Tempat Fasum: Gedung Putih

  • Wamenkomdigi Sebut Transfer Data Pribadi RI ke AS Itu Data Komersial

    Wamenkomdigi Sebut Transfer Data Pribadi RI ke AS Itu Data Komersial

    Jakarta

    Wakil Menteri Komunikasi dan Digital (Wamenkomdigi) Nezar Patria mengungkapkan Pemerintah Indonesia masih bernegosiasi dengan Amerika Serikat (AS) terkait salah satu poin kesepakatan dagang antara kedua negara, yakni transfer data pribadi.

    Transfer data pribadi dari Indonesia ke AS menjadi heboh sejak diumumkan oleh situs White House pada beberapa waktu lalu. Nezar menyebutkan bahwa itu belum final, artinya proses negosiasi masih dilakukan antara Indonesia dan AS.

    “Dalam tahap koordinasi dan apa yang disampaikan kemarin kan belum final, jadi masih ada hal-hal teknis yang dibahas oleh Pemerintah Amerika dan juga Pemerintah Indonesia. Jadi, masih terus berjalan begitu,” ujar Nezar ditemui awak media usai konferensi pers Peluncuran AI Policy Dialogue Country Report di Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi), Jakarta, Senin (28/7/2025).

    Nezar menjelaskan bahwa Indonesia memilik Undang-Undang Pelindungan Data Pribadi (UU PDP) dan transfer data pribadi dari Indonesia ke AS mengikuti aturan tersebut.

    “Kalau itu tidak sesuai dengan standar yang dibuat, maka harus ada persetujuan si pemilik data, demikian yang diatur di Undang-Undang PDP. Dan, ini prosesnya masih terus berjalan,” ucapnya.

    Terkait transfer data pribadi yang menjadi polemik belakangan ini, Nezar menyebutkan bahwa pertukaran data itu umum dilakukan. Disampaikannya juga bahwa transfer data pribadi ini mencakup data komersial.

    “Itu data komersial sebetulnya. Jadi, kalau kita menggunakan misalnya mesin pencari (internet-red) kita melakukan transaksi komersial melalui platform yang berbasis di Amerika, begitu ya,” ungkapnya.

    Nezar meminta masyarakat tidak salah paham soal transfer data pribadi ini. Kata Nezar, proses ini tetap ada payung hukum yang mengawal.

    “Harap jangan ada salah paham, itu bukan berarti Indonesia bisa mentransfer semua data pribadi secara bebas ke Amerika. Kita tetap ada protokol seperti yang sudah diatur oleh Undang-undang PDP yang disahkan di sini,” kata Wamenkomdigi.

    Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan pemerintah tengah menyusun protokol terkait transfer data pribadi Indonesia ke AS.

    Airlangga menjelaskan protokol tersebut tengah difinalisasi sebagai bagian dari komitmen Indonesia-AS dalam perjanjian tarif resiprokal. Kesepakatan itu, lanjut dia, untuk menyusun protokol perlindungan data pribadi lintas negara. Finalisasinya akan memberikan kepastian hukum yang sah bagi tata kelola data pribadi lintas negara.

    “Jadi finalisasinya nanti bagaimana ada pijakan hukum yang sah, aman, dan terukur untuk tata kelola lalu lintas data pribadi antar negara (cross border),” ujarnya.
    Airlangga menegaskan data yang diproses dalam kerja sama bukan data pemerintah, melainkan data masyarakat yang diunggah saat menggunakan layanan digital seperti email, Google, Bing, platform e-commerce, hingga sistem pembayaran internasional.

    (agt/fay)

  • Transfer Data Pribadi ke AS Dikhawatirkan Pengaruhi Investasi Data Center di RI

    Transfer Data Pribadi ke AS Dikhawatirkan Pengaruhi Investasi Data Center di RI

    Bisnis,com, JAKARTA  — Kesepakatan dagang yang memperbolehkan pengelolaan data pribadi warga Indonesia oleh Amerika Serikat (AS) menuai kekhawatiran atas nasib investasi data center di Tanah Air. 

    Ketua Umum Indonesia Data Center Provider Organization (IDPRO), Hendra Suryakusuma mengatakan langkah ini berpotensi menimbulkan konflik dengan Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi (PDP) yang telah disahkan, sekaligus menciptakan ketidakpastian iklim investasi, khususnya untuk pembangunan data center di Tanah Air.

    Hendra memberi contoh rencana investasi Damac Group yang sebelumnya akan membangun data center berkapasitas 230MW senilai Rp37 triliun di Indonesia. 

    Menurutnya, dengan adanya potensi data Indonesia diproses di luar negeri, investor bisa saja mengurungkan niatnya membangun pusat data di Indonesia.

    “[Investor data center] melihat kabar tersebut stop ah bangun di sini [Indonesia] ngapain juga? Toh data Indonesia akan dibawa ke sana [AS],” tutur Hendra kepada Bisnis, dikutip Minggu (27/7/2025)..

    Selain itu, dia juga menyorot potensi tekanan berat terhadap pemain data center lokal, seperti Biznet, DCI Indonesia, Telkom TDE, dan lainnya. 

