Tempat Fasum: Gedung Putih

  • Siapa Matikan Eskalator Saat Trump Tiba di PBB? Ternyata Ini Pemicunya

    Siapa Matikan Eskalator Saat Trump Tiba di PBB? Ternyata Ini Pemicunya

    New York

    Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menyatakan telah memecahkan penyebab eskalator tiba-tiba berhenti saat Presiden Amerika Serikat Donald Trump menaikinya jelang Sidang Umum PBB. Menurut PBB, peristiwa itu terjadi karena juru kamera Trump diduga tak sengaja memicu sistem keamanan aktif.

    Dilansir Reuters, Rabu (24/9/2025), Trump sempat bercanda tentang insiden tersebut dalam pidatonya kepada para pemimpin dunia pada hari Selasa (23/9) waktu setempat. Dia juga mengungkit teleprompternya tidak berfungsi.

    “Inilah dua hal yang saya dapatkan dari Perserikatan Bangsa-Bangsa, eskalator yang buruk dan teleprompter yang buruk,” katanya kepada 193 anggota Majelis Umum PBB yang disambut tawa.

    Namun, Sekretaris Pers Gedung Putih Karoline Leavitt tidak menanggapi peristiwa eskalator berhenti mendadak saat Trump tiba itu dengan santai. Dia mengatakan PBB harus menyelidiki peristiwa itu.

    “Jika seseorang di PBB dengan sengaja menghentikan eskalator saat Presiden dan Ibu Negara sedang melangkah, mereka harus dipecat dan segera diselidiki,” tulisnya di X.

    Juru bicara PBB, Stephane Dujarric, mengatakan pihaknya telah mengecek apa yang menyebabkan eskalator mati tak lama setelah Trump dan ibu negara AS, Melania, menaiki eskalator itu. Dia menyebut sistem pusat eskalator menunjukkan eskalator itu ‘berhenti setelah mekanisme pengaman bawaan pada anak tangga sisir di puncak eskalator terpicu’.

    Dia mengatakan juru kamera Trump saat itu menaiki eskalator dengan cara berjalan mundur sambil merekam kedatangan Trump bersama Melania. Dia menyebut situasi itu diduga membuat sistem pengamanan otomatis tak sengaja aktif.

    “Juru kamera mungkin secara tidak sengaja mengaktifkan fungsi pengaman. Mekanisme pengaman ini dirancang untuk mencegah orang atau benda secara tidak sengaja tersangkut dan tersangkut atau tertarik ke roda gigi,” kata Dujarric dalam sebuah pernyataan.

    Gedung Putih tidak segera menanggapi permintaan komentar atas temuan PBB tersebut. Mengenai teleprompter, Trump mengatakan kepada Majelis Umum ‘Saya hanya bisa mengatakan bahwa siapa pun yang mengoperasikan teleprompter ini berada dalam masalah besar’.

    Namun, seorang pejabat PBB mengatakan Gedung Putih telah mengoperasikan teleprompternya sendiri. Setelah Trump selesai berbicara, Presiden Majelis Umum PBB Annalena Baerbock berkata ‘Teleprompter PBB berfungsi dengan sempurna’.

    Simak Video ‘Canda Trump Puji Pidato Prabowo: Bagaimana Jika Kamu Marah? Tak Mudah’:

    Halaman 2 dari 2

    (haf/imk)

  • Berlangsung Tertutup, Pertemuan Trump-Pemimpin Muslim Fokus Bahas Gaza

    Berlangsung Tertutup, Pertemuan Trump-Pemimpin Muslim Fokus Bahas Gaza

    New York

    Pertemuan yang digelar tertutup antara para pemimpin negara Muslim dan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump fokus membahas upaya mengakhiri perang yang terus berkecamuk di Jalur Gaza dan mewujudkan gencatan senjata permanen di daerah kantong Palestina tersebut.

