Tempat Fasum: Gedung Putih

  • China Bawa Lari ‘Harta Karun’ Amerika Senilai Rp 16 Triliun

    China Bawa Lari ‘Harta Karun’ Amerika Senilai Rp 16 Triliun

    Jakarta, CNBC Indonesia – Pemerintahan Donald Trump akhirnya mencabut pembatasan ekspor chip AI dari Amerika Serikat (AS) ke China. Namun, saat pemblokiran masih dilancarkan, China dilaporkan ‘main belakang’ untuk menyelundupkan chip AS ke negaranya.

    Financial Times melaporkan chip AI canggih buatan Nvidia senilai US$1 miliar (Rp16,3 triliun) berhasil diselundupkan ke China selama 3 bulan pasca Washington memperketat kontrol ekspor chip.

    Prosesor B200 kelas atas milik Nvidia yang dilarang dijual di China tersedia secara luas di pasar gelap China yang berkembang pesat, menurut laporan itu, dikutip dari Reuters, Jumat (25/7/2025).

    Adapun informasi soal penyelundupan ‘harta karun’ AS ke China diketahui dari kontrak penjualan, pengajuan perusahaan, dan banyak orang yang memiliki pengetahuan langsung tentang kesepakatan tersebut.

    Nvidia mengatakan kepada Reuters bahwa membangun data center dengan produk selundupan tidak efisien, baik secara teknis maupun finansial, karena perusahaan hanya menawarkan layanan dan dukungan untuk produk resmi.

    Kementerian Perdagangan AS, Gedung Putih, dan pemerintah Thailand tidak segera menanggapi permintaan komentar. Reuters tidak dapat memverifikasi laporan FT secara independen.

    Pada Mei lalu, beberapa distributor China mulai menjual chip B200 kepada pemasok data center yang melayani grup AI China, menurut laporan tersebut.

    AS dan China bersaing untuk mendominasi dunia dalam AI dan teknologi mutakhir lainnya, yang memicu persaingan ketat bagi perusahaan seperti Nvidia di antara dua ekonomi terbesar dunia.

    Pekan lalu, Nvidia mengatakan akan melanjutkan penjualan chip ke China setelah pemerintahan Trump mencabut pembatasan ekspor untuk penjualan chip seperti H20 ke negara kekuasaan Xi Jinping.

    Menurut laporan FT, selama 3 bulan masa pemblokiran total, distributor China dari Guangdong, Zhejiang, dan Anhui, berhasil menyelundupkan chip B200 Nvidia, serta prosesor lainnya yang dilarang seperti H100 dan H200.

    Negara-negara Asia Tenggara telah menjadi pasar gelap yang dimanfaatkan China untuk membeli chip yang dilarang, menurut laporan FT, mengutip para pakar industri.

    Laporan tersebut juga menyebut Kementerian Perdagangan AS tengah mendiskusikan penambahan kontrol ekspor untuk produk AI canggih ke negara-negara seperti Thailand, paling cepat pada September 2025 mendatang.

    (fab/fab)

    [Gambas:Video CNBC]

  • Produk AS Bebas TKDN, Barang Lokal Bisa Kalah Saing di Proyek Pemerintah

    Produk AS Bebas TKDN, Barang Lokal Bisa Kalah Saing di Proyek Pemerintah

    Bisnis.com, JAKARTA — Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia mewanti-wanti langkah pelonggaran kebijakan tingkat komponen dalam negeri (TKDN) atas produk Amerika Serikat (AS) dapat berisiko memberikan kemudahan bagi produk impor dalam proyek pengadaan barang dan jasa pemerintah. 

    Wakil Ketua Umum Kadin Perindustrian Saleh Husin mengatakan, kesepakatan Indonesia dan AS tersebut perlu dicermati. Sebab, pelonggaran ketentuan TKDN untuk produk dari AS dapat menimbulkan tantangan tersendiri bagi industri dalam negeri.

    “Ini berisiko menurunkan penyerapan produk dalam negeri pada pengadaan pemerintah,” kata Saleh kepada Bisnis, Jumat (25/7/2025). 

    Selama ini, TKDN bertujuan untuk memberi ruang bagi industri dalam negeri untuk tumbuh dan meningkatkan daya saing. 

    Dia menilai tanpa kewajiban TKDN, produk AS bisa masuk dan berpartisipasi dalam pengadaan barang/jasa pemerintah dengan lebih mudah. 

    Produk AS dinilai dapat masuk tanpa harus memenuhi standar kandungan lokal sehingga menciptakan ketimpangan dalam persaingan. 

    Untuk menghadapi kondisi ini, Saleh mendorong pengusaha untuk melakukan peningkatan efisiensi dan inovasi di tingkat perusahaan agar mampu bersaing tidak hanya dari sisi harga, tetapi juga kualitas dan keunikan produk.

