatan negosiasi dengan Pemerintah AS hingga 9 Juli 2025

    Jika kata sepakat tak tercapai hingga batas waktu tersebut maka harus siap menghadapi tarif impor lebih tinggi.

    Jelang tenggat waktu berakhir, Gedung Putih bersiap menyampaikan pesan kepada sekitar selusin negara. AS seakan memperingatkan bahwa waktu mulai habis dan ada tarif baru yang akan berlaku.

    Pada Jumat pagi (4/7/2025), Trump menegaskan dia akan mengirim pemberitahuan ke 10 sampai 12 negara per hari. Isinya adalah tarif baru yang akan mulai diberlakukan pada 1 Agustus.

    “Nilainya bervariasi, mungkin ada yang dikenakan tarif 60% sampai 70%, ada juga yang 10% atau 20%. Kita sudah siapkan format akhirnya. Intinya menjelaskan berapa tarif yang harus dibayar tiap negara,” ujarnya, dikutip dari CNN, Sabtu (5/7/2025).

    Sebelumnya, Trump telah menetapkan tarif resiprokal hingga 50% untuk sebagian besar mitra dagang AS. Jadi tarif baru sebesar 60% atau 70% jelas lebih tinggi dari itu.

    Keputusan ini membuat pasar saham AS jatuh ke zona bearish, sementara obligasi dan dolar AS ikut tertekan. Pasar saham dan obligasi di AS tutup karena Hari Kemerdekaan, tapi pasar saham global langsung turun.

    Belum jelas negara mana saja yang akan menerima surat tarif itu. Tapi Trump pernah menyebut beberapa mitra dagang seperti Uni Eropa dan Jepang yang dianggap terlalu menekan dalam negosiasi.

    Trump juga mengancam akan mengirim surat ke Jepang yang disebutnya manja dan menetapkan tarif hingga 35%. Meski begitu, bisa jadi itu hanya taktik nego, dan belum bisa dipastikan apakah negara-negara itu termasuk yang kena tarif baru.

    Trump berharap surat-surat tersebut sudah dikirim sebelum batas waktu internal pemerintah, yaitu 9 Juli. Namun pemerintah sempat mengatakan tenggat itu bisa fleksibel jika ada negara yang benar-benar serius bernegosiasi.

    Seorang diplomat Uni Eropa mengatakan bahwa mereka sedang berada di tengah negosiasi yang sangat sulit, dan kemungkinan akan berlanjut hingga akhir pekan menjelang batas waktu itu. Diplomat yang enggan disebutkan namanya itu mengaku belum tahu apakah tenggat 9 Juli akan diperpanjang jika kesepakatan belum tercapai.

    Sementara itu, Juru bicara perdagangan dari Komisi Eropa, Olof Gill, belum mau membagikan rincian negosiasi karena prosesnya masih dalam tahap yang sangat sensitif.

    Tenggat Waktu Fleksibel

    Di sisi lain, Sekretaris Pers Gedung Putih Karoline Leavitt menjelaskan bahwa tenggat waktu negosiasi sebenarnya tidak kaku, khususnya untuk negara-negara yang masih dalam proses pembicaraan dan belum mencapai kesepakatan seperti India.

    Hal itu juga ditegaskan oleh Menteri Keuangan Scott Bessent. Ia mengatakan negosiasi bisa saja selesai paling lambat Hari Buruh (Labor Day) yang jatuh pada 1 September 2025. Artinya ada kemungkinan waktu tambahan dibanding tenggat resmi 9 Juli.

    Namun Trump tampaknya mengoreksi sendiri pernyataan itu pada hari Jumat. Saat ditanya apakah masih ada kelonggaran untuk tenggat tarif, ia menjawab tidak ada.

    “Mereka akan mulai membayar tarif pada 1 Agustus. Uangnya akan mulai masuk ke Amerika Serikat sejak tanggal itu, hampir semuanya,” ujar Trump.

    Meski begitu, sehari sebelumnya Bessent memperkirakan akan ada gelombang kesepakatan sebelum 9 Juli. Bagi negara-negara yang belum mencapai kesepakatan, masih ada kemungkinan sekitar 100 negara hanya akan dikenakan tarif minimum sebesar 10%.

