Tempat Fasum: Gedung Putih

  • Dampak Trump Minta Data Warga RI, Bisnis Data Center RI Terancam

    Dampak Trump Minta Data Warga RI, Bisnis Data Center RI Terancam

    Jakarta, CNBC Indonesia – Salah satu poin negosiasi antara Amerika Serikat (AS) dan Indonesia soal tarif resiprokal adalah mengenai transfer data. Ternyata hal ini bisa berdampak hingga ke penggunaan cloud atau data center.

    Pakar Keamanan Siber, Alfons Tanujaya mengatakan penggunaan cloud untuk beberapa sektor jadi lebih fleksibel. Sebelumnya, Indonesia mewajibkan penyimpanan data berada di Indonesia.

    “Dengan perjanjian ini artinya pengguna cloud data, salah satunya perbankan dan institusi lain, yang selama ini mewajibkan penyelenggara layanan membuka dan menyimpan layanannya di Indonesia jadi lebih fleksibel dan tidak harus ditempatkan di Indonesia,” kata Alfons dalam keterangannya, dikutip Kamis (24/7/2025).

    “Karena sejatinya backup ini memang tidak disarankan di satu lokasi atau area geografis tertentu,” tuturnya.

    Selain itu, keputusan dua negara juga membuat perusahaan global yang berbasis di Amerika Serikat (AS) tak perlu membuka data center di Indonesia. Ini legal dilakukan, namun akan berdampak pada penyedia layanan lokal.

    Alfons mengatakan penyedia layanan lokal sudah kesulitan saat aturan tanpa adanya pembebasan data tersimpan. Apalagi jika penyimpanan data dibebaskan.

    “Karena legal kalau datanya disimpan di server Amerika itu implikasi negatifnya. Lalu itu mengakibatkan implikasi negatif lainnya kasihan layanan lokal. Kenapa? Tanpa pembebasan data yang boleh disimpan di US saja sudah setengah mati bersaing. Apalagi sekarang,” jelas Alfons.

    Gedung Putih telah menerbitkan hasil kesepakatan dengan Indonesia terkait tarif resiprokal dua negara. Salah satu poin yang disepakati adalah mengenai transfer data pribadi ke pihak AS.

    Dalam pernyataan yang berjudul ‘Joint Statement of Framework for United States-Indonesia Agreement on Reciprocal Trade’, disebutkan Indonesia memberikan kepastikan mengenai kemampuan mengirimkan data pribadi keluar.

    “Indonesia berkomitmen untuk mengatasi hambatan yang berdampak pada perdagangan, jasa dan investasi digital. Indonesia akan memberikan kepastian terkait kemampuan untuk mentransfer data pribadi keluar dari wilayahnya ke Amerika Serikat,” jelas pernyataan tersebut.

    Dalam pernyataan lainnya berjudul Fact Sheet: The United States and Indonesia Reach Historic Trade Deal, disebutkan transfer data disediakan dengan pelindungan data berdasarkan hukum Indonesia.

    “Indonesia akan memberikan kepastian terkait kemampuan untuk memindahkan data pribadi dari wilayahnya ke Amerika Serikat melalui pengakuan Amerika Serikat sebagai negara atau yurisdiksi yang menyediakan perlindungan data yang memadai berdasarkan hukum Indonesia,” tulis pernyataan tersebut.

    Dengan kesepakatan sementara membuat tarif impor AS untuk produk Indonesia turun, dari sebelumnya 32% menjadi 19%.

    (fab/fab)

    [Gambas:Video CNBC]

  • Kata Pengamat Keamanan Siber soal Transfer Data Pribadi Indonesia-AS

    Kata Pengamat Keamanan Siber soal Transfer Data Pribadi Indonesia-AS

    Jakarta

    Pengamat mengomentari soal kebijakan transfer data pribadi Indonesia-Amerika Serikat. Enggan pesimis, Dr Pratama Persadha Chairman Lembaga Riset Keamanan Siber CISSReC justru menekankan nilai positif dari aturan ini. Diketahui bahwa transfer data pribadi menjadi salah satu kesepakatan dagang antara AS dan Indonesia.

    Melalui rilis yang diterima detikINET, Pratama mengatakan bahwa pernyataan resmi dari Gedung Putih yang menyebut bahwa Indonesia akan memberikan kepastian terhadap mekanisme transfer data pribadi ke luar wilayahnya, khususnya ke Amerika Serikat, menandai babak baru dalam relasi digital antara kedua negara.

    “Pernyataan ini bukan sekadar ekspresi teknokratis dalam kerja sama perdagangan digital, melainkan sinyal geopolitik penting yang perlu dicermati secara cermat oleh Indonesia. Namun, alih-alih merespons dengan kekhawatiran berlebihan, momen ini justru dapat dijadikan sebagai peluang strategis untuk mempercepat penguatan tata kelola data nasional yang berdaulat, modern, dan adaptif terhadap tantangan global,” ujarnya.