    Dengan kemudahan transfer data ke luar negeri, beban komputasi yang semula diharapkan dibangun di Indonesia bisa beralih ke Amerika Serikat. 

    Hal ini bukan hanya melemahkan pasar domestik, tetapi juga menimbulkan risiko teknis seperti naiknya latensi karena server berada di luar negeri, sehingga kualitas akses dan pelayanan digital untuk masyarakat merosot.

    Hendra juga menegaskan perlunya kajian ilmiah mendalam sebelum kebijakan ini benar-benar diterapkan, dengan melibatkan kementerian terkait dan institusi pendidikan yang kompeten di bidangnya. 

    “Keuntungan ekonomi mungkin terasa di awal, tapi dalam jangka panjang, kedaulatan digital dan ketergantungan pada infrastruktur asing akan membayangi,” ujar Hendra.

    Risiko lain yang menjadi perhatian Hendra adalah dampak geopolitik dan keamanan data bagi Indonesia.

    Saat terjadi masalah bilateral, layanan digital vital bisa diputus tiba-tiba. Dia mencontohkan kasus di Rusia waktu perang Ukraina. Saat itu layanan finansial internasional seperti Visa dan Mastercard dihentikan. 

    “Indonesia juga bisa mengalami hal serupa jika terlalu bergantung pada server asing,” kata Hendra.

    Isu keamanan data juga masih menjadi perhatian besar, mengingat kasus kebocoran data di Indonesia yang kerap terjadi. 

    Hendra menekankan, data strategis seperti keuangan, kesehatan, layanan publik, dan pendidikan sebaiknya tetap diproses di dalam negeri demi melindungi industri data center nasional dan keamanan informasi masyarakat.

    Jika kebijakan ini dilanjutkan tanpa mitigasi, Hendra memperkirakan banyak perusahaan besar membatalkan atau memindahkan investasi mereka ke luar negeri. Bahkan pemain lokal yang sudah menempatkan data di Indonesia bisa saja memindahkan seluruh layanannya ke server luar negeri.

    Presiden AS Donald Trump

    Sebelumnya, Presiden Donald Trump mengumumkan kesepakatan dagang bersejarah antara Amerika Serikat (AS) dan Indonesia di berbagai sektor, termasuk di sektor digital terkait proses pengolahan data pribadi. 

    Di sektor tersebut, Donald Trump lewat keterangan resmi Gedung Putih menyebut AS dan RI menghapus hambatan perdagangan digital dengan berencana merampungkan komitmen mengenai perdagangan digital, jasa, dan investasi.

    Sejumlah komitmen diambil oleh Indonesia. Pertama, memberikan kepastian atas kemampuan memindahkan data pribadi keluar dari wilayah Indonesia ke AS melalui pengakuan bahwa AS memberikan perlindungan data yang memadai menurut hukum Indonesia.

  • APJII Sebut Amerika Serikat Lebih Mumpuni Lindungi Data Pengguna Ketimbang RI

    APJII Sebut Amerika Serikat Lebih Mumpuni Lindungi Data Pengguna Ketimbang RI

    Bisnis.com, JAKARTA — Asosiasi Penyedia Jasa Internet Indonesia (APJII) menyebut Amerika Serikat lebih baik dalam hal pelindungan data pribadi pengguna Internet dibandingkan dengan Indonesia.

    Langkah pemerintah menyerahkan data warga RI ke AS sebagai bagian dari kesepakatan dagang untuk menurunkan beban tarif merupakan hal yang benar. 

    Sekjen APJII Zulfadly Syam mengatakan pada hakekatnya dari waktu ke waktu data masyarakat Indonesia sudah berada di AS sejak lama. Data personal, kebiasaan, agenda meeting dan lain-lain sudah ditempatkan di AS seiring dengan tingginya penggunaan aplikasi-aplikasi asal AS oleh warga Indonesia. 

    Adapun mengenai perlindungan data dengan maraknya data Indonesia di sana, menurutnya, AS sejauh ini lebih baik dari Indonesia. 

    “Menempatkan data di AS jauh lebih baik dari sisi perlindungan. Namun perlindungan yang ada menganut hukum-hukum di AS bukan hukum Indonesia,” kata Zulfadly kepada Bisnis, Minggu (27/7/2025). 

    Zulfadly mengatakan saat ini tingkat kesadaran masyarakat Indonesia terhadap keamanan siber masih rendah. Istilah ‘data adalah sumber minyak baru’ hanyalah jargon yang kerap disemburkan pemerintah.

    Faktanya kesadaran terhadap menjaga data dari serangan siber masih lemah. Sedangkan AS jauh lebih sadar terhadap urgensi menguasai dan menjaga data. 

    Sementara itu data di Indonesia sudah bocor. Indonesia termasuk salah satu negara dengan kebocoran data signifikan di dark web, dengan jutaan catatan pribadi terekspos.