    “Memperkuat aliansi industri nasional, termasuk melalui konsolidasi usaha kecil-menengah agar memiliki daya tawar dan skala produksi yang lebih baik,” tuturnya.

    Tak hanya itu, dia juga mendukung advokasi kebijakan kepada pemerintah agar tetap ada insentif atau afirmasi untuk produk lokal. 

    “Termasuk mempertahankan kewajiban TKDN minimum bagi semua negara mitra dagang dalam proyek strategis nasional,” jelasnya. 

    Menurut Saleh, hal ini tentunya perlu dikaji lebih lanjut, meskipun penurunan tarif bea masuk produk Indonesia ke AS menjadi 19% memang patut diapresiasi sebagai langkah positif dalam membuka akses pasar. 

    Namun, tanpa kewajiban kandungan lokal, produk impor dari AS yang masuk ke pasar domestik, terutama dalam skema pengadaan pemerintah, dapat bersaing langsung dengan produk dalam negeri yang selama ini berupaya memenuhi regulasi TKDN. 

    “Hal ini berpotensi menciptakan ketidakseimbangan dalam playing field antara pelaku usaha lokal dan asing,” jelasnya. 

    Di sisi lain, menurut Saleh, manfaat dari penurunan tarif AS belum tentu dapat dirasakan secara merata oleh seluruh sektor industri Indonesia, mengingat perbedaan kapasitas, kesiapan ekspor, dan struktur biaya antarsektor. 

    Oleh karena itu, Saleh menerangkan, meskipun secara diplomatik kesepakatan ini membuka peluang kerja sama yang lebih luas, secara strategis perlu dipastikan bahwa kebijakan semacam ini tidak mengurangi insentif bagi tumbuhnya industri nasional dan penguatan rantai pasok dalam negeri.

    “Dengan demikian, akan sangat penting bagi pemerintah untuk mengkaji kembali keseimbangan antara kepentingan ekspor dan keberlanjutan industri domestik, serta memastikan bahwa setiap pembukaan pasar disertai instrumen pendukung yang adil dan proporsional,” pungkasnya. 

    Pemberlakuan bea masuk 0% bagi produk dari AS ke Indonesia berpotensi menciptakan tekanan serius terhadap industri dalam negeri, terutama sektor yang bersaing langsung dengan produk-produk impor AS. 

    Dengan semakin murahnya harga produk impor di pasar domestik, industri lokal dapat kehilangan daya saing, khususnya jika belum memiliki efisiensi produksi yang tinggi atau skala ekonomi yang memadai. 

    Dalam jangka pendek, hal ini bisa menekan margin keuntungan, memperlambat pertumbuhan kapasitas produksi, bahkan mengancam kelangsungan usaha sektor-sektor padat karya. 

    Meskipun demikian, industri dalam negeri yang selama ini bergantung terhadap bahan baku dan barang modal dari AS akan diuntungkan karena mendapatkan harga yang lebih murah sehingga dapat menekan biaya produksi.

    Diberitakan sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menegaskan tidak semua kebijakan TKDN akan dihapus, sebagaimana pernyataan Gedung Putih atau pihak pemerintah AS. 

    Airlangga menyampaikan bahwa penghapusan TKDN akan dilakukan untuk beberapa sektor. Namun, dirinya enggan menjelaskan sektor apa saja yang akan dihapuskan.  

    “Enggak [dihapus seluruhnya TKDN], itu kan sektornya ada,” ujarnya kepada wartawan di kantor Kemenko Perekonomian, Rabu (23/7/2025).  

    Untuk diketahui, kebijakan TKDN memang sedari awal menjadi sorotan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump. 

  • Sanksi Trump ke Putin Bisa Jadi Bumerang, Warga AS dalam Bahaya!

    Sanksi Trump ke Putin Bisa Jadi Bumerang, Warga AS dalam Bahaya!

    Jakarta, CNBC Indonesia – Usulan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump untuk mengenakan tarif sekunder kepada negara-negara yang membeli minyak dari Rusia dapat meningkatkan harga barang-barang kebutuhan pokok rakyat Amerika. Hal ini diungkapkan sejumlah pakar kepada Newsweek, dikutip Jumat (25/7/2025).

    Pada bulan Maret, Trump memperingatkan bahwa ia akan mengenakan tarif tersebut, yang akan memengaruhi negara-negara pihak ketiga yang berdagang dengan rezim Presiden Rusia Vladimir Putin jika Moskow gagal menyetujui gencatan senjata di Ukraina. Ia mengulangi janji ini kepada para wartawan minggu lalu di Ruang Oval.

    “Kita akan menerapkan tarif sekunder,” kata Trump. “Jika kita tidak mencapai kesepakatan dalam 50 hari, caranya sangat mudah, dan tarifnya akan mencapai 100%.”