    Pertemuan yang digelar pada Selasa (23/9) waktu setempat, di sela-sela Sidang Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang sedang berlangsung di New York, AS, itu dihadiri oleh para pemimpin dari Uni Emirat Arab, Qatar, Arab Saudi, Mesir, Yordania, Turki, Pakistan, dan Indonesia.

    Dalam foto yang dirilis Reuters terlihat Presiden Indonesia Prabowo Subianto, Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan, Raja Yordania Abdullah II, Emir Qatar Sheikh Tamim bin Hamad Al Thani, Menteri Luar Negeri Arab Saudi Pangeran Faisal bin Farhan, dan para pemimpin lainnya hadir dalam pertemuan itu.

    Laporan kantor berita Uni Emirat Arab, WAM, seperti dilansir Reuters dan Al Arabiya, Rabu (24/9/2025), menyebut bahwa gencatan senjata permanen di Jalur Gaza dan pembebasan semua sandera dibahas dalam pertemuan tersebut.

    Langkah-langkah untuk mengatasi krisis kemanusiaan yang semakin memburuk di Jalur Gaza yang terus dilanda perang juga dibahas sebagai prioritas dalam pertemuan itu.

    “Diskusi tersebut berfokus pada upaya mengakhiri perang berdarah yang sedang berlangsung di Gaza, mencapai gencatan senjata yang berkelanjutan dan langgeng, mengamankan pembebasan semua sandera dan tahanan, serta mengambil langkah-langkah tegas untuk mengatasi krisis kemanusiaan yang semakin memburuk yang dihadapi warga sipil di Jalur Gaza,” demikian dilaporkan oleh kantor berita WAM.

    Pernyataan resmi soal isi pembahasan pertemuan tertutup itu belum dirilis ke publik. Setelah pertemuan itu selesai digelar, Trump mengatakan bahwa pertemuan tersebut “sangat sukses”, tanpa memberikan detail lebih lanjut.

    Sementara Erodgan, seperti dilansir Anadolu Agency, menyebut pertemuan itu sebagai “pertemuan yang sangat produktif dan positif”. Disebutkan juga oleh Erdogan bahwa pertemuan tersebut “sangat membuahkan hasil”.

    Saat berbicara kepada wartawan di New York usai pertemuan tersebut, Erdogan mengatakan bahwa deklarasi bersama dari pertemuan itu akan dipublikasikan. Dia mengatakan dirinya merasa “puas” dengan hasil pertemuan itu, tetapi tidak memberikan rincian lebih lanjut.

    Trump, pada awal pertemuan ketika wartawan diperbolehkan meliput, menyebut pertemuan tersebut sebagai “pertemuan paling penting”. Dia juga mengatakan bahwa pertemuan ini dihadiri “semua pemain besar kecuali Israel, tetapi itu akan menjadi yang berikutnya” — tampaknya merujuk pada pertemuan dirinya dengan Perdana Menteri Benjamin Netanyahu di Gedung Putih pekan depan.

    Simak juga Video ‘Trump Sindir Negara yang Akui Palestina di PBB: Hadiah Bagi Hamas’:

    Halaman 2 dari 2

    (nvc/ita)

  • OpenAI, Oracle, dan SoftBank Bangun Lima Data Center Senilai Rp6.642 Triliun

    OpenAI, Oracle, dan SoftBank Bangun Lima Data Center Senilai Rp6.642 Triliun

    Bisnis.com, JAKARTA— OpenAI bersama Oracle dan SoftBank mengumumkan pembangunan lima pusat data kecerdasan buatan (AI) baru di Amerika Serikat (AS) di bawah proyek Stargate, platform infrastruktur AI utama OpenAI.

    Melansir laman resmi OpenAI pada Rabu (24/9/2025), pembangunan lima pusat data baru di berbagai wilayah Amerika Serikat bersama kampus utama Stargate di Abilene, Texas, serta proyek dengan CoreWeave, akan menambah kapasitas Stargate hingga hampir 7 gigawatt. Nilai investasinya diperkirakan lebih dari US$400 miliar atau sekitar Rp6.642 triliun dalam tiga tahun ke depan.