    Data Global Surfshark 2004−2024 menyebut kebocoran data di Indonesia mencapai 157.053.913 kasus, lebih besar jika dibandingkan dengan negara di kawasan Asean. 

    “Itulah mengapa kami sebut data di AS lebih “terlihat” secure. Walaupun data-data tersebut tetapi diolah untuk kepentingan mereka,” kata Zulfadly. 

    Zulfadly juga menyampaikan bahwa AS bukan tidak memiliki regulasi Pelindungan Data Pribadi, tetapi mereka memiliki aturan berdasarkan negara bagian bukan secara nasional. Berbeda dengan Europe yang memiliki General Data Protection Regulation (GDPR)

    “Tapi so far mereka concern bagaimana melindungi dengan cybersecurity protection yang baik,” kata Zulfadly. 

    Berbeda, Ketua Indonesia Cyber Security Forum (ICSF) Ardi Sutedja menyebut AS bukan negara yang aman bagi data-data di Indonesia. Perusahaan-perusahaan dan lembaga pemerintahan di AS tidak kebal atas serangan siber dengan marakya pemberitaan kebocoran data di Negeri Paman Sam. 

    Pada Juli 2024, sebanyak 1,4 GB data vital Badan Keamanan Nasional (NSA) AS dikabarkan bocor. Data tersebut mencakup data pribadi karyawan dan proyek-proyek besar. 

    Kemudian, 3 hari lalu data peretas memanfaatkan celah di server perangkat lunak Microsoft yang menyebabkan data 400 perusahaan berhasil dicuri.

    “Tiap hari ada data bocor di AS,” kata Ardi. 

    Sebelumnya, Presiden Donald Trump mengumumkan kesepakatan dagang bersejarah antara Amerika Serikat (AS) dan Indonesia di berbagai sektor, termasuk di sektor digital terkait proses pengolahan data pribadi. 

    Di sektor tersebut, Donald Trump lewat keterangan resmi Gedung Putih menyebut AS dan RI menghapus hambatan perdagangan digital dengan berencana merampungkan komitmen mengenai perdagangan digital, jasa, dan investasi.

    Sejumlah komitmen diambil oleh Indonesia. Pertama, memberikan kepastian atas kemampuan memindahkan data pribadi keluar dari wilayah Indonesia ke AS melalui pengakuan bahwa AS memberikan perlindungan data yang memadai menurut hukum Indonesia.

    Kedua, menghapus tarif HTS (harmonized tariff schedule) atas produk tidak berwujud dan menangguhkan persyaratan deklarasi impor terkait.

  • Ahli Sebut Transfer Data Pribadi RI ke AS Keniscayaan Era Digital

    Ahli Sebut Transfer Data Pribadi RI ke AS Keniscayaan Era Digital

    Jakarta, Beritasatu.com – Guru Besar Ilmu Hukum Cyber dan Digital Universitas Padjajaran (Unpad) Ahmad M Ramli menilai, transfer data pribadi Indonesia ke Amerika Serikat (AS) merupakan suara keniscayaan di era digital. Menurut Ramli, transfer data pribadi tersebut sudah menjadi fenomena lumrah dan tak terhindarkan dalam transaksi bisnis internasional.

    “Hal yang harus dipahami adalah, transfer data pribadi tak berarti kita mengalihkan pengelolaan seluruh data pribadi WNI kepada Pemerintah AS,” ujar Ramli kepada wartawan, Sabtu (26/7/2025).

    Ramli mengatakan, di era digital, mekanisme transfer data pribadi baik domestik maupun antarnegara sejatinya sudah berlangsung lama. 

    Menurut dia, transfer data pribadi ke  AS tak hanya dilakukan Indonesia, tetapi sudah dilakukan negara lain. Bahkan, negara-negara Uni Eropa yang melindungi data pribadinya secara ketat juga sudah membuat kesepakatan terkait data pribadi dengan Pemerintah AS.

    “Berkaca dari apa yang dilakukan Uni Eropa, mereka telah menjalin kesepakatan dengan AS dengan transaksi perdagangan senilai US$ 7,1 triliun. Bahkan, Komisi Eropa telah mengadopsi EU-US Data Privacy Framework (DPF) yang mulai berlaku sejak 10 Juli 2023,” tutur Ramli.

    Sementara, terkait kerja sama RI dengan Amerika, transfer data pribadi itu secara eksplisit disebut move personal data out dalam fact sheet (lembar fakta) Gedung Putih berjudul The United States and Indonesia Reach Historic Trade Deal. Dalam lembar Fakta, kata Ramli, secara jelas menyebut langkah menghapus Hambatan Perdagangan Digital antara Indonesia dan AS.

    “Poinnya adalah, Indonesia akan mempermudah transfer data pribadi ke AS dengan mengakui AS sebagai negara yang memiliki perlindungan data memadai di bawah hukum Indonesia,” ungkap dia.

    Menurut Ramli, hal tersebut merujuk pada mekanisme transfer data pribadi lintas negara secara kasus per kasus, untuk memastikan aliran data tetap sah dan terlindungi dalam era ekonomi digital. 