    Lebih lanjut, Pratama berpendapat bahwa sebagai negara demokratis yang tengah membangun pilar-pilar transformasi digital, Indonesia berkepentingan membuka diri terhadap arus data global. Akan tetapi, keterbukaan ini tidak boleh mengorbankan prinsip kedaulatan digital, yaitu hak negara untuk mengatur, melindungi, dan memastikan bahwa aktivitas digital, termasuk pengelolaan data pribadi warga negaranya, berada dalam kendali hukum nasional. Dalam konteks ini, Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2022 tentang Perlindungan Data Pribadi (UU PDP) menjadi fondasi relevan.

    Meski begitu, perlu dicatat bahwa UU PDP tidak secara mutlak melarang transfer data pribadi ke luar negeri. Sebaliknya, pasal 56 UU tersebut memberikan ruang legal untuk transfer data lintas batas, dengan syarat bahwa negara tujuan memiliki standar perlindungan data yang setara atau lebih tinggi daripada Indonesia, atau jika telah ada perjanjian internasional yang mengikat. Menurutnya, di sinilah letak signifikansi dari Lembaga Pengawas Perlindungan Data Pribadi (LPPDP), yang kelak bertugas mengevaluasi secara objektif apakah negara tujuan-termasuk Amerika Serikat-memenuhi standar yang ditetapkan.

    “Dengan demikian, kerja sama dengan Amerika Serikat terkait arus data justru dapat menjadi pemicu positif untuk mempercepat penyusunan Peraturan Pemerintah (PP PDP) sebagai aturan teknis pelaksanaan UU PDP, sekaligus mendorong percepatan pembentukan LPPDP yang independen dan berwenang. Tanpa perangkat pelaksana dan lembaga pengawas ini, komitmen Indonesia dalam melindungi hak digital warganya akan sulit diterjemahkan dalam kebijakan yang operasional dan berdaya guna,” serunya.

    Di sisi lain ia menambahkan, Indonesia tidak bisa menutup mata terhadap potensi risiko yang menyertai aliran data lintas batas. Terlebih, era ketika data telah menjadi komoditas strategis setara dengan energi atau mineral, negara-negara besar telah menjadikan penguasaan data sebagai instrumen pengaruh global.

    Saat data pribadi warga Indonesia mengalir ke luar negeri-khususnya ke negara seperti Amerika Serikat yang hingga kini belum memiliki undang-undang perlindungan data federal yang sepadan dengan GDPR-maka potensi akses oleh entitas asing (termasuk korporasi teknologi dan lembaga keamanan), ini menjadi perhatian serius.

    Kendati demikian Pratama melanjutkan, tantangan ini tidak harus menjadi alasan menutup diri. Justru, Indonesia perlu mengambil kepemimpinan normatif dengan merumuskan standar evaluasi objektif terhadap negara tujuan transfer data. Bila perlu, disusun kesepakatan bilateral yang menjamin perlindungan hak-hak digital WNI, termasuk hak untuk dihapus, hak atas pemberitahuan, dan hak untuk menggugat pelanggaran privasi, meskipun data berada di luar negeri.

    Menurutnya, pendekatan ini akan menunjukkan bahwa Indonesia tidak sekadar mengikuti arus global, tetapi aktif membentuknya berdasarkan prinsip-prinsip transparansi, akuntabilitas, dan keadilan digital.

    “Secara geopolitik, keterlibatan Indonesia dalam kerja sama transfer data harus tetap menjaga prinsip non-blok digital yang selama ini menjadi ciri khas diplomasi siber Indonesia. Di tengah rivalitas global antara Amerika Serikat dan Tiongkok, Indonesia harus tetap menjadi jangkar stabilitas digital kawasan ASEAN, dengan menawarkan model tata kelola data yang menjunjung inklusivitas, kedaulatan, dan keadilan lintas batas. Ini juga memperkuat posisi tawar Indonesia dalam berbagai forum global seperti G20, ASEAN Digital Ministers Meeting, dan United Nations Internet Governance Forum (UN IGF),” imbuhnya.

    Lebih dari itu, pengelolaan data yang terkontrol juga berkaitan langsung dengan nilai tambah ekonomi digital. Data pribadi dan perilaku digital warga Indonesia adalah bahan baku penting bagi pengembangan kecerdasan buatan, layanan berbasis algoritma, dan inovasi teknologi.

    Jika tidak dikelola dengan baik, data tersebut hanya akan menjadi komoditas mentah yang dimanfaatkan oleh pihak asing untuk membangun produk dan layanan yang kembali dijual ke pasar Indonesia. Negara harus hadir untuk memastikan bahwa manfaat ekonomi dari data dapat dinikmati sebesar-besarnya oleh masyarakat dan pelaku industri nasional.

    Dalam hal ini menurut Pratama, penguatan infrastruktur digital nasional, riset teknologi domestik, dan pengembangan talenta digital lokal harus menjadi prioritas. Transfer data lintas batas tidak boleh melumpuhkan upaya kemandirian teknologi dalam negeri. Sebaliknya, kerja sama internasional dapat diarahkan untuk mempercepat alih teknologi, kolaborasi riset, dan investasi yang memperkuat ekosistem digital Indonesia.

    Kesepakatan terkait transfer data bukanlah akhir dari perjalanan, melainkan awal dari konsolidasi nasional yang lebih kokoh dalam bidang tata kelola data. Pemerintah Indonesia dituntut untuk membangun sistem yang tidak hanya mematuhi hukum, tetapi juga memiliki legitimasi publik dan kapabilitas teknis.