    Peningkatan kapasitas tersebut membuat OpenAI lebih cepat dalam memenuhi target komitmen US$500 miliar (Rp8.302 triliun) untuk mencapai total kapasitas 10 gigawatt pada akhir 2025, lebih awal dari jadwal yang telah ditetapkan.

    Pada Juli lalu, OpenAI dan Oracle menandatangani kesepakatan untuk mengembangkan kapasitas tambahan hingga 4,5 gigawatt. 

    Kemitraan ini bernilai lebih dari US$300 miliar atau sekitar Rp4.981 triliun dalam lima tahun ke depan. Tiga dari lima lokasi baru akan berada di Shackelford County, Texas; Doña Ana County, New Mexico; serta sebuah lokasi di Midwest yang akan diumumkan kemudian. 

    Ditambah dengan potensi perluasan kapasitas 600 megawatt di dekat Abilene, ketiga lokasi ini diperkirakan dapat menyumbang lebih dari 5,5 gigawatt dan menciptakan lebih dari 25.000 lapangan kerja langsung, serta puluhan ribu pekerjaan tambahan di seluruh AS.

    Dua lokasi Stargate lainnya akan dikembangkan bersama SoftBank, dengan kapasitas hingga 1,5 gigawatt dalam 18 bulan ke depan. 

    Lokasinya berada di Lordstown, Ohio, yang kini tengah dibangun dengan desain pusat data canggih dan dijadwalkan beroperasi tahun depan, serta di Milam County, Texas, bekerja sama dengan SB Energy (anak usaha SoftBank) yang akan menyediakan infrastruktur tenaga listrik.

    Pemilihan lima lokasi baru ini merupakan hasil proses seleksi nasional sejak Januari lalu, di mana lebih dari 300 proposal dari 30 negara bagian dievaluasi. Ini merupakan tahap pertama, dengan rencana penambahan lokasi baru di masa mendatang seiring komitmen investasi Stargate yang ditargetkan menembus US$500 miliar.

    Kampus utama Stargate di Abilene sendiri sudah beroperasi dengan Oracle Cloud Infrastructure (OCI). Oracle bahkan sudah mengirim rak NVIDIA GB200 pertama sejak Juni lalu untuk mendukung pelatihan dan inferensi AI generasi berikutnya.

    CEO OpenAI, Sam Altman, menegaskan kemajuan AI hanya bisa tercapai jika didukung infrastruktur komputasi yang memadai.

    “Komputasi itulah yang menjadi kunci untuk memastikan semua orang dapat memperoleh manfaat dari AI dan untuk membuka terobosan di masa depan. Kita telah membuat kemajuan bersejarah menuju tujuan tersebut melalui Stargate dan bergerak cepat tidak hanya untuk memenuhi komitmen awalnya, tetapi juga untuk meletakkan fondasi bagi langkah selanjutnya,” katanya. 

    Sementara itu, CEO Oracle Clay Magouyrk menyatakan infrastruktur OCI membantu OpenAI berkembang dengan cepat dan efisien. Adapun Chairman dan CEO SoftBank, Masayoshi Son, menambahkan kolaborasi ini memanfaatkan desain pusat data inovatif dan keahlian energi SoftBank untuk menghadirkan infrastruktur komputasi berskala besar yang menopang masa depan AI.

    “Bersama OpenAI, Arm, dan mitra Stargate kami, kami membuka jalan bagi era baru di mana AI memajukan umat manusia,” katanya. 

    Dengan tambahan lima pusat data baru ini, OpenAI, Oracle, dan SoftBank optimistis dapat menghadirkan infrastruktur berskala besar yang tidak hanya memperkuat riset AI generasi berikutnya, tetapi juga menciptakan lapangan kerja dan mendorong pertumbuhan ekonomi di berbagai wilayah AS.