    Dia menegaskan, transfer data pribadi telah berlangsung di mana-mana. Misalnya, seseorang yang akan terbang ke New York dari Jakarta, maka akan terjadi transfer data pribadi yang bahkan bisa melibatkan bukan hanya satu negara. Belum lagi jika menggunakan maskapai yang berbeda.

    Contoh lain, misalnya pengguna internet di Indonesia yang menurut data APJII 2025 sebanyak 221,56 juta jiwa juga telah memberikan data pribadinya ke berbagai platform digital global untuk diproses dan ditransfer antarteritorial dan yurisdiksi.

    Pemberian data pribadi itu dilakukan mulai saat membuat akun email, Zoom, Youtube, WhatsApp, ChatGPT, Google Maps, atau lainnya.

    Ramli menegaskan, transfer data pribadi adalah keniscayaan. Menurutnya, tanpa proses ini, tidak akan ada layanan dan transaksi digital.

    “Dengan kesepakatan RI-AS ini, maka pekerjaan rumah besarnya adalah bagaimana negara melakukan pengawasan, monitoring, dan evaluasi dan menegakan kepatuhan UU PDP. Tujuannya, agar transfer data ke mana pun di dunia, tetap dilakukan secara akuntabel dan patuh hukum,” tegas Prof Ramli.

    Lebih lanjut, Ramli mengatakan pekerjaan rumah pemerintah setelah adanya kesepakatan dengan AS ini adalah bagaimana mengawasi praktik transfer data pribadi ke berbagai negara agar patuh pada ketentuan Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2022 tentang Perlindungan Data Pribadi.

    “Dalam kaitan ini, Lembaga Pelindungan Data Pribadi berperan sangat strategis untuk menjalankan ketentuan UU PDP secara optimal. Pemerintah sebaiknya tak menunda lagi terbentuknya Lembaga PDP ini,” pungkas Ramli.

  • Politik sepekan, Logo HUT ke-80 RI hingga transfer data Indonesia-AS

    Politik sepekan, Logo HUT ke-80 RI hingga transfer data Indonesia-AS

    Jakarta (ANTARA) – Beragam berita politik telah diwartakan Kantor Berita Antara, berikut kami rangkum berita politik terpopuler dalam sepekan yang masih layak dibaca kembali sebagai sumber informasi serta referensi untuk mengisi akhir pekan Anda.

    1. Logo HUT Ke-80 RI diluncurkan oleh Presiden, ini wujud dan maknanya

    Presiden Prabowo Subianto resmi meluncurkan logo HUT Ke-80 RI, di Istana Negara, Jakarta, Rabu, setelah melewati seleksi dan sayembara yang digelar oleh Kementerian Sekretariat Negara, Kementerian Ekonomi Kreatif, dan Asosiasi Desain Grafis Indonesia (ADGI) pada 23 Mei sampai dengan 1 Juni.

    Logo HUT Ke-80 RI, pilihan Presiden Prabowo itu, tampil dengan desain sederhana yang menampilkan dengan jelas angka “80” berwarna merah putih sebagai tanda HUT Ke-80 Republik Indonesia.

    Desain logo terdiri atas dua bidang berbentuk silinder yang kontras dengan outline luar angka 8 dan 0 yang jika dilepaskan dari garis luarnya memiliki makna “dua inti yang kuat”, yaitu “bersatu” dan “berdaulat”.

    Selengkapnya klik di sini.

    2. Prabowo sematkan tanda pangkat ke delapan penerima Adhi Makayasa

    Presiden RI Prabowo Subianto menyematkan tanda pangkat kepada delapan penerima penghargaan bintang Adhi Makayasa (lulusan terbaik) pada Upacara Prasetya perwira TNI dan Polri tahun 2025 di Istana Merdeka, Jakarta, Rabu.

    Berdasarkan pantauan dari tayangan langsung di kanal YouTube Sekretariat Presiden, Rabu, Presiden Prabowo nampak menyematkan tanda pangkat pada masing-masing bahu penerima Bintang Adhi Makayasa.

    Selengkapnya klik di sini.

    3. KSAD jelaskan alasan masa pendidikan Akmil hanya tiga tahun

    Kepala Staf TNI Angkatan Darat (KSAD) Jenderal TNU Maruli Simanjuntak menjelaskan alasan pihaknya memperpendek masa pendidikan akademi militer (Akmil) dari empat tahun ke tiga tahun karena untuk mengefisienkan waktu belajar siswa.

    “Kita kan banyak berdiskusi bahwa pendidikan itu terlalu panjang,” kata Maruli setelah menjalani upacara penerimaan lulusan Akmil di Lapangan Mabes TNI AD, Jakarta Pusat, Rabu.

    Selain karena efisiensi waktu, Maruli menjelaskan percepatan masa pendidikan Akmil ini dilakukan demi memenuhi kebutuhan banyak satuan akan personel untuk menjalankan tugas pertahanan wilayah dan pembangunan teritorial di beberapa titik.

    Selengkapnya klik di sini.