    Sementara itu, Senator Lindsey Graham, seorang Republikan dari Carolina Selatan, dan Senator Demokrat dari Connecticut, Richard Blumenthal, telah mensponsori RUU bipartisan yang akan mengenakan sanksi primer dan sekunder terhadap Rusia dan entitas pendukung Rusia jika Putin tidak terlibat dalam perundingan damai.

    RUU tersebut bahkan mencakup pengenaan tarif 500% atas barang impor dari negara-negara yang membeli minyak, gas, uranium, dan produk Rusia lainnya.

    Menanggapi hal ini, profesor ekonomi di Universitas Lancaster Inggris, Hilary Ingham, memperingatkan bahwa hal ini dapat menjadi bumerang bagi AS. Pasalnya, banyak bahan-bahan penting yang terkena tarif.

    “Jika (Trump) menerapkan ini, maka harga energi di Amerika akan naik. Sektor-sektor yang mengonsumsi banyak energi akan paling terpukul. Manufaktur, terutama besi, baja, dan logam, adalah pengguna energi tertinggi, diikuti oleh pertanian dan teknik mesin,” tuturnya.

    “Namun, tentu saja, akibatnya adalah harga yang lebih tinggi bagi konsumen AS dan akan merusak popularitas Trump.”

    Mark Temnycky, seorang peneliti nonresiden di Eurasia Center, lembaga riset Atlantic Council, sepakat bahwa hal ini dapat berdampak pada barang-barang kebutuhan sehari-hari seiring perusahaan menyesuaikan diri dengan kenaikan biaya input. Nantinya, hal ini akan membawa AS ke dalam inflasi yang tinggi.

    “Kenaikan biaya ini dapat berdampak pada barang-barang kebutuhan sehari-hari seiring perusahaan menyesuaikan diri dengan kenaikan biaya input. Selain itu, inflasi akan menjadi perhatian banyak konsumen dan pembuat kebijakan Amerika,” paparnya.

    Dengan situasi ini, Nicholas Fenton, direktur asosiasi dan rekan peneliti Program Eropa, Rusia, dan Eurasia di Pusat Studi Strategis dan Internasional, mengatakan sanksi-sanksi ini kemungkinan besar tidak akan diterapkan. Hal ini berkaitan dengan bagaimana tarif ini akan justru menyerang sejumlah negara pengguna energi Rusia seperti China, India, dan Eropa.

    “Kita merasakan gejolak obligasi yang dipicu tarif pada April 2025, sebelum Gedung Putih akhirnya menghentikan sebagian besar strategi tarif yang diumumkan sebelumnya,” ujarnya.

    “Oleh karena itu, kecil kemungkinan tarif sekunder ini akan benar-benar diterapkan sebagaimana dirancang saat ini, yang akan melemahkan kemampuannya untuk berfungsi sebagai pencegah yang kredibel terhadap agresi Rusia lebih lanjut di Ukraina.”

    (tps/luc)

    [Gambas:Video CNBC]

  • Trump Minta Transfer Data Warga RI ke AS, Bos Data Center Tagih Ini

    Trump Minta Transfer Data Warga RI ke AS, Bos Data Center Tagih Ini

    Jakarta, CNBC Indonesia – Ketua Asosiasi Penyelenggara Data Center Indonesia (IDPRO), Hendra Suryakusuma meminta adanya kajian ilmiah untuk dampaknya dengan kesepakatan antara Amerika Serikat (AS) dan Indonesia. Kedua negara diketahui melakukan kesepakatan terkait tarif resiprokal, termasuk poin transfer data pribadi Indonesia menuju AS.

    “Tentunya yang terkait dengan agreement yang dilakukan dulu. Pertama, melakukan kajian ilmiah komprehensif yang terkait dengan dampak-dampaknya dari kesepakatan,” kata Hendra kepada CNBC Indonesia, Jumat (25/7/2025).

    Kajian tersebut diharapkan akan memuat dampak pada peraturan yang ada di Indonesia, aspek pertahanan dan juga keamanan yang ada.

    Selain itu, ia meminta adanya transparansi ke publik mengenai informasi muatan dari kesepakatan itu. Jangan sampai menimbulkan kegaduhan seperti yang terjadi sekarang.

    “Terkait transparansi dan partisipasi publik. Harus dijelaskan ke publik secara komprehensif sebenarnya muatan dari kesepakatan itu apa saja,” jelasnya.

    Lebih lanjut, Hendra mengatakan penting melakukan klasifikasi data yang boleh dikirimkan merujuk pada peraturan yang ada seperti data tertutup, terbuka dan terbatas.

    “Jangan sampai pasokan datanya ini dikirimkan ke luar negeri,” kata dia.

    Sebagai informasi, isi kesepakatan dua negara diumumkan melalui pernyataan bersama yang diunggah oleh Gedung Putih. Kesepakatan itu menjadi ketetapan tarif impor barang Indonesia ke AS menjadi 19% dari sebelumnya 32%.