    Komitmen US$500 miliar tersebut pertama kali diumumkan pada Januari lalu di Gedung Putih bersama Presiden AS Donald Trump sebagai bagian dari upaya mendorong investasi besar-besaran di infrastruktur AI Amerika. 

  • OECD Kerek Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Global 2025 Jadi 3,2%

    OECD Kerek Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Global 2025 Jadi 3,2%

    Bisnis.com, JAKARTA – The Organisation for Economic Cooperation and Development (OECD) menaikkan proyeksi pertumbuhan ekonomi global seiring dengan ketahanan sejumlah negara yang lebih kuat dari perkiraan sepanjang tahun ini.

    Melansir CNBC International pada Rabu (24/9/2025), OECD kini memperkirakan pertumbuhan global sebesar 3,2% pada 2025, naik dari proyeksi Juni sebesar 2,9%. Proyeksi untuk 2026 tetap 2,9%, melambat dibanding pertumbuhan 3,3% pada 2024.

    Outlook ekonomi Amerika Serikat juga direvisi naik menjadi 1,8% pada 2025 dari perkiraan 1,6% sebelumnya. Meski demikian, angka ini jauh menurun dibandingkan pertumbuhan 2,8% pada 2024. Untuk 2026, ekonomi AS diproyeksikan tumbuh 1,5%.

    “Pertumbuhan global lebih tangguh dari perkiraan pada paruh pertama 2025, terutama di banyak negara berkembang,” tulis OECD dalam laporan terbarunya.

    Menurut OECD, produksi industri dan perdagangan didorong oleh percepatan aktivitas sebelum kenaikan tarif diberlakukan. Selain itu, investasi terkait kecerdasan buatan (AI) menopang ekonomi AS, sementara dukungan fiskal di China mampu mengimbangi hambatan perdagangan dan pelemahan pasar properti.

    Kepala Ekonom OECD Alvaro Pereira menyebutkan bahwa faktor domestik di sejumlah negara berkembang seperti Brasil, Indonesia, dan India turut memberi dorongan bagi ekonomi global.

    Namun, Pereira mengingatkan bahwa proyeksi untuk sebagian besar negara G20 tidak banyak berubah, dan pertumbuhan diperkirakan melambat pada paruh kedua 2025 setelah lonjakan aktivitas pada kuartal I.

    Dampak Tarif Masih Membayangi

    Meski outlook membaik, OECD memperingatkan risiko besar masih membayangi perekonomian global, terutama akibat tingginya ketidakpastian kebijakan dan tarif impor yang melonjak.

    Tarif impor ke AS yang berlaku sejak Agustus membuat banyak negara menghadapi bea masuk hingga 50% untuk produk ekspor mereka. OECD mencatat tarif efektif rata-rata AS melonjak menjadi 19,5% pada akhir Agustus, level tertinggi sejak 1933.

    “Dampak penuh dari kenaikan tarif belum sepenuhnya dirasakan. Sebagian perusahaan masih menahan beban kenaikan tarif lewat margin, namun efeknya mulai terlihat pada pola belanja, pasar tenaga kerja, dan harga konsumen,” tulis OECD.

    Laporan tersebut juga menyebut pasar tenaga kerja mulai melemah dengan meningkatnya pengangguran di sejumlah negara, sementara proses disinflasi cenderung mendatar.

    “Guncangan tarif memicu tekanan inflasi tambahan di banyak negara,” Pereira menambahkan.

    OECD kini memperkirakan inflasi di negara-negara G20 sebesar 3,4% pada 2025, sedikit turun dari proyeksi Juni 3,6%. Untuk AS, inflasi direvisi turun lebih tajam menjadi 2,7% dari perkiraan sebelumnya 3,2%.

    Dalam laporannya, OECD juga menyoroti potensi kenaikan tarif lebih lanjut dan kembalinya tekanan inflasi sebagai risiko utama, di samping kekhawatiran fiskal dan potensi repricing di pasar keuangan.