    4. Menteri HAM: Penolakan MBG di Papua salah satunya terkait manajemen

    Menteri Hak Asasi Manusia (HAM) Natalius Pigai mengungkapkan penolakan program Makan Bergizi Gratis di Papua salah satunya terkait manajemen pemasakan.

    Sebab, kata dia, selama ini terdapat perselisihan mengenai pihak yang memasak bahan makanan untuk program MBG.

    “Itu selalu menjadi problem. Entah nanti dimasak oleh mama-mama pihak gereja atau oleh siapa, itu gampang dibicarakan,” kata Pigai dalam konferensi pers usai menerima kunjungan Wakil Bupati Kabupaten Maybrat di Jakarta, Kamis.

    Selengkapnya klik di sini.

    5. Istana sebut transfer data Indonesia-AS untuk pertukaran barang-jasa

    Kepala Kantor Komunikasi Kepresidenan Hasan Nasbi menyatakan bahwa kesepakatan transfer data antara Indonesia dan Amerika Serikat yang merupakan bagian dari kesepakatan tarif impor, hanya untuk kepentingan pertukaran barang dan jasa tertentu.

    Pernyataan Hasan tersebut berkaitan dengan salah satu komitmen yang diambil Indonesia dalam kesepakatan tarif impor, yakni memberikan kepastian terkait pemindahan data pribadi ke Amerika Serikat, di mana hal tersebut dijelaskan dalam keterangan resmi yang dikeluarkan Gedung Putih, Rabu.

    Selengkapnya klik di sini.

    6. Kemhan berhasil pulangkan Arnold Putra yang sempat ditahan di Myanmar

    Kementerian Pertahanan berhasil menyelamatkan seorang warga negara Indonesia (WNI) Arnold Putra yang sebelumnya sempat ditahan oleh otoritas Myanmar.

    Kepala Biro Informasi Pertahanan Sekretariat Jenderal Kementerian Pertahanan RI Brigadir Jenderal TNI Frega Ferdinand Wenas Inkiriwang kepada Antara mengatakan, Kemhan menempuh upaya diplomasi pertahanan dengan pemerintah Myanmar dalam membebaskan Arnold Putra.

    “Kementerian Pertahanan RI mendapatkan informasi terkait status penahanan Arnold pada 4 Juli 2025. Merespons hal tersebut, Kemhan segera mengambil langkah proaktif melalui pendekatan diplomasi pertahanan untuk bantuan kemanusiaan,” kata Frega di Jakarta, Selasa.

    Selengkapnya klik di sini.

    Pewarta: Fianda Sjofjan Rassat
    Editor: Risbiani Fardaniah
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Natalius Pigai: Pertukaran Data dengan AS Tidak Bertengangan dengan HAM

    Natalius Pigai: Pertukaran Data dengan AS Tidak Bertengangan dengan HAM

    Bisnis.com, JAKARTA- Menteri Hak Asasi Manusia (HAM) Natalius Pigai menegaskan kesepakatan pertukaran data dengan Amerika Serikat (AS), yang tercantum dalam kesepakatan dagang, tidak bertentangan dengan HAM.

    Hal itu, kata dia, karena pertukaran data itu jelas disebutkan sesuai dengan hukum Indonesia sehingga tidak melanggar HAM atau tidak bertentangan dengan prinsip HAM apa pun.

    “Dalam klausul kan disebutkan bahwa pertukaran data tersebut dilakukan berdasarkan hukum Indonesia dalam hal ini tentunya rujukan kita adalah Undang-Undang Pelindungan Data Pribadi (UU PDP),” kata Natalius dikutip Antara, Sabtu (27/7/2025).

    Dia pun menekankan pemerintah pasti menjamin pertukaran data dimaksud dilakukan dengan hati-hati, bertanggung jawab, dan memastikan aspek keamanannya.

    Ditegaskan Natalius, karena pertukaran data dilakukan berdasarkan hukum Indonesia, maka bentuk penyerahan data pribadi tidak dilakukan secara bebas, tetapi berdasarkan pijakan hukum yang sah, aman, dan terukur dalam tata kelola lalu lintas data pribadi lintas negara.

    “Artinya kalau itu yang dilakukan, sekali lagi tidak melanggar HAM atau tidak bertentangan dengan prinsip HAM apa pun,” tuturnya.

    Diketahui melalui laman resminya, Gedung Putih mengumumkan AS dan Indonesia telah menyepakati kerangka kerja untuk merundingkan Agreement on Reciprocal Trade alias Perjanjian Perdagangan Timbal Balik guna memperkuat kerja sama ekonomi, yang merupakan bagian dari tarif resiprokal ala Presiden AS Donald Trump.

    Salah satu poin utama dalam kesepakatan itu berupa penghapusan hambatan perdagangan digital, termasuk komitmen Indonesia untuk memberikan kepastian terhadap perpindahan data ke Negeri Paman Sam.

    Dalam butir Removing Barriers for Digital Trade, disebutkan bahwa Indonesia akan mengakui AS sebagai negara dengan tingkat perlindungan data yang memadai sesuai hukum berlaku di Indonesia, yang memungkinkan data dapat dipindahkan secara lintas batas secara lebih leluasa.