    “Dengan kerangka hukum yang kuat, lembaga pengawas yang independen, dan diplomasi digital yang berdaulat, Indonesia memiliki peluang besar untuk menjadi pelaku utama-bukan hanya objek-dalam arsitektur data global yang lebih adil dan berkelanjutan,” tandasnya.

    Halaman 2 dari 2

    (ask/ask)

  • Transfer Data Warga RI ke AS, Waspada Aplikasi World ID Bisa Comeback

    Transfer Data Warga RI ke AS, Waspada Aplikasi World ID Bisa Comeback

    Jakarta, CNBC Indonesia – Poin kesepakatan transfer data antara Indonesia dan Amerika Serikat (AS) berdampak luas. Salah satunya mengenai penyimpanan data pribadi oleh aplikasi asal AS di negara tersebut boleh dilakukan.

    Pakar Keamanan Siber Alfons Tanujaya menyebut World.id terkait dampak kesepakatan itu. Platform World ID sempat dilarang karena mengelola dan menyimpan data pribadi masyarakat Indonesia.

    “Aplikasi dari Amerika yang mengelola data pribadi seperti kemarin ada World ID yang dilarang kemarin. Kenapa? Karena mengelola data pribadi orang Indonesia dan disimpan di luar negeri kan? Tidak boleh kan? Jadi sekarang boleh,” kata Alfons dalam keterangannya, dikutip Kamis (24/7/2025).

    Ini boleh dilakukan asal penyimpanan data pengguna disimpan di AS.

    Dalam keterangannya itu, dia juga menyinggung soal keamanan menyimpan data di luar wilayah Indonesia. Menurutnya bukan soal lokasi penyimpanan, namun apakah kita bisa melindungi data itu.

    Karena yang terpenting melakukan perlindungan yang kuat dan baik. Jadi saat data bocor atau berhasil dibaca pun tidak dapat dibaca oleh pelaku kejahatan keamanan siber.

    “Tetapi yang lebih penting lagi bukan disimpan di Indonesia-nya, melainkan disimpan di Indonesia dan dilindungi dengan enkripsi yang kuat dan baik. Jadi sekalipun datanya bocor dan berhasil disadap itu gak bisa dibaca. Itu yang paling penting bukan ditaruh dimana,” dia menuturkan.

    Kesepakatan antara dua negara membuat AS menurunkan tarif resiprokal menjadi 19% pada produk asal Indonesia. Sebelumnya Presiden Donald Trump menetapkan 32% untuk barang dari tanah air.

    Dalam pernyataan yang diumumkan Gedung Putih, salah satu kesepakatan mengenai transfer data. Indonesia disebut akan memberikan kepastian terkait kemampuan transfer data pribadi keluar menuju wilayah AS.

    Pemindahan data ini dilakukan dengan pelindungan data yang berdasarkan hukum di Indonesia.

    “Indonesia akan memberikan kepastian terkait kemampuan untuk memindahkan data pribadi dari wilayahnya ke Amerika Serikat melalui pengakuan Amerika Serikat sebagai negara atau yurisdiksi yang menyediakan perlindungan data yang memadai berdasarkan hukum Indonesia,” tulis pernyataan tersebut.

    (fab/fab)

    [Gambas:Video CNBC]

  • AS Minta Transfer Data Pribadi Warga RI, DPR Ingatkan UU PDP

    AS Minta Transfer Data Pribadi Warga RI, DPR Ingatkan UU PDP

    Bisnis.com, JAKARTA — Wakil Ketua Komisi I DPR RI, Dave Laksono menanggapi soal kesepakatan antara Indonesia dan Amerika Serikat (AS) mengenai transfer data pribadi yang termuat dalam pernyataan resmi Gedung Putih.

    Dia berpandangan setiap kesepakatan apapun yang dibuat Indonesia dengan negara manapun haruslah sesuai dengan undang-undang yang ada di Indonesia.

    “Harus diingat bahwa kita juga memiliki undang-undang akan perlindungan data pribadi. Jadi kesepakatan apapun yang dibuat dengan negara manapun, ya harus sesuai dengan undang-undang yang kita miliki,” katanya di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Kamis (24/7/2025).

    Menurut dia, ketentuan yang ada dalam Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi (UU PDP) harus dijalankan dan diterapkan. Meskipun di satu sisi, dia juga masih menunggu penegasan dari pemerintah soal teknis pastinya.

    “Jadi kita masih menunggu detail teknisnya seperti apa. Akan tetapi kita memiliki undang-undang PDP yang sudah disahkan dan itu yang menjadi pegangan untuk kita menentukan langkah-langkah selanjutnya,” tegas legislator Golkar tersebut.

    Sementara itu, Kepala Kantor Komunikasi Kepresidenan (PCO) Hasan Nasbi mengatakan transfer data pribadi itu bersifat terbatas pada urusan komersial, bukan untuk pengelolaan data masyarakat oleh negara lain.

    Dia menyebut UU PDP yang ada di Indonesia menjadi dasar Indonesia menjalin kerja sama digital lintas negara. 