    “Volatilitas tinggi aset kripto juga meningkatkan risiko stabilitas keuangan, mengingat keterhubungannya yang semakin besar dengan sistem keuangan tradisional. Di sisi lain, pengurangan hambatan perdagangan atau adopsi teknologi AI yang lebih cepat dapat memperkuat prospek pertumbuhan,” tulis OECD.

    Ekonomi AS

    OECD mengatakan alasan di balik penurunan proyeksi pertumbuhan ekonomi AS menjadi 1,5% pada 2026 adalah karena dampak penuh dari penerapan tarif efektif sebesar 19,5% oleh Gedung Putih belum dirasakan sepenuhnya saat ini.

    Kepala Ekonom OECD Alvaro Santos Pereira mengatakan tarif ini merupakan pukulan signifikan bagi perekonomian AS.  Karena AS memegang peran penting dalam perekonomian dunia, dampaknya merembet ke banyak negara.

    Para ekonom mengaku kesulitan mengukur konsekuensi dari langkah Trump yang berusaha menata ulang aturan perdagangan global. Alasannya, skala kebijakan yang luas dan ketidakpastian dalam implementasinya.

    OECD menilai, meskipun dampak percepatan impor barang mulai surut dan pengaruhnya terhadap aktivitas riil belum sepenuhnya terlihat, gejala sudah tampak pada harga konsumen dan pola belanja masyarakat.

    Pasar tenaga kerja pun mulai menunjukkan pelemahan, dengan tingkat pengangguran yang naik serta jumlah lowongan yang menyusut. Survei bisnis terbaru juga menandakan perlambatan.

    “Karena itu, penting bagi negara-negara untuk terus berdialog dan mencapai kesepakatan dalam menurunkan hambatan perdagangan. Kita tahu bahwa perdagangan yang lebih terbuka akan mendorong pertumbuhan ekonomi,” ujar Pereira seperti dikutip Bloomberg.

  • Reaksi Bos-bos Raksasa Teknologi Usai Trump Naikkan Visa Kerja AS

    Reaksi Bos-bos Raksasa Teknologi Usai Trump Naikkan Visa Kerja AS

    Jakarta, CNBC Indonesia – Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump memutuskan menaikkan biaya perekrutan pekerja luar negeri dengan visa. Bos sejumlah raksasa teknologi setempat buka suara soal kebijakan tersebut.

    CEO Nvidia Jensen Huang mengatakan senang dengan langkah tersebut. Namun, ia juga menekankan imigrasi penting untuk perusahaan dan menjadi cara mendapatkan talenta terbaik untuk AS.

    “Kami ingin semua pemikir terbaik datang ke AS dan mengingat imigrasi adalah fondasi impian Amerika (American Dream),” jelas Huang dikutip dari CNBC Internasional, Selasa (23/9/2025).

    “Kami mewakili impian Amerika. Saya pikir imigrasi penting untuk perusahaan kami dan penting untuk masa depan bangsa kami. Saya senang melihat Presiden Trump mengambil langkah yang diambilnya,” dia menambahkan.

    CEO OpenAI Sam Altman menyambut positif rencana tersebut. Ia juga mengatakan keputusan memberikan insentif finansial adalah jalan terbaik.

    “Kita perlu melibatkan orang-orang terpintar di negara ini dan menyederhanakan prosesnya serta memberikan insentif finansial nampaknya baik untuk saya,” kata Altman.

    Biaya visa H-1B kini menjadi US$100 ribu atau Rp 1,6 miliar. Perusahaan perekrut harus memiliki dokumen pembayaran sebelum mengajukan petisi visa atas nama pekerja.

    Gedung Putih mengatakan petisi pemohon dibatasi selama 12 bulan hingga pembayaran telah dilakukan.

    Aturan itu penting untuk sektor teknologi dan keuangan di AS. Sebab dua industri itu mengandalkan visa H-1B untuk imigran dengan keahlian khusus dan mendatangkannya seperti dari India dan China.