    Salah satu poinnya adalah transfer data keluar wilayah Indonesia ke AS. Dituliskan Indonesia akan memberikan kepastian mengenai kemampuan mengirimkan data pribadi keluar.

    Dalam pernyataan Fact Sheet: The United States and Indonesia Reach Historic Trade Deal, dituliskan jika kemampuan pemindahan data pribadi dilakukan sesuai dengan aturan yang ada di Indonesia.

    “Indonesia akan memberikan kepastian terkait kemampuan untuk memindahkan data pribadi dari wilayahnya ke Amerika Serikat melalui pengakuan Amerika Serikat sebagai negara atau yurisdiksi yang menyediakan perlindungan data yang memadai berdasarkan hukum Indonesia,” tulis pernyataan tersebut.

    (fab/fab)

    [Gambas:Video CNBC]

  • Pemerintah Bantah Serahkan Data Pribadi WNI ke AS – Page 3

    Pemerintah Bantah Serahkan Data Pribadi WNI ke AS – Page 3

    Prasetyo memastikan pemerintah berkomitmen dan menjamin keamanan data pribadi masyarakat. Hal tersebut juga menjadi pembahasan pemerintah Indonesia dan Amerika Serikat saat bernegosiasi.

    “Kita tentu, pemerintah pasti berkomitmen, apalagi berkenaan dengan masalah data pribadi. Kita sendiri kan juga punya Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi. Jadi data-data pasti pemerintah berusaha keras menjamin itu,” tutur dia.

    “Itu bagian dari yang dibicarakan antara pemerintah Indonesia dengan pemerintah Amerika,” sambung Prasetyo.

    Sebelumnya, Gedung Putih melalui situs web-nya pada Selasa (22/7/2025) merilis dokumen berjudul “Lembar Fakta: Amerika Serikat (AS) dan Indonesia Capai Kesepakatan Dagang Bersejarah.”

    Lembar fakta tersebut dibuka dengan pernyataan, “Presiden Donald Trump mengumumkan sebuah kesepakatan dagang bersejarah dengan Indonesia, yang akan memberikan warga AS akses pasar di Indonesia—akses yang sebelumnya dianggap mustahil—dan membuka terobosan besar bagi sektor manufaktur, pertanian, serta digital AS.”

    Dalam kesepakatan ini, Indonesia akan membayar tarif timbal balik kepada AS sebesar 19 persen.

    Terkait penghapusan hambatan tarif disebutkan, “Indonesia akan menghapus hambatan tarif terhadap lebih dari 99 persen produk AS yang diekspor ke Indonesia, berdasarkan perlakuan preferensial, di seluruh sektor, termasuk semua produk pertanian, produk kesehatan, makanan laut, teknologi informasi dan komunikasi, produk otomotif, serta bahan kimia, yang akan menciptakan peluang akses pasar yang bernilai secara komersial bagi seluruh ragam ekspor AS serta mendukung lapangan kerja AS yang berkualitas tinggi.”

  • Zelensky Cari Dana untuk Dapatkan 10 Rudal Patriot dari AS

    Zelensky Cari Dana untuk Dapatkan 10 Rudal Patriot dari AS

    Kyiv

    Presiden Ukraina, Volodymyr Zelensky, mengatakan negaranya sedang berupaya mengamankan pendanaan untuk mendapatkan 10 unit sistem pertahanan udara Patriot dari Amerika Serikat (AS).

    Pendanaan ini, seperti dilansir AFP, Jumat (25/7/2025), dibutuhkan menyusul kesepakatan terbaru dengan Presiden AS Donald Trump, yang memungkinkan negara-negara Eropa untuk membeli persenjataan AS dan memberikannya kepada Ukraina.

    “Presiden Amerika Serikat akan mentransfer dan menjual sistem-sistem ini kepada kami. Tugas kami adalah mencari pendanaan untuk ke-10 sistem tersebut,” kata Zelensky dalam pernyataan yang dirilis kepada wartawan pada Jumat (25/7).

    Dia menambahkan bahwa Ukraina sejauh ini telah berhasil mengamankan pendanaan untuk tiga unit sistem pertahanan udara Patriot, dengan dua unit dari Jerman dan satu unit dari Norwegia.

    Trump sebelumnya mengkritik bantuan persenjataan senilai puluhan miliar dolar Amerika yang diberikan kepada Kyiv di bawah pemerintahan mantan Presiden Joe Biden. Namun baru-baru ini, Trump menyetujui penjualan senjata AS untuk Ukraina melalui negara-negara anggota aliansi NATO.

    Zelensky, dalam pernyataannya, juga mengatakan bahwa Washington dan Kyiv telah menyetujui kesepakatan senilai antara US$ 10 miliar hingga US$ 30 miliar bagi Ukraina untuk menyediakan drone bagi AS.