    “Kita sudah ada perlindungan data pribadi, dan perlindungan data pribadi ini dipegang oleh pemerintahan kita. Soal pengelolaan data, kita lakukan masing-masing,” katanya kepada wartawan di kompleks Istana Kepresidenan, Rabu (23/7/2025).

    Di lain sisi, Pengusaha komputasi awan atau cloud computing mengaku khawatir dengan kesepakatan tersebut. Pasalnya, AS saat ini belum memiliki Undang-Undang Pelindungan Data Pribadi (UU PDP) sehingga pelanggaran kebocoran data tidak dapat diberi sanksi. 

    Ketua Umum Asosiasi Cloud Computing Indonesia (ACCI) Alex Budiyanto mengatakan Amerika Serikat belum memiliki regulasi pasti yang mengatur hal tersebut, sehingga perusahaan yang memperjualbelikan atau bocor datanya, tidak dapat diberi sanksi.

    “AS belum punya undang-undang federal untuk perlindungan data pribadi. Jadi, harusnya data kita tidak boleh masuk ke sana,” kata Alex kepada Bisnis, Rabu (23/7/2025).

  • Komisi I DPR: Transfer data Indonesia-AS harus selaras UU PDP

    Komisi I DPR: Transfer data Indonesia-AS harus selaras UU PDP

    Kami masih menunggu detail teknisnya seperti apa, tetapi kita memiliki Undang-Undang PDP yang sudah disahkan dan itu yang menjadi pegangan untuk kita menentukan langkah-langkah selanjutnya

    Jakarta (ANTARA) – Wakil Ketua Komisi I DPR RI Dave Laksono menekankan bahwa kesepakatan transfer data antara Indonesia dan Amerika Serikat (AS) sebagai bagian dari kesepakatan tarif impor harus selaras dengan Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2022 tentang Pelindungan Data Pribadi (UU PDP).

    “Harus diingat bahwa kita juga memiliki Undang-Undang akan Perlindungan Data Pribadi, jadi kesepakatan apapun yang dibuat dengan negara manapun, ya harus sesuai dengan undang-undang yang kita miliki,” kata Dave di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis.

    Dia menekankan keberadaan UU PDP untuk memastikan bahwa pemerintah memiliki otoritas khusus dan standarisasi yang tinggi dalam perlindungan data pribadi warga negara Indonesia (WNI).

    Dave pun menyebut pihaknya masih menunggu detail teknis terkait kesepakatan transfer data antara Indonesia-AS dari pemerintah tersebut.

    “Kami masih menunggu detail teknisnya seperti apa, tetapi kita memiliki Undang-Undang PDP yang sudah disahkan dan itu yang menjadi pegangan untuk kita menentukan langkah-langkah selanjutnya,” ucapnya.

    Untuk itu, dia belum dapat memastikan sejauh mana kewenangan transfer data Indonesia-AS itu dilakukan dan persilangannya dengan aturan yang termaktub dalam UU PDP.

    “Ya, itu mesti dibaca di dalam undang-undang ya karena memang ada pasal-pasalnya yang data itu dapat disimpan, tetapi selama ada standar-standar yang ter-cover,” kata dia.

    Sebelumnya, Kementerian Komunikasi dan Digital menyatakan kesepakatan perdagangan antara Indonesia-AS bukanlah bentuk penyerahan data pribadi secara bebas, melainkan menjadi dasar hukum yang sah, aman, dan terukur dalam tata kelola lalu lintas data pribadi lintas negara.

    “Kesepakatan yang dimaksud justru dapat menjadi dasar legal bagi perlindungan data pribadi warga negara Indonesia ketika menggunakan layanan digital yang disediakan oleh perusahaan berbasis di Amerika Serikat, seperti mesin pencari, media sosial, layanan cloud, dan e-commerce,” kata Menkomdigi Meutya Hafid dalam keterangan resmi tertulis yang diterima di Jakarta, Kamis.

    Adapun Rabu (23/7), Kepala Kantor Komunikasi Kepresidenan Hasan Nasbi menyatakan bahwa kesepakatan transfer data antara Indonesia dan Amerika Serikat yang merupakan bagian dari kesepakatan tarif impor, hanya untuk kepentingan pertukaran barang dan jasa tertentu.

    Pernyataan Hasan tersebut berkaitan dengan salah satu komitmen yang diambil Indonesia dalam kesepakatan tarif impor, yakni memberikan kepastian terkait pemindahan data pribadi ke Amerika Serikat, di mana hal tersebut dijelaskan dalam keterangan resmi yang dikeluarkan Gedung Putih.

    Berdasarkan informasi yang dihimpun, Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump mengumumkan poin penting dalam kesepakatan tarif impor yang disepakati dengan Pemerintah Indonesia, salah satu di antaranya menyebut soal pemindahan data pribadi.

    Dalam keterangan resmi yang dikeluarkan Gedung Putih, dikutip pada Rabu (23/7), hal tersebut diatur dalam poin terkait penghapusan hambatan untuk perdagangan digital. Disebutkan Amerika Serikat dan Indonesia akan merampungkan komitmen terkait perdagangan digital, jasa, dan investasi.

    Sejumlah komitmen yang diambil Indonesia salah satunya adalah memberikan kepastian terkait kemampuan untuk memindahkan data pribadi dari wilayahnya ke Amerika Serikat.