    Dua negara tersebut memang jadi jumlah pemegang terbesar tahun lalu, India sebanyak 71% dan 11,7% untuk China.

    Banyak perusahaan menggunakan pekerja dengan visa tersebut untuk mengisi peran teknis yang kosong dan tidak ditemukan pada pasokan pekerja AS.

    (fab/fab)

    [Gambas:Video CNBC]

  • China Ditendang, Donald Trump Yakin Xi Jinping Setuju

    China Ditendang, Donald Trump Yakin Xi Jinping Setuju

    Jakarta, CNBC Indonesia – Presiden Amerika Serikat Donald Trump pekan ini akan mengumumkan bahwa kesepakatan pelepasan operasi TikTok di AS dari pemilik asal China, ByteDance, memenuhi syarat yang ditetapkan dalam undang-undang 2024.

    Seorang pejabat Gedung Putih, Senin (23/9), menyebut Trump akan menandatangani perintah eksekutif untuk mengesahkan transaksi tersebut secara hukum.

    Pemerintah AS yakin bahwa China telah menyetujui kesepakatan itu dan tidak berencana melakukan pembicaraan lebih lanjut dengan Beijing terkait detailnya. Namun, pejabat tersebut menambahkan masih diperlukan dokumen tambahan dari kedua belah pihak.

    Dalam kesepakatan ini, ByteDance hanya akan memiliki kurang dari 20% saham, sementara kendali TikTok AS akan dipegang oleh gabungan perusahaan Amerika, mitra global, serta sejumlah investor baru yang tidak memiliki keterkaitan dengan ByteDance.

    Investor yang terlibat dalam kesepakatan itu termasuk Oracle dan perusahaan ekuitas swasta Silver Lake. Daftar lengkap investor belum difinalisasi. Pejabat itu hanya mengatakan akan ada nama-nama besar yang sudah dikenal.

    Nama besar lain yang dirumorkan bakal masuk adalah taipan media Lachlan Murdoch, pendiri Oracle Larry Ellison, serta CEO Dell Technologies Michael Dell. Kesepakatan ini juga mewajibkan seluruh data pengguna Amerika disimpan di infrastruktur cloud milik Oracle.

    Pejabat itu menambahkan bahwa valuasi aset TikTok di AS akan mencapai miliaran dolar. Pemerintah AS tidak akan mengambil kursi dewan ataupun menerima “golden share” di entitas baru pemilik TikTok AS. Namun, belum jelas apakah pemerintah AS akan menerima pembayaran sebagai syarat persetujuan, demikian dikutip dari laporan Reuters, Selasa (23/9/2025).

    Sementara itu, Kedutaan Besar Tiongkok di Washington menyatakan pihaknya senang melihat negosiasi komersial produktif sesuai aturan pasar yang menghasilkan solusi mematuhi hukum Tiongkok serta memperhatikan kepentingan kedua belah pihak.”

    Trump sendiri tengah berupaya menyelamatkan TikTok dari ancaman larangan di AS. Sebelumnya, Kongres memutuskan aplikasi dengan 170 juta pengguna Amerika itu harus ditutup pada Januari 2025 bila ByteDance gagal melepas aset AS-nya. Namun, Trump menunda penegakan aturan tersebut hingga pertengahan Desember guna memberi waktu finalisasi kesepakatan.

    Perintah eksekutif baru Trump nantinya juga akan mencakup penundaan tambahan selama 120 hari, untuk memastikan investor dan ByteDance dapat merampungkan transaksi.

    Kemajuan terbaru dalam negosiasi ini dianggap sebagai terobosan penting setelah berbulan-bulan ketegangan dagang antara dua ekonomi terbesar dunia, yang sempat mengguncang pasar global.