    Sebelumnya, Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Prasetyo Hadi menegaskan tidak ada data pribadi warga Indonesia yang diserahkan kepada Pemerintah AS, sebagai bagian dari kesepakatan tarif impor yang ditempuh kedua pihak.

    Pernyataan Mensesneg berkaitan dengan salah satu komitmen yang diambil Indonesia dalam kesepakatan tarif impor, yakni memberikan kepastian terkait pemindahan data pribadi ke Amerika Serikat (AS), yang mana hal tersebut dijelaskan dalam keterangan resmi yang dikeluarkan Gedung Putih (23/7).

    “Jadi pemaknaannya yang tidak benar, bukan berarti kita itu akan menyerahkan data-data, apalagi data-data pribadi dari masyarakat Indonesia ke pihak sana (Amerika Serikat), tidak,” kata Mensesneg saat memberikan keterangan kepada media di Istana Kepresidenan Jakarta, Jumat (25/7).

    Prasetyo menjelaskan bahwa ada beberapa platform yang dimiliki perusahaan Negeri Paman Sam memberi ketentuan agar masyarakat pengguna memasukkan data dan identitas.

    Pemerintah AS, kata Prasetyo, justru ingin memastikan bahwa data-data tersebut aman dan tidak disalahgunakan untuk berbagai kepentingan.

    Oleh karenanya, pemerintah memastikan dan menjamin perlindungan data pribadi warga Indonesia karena diatur dalam UU PDP.

  • 7
                    
                        Natalius Pigai: Pertukaran Data dengan AS Tak Melanggar HAM
                        Nasional

    7 Natalius Pigai: Pertukaran Data dengan AS Tak Melanggar HAM Nasional

    Natalius Pigai: Pertukaran Data dengan AS Tak Melanggar HAM
    Penulis
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Menteri Hak Asasi Manusia (HAM)
    Natalius Pigai
    menegaskan, kesepakatan antara Indonesia dengan Amerika Serikat (AS) terkait
    pertukaran data
    tidaklah bertentangan dengan HAM.
    Pasalnya, pertukaran data itu disebutkan sesuai dengan hukum Indonesia, dalam hal ini adalah Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2022 tentang Perlindungan
    Data Pribadi
    (PDP).
    “Dalam klausul kan disebutkan bahwa pertukaran data tersebut dilakukan berdasarkan hukum Indonesia dalam hal ini tentunya rujukan kita adalah Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi (UU PDP),” ujar Natalius dalam keterangan tertulis, Sabtu (26/7/2025), dilansir dari ANTARA.
    Pemerintah Indonesia, kata Pigai, juga pasti menjamin kesepakatan pertukaran data itu dilakukan dengan bertanggung jawab, hati-hati, dan memastikan aspek keamanan.
    Ia melanjutkan, bentuk penyerahan
    data pribadi
    tidak dilakukan secara bebas, tetapi berdasarkan pijakan hukum yang sah, aman, dan terukur dalam tata kelola lalu lintas data pribadi lintas negara.
    “Artinya kalau itu yang dilakukan, sekali lagi tidak melanggar HAM atau tidak bertentangan dengan prinsip HAM apapun,” ujar Pigai.
    Diketahui, AS yang membantu perlindungan data pribadi warga negara Indonesia menjadi salah satu poin kesepakatan tarif antara negeri Paman Sam itu dengan Indonesia.
    “Indonesia akan memberikan kepastian terkait kemampuan pemindahan data pribadi dari wilayahnya ke Amerika Serikat melalui pengakuan Amerika Serikat sebagai negara atau yurisdiksi yang memberikan perlindungan data memadai berdasarkan hukum Indonesia,” demikian tulis ketentuan tersebut dilansir laman resmi Gedung Putih, Rabu (23/7/2025).
    Pihak Istana pun telah angkat bicara soal kerja sama antara Indonesia dengan AS terkait
    transfer data
    . Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Prasetyo Hadi menjamin, pemerintah akan memastikan data pribadi masyarakat aman.
    “Justru di situlah kerja sama kita itu adalah untuk memastikan bahwa data-data tersebut aman dan tidak boleh dipergunakan untuk hal-hal tidak semestinya,” ujar Prasetyo di Kompleks Istana, Jakarta, Jumat (25/7/2025).
    Ia menjelaskan, Indonesia telah memiliki UU PDP. Sedangkan kesepakatan dengan AS merupakan bagian dari perlindungan data pribadi masyarakat Indonesia.
    “Kita sendiri kan juga punya undang-undang perlindungan data pribadi. Jadi data-data pasti pemerintah berusaha keras menjamin itu, itu bagian dari yang dibicarakan antara pemerintah Indonesia dengan pemerintah Amerika Serikat,” ujat Prasetyo.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Donald Trump umumkan AS telah berhasil serang tiga lokasi nuklir Iran

    Donald Trump umumkan AS telah berhasil serang tiga lokasi nuklir Iran

    Minggu, 22 Juni 2025 10:39 WIB

    Presiden Amerika Serikat Donald Trump turun dari helikopter Marine One saat kembali ke Gedung Putih di Washington D.C, Amerika Serikat, Sabtu (21/6/2025). Trump mengatakan pada hari Sabtu bahwa Amerika Serikat telah menyelesaikan serangan terhadap tiga lokasi nuklir di Iran yaitu Fordow, Natanz dan Esfahan. ANTARA FOTO/Xinhua/Hu Yousong/nym.