    “Indonesia juga akan memberikan kepastian terkait kemampuan untuk memindahkan data pribadi keluar dari wilayahnya ke Amerika Serikat melalui pengakuan bahwa Amerika Serikat merupakan negara atau yurisdiksi yang memberikan perlindungan data yang memadai berdasarkan hukum Indonesia,” tulis pernyataan tersebut.

    Pewarta: Melalusa Susthira Khalida
    Editor: Edy M Yakub
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Menkomdigi: Transfer Data Pribadi ke AS akan Transparan dan Akuntabel – Page 3

    Menkomdigi: Transfer Data Pribadi ke AS akan Transparan dan Akuntabel – Page 3

    Liputan6.com, Jakarta – Menteri Komunikasi dan Digital (Menkomdigi), Meutya Hafid, menegaskan bahwa transfer data pribadi ke Amerika Serikat (AS) tidak dilakukan sembarangan.

    “Pemerintah memastikan transfer data ke AS tidak dilakukan sembarangan,” ujar Meutya dalam keterangan resminya, Kamis (24/7/2025).

    Sebaliknya, ia menjelaskan, seluruh proses dilakukan dalam kerangka secure and reliable data governance, tanpa mengorbankan hak-hak warga negara.

    “Dengan tata kelola yang transparan dan akuntabel, Indonesia tidak tertinggal dalam dinamika ekonomi digital global, namun tetap menjaga kedaulatan penuh dalam pengawasan dan penegakan hukum atas data pribadi warganya,” ucap Meutya, menambahkan.

    Menkomdigi Meutya Hafid juga menyampaikan bahwa negosiasi terkait Removing Barriers for Digital Trade Barrier, termasuk komitmen transfer data, masih dalam tahap finalisasi. Pembicaraan teknis pun masih terus berlangsung.

    Komdigi memastikan bahwa finalisasi kesepakatan perdagangan antara Indonesia dan AS yang diumumkan pada 22 Juli 2025 oleh Gedung Putih bukanlah bentuk penyerahan data pribadi secara bebas, melainkan menjadi pijakan hukum yang sah, aman, dan terukur dalam tata kelola lalu lintas data pribadi lintas negara.

    Meutya menyebut kesepakatan yang dimaksud justru dapat menjadi dasar legal bagi perlindungan data pribadi warga negara Indonesia ketika menggunakan layanan digital yang disediakan oleh perusahaan berbasis di AS seperti mesin pencari, media sosial, layanan cloud, dan e-commerce.

    “Prinsip utama yang dijunjung adalah tata kelola data yang baik, pelindungan hak individu, dan kedaulatan hukum nasional,” imbuhhya.

     

  • Komdigi Tegaskan Kesepakatan Transfer Data Pribadi ke AS Aman dan Sah

    Komdigi Tegaskan Kesepakatan Transfer Data Pribadi ke AS Aman dan Sah

    Bisnis.com, JAKARTA— Pemerintah Indonesia menegaskan finalisasi kesepakatan perdagangan antara Indonesia dan Amerika Serikat (AS) yang diumumkan Gedung Putih pada 22 Juli 2025 bukanlah bentuk penyerahan data pribadi secara bebas. 

    Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) menyatakan bahwa kesepakatan tersebut justru menjadi pijakan hukum yang sah, aman, dan terukur dalam tata kelola lalu lintas data pribadi lintas negara.

    Menteri Komunikasi dan Digital Meutya Hafid menekankan pengaliran data ke luar negeri harus berada dalam kerangka hukum yang jelas dan melindungi hak-hak warga negara.

    “Finalisasi kesepakatan perdagangan antara Indonesia dan Amerika Serikat yang diumumkan pada 22 Juli 2025 oleh Gedung Putih bukanlah bentuk penyerahan data pribadi secara bebas, melainkan menjadi pijakan hukum yang sah, aman, dan terukur dalam tata kelola lalu lintas data pribadi lintas negara,” kata Meutya dalam keterangannya pada Kamis (24/7/2024).

    Meutya mengatakan, kesepakatan yang dimaksud justru dapat menjadi dasar legal bagi perlindungan data pribadi warga negara Indonesia ketika menggunakan layanan digital yang disediakan oleh perusahaan berbasis di Amerika Serikat, seperti mesin pencari, media sosial, layanan cloud, dan e-commerce.

    Dia juga menegaskan prinsip utama yang dijunjung dalam kesepakatan ini adalah tata kelola data yang baik, perlindungan hak individu, dan kedaulatan hukum nasional.

    “Mengutip pernyataan Gedung Putih bahwa hal ini dilakukan dengan kondisi ‘…adequate data protection under Indonesia’s law,’” ujar Meutya.

    Pengaliran data pribadi lintas negara, kata Meutya, diperbolehkan untuk kepentingan yang sah, terbatas, dan dapat dibenarkan secara hukum. Aktivitas seperti penggunaan mesin pencari (Google, Bing), penyimpanan cloud computing, komunikasi digital melalui WhatsApp atau Instagram hingga pemrosesan transaksi e-commerce adalah beberapa contoh yang masuk dalam kategori sah.