    (fab/fab)

    [Gambas:Video CNBC]

  • Trump Sebut Paracetamol Penyebab Autisme, Ini Fakta Penelitiannya

    Trump Sebut Paracetamol Penyebab Autisme, Ini Fakta Penelitiannya

    Jakarta, CNBC Indonesia – Presiden Amerika Serikat Donald Trump kembali membuat heboh. Kali ini, Trump menyebut konsumsi acetaminophen oleh wanita hamil meningkatkan risiko autisme pada bayi yang dikandung.

    Acetaminophen yang di Indonesia lebih dikenal sebagai paracetamol, adalah bahan baku obat yang berfungsi sebagai pereda rasa sakit. Bahan baku obat ini adalah kandungan utama di berbagai obat flu dan demam di seluruh dunia.

    Dalam konferensi pers Senin (23/9/2025) di Gedung Putih, waktu setempat, Trump bersama Menteri Kesehatan AS Robert Kennedy, mengumumkan perubahan kebijakan terkait autisme. 

    Trump bakal mewajibkan pemasangan label di obat tentang kaitan antara konsumsi paracetamol dengan autisme. Pemerintah federal juga akan menganjurkan pengguna leucovorin, bentuk vitamin B yang biasanya digunakan untuk perawatan kanker, untuk perawatan autisme.

    Di AS, obat mengandung paracetamol dikenal dengan nama mereknya, yaitu Tylenol.

    “Konsumsi Tylenol tak baik. Saya katakan sekali lagi, tak baik,” kata Trump. Dia kemudian menyatakan bahwa di komunitas yang tidak memiliki akses terhadap obat tersebut, tidak ditemukan kasus autisme. Di komunitas lainnya, kasus autisme ditemukan pada 1 dari 12 anak laki-laki.

    Namun, menurut Wall Street Journal, tidak ada bukti sains yang mengaitkan paracetamol adalah penyebab autisme. Komunitas medis, termasuk Society for Maternal-Fetal Medicine yang terdiri dari dokter kandungan, menyatakan paracetamol atau acetaminophen aman dan disarankan untuk digunakan selama masa kehamilan.

    “Demam yang tidak diobati, terutama pada trimester pertama, meningkatkan risiko keguguran, cacat di kandungan, kelahiran prematur, dan rasa sakit terkait depresi pasca-hamil, gelisah, dan tekanan darah tinggi,” kata asosiasi tersebut.

    Chief Science Officer Yayasan Sains Autisme Alycia Halladay menyatakan autisme tidak bisa dikaitkan kepada satu hal. Menurutnya, ada ratusan gen yang telah ditemukan terkait dengan autisme. Belum lagi, ada banyak sekali faktor lingkungan.

    “Kaitan antara acetaminophen dengan autisme didasari dari sains yang tak konsisten, berlawanan satu sama lain, dan terbatas serta prematur,” kata Halladay.

    Beberapa penelitian skala kecil menunjukkan asosiasi antara eksposur acetaminophen dan risiko ASD (autism spectrum disorder) dan ADHD (attention-deficit hyperactivity disorder. Namun, penelitian skala besar, yaitu kolaborasi antara peneliti Swedia dan AS menunjukkan tidak ada peningkatan risiko.

    (dem/dem)

    [Gambas:Video CNBC]

  • Biaya Visa Rp 1,6 Miliar, Orang Pintar Bisa Hindari Amerika

    Biaya Visa Rp 1,6 Miliar, Orang Pintar Bisa Hindari Amerika

    Jakarta

    Keputusan Donald Trump untuk mengenakan biaya USD 100.000 atau Rp 1,6 miliar pada visa H1-B bagi pekerja asing terampil, dapat merugikan pertumbuhan ekonomi Amerika Serikat. Biaya visa H-1B itu 60 kali lipat dari biaya saat ini, dirancang untuk mendorong perusahaan mempekerjakan lebih banyak pekerja Amerika.

    Kenaikan ini merupakan pukulan bagi perusahaan teknologi besar, yang sangat bergantung pada visa tersebut untuk mempekerjakan insinyur, ilmuwan, dan programmer dari luar negeri, terutama India. Atakan Bakiskan, ekonom di bank investasi Berenberg, mengatakan langkah itu adalah contoh kebijakan anti pertumbuhan Trump.