    “Dengan Amerika dan Presiden Trump, kami sepakat bahwa mereka akan membeli drone dari kami. Perjanjian ini sudah ada,” ujarnya.

    Trump, dalam pertemuan dengan Sekjen NATO Mark Rutte di Gedung Putih pekan lalu, mengumumkan bahwa AS akan memasok senjata baru, termasuk baterai antirudal Patriot, kepada Ukraina melalui NATO.

    Pada saat itu, Trump mengatakan bahwa sekutu-sekutu Eropa yang akan menanggung seluruh biayanya, lalu mendistribusikannya ke Ukraina untuk membantu negara itu melawan invasi Rusia.

    “Peralatan militer senilai miliaran dolar Amerika ini akan dibeli dari Amerika Serikat, untuk NATO … dan akan segera didistribusikan ke medan pertempuran,” ucap Trump, seperti dilansir AFP.

    Dalam pertemuan itu, Rutte, yang mantan Perdana Menteri Belanda, mengonfirmasi kesepakatan tersebut dengan mengatakan bahwa “Eropa akan 100 persen menanggung biayanya”. Dia juga menyebut Ukraina akan mendapatkan “sejumlah besar” senjata berdasarkan kesepakatan tersebut.

    Tonton juga video “Kremlin: Perundingan Damai di Ukraina Rumit, Mustahil Ada Keajaiban” di sini:

    Halaman 2 dari 2

    (nvc/ita)

  • Puan ingatkan perlindungan data pribadi terkait transfer data RI-AS

    Puan ingatkan perlindungan data pribadi terkait transfer data RI-AS

    Ketua DPR RI Puan Maharani (kedua kanan) bersama para Wakil Ketua DPR RI lainnya di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (24/7/2025). ANTARA/Melalusa Susthira K.

    Puan ingatkan perlindungan data pribadi terkait transfer data RI-AS
    Dalam Negeri   
    Editor: Sigit Kurniawan   
    Kamis, 24 Juli 2025 – 18:18 WIB

    Elshinta.com – Ketua DPR RI Puan Maharani mengingatkan pemerintah untuk dapat memberikan perlindungan data pribadi Warga Negara Indonesia (WNI) atas kesepakatan transfer data antara Indonesia dan Amerika Serikat (AS) sebagai bagian dari kesepakatan tarif impor.

    Dia menekankan bahwa Indonesia telah memiliki Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2022 tentang Pelindungan Data Pribadi (UU PDP).

    “Tentu saja pemerintah harus bisa melindungi terkait dengan data pribadi yang ada bagi Warga Negara Indonesia, yang mana kita sudah mempunyai Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi,” kata Puan di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (24/7).

    Dia pun meminta pemerintah memberikan penjelasan terkait perlindungan yang diberikan terhadap jenis data pribadi WNI yang ditransfer dalam kesepakatan transfer data antara Indonesia dengan AS tersebut.

    “Pemerintah melalui kementeriannya harus bisa menjelaskan hal tersebut, apakah memang data pribadi Warga Negara Indonesia itu sudah terlindungi dan sampai mana batasnya,” tuturnya.

    Dia lantas melanjutkan, “Bagaimana dengan undang-undang perlindungan data pribadi kita, apakah memang itu benar-benar bisa melindungi data-data yang ada bagi warga negara Indonesia.”

    Sebelumnya, Wakil Ketua Komisi I DPR RI Dave Laksono menekankan bahwa kesepakatan transfer data antara Indonesia dan Amerika Serikat (AS) sebagai bagian dari kesepakatan tarif impor harus selaras dengan Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2022 tentang Pelindungan Data Pribadi (UU PDP).

    “Harus diingat bahwa kita juga memiliki Undang-Undang akan Perlindungan Data Pribadi, jadi kesepakatan apapun yang dibuat dengan negara manapun, ya harus sesuai dengan undang-undang yang kita miliki,” kata Dave di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis.

    Dave pun menyebut pihaknya masih menunggu detail teknis terkait kesepakatan transfer data antara Indonesia-AS dari pemerintah tersebut.

    Adapun Kementerian Komunikasi dan Digital menyatakan kesepakatan perdagangan antara Indonesia-AS bukanlah bentuk penyerahan data pribadi secara bebas, melainkan menjadi dasar hukum yang sah, aman, dan terukur dalam tata kelola lalu lintas data pribadi lintas negara.

    “Kesepakatan yang dimaksud justru dapat menjadi dasar legal bagi perlindungan data pribadi warga negara Indonesia ketika menggunakan layanan digital yang disediakan oleh perusahaan berbasis di Amerika Serikat, seperti mesin pencari, media sosial, layanan cloud, dan e-commerce,” kata Menkomdigi Meutya Hafid dalam keterangan resmi tertulis yang diterima di Jakarta, Kamis.