    (ily/hns)

  • Arab Saudi Bilang Gencatan Senjata Permanen di Gaza Jadi Prioritas

    Arab Saudi Bilang Gencatan Senjata Permanen di Gaza Jadi Prioritas

    Moskow

    Menteri Luar Negeri (Menlu) Arab Saudi, Pangeran Faisal bin Farhan, menegaskan gencatan senjata permanen di Jalur Gaza menjadi prioritas Riyadh saat ini, ketika dirinya ditanya soal kemungkinan menormalisasi hubungan dengan Israel.

    Penegasan itu, seperti dilansir Reuters dan The Times of Israel, Sabtu (5/7/2025), disampaikan Pangeran Faisal dalam konferensi pers saat melakukan kunjungan terbaru ke Moskow, Rusia, pada Jumat (4/7) waktu setempat. Menlu Rusia Sergey Lavrov hadir bersama Pangeran Faisal dalam konferensi pers tersebut.

    Ketika ditanya oleh wartawan soal normalisasi antara Saudi dan Israel, Pangeran Faisal mengatakan bahwa prioritas Riyadh adalah untuk mengakhiri perang di Gaza sebagai “pendahuluan untuk pembentukan negara Palestina”.

    “Kami menyerukan gencatan senjata segera, permanen, dan berkelanjutan di Jalur Gaza sebagai pendahuluan untuk pembentukan negara Palestina,” tegas Pangeran Faisal.

    “Apa yang kita lihat adalah Israel menghancurkan Gaza, penduduk sipil Gaza. Ini sama sekali tidak perlu, sama sekali tidak dapat diterima, dan harus dihentikan,” ujarnya.

    Saudi telah berulang kali menegaskan pendiriannya bahwa tidak akan ada normalisasi hubungan dengan Israel tanpa adanya pembentukan negara Palestina.

    Perdana Menteri (PM) Israel, Benjamin Netanyahu, secara terbuka menolak seruan untuk mengakhiri perang Gaza sebagai bagian dari kesepakatan untuk membebaskan para sandera yang masih ditahan Hamas.

    Laporan media berbahasa Ibrani, seperti dikutip The Times of Israel, menyebut Netanyahu sedang bekerja sama dengan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump dalam sebuah rencana untuk mengakhiri perang Gaza, dan memperbarui komitmen Israel terhadap solusi dua negara sebagai bagian dari kesepakatan menormalisasi hubungan dengan Suriah, Saudi, dan negara-negara lainnya menyusul berakhirnya perang dengan Iran.

    Pangeran Faisal mengatakan Saudi mengandalkan “kepemimpinan” Trump untuk “akhirnya menyelesaikan konflik Israel-Palestina”.

    Menhan Arab Saudi Diam-diam Bertemu Trump di Gedung Putih

    Pernyataan Pangeran Faisal soal gencatan senjata Gaza tersebut disampaikan sehari setelah Trump dilaporkan menjamu Menteri Pertahanan (Menhan) Saudi, Pangeran Khalid bin Salman di Gedung Putih.

    Laporan Al Arabiya menyebut kunjungan Pangeran Khalid ke Gedung Putih itu dilakukan tanpa banyak publikasi.

    Menurut sejumlah sumber yang dikutip Al Arabiya, Pangeran Khalid juga melakukan pertemuan terpisah dengan Menhan AS Pete Hegseth dan utusan khusus Trump untuk Timur tengah, Steve Witkoff.

    Disebutkan bahwa hubungan bilateral antara Washington dan Riyadh, serta perang yang berkecamuk di Gaza, menjadi salah satu topik utama yang dibahas dalam pertemuan tersebut. Pangeran Khalid dan Hegseth juga disebut membahas soal kemungkinan kesepakatan pertahanan yang sedang diupayakan.

    Laporan terpisah dari media AS, Fox News, yang mengutip berbagai sumber menyebut pertemuan antara Trump dan Pangeran Khalid itu dilakukan secara diam-diam di Gedung Putih pada Kamis (3/7) waktu setempat.

    Pertemuan itu, menurut Fox News, difokuskan membahas soal deeskalasi dengan Iran, dilanjutkannya perundingan nuklir, langkah-langkah yang diperlukan untuk normalisasi dengan Israel, kesepakatan gencatan senjata-pembebasan sandera di Gaza, dan perdamaian di Timur Tengah.