    Lebih lanjut, Meutya mengatakan, seluruh proses pengiriman data antarnegara akan tetap dilakukan di bawah pengawasan ketat otoritas Indonesia, dengan prinsip kehati-hatian dan tetap mengacu pada hukum nasional yang berlaku, seperti UU No. 27 Tahun 2022 tentang Pelindungan Data Pribadi dan PP No. 71 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik.

    “Pengaliran data antarnegara tetap dilakukan di bawah pengawasan ketat otoritas Indonesia, dengan prinsip kehati-hatian dan berdasarkan ketentuan hukum nasional,” katanya.

    Dia menegaskan, pemerintah memastikan bahwa transfer data ke Amerika Serikat tidak dilakukan sembarangan. Sebaliknya, seluruh proses dilakukan dalam kerangka secure and reliable data governance, tanpa mengorbankan hak-hak warga negara. 

    Meutya menambahkan, Indonesia ingin tetap relevan dalam dinamika ekonomi digital global. Namun, tanpa mengorbankan kedaulatan atas data warganya.

    “Dengan tata kelola yang transparan dan akuntabel, Indonesia tidak tertinggal dalam dinamika ekonomi digital global. Namun, tetap menjaga kedaulatan penuh dalam pengawasan dan penegakan hukum atas data pribadi warganya,” tutur Meutya.

    Meutya juga menekankan praktik pengaliran data lintas negara adalah hal yang lazim secara global. Negara-negara G7 seperti Amerika Serikat, Kanada, Jepang, Jerman, Prancis, Italia, dan Britania Raya telah menerapkannya secara aman dan andal.

    “Transfer data pribadi lintas negara pada prinsipnya kedepan adalah keniscayaan. Indonesia mengambil posisi sejajar dalam praktik tersebut, dengan tetap menempatkan pelindungan hukum nasional sebagai fondasi utama,” pungkas Meutya.

    Sebelumnya, Gedung Putih dalam pernyataan resminya menyebut bahwa kesepakatan bilateral Indonesia-AS mencakup sejumlah komitmen penghapusan hambatan non-tarif, termasuk kebebasan transfer data lintas batas. 

    “Indonesia akan memberikan kepastian terkait kemampuan untuk memindahkan data pribadi ke luar wilayahnya ke Amerika Serikat melalui pengakuan terhadap Amerika Serikat sebagai negara atau yurisdiksi yang memberikan perlindungan data yang memadai sesuai dengan hukum Indonesia,” jelas penggalan pernyataan bersama itu.

    Presiden Prabowo Subianto juga telah menyampaikan bahwa negosiasi masih terus berlangsung. Hal ini ditegaskan dalam dokumen Removing Barriers for Digital Trade yang dirilis oleh Gedung Putih, di mana disebutkan bahwa kesepakatan perdagangan digital masih dalam tahap finalisasi.

  • Trump Umumkan Tarif Impor 19% untuk Filipina, Sama Seperti Indonesia

    Trump Umumkan Tarif Impor 19% untuk Filipina, Sama Seperti Indonesia

    Jakarta

    Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump mengumumkan tarif impor baru sebesar 19% untuk Filipina sedangkan barang AS akan dikenakan tarif nol. Tarif Filipina ini turun menjadi 19% setelah Trump bertemu dengan Presiden Filipina Ferdinand Marcos Jr di Gedung Putih, Washington DC.

    “Kunjungan yang indah, dan kami menyelesaikan kesepakatan perdagangan kami, yang mana Filipina akan memasuki pasar terbuka dengan Amerika Serikat, dan nol tarif. Filipina akan membayar tarif 19%,” kata Trump seraya menyebut Marcos sebagai negosiator yang sangat baik dan tangguh sebagaimana dilansir Reuters, Kamis (24/7/2025).

    Trump mengatakan akan bekerja sama di bidang militer dengan Filipina. Namun, Trump belum memberikan rincian lebih lanjut mengenai kerja sama itu.

    Dalam pertemuan itu, Marcos merespons baik keputusan Trump. Dia juga mengatakan AS adalah “sekutu terkuat, terdekat, dan paling dapat diandalkan negaranya”.

    Marcos menjelaskan kesepakatan dagang negaranya dengan Amerika Serikat sebagai “pencapaian yang signifikan”.

    “Satu persen mungkin tampak seperti konsesi yang sangat kecil. Namun, jika direalisasikan, itu merupakan pencapaian yang signifikan,” ujar Marcos kepada para wartawan di Washington.

    Duta Besar Filipina untuk Amerika Serikat, Jose Manuel Romualdez, juga sependapat dengan pandangan tersebut. Dia menyebut ini adalah “kesepakatan yang terus berkembang bagi kedua negara yang dapat ditingkatkan lebih lanjut seiring waktu”.

    Simak juga Video Trump Ketok Tarif Impor 19% untuk Filipina, AS Tak Bayar Apapu

    (zap/yld)

  • Ada Transfer Data Pribadi Dalam Kesepakatan Dagang AS-RI?

    Ada Transfer Data Pribadi Dalam Kesepakatan Dagang AS-RI?

    Jakarta

    Gedung Putih mengumumkan joint statement kesepakatan dagang antara Amerika Serikat dan Indonesia. Terkait industri digital, ada soal transfer data pribadi.