    Kepala Kantor Komunikasi Kepresidenan Hasan Nasbi, Rabu (23/7), menyatakan bahwa kesepakatan transfer data antara Indonesia dan Amerika Serikat yang merupakan bagian dari kesepakatan tarif impor, hanya untuk kepentingan pertukaran barang dan jasa tertentu.

    Berdasarkan informasi yang dihimpun, Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump mengumumkan poin penting dalam kesepakatan tarif impor yang disepakati dengan Pemerintah Indonesia, salah satu di antaranya menyebut soal pemindahan data pribadi.

    Dalam keterangan resmi yang dikeluarkan Gedung Putih, dikutip pada Rabu (23/7), hal tersebut diatur dalam poin terkait penghapusan hambatan untuk perdagangan digital. Disebutkan Amerika Serikat dan Indonesia akan merampungkan komitmen terkait perdagangan digital, jasa, dan investasi.

    Sejumlah komitmen yang diambil Indonesia salah satunya adalah memberikan kepastian terkait kemampuan untuk memindahkan data pribadi dari wilayahnya ke Amerika Serikat.

    “Indonesia juga akan memberikan kepastian terkait kemampuan untuk memindahkan data pribadi keluar dari wilayahnya ke Amerika Serikat melalui pengakuan bahwa Amerika Serikat merupakan negara atau yurisdiksi yang memberikan perlindungan data yang memadai berdasarkan hukum Indonesia,” tulis pernyataan tersebut.

    Sumber : Antara

  • Top 3 Tekno: Tanggapan Menkomdigi soal Transfer Data Pribadi ke AS Jadi Sorotan – Page 3

    Top 3 Tekno: Tanggapan Menkomdigi soal Transfer Data Pribadi ke AS Jadi Sorotan – Page 3

    Liputan6.com, Jakarta – Tanggapan Menteri Komunikasi dan Digital (Menkomdigi), Meutya Hafid, terkait transfer data pribadi ke AS menjadi sorotan para pembaca di kanal Tekno Liputan6.com, Kamis (24/7/2025) kemarin.

    Berita lain yang juga populer yaitu mengenai hacker yang menyerang Badan Senjata Nuklir AS, imbas dari pembobolan server Microsoft SharePoint.

    Lebih lengkapnya, simak tiga berita terpopuler di kanal Tekno Liputan6.com berikut ini.

    1. Menkomdigi: Transfer Data Pribadi ke AS akan Transparan dan Akuntabel 

    Menteri Komunikasi dan Digital (Menkomdigi), Meutya Hafid, menegaskan bahwa transfer data pribadi ke Amerika Serikat (AS) tidak dilakukan sembarangan.

    “Pemerintah memastikan transfer data pribadi ke AS tidak dilakukan sembarangan,” ujar Meutya dalam keterangan resminya, Kamis (24/7/2025).

    Sebaliknya, ia menjelaskan, seluruh proses dilakukan dalam kerangka secure and reliable data governance, tanpa mengorbankan hak-hak warga negara.

    “Dengan tata kelola yang transparan dan akuntabel, Indonesia tidak tertinggal dalam dinamika ekonomi digital global, namun tetap menjaga kedaulatan penuh dalam pengawasan dan penegakan hukum atas data pribadi warganya,” ucap Meutya, menambahkan.

    Menkomdigi Meutya Hafid juga menyampaikan bahwa negosiasi terkait Removing Barriers for Digital Trade Barrier, termasuk komitmen transfer data, masih dalam tahap finalisasi. Pembicaraan teknis pun masih terus berlangsung.

    Komdigi memastikan bahwa finalisasi kesepakatan perdagangan antara Indonesia dan AS yang diumumkan pada 22 Juli 2025 oleh Gedung Putih bukanlah bentuk penyerahan data pribadi secara bebas, melainkan menjadi pijakan hukum yang sah, aman, dan terukur dalam tata kelola lalu lintas data pribadi lintas negara.

    Meutya menyebut kesepakatan yang dimaksud justru dapat menjadi dasar legal bagi perlindungan data pribadi warga negara Indonesia ketika menggunakan layanan digital yang disediakan oleh perusahaan berbasis di AS seperti mesin pencari, media sosial, layanan cloud, dan e-commerce.

    Baca selengkapnya di sini 

     

  • RI terus negosiasi dengan AS tekan tarif impor komoditas strategis

    RI terus negosiasi dengan AS tekan tarif impor komoditas strategis

    Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto dalam konferensi pers di Jakarta, Kamis (24/7/2025) (ANTARA/Bayu Saputra)

    RI terus negosiasi dengan AS tekan tarif impor komoditas strategis
    Dalam Negeri   
    Editor: Sigit Kurniawan   
    Kamis, 24 Juli 2025 – 19:41 WIB

    Elshinta.com – Pemerintah Indonesia terus melanjutkan proses negosiasi dengan Amerika Serikat (AS) untuk menekan tarif impor sejumlah komoditas strategis nasional di bawah 19 persen hingga 0 persen.

    Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan, sejumlah produk yang sedang diajukan dalam negosiasi tarif tersebut mencakup komoditas sumber daya alam yang tidak dapat diproduksi oleh AS.

    “Produk-produk itu antara lain kelapa sawit, kopi, kakao, produk agro, dan juga produk mineral lainnya termasuk juga komponen pesawat terbang dan juga komponen daripada produk industri di kawasan industri tertentu seperti di free trade zone,” ujar Airlangga dalam konferensi pers di Jakarta, Kamis (24/7).

    Menurutnya, meski saat ini AS telah menerapkan tarif impor 19 persen terhadap produk asal Indonesia, masih terdapat ruang negosiasi untuk penurunan tarif terhadap sejumlah produk yang dinilai strategis dan tidak bersaing langsung dengan industri domestik AS.

    Airlangga mengungkapkan bahwa AS juga memperhatikan perlakuan tarif dari mitra dagang lain seperti Uni Eropa, yang melalui perjanjian Indonesia—European Union Comprehensive Economic Partnership Agreement (IEU-CEPA) telah memberikan tarif 0 persen untuk minyak kelapa sawit mentah (CPO) asal Indonesia.

    “Amerika juga melihat bahwa Eropa memberikan kita CPO itu 0 persen dalam IEU-CEPA, jadi beberapa itu menjadi tolok ukur,” katanya.

    Adapun sebelumnya, melalui laman resmi Gedung Putih, AS dan Indonesia telah menyepakati kerangka kerja Agreement on Reciprocal Trade sebagai upaya memperkuat hubungan ekonomi bilateral kedua negara.

    Dalam perjanjian tersebut, Indonesia disebut akan menghapus sekitar 99 persen hambatan tarif untuk berbagai produk industri dan pertanian asal AS. Sebagai imbalannya, AS akan menetapkan tarif timbal balik sebesar 19 persen untuk produk asal Indonesia dan membuka peluang pengurangan tarif lebih lanjut terhadap komoditas yang tidak tersedia atau tidak diproduksi secara domestik di AS.

    Selain itu, kedua negara juga berkomitmen menyelesaikan berbagai hambatan non-tarif yang mempengaruhi perdagangan dan investasi bilateral, termasuk pembebasan persyaratan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) untuk sejumlah barang asal AS, pengakuan sertifikasi Badan Pengawas Obat dan Makanan AS atau Food and Drug Administration (FDA) untuk produk kesehatan dan farmasi, serta penanganan isu-isu kekayaan intelektual dan prosedur penilaian kesesuaian (conformity assessment).

    Dalam konteks perdagangan digital, Indonesia juga menyatakan komitmennya untuk memberikan kepastian terkait transfer data lintas batas, menghapus bea masuk atas produk digital (intangible products), serta mendukung moratorium bea cukai atas transmisi elektronik di forum Organisasi Perdagangan Bebas (WTO).

    “Secara umum, joint statement (pernyataan bersama) menggambarkan kesepakatan yang telah dibahas, dan Amerika Serikat menunjukkan poin-poin penting dan komitmen politik baik Indonesia maupun Amerika yang akan menjadi dasar perjanjian perdagangan nanti. Nah tentu akan dilanjutkan dengan pembahasan lanjutan yang menyangkut kepentingan kedua negara,” terang Airlangga.

    Sumber : Antara

  • Klausul Asal Barang Masih jadi Diskusi RI-AS, Investasi China Terancam?

    Klausul Asal Barang Masih jadi Diskusi RI-AS, Investasi China Terancam?

    Bisnis.com, JAKARTA — Kesepakatan dagang antara Indonesia dengan Amerika Serikat melibatkan klausul asal barang atau rules of origin. Pemerintah menjelaskan bahwa kedua negara masih membicarakan detail klausul asal barang itu lebih lanjut.

    Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menjelaskan klausul rules of origin (RoO) dalam kesepakatan dagang RI-AS itu hampir sama seperti klausul transshipment dalam kesepakatan dagang Vietnam-AS.

    Dalam kesepakatan dagang Vietnam-AS, barang negara lain yang melakukan transshipment ke Vietnam sebelum masuk ke AS mendapatkan tarif tinggi 40%. Selama ini, banyak industri China yang melakukan transshipment dari Vietnam untuk menghindari tarif impor tinggi ke AS.

    Hanya saja, Airlangga mengaku sudah memberi penegasan kepada pemerintah AS bahwa tidak ada praktik transshipment di Indonesia. Oleh sebab itu, sambungnya, diatur klausul asal barang atau RoO, bukan klausul transshipment.