    Presiden Amerika Serikat Donald Trump turun berjalan di kawasan Gedung Putih di Washington D.C, Amerika Serikat, Sabtu (21/6/2025). Trump mengatakan pada hari Sabtu bahwa Amerika Serikat telah menyelesaikan serangan terhadap tiga lokasi nuklir di Iran yaitu Fordow, Natanz dan Esfahan. ANTARA FOTO/Xinhua/Hu Yousong/nym.

    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Trump Minta Data Warga RI Bisa Bawa Petaka Besar, Ini Kata Peneliti UI

    Trump Minta Data Warga RI Bisa Bawa Petaka Besar, Ini Kata Peneliti UI

    Jakarta, CNBC Indonesia – Pemerintahan Donald Trump memasukkan poin terkait transfer data pribadi dari Indonesia ke Amerika Serikat (AS), dalam pernyataan terkait kesepakatan tarif resiprokal antara kedua negara.

    Ada beberapa poin yang tertera dalam pengumuman di situs resmi Gedung Putih berjudul ‘Joint Statement of Framework for United States-Indonesia Agreement on Reciprocal Trade’.

    Hasil kesepakatan tersebut membuat tarif impor AS untuk produk asal RI turun menjadi 19% dari rencana sebelumnya sebesar 32%.

    Kendati demikian, poin transfer data pribadi dari Indonesia ke AS memicu kontroversi. Beberapa pihak menyoroti dampak dari transfer data lintas batas tersebut.

    Peneliti di Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat (LPEM) FE UI, Ibra Kholilul Rohman, mengatakan transfer data pribadi lintas negara ini menyentuh aspek fundamental, yakni kedaulatan digital, hak atas privasi, serta arsitektur tata kelola data nasional.

    Ia memperinci bawa Indonesia telah menunjukkan kecenderungan pada kebijakan kedaulatan data. Hal ini tercermin dalam beberapa regulasi yang dikeluarkan pemerintah, sebagai berikut:

    UU No. 27/2022 tentang Perlindungan Data Pribadi, yang mengatur bahwa pemrosesan data harus didasarkan pada prinsip-prinsip keadilan, transparansi, dan akuntabilitas.

    PP No. 71/2019 tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik yang mewajibkan data strategis disimpan di dalam negeri.

    POJK No.13/POJK.03/2020 dan POJK No.4/POJK.05/2021 yang mewajibkan institusi keuangan bank dan non-bank menggunakan pusat data dan disaster recovery center di wilayah Indonesia.

    “Dengan latar belakang ini, pengalihan data pribadi warga RI ke AS seharusnya tidak dilakukan secara serampangan hanya karena kesepakatan dagang, apalagi jika belum jelas mekanisme pengakuan kecukupan perlindungan data (adequacy mechanism) seperti yang dimiliki Uni Eropa dalam kebijakan GDPR-nya,” kata Ibra dalam pernyataan yang diterima CNBC Indonesia, Sabtu (26/7/2025).

    Menurut Ibra, perlu dicermati apakah AS memiliki standar perlindungan data yang setara atau lebih tinggi dibandingkan Indonesia. Hal ini harus diverifikasi secara legal dan teknis.

    Jika tidak, Ibra menilai ada potensi risiko bahaya yang muncul dari transfer data pribadi lintas batas tersebut, sebagai berikut:

    • Melemahkan posisi hukum warga negara untuk menggugat pelanggaran data;

    • Menurunkan kedaulatan hukum Indonesia terhadap data digital yang dihasilkan warganya sendiri;

    • Membuka celah eksploitasi data oleh entitas asing tanpa imbal hasil ekonomi yang jelas bagi Indonesia.

    Ibra juga mengingatkan kembali soal pengalaman Indonesia terkait kebocoran data yang sudah terjadi berulang kali, bahkan tanpa aliran lintas negara. Misalnya saja dalam kasus BPJS Kesehatan, Tokopedia, KPU, dan BRI Life.

    “Hal ini menunjukkan bahwa kapasitas perlindungan dan penegakan hukum kita sendiri masih perlu diperkuat, sebelum berbicara soal aliran lintas batas,” Ibra menegaskan.

    Untuk itu, Ibra menyarankan penundaan implementasi klausul tersebut hingga tercapai mekanisme mutual adequacy recognition antara otoritas Indonesia dan AS.

    Tak cuma itu, perlu juga ada sistem audit dan redress mechanism yang dapat diakses oleh warga Indonesia. Lalu, transparansi publik atas jenis, volume, dan tujuan data yang ditransfer.