    “Presiden Amerika Serikat Donald Trump mengumumkan kesepakatan perdagangan penting dengan Indonesia, yang akan memberikan akses pasar bagi warga Amerika di Indonesia yang sebelumnya dianggap mustahil, dan membuka terobosan besar bagi sektor manufaktur, pertanian, dan digital Amerika,” demikian pernyataan Gedung Putih di situs resminya yang dilansir dari detikNews, Rabu (23/7/2025).

    Berdasarkan kesepakatan ini, Indonesia akan membayar tarif resiprokal sebesar 19% kepada Amerika Serikat. Dalam Joint Statement ini ada 12 poin yang mencakup sejumlah bidang perdagangan dan industri mencakup otomotif, kesehatan, pertanian, perburuhan, energi, pertambangan dan juga industri digital.

    Terkait dengan industri digital, ada point khusus soal Menghapus Hambatan Perdagangan Digital. Di dalamnya mencakup tentang poin bahwa data pribadi bisa ditransfer ke AS.

    “Indonesia akan memberikan kepastian terkait kemampuan untuk memindahkan data pribadi dari wilayahnya ke Amerika Serikat melalui pengakuan Amerika Serikat sebagai negara atau yurisdiksi yang menyediakan perlindungan data yang memadai berdasarkan hukum Indonesia,” ujar Gedung Putih.

    “Perusahaan-perusahaan Amerika telah mengupayakan reformasi ini selama bertahun-tahun,” imbuh Gedung Putih.

    Sementara itu, menurut pakar siber, kesepakatan tersebut membuat Undang-Undang Pelindungan Data Pribadi (UU PDP) tidak berguna.

    “Kami semua pejuang, pegiat, pemerhati, praktisi dan pelaku industri sangat prihatin atas dimasukkannya komponen data pribadi ini dalam negosiasi bilateral dengan pihak AS yang mana Data Pribadi adalah komponen kunci dalam Keamanan dan Ketahanan Siber Nasional dan Keamanan Nasional kita yang kita semua comitted untuk saling jaga,” ujar Chairman Indonesia Cyber Security Forum (ICSF) Ardi Sutedja kepada detikINET, Rabu (23/7/2025).

    Berdasarkan kesepakatan AS-RI ini, kata Ardi, yang kemungkinan besar disepakati tanpa konsultasi dengan pihak-pihak yang kompeten dan memiliki jam terbang yang jelas dari industri maupun pemerintah yang sudah bahu membahu sekian puluh tahun memperjuangkan disahkannya UU PDP.

    “Kami pun sangat heran hal ini bisa terjadi ketika kita sudah memiliki UU Pelindungan Data Pribadi dan UU Perlindungan Konsumen. Lantas apa gunanya UU yang sudah ada bilamana diabaikan?” ucapnya menambahkan.

    Menkomdigi Buka Suara

    Menkomdigi Meutya Hafid buka suara soal transfer data pribadi yang menjadi salah satu poin kesepakatan negosiasi dagang RI dengan AS. Meutya mengatakan pihaknya akan melakukan koordinasi lebih dahulu dengan Menko Perekonomian Airlangga Hartarto.

    “Kami koordinasi dulu ya dengan Menko Perekonomian, kami ada undangan dari Menko Perekonomian untuk berkoordinasi,” kata Meutya di kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu (23/7/2025).

    Meutya mengaku belum tahu secara rinci mengenai kesepakatan RI dan AS yang melibatkan data pribadi tersebut. Politikus Partai Golkar itu hanya menegaskan akan menyampaikan hasil koordinasi dengan Airlangga ke publik.

    “Saya besok akan berkoordinasi dulu dengan Menko Perekonomian, saya belum tahu persisnya topiknya apa tapi nanti besok tentu akan ada pernyataan dari Menko Perekonomian atau dari kami. Tapi kami harus koordinasi lebih dulu,” ujarnya.

    Saksikan pembahasan lengkapnya hanya di program detikPagi edisi Kamis (24/07/2025). Nikmati terus menu sarapan informasi khas detikPagi secara langsung (live streaming) pada Senin-Jumat, pukul 08.00-11.00 WIB, di 20.detik.com, YouTube dan TikTok detikcom. Tidak hanya menyimak, detikers juga bisa berbagi ide, cerita, hingga membagikan pertanyaan lewat kolom live chat.

    “Detik Pagi, Jangan Tidur Lagi!”

    (vrs/vrs)

  • Trump Minta Data Pribadi RI Ditaruh di AS, Bagaimana Nasib Bisnis Data Center?

    Trump Minta Data Pribadi RI Ditaruh di AS, Bagaimana Nasib Bisnis Data Center?

    Bisnis.com, JAKARTA – Data pribadi penduduk Indonesia terancam ‘digadaikan’ dalam kesepakatan dagang dengan Amerika Serikat (AS) yakni terkait tarif impor resiprokal.

    Sebaimana diketahui, Presiden Donald Trump mengumumkan kesepakatan dagang bersejarah antara AS dan Indonesia di berbagai sektor, termasuk di sektor digital terkait proses pengolahan data pribadi. 