    Belum ada pernyataan resmi dari Gedung Putih mengenai kunjungan Menhan Saudi ini.

    Halaman 2 dari 2

    (nvc/idh)

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • Trump Teken Surat Tawaran Negosiasi Tarif untuk 12 Negara

    Trump Teken Surat Tawaran Negosiasi Tarif untuk 12 Negara

    Jakarta, CNBC Indonesia – Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump menegaskan bahwa dia telah menandatangani surat kepada 12 negara yang menguraikan berbagai tingkat tarif yang akan mereka hadapi atas barang yang mereka ekspor ke Negeri Paman Sam.

    Isi surat ini memberikan tawaran “terima atau tinggalkan” dan akan dikirimkan pada hari Senin depan (7/7/2025).

    Trump, yang berbicara kepada wartawan di atas Air Force One saat dia melakukan perjalanan ke New Jersey, menolak menyebutkan nama negara yang terlibat, dengan mengatakan bahwa hal itu akan diumumkan kepada publik pada hari Senin.

    Trump sebelumnya pada hari Kamis mengatakan kepada wartawan bahwa ia mengharapkan surat pertama akan dikirimkan pada hari Jumat, hari libur nasional di Amerika Serikat, meskipun tanggalnya sekarang telah berubah.

    Dalam perang dagang global yang telah menjungkirbalikkan pasar keuangan dan memicu perebutan di antara para pembuat kebijakan untuk menjaga ekonomi mereka, Trump pada bulan April mengumumkan tarif dasar 10% dan jumlah tambahan untuk sebagian besar negara, beberapa berkisar setinggi 50%.

    Namun, semua kecuali tarif dasar 10% kemudian ditangguhkan selama 90 hari untuk memberikan lebih banyak waktu bagi negosiasi untuk mengamankan kesepakatan.

    Periode tersebut berakhir pada 9 Juli mendatang, meskipun Trump pada Jumat pagi mengatakan tarif bisa lebih tinggi lagi – berkisar hingga 70% – dengan sebagian besar akan mulai berlaku pada 1 Agustus.

    “Saya menandatangani beberapa surat dan akan dikirim pada Senin, mungkin dua belas,” kata Trump, ketika ditanya tentang rencananya terkait tarif,” paparnya dikutip dari Reuters.

    “Jumlah uang yang berbeda, jumlah tarif yang berbeda,” sambungnya.

    Trump dan para menteri utamanya awalnya mengatakan mereka akan memulai negosiasi dengan sejumlah negara mengenai tarif, tetapi presiden AS tampaknya telah kecewa dengan proses tersebut setelah berulang kali mengalami kemunduran dengan mitra dagang utama, termasuk Jepang dan Uni Eropa.

    Dia menyinggung hal itu secara singkat pada Jumat malam, mengatakan kepada wartawan: “Surat-surat itu lebih baik … jauh lebih mudah untuk mengirim surat.”

    Sayangnya, dia tidak menanggapi prediksinya bahwa beberapa perjanjian perdagangan yang lebih luas dapat dicapai sebelum batas waktu 9 Juli.

    Pergeseran dalam strategi Gedung Putih mencerminkan tantangan dalam menyelesaikan perjanjian perdagangan pada segala hal mulai dari tarif hingga hambatan non-tarif seperti larangan impor pertanian, dan terutama pada proses yang dipercepat.

    Sebagian besar perjanjian dagang di masa lalu membutuhkan negosiasi selama bertahun-tahun untuk diselesaikan.

    Satu-satunya perjanjian dagang yang dicapai hingga saat ini adalah dengan Inggris, yang mencapai kesepakatan pada bulan Mei untuk mempertahankan tarif 10% dan memperoleh perlakuan istimewa untuk beberapa sektor termasuk mobil dan mesin pesawat terbang.

    Kemudian, dengan Vietnam, AS memangkas tarif pada banyak barang Vietnam menjadi 20% dari yang sebelumnya diancam sebesar 46%. Pasalnya, banyak produk AS akan diizinkan masuk ke Vietnam bebas bea.

    (haa/haa)

    [Gambas:Video CNBC]