    Terakhir, perlu ditekankan pentingnya infrastruktur data center dan cybersecurity nasional yang telah mencapai tingkat kesiapan minimum sesuai studi IFG Progress. Studi tersebut menunjukkan Indonesia tertinggal jauh dari Singapura, India, dan Australia dalam kapasitas pusat data.

    “Kesimpulannya, Indonesia harus berhati-hati agar jangan sampai kesepakatan ini menjadi “pasal kecil yang berdampak besar” bagi kedaulatan digital kita. Prinsip kehati-hatian dan penguatan tata kelola data nasional harus menjadi dasar semua bentuk perjanjian digital internasional,” pungkas Ibra.

    (fab/fab)

    [Gambas:Video CNBC]

  • IHSG diprediksi variatif di tengah pasar cermati kesepakatan RI dan AS

    IHSG diprediksi variatif di tengah pasar cermati kesepakatan RI dan AS

    Ilustrasi – Pekerja melintasi layar digital pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia (BEI), Jakarta. ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja/rwa.

    IHSG diprediksi variatif di tengah pasar cermati kesepakatan RI dan AS
    Dalam Negeri   
    Editor: Novelia Tri Ananda   
    Jumat, 25 Juli 2025 – 13:03 WIB

    Elshinta.com – Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) Bursa Efek Indonesia (BEI) pada Jumat diperkirakan bergerak mixed (variatif) di tengah pelaku pasar mencermati kelanjutan kesepakatan perdagangan antara Indonesia dan Amerika Serikat (AS). IHSG dibuka menguat 11,48 poin atau 0,15 persen ke posisi 7.542,38. Sementara kelompok 45 saham unggulan atau indeks LQ45 turun 1,55 poin atau 0,19 persen ke posisi 798,25.

    “Perdagangan pada hari ini, diperkirakan akan berlangsung dinamis,” sebut Tim Riset Lotus Andalan Sekuritas dalam kajiannya di Jakarta, Jumat.

    Dari dalam negeri, Pemerintah Indonesia masih melanjutkan pembahasan teknis terkait kesepakatan dagang bilateral dengan AS, menyusul pengumuman joint statement yang sebelumnya disampaikan oleh Gedung Putih.

    Dalam pernyataan itu, disebutkan bahwa tarif impor untuk produk Indonesia ke AS ditetapkan sebesar 19 persen, menurun dari sebelumnya yang mencapai 32 persen. Namun, Pemerintah Indonesia menegaskan tarif itu belum final dan masih terbuka kemungkinan untuk diturunkan lebih lanjut pada komoditas tertentu.

    Dari mancanegara, laporan Financial Times menyebutkan bahwa AS semakin mendekati kesepakatan perdagangan dengan Uni Eropa, yang mencakup rencana menaikkan tarif menjadi 15 persen untuk impor dari Uni Eropa. Di sisi lain, pelaku pasar mulai mengalihkan perhatian terhadap ketegangan yang meningkat antara Presiden AS Donald Trump dan bank sentral AS The Federal Reserve (The Fed).

    Trump berencana mengunjungi kantor The Fed, yang memperbesar tekanan terhadap Ketua The Fed Jerome Powell. Pelaku pasar menantikan pertemuan The Federal Open Market Committee (FOMC) The Fed pada 29-30 Juli 2025, yang diperkirakan akan mempertahankan suku bunga, meskipun Trump berulang kali mendesak pemangkasan suku bunga.

    Dari kawasan Eropa, European Central Bank (ECB) memutuskan mempertahankan suku bunga acuannya di level 2 persen setelah sebelumnya memangkas delapan kali dalam setahun terakhir. Keputusan ini diambil di tengah kondisi inflasi yang telah kembali ke target dan ketidakpastian global yang tinggi, terutama akibat tensi dagang antara Uni Eropa dan AS.

    Pada perdagangan Kamis (24/7/2025), bursa saham Eropa ditutup mayoritas menguat, di antaranya Euro Stoxx 50 menguat 0,13 persen, indeks FTSE 100 Inggris menguat 0,85 persen, indeks DAX Jerman naik 0,23 persen, serta indeks CAC Prancis turun 0,41 persen.

    Sementara itu, bursa saham AS di Wall Street juga ditutup variatif pada perdagangan Kamis (24/7/2025), di antaranya indeks S&P 500 naik tipis 0,07 persen ditutup di level 6.363,35, indeks Nasdaq menguat 0,18 persen ke 21.057,96. Sebaliknya, indeks Dow Jones Industrial Average turun 316,38 poin atau 0,70 persen berakhir di level 44.693,91.

    Bursa saham regional Asia pagi ini, antara lain indeks Nikkei melemah 257,18 poin atau 0,61 persen ke 41.578,50, indeks Shanghai melemah 9,10 poin atau 0,24 persen ke 3.597,76, indeks Hang Seng melemah 149,06 poin atau 0,57 persen ke 25.525,00, indeks Straits Times turun 17,60 poin atau 0,42 persen ke 4.255,00.

    Sumber : Antara