    Di sektor tersebut, Donald Trump lewat keterangan resmi Gedung Putih menyebut AS dan RI menghapus hambatan perdagangan digital dengan berencana merampungkan komitmen mengenai perdagangan digital, jasa, dan investasi.

    Sejumlah komitmen diambil oleh Indonesia, salah satunya memberikan kepastian atas kemampuan memindahkan data pribadi keluar dari wilayah Indonesia ke AS melalui pengakuan bahwa AS memberikan perlindungan data yang memadai menurut hukum Indonesia.

    Namun, perlindungan data yang dijanjikan AS diragukan banyak pihak, termasuk Asosiasi Cloud Computing Indonesia (ACCI). Ketua Umum ACCI, Alex Budiyanto mengatakan AS berbeda dengan Eropa yang telah memiliki aturan pelindungan data pribadi atau General Data Protection Regulation, seperti di Indonesia.

    Negeri Paman Sam belum memiliki regulasi pasti yang mengatur hal tersebut, sehingga perusahaan yang memperjualbelikan atau bocor datanya, tidak dapat diberi sanksi.

    Ilustrasi data center / JIBI

    “AS belum punya undang-undang federal untuk perlindungan data pribadi. Jadi, harusnya data kita tidak boleh masuk ke sana,” kata Alex kepada Bisnis, Rabu (23/7/2025).

    Dia mengatakan AS hingga saat ini belum punya UU PDP versi mereka. AS hanya meminta data pribadi Indonesia untuk dikelola di sana tanpa ada jaminan perlindungan hukum.

    Artinya, jika terjadi pelanggaran di AS, Indonesia tidak punya instrumen hukum untuk menuntut atau menghukum.

    “Di Indonesia ada UU-nya, di Eropa ada GDPR. Tapi di AS? Tidak ada. Makanya ini jadi masalah,” kata Alex.

    Sementara itu, Ketua Indonesia Cyber Security Forum (ICSF), Ardi Sutedja mengingatkan bahwa perlindungan data adalah inti dari keamanan dan ketahanan siber nasional.

    Pada era digital, data pribadi sudah menjadi tulang punggung di hampir seluruh sektor – mulai dari perbankan, kesehatan, hingga energi. Kemudahan transfer data lintas negara yang tak diatur dengan jelas pada akhirnya mengabaikan eksistensi UU PDP dan menurunkan kedaulatan digital Indonesia.

    “Siapa yang bisa menjamin kalau data warga Indonesia bocor di Amerika? Cara menuntutnya bagaimana?” tegas Ardi.

    Lebih lanjut, Direktur Eksekutif ICT Institute Heru Sutadi mengatakan pengambilan data pribadi masyarakat oleh AS harus mendapat persetujuan pemilik data pribadi.

    “Persetujuan juga dibutuhkan jika data akan dibagi kepada pihak lain. Jika masyarakat sebagai pemilik data pribadi setuju, maka ada aturan berikut.  Sharing data haruslah bersifat resiprokal,” kata Heru.

    Respons Pemerintah

    Kekhawatiran banyak pihak akan keamanan data pribadi yang bebas dipindahkan oleh AS sampai ke telinga Presiden Prabowo Subianto. Kepala negara menekankan negosiasi dengan AS masih terus berjalan termasuk mengenai kesepakatan yang tengah ramai dibahas oleh masyarakat saat ini.

    “Ya nanti itu sedang, negosiasi berjalan terus,” kata Prabowo di JICC usai menghadiri Harlah ke-27 Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Rabu (23/7/2025) malam.

    Sementara itu, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto memastikan bahwa persoalan transfer data pribadi yang tercantum dalam kesepakatan bersama telah dijalankan dengan prinsip tanggung jawab negara. Menurutnya, Indonesia telah mematuhi prinsip-prinsip perlindungan data yang diminta.

    “Itu sudah, transfer data pribadi yang bertanggung jawab dengan negara yang bertanggung jawab,” katanya.

    Pemerintah Amerika Serikat dan Republik Indonesia menyepakati Framework for United States–Indonesia Agreement on Reciprocal Trade, atau Kerangka Perjanjian Perdagangan Timbal Balik, yang akan memperkuat hubungan ekonomi bilateral dan membuka akses pasar yang belum pernah terjadi sebelumnya bagi eksportir kedua negara.

    Dalam kesempata berbeda, Juru Bicara Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Haryo Limanseto menjelaskan bahwa ketentuan transfer data antarnegara tetap tunduk pada regulasi nasional, termasuk Perlindungan Data Pribadi (UU PDP) dan aturan teknis yang berlaku.

    “Keleluasaan transfer data yang diberikan kepada Amerika maupun negara mitra lainnya hanya untuk data-data komersial, bukan untuk data personal/individu dan data yang bersifat strategis,” ujar Haryo kepada wartawan, Rabu (23/7/2025).

    Respons kekhawatiran sejumlah pihak terhadap potensi kebocoran atau akses bebas atas data domestik oleh pihak asing, dia mengklaim bahwa pengelolaan data pribadi maupun data strategis tetap berada di bawah pengawasan ketat sesuai aturan perundang-undangan yang berlaku.

    Menurut Haryo, aspek teknis terkait kebijakan data lintas negara berada di bawah koordinasi Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo Digital) yang menjadi leading sector untuk pengaturan lebih rinci.