    Secara umum, ketentuan RoO digunakan untuk mencegah produk negara nonmitra menikmati fasilitas tarif rendah. Misalnya, pengusaha China berinvestasi dengan membangun pabrik di Indonesia untuk menghindari tarif impor tinggi yang diterapkan AS ke Negeri Panda.

    Pabrik China yang berada di Indonesia itu tetap mengimpor bahan baku dari Negeri Panda (konten asing). Ketentuan RoO biasanya mengatur seberapa besar konten asing yang masih dibolehkan agar suatu barang tetap dianggap berasal dari Indonesia.

    “Maka kita perlu menyepakati third party vendor [vendor pihak ketiga] itu sampai di mana, berapa luas. Nah, ini masih dalam pembicaraan [antara RI dengan AS],” jelas Airlangga dalam konferensi pers di Kantor Kemenko Perekonomian, Jakarta Pusat, Kamis (24/7/2025).

    Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto (kedua dari kiri) di Kantor Kemenko Perekonomian, Jakarta pada Rabu (2/7/2025)./Bisnis-Lorenzo Anugerah Mahardhika

    Sementara itu, Sekretaris Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Susiwijono Moegiarso mengaku AS memang selalu mengerjakan klausul RoO maupun transshipment dalam kesepakatan dagang semua negara. Oleh sebab itu, lanjutnya, Indonesia tidak terkecuali.

    “Di format standarnya dengan seratus sekian negara itu kan ada mengenai RoO, transshipment. Kan kita dianggap enggak berpotensi,” klaim Susi di Kantor Kemenko Perekonomian, Jakarta Pusat, Kamis (24/7/2025).

    Adapun dalam dalam salah satu poin kesepakatan dagang RI-AS yang dirilis Gedung Putih, disampaikan Amerika Serikat dan Indonesia akan merundingkan ketentuan asal barang (rules of origin) yang bersifat fasilitatif untuk memastikan bahwa manfaat dari perjanjian ini terutama dinikmati oleh Amerika Serikat dan Indonesia.

    Risiko Klausul Asal Barang

    Peneliti Departemen Ekonomi Center for Strategic and International Studies (CSIS) Riandy Laksono menilai bahwa kesepakatan dagang RI-AS menyimpan risiko strategis yang perlu diantisipasi, salah satunya terkait definisi asal barang (rules of origin).

    Riandy mengaku penasaran bagaimana pemerintah AS akan mendefinisikan asal barang yang layak mendapatkan perlakuan tarif preferensial.

    “Pertanyaannya adalah, seberapa besar konten asing yang masih dibolehkan agar suatu barang tetap dianggap berasal dari Indonesia? Apakah maksimal 20%, 30%? Saat ini umumnya boleh hingga 60%, tapi saya menduga AS akan mendorong ambang batas yang lebih rendah,” ujar Riandy kepada Bisnis, Rabu (23/7/2025).

    Dia menjelaskan bahwa komponen asal China masih mendominasi struktur impor bahan baku Indonesia, yakni sekitar 25% dari total keseluruhan. Jika AS menilai produk buatan Indonesia masih mengandung terlalu banyak komponen asal China maka bukan tidak mungkin produk RI ikut terdampak tarif tinggi yang ditujukan untuk China, yang saat ini berkisar 50%.

    Sementara itu, Peneliti Senior Departemen Ekonomi CSIS Deni Friawan menjelaskan sebelum adanya klausul RoO ataupun transshipment, muncul harapan besar investasi asing langsung akan mengalir ke Indonesia.

    Alasannya, AS menetapkan tarif impor tinggi ke China. Barang-barang yang diproduksi di China pun terancam tidak kompetitif lagi di AS karena harganya meningkat tajam, sejalan dengan kenaikan tarif impor.

    Akibatnya, muncul potensi relokasi pabrik-pabrik dari China ke negara lain yang tarif impornya ke AS lebih rendah agar bisa tetap menjual barang-barangnya ke Negeri Paman Sam. Realokasi pabrik-pabrik China itu sempat terjadi dalam masa pemerintahan pertama Trump (2017—2021).

    Hanya saja, klausul RoO dalam kesepakatan dagang RI-AS membuat harapan relokasi pabrik-pabrik dari China menjadi tidak relevan. “Kalau ancaman itu nyata kan artinya enggak akan juga [pabrik-pabrik China] ke Indonesia gitu. Jadi, harapan bisa datang investasi ke Indonesia itu enggak ada,” ujar Deni kepada Bisnis, Rabu (16/7/2025).

    Masalahnya, China merupakan salah satu negara yang paling banyak berinvestasi di Indonesia dalam sepuluh tahun terakhir. Pada 2024 misalnya, berdasarkan data Kementerian Investasi dan Hilirisasi, total nilai investasi China ke Indonesia mencapaiUS$8.106 juta atau terbesar ketiga, hanya kalah dari Singapura (US$20.075 juta) dan Hong Kong (US$8.216 juta).