    “Dengan membuat perusahaan sangat mahal untuk menarik bakat asing, dan dengan memaksa beberapa mahasiswa internasional untuk meninggalkan negara itu setelah lulus, brain drain akan sangat membebani produktivitas,” tambahnya yang dikutip detikINET dari Guardian, Selasa (23/9/2025).

    Hilangnya sumber daya manusia akibat kebijakan imigrasi yang ketat semacam itu dinilai akan merusak. “Secara keseluruhan, erosi kepercayaan terhadap institusi, hilangnya SDM, tarif, ketidakpastian kronis, dan kebijakan fiskal yang tidak berkelanjutan dapat meningkatkan risiko krisis keuangan di AS,” cetusnya.

    Pengumuman Trump sempat memicu kekacauan di industri teknologi, dengan beberapa bisnis di Silicon Valley mendesak staf tidak bepergian ke luar negeri. Gedung Putih lantas mengklarifikasi biaya baru yang lebih tinggi hanya berlaku untuk pelamar baru dan dibayar satu kali.

    Kathleen Brooks, direktur riset di broker XTB, mengatakan Amazon memiliki jumlah pekerja tertinggi dengan visa H-1B, diikuti Microsoft, Meta, Apple, dan Google. “Meski perusahaan-perusahaan ini punya uang untuk membayar visa, sektor lain yang juga bergantung pada visa H-1B mungkin kesulitan dengan rekrutmen di masa mendatang, misalnya sektor perawatan kesehatan dan pendidikan,” katanya.

    Paruh pertama 2025, Amazon mendapat persetujuan lebih dari 10.000 visa H-1B, sementara Microsoft dan Meta masing-masing memiliki lebih dari 5.000 persetujuan. Program H-1B menawarkan 65.000 visa setiap tahun ke pemberi kerja yang mendatangkan pekerja asing sementara di bidang-bidang khusus, dengan tambahan 20.000 visa untuk pekerja dengan gelar akademik lanjutan.

    India telah menjadi penerima manfaat terbesar dari visa H-1B, mencakup 71% dari visa yang disetujui tahun lalu. Pemerintah India memperingatkan aturan baru itu akan memiliki konsekuensi kemanusiaan terkait gangguan bagi banyak keluarga.

    (fyk/fay)

  • AS-Venezuela Tegang, Trump Tolak Ajakan Maduro untuk Berunding

    AS-Venezuela Tegang, Trump Tolak Ajakan Maduro untuk Berunding

    Jakarta

    Gedung Putih menolak permintaan Presiden Venezuela Nicolas Maduro untuk berunding dengan Presiden Donald Trump guna meredakan ketegangan antara kedua musuh bebuyutan tersebut.

    Penolakan ini terjadi ketika dua pemimpin oposisi Venezuela mendukung peningkatan kekuatan angkatan laut AS di dekat negara Amerika Selatan tersebut, yang disebutnya penting bagi pemulihan demokrasi.

    Dilansir kantor berita AFP, Selasa (23/9/2025), Trump telah mengirimkan delapan kapal perang dan satu kapal selam ke Karibia selatan dalam operasi antinarkoba, yang dikhawatirkan Venezuela dapat menjadi awal dari invasi.

    Pasukan AS telah menghancurkan setidaknya tiga kapal yang diduga milik Venezuela dalam beberapa pekan terakhir, menewaskan lebih dari selusin orang.

    Sebelumnya pada hari Minggu (21/9) lalu, pemerintah Venezuela merilis surat yang dikirimkan Maduro kepada Trump.

    Dalam surat tersebut, Maduro menolak tuduhan AS bahwa ia memimpin kartel narkoba. Dia menyebutnya sebagai tuduhan yang “benar-benar salah” dan mendesak Trump untuk berdialog guna “menjaga perdamaian.”

    Itu adalah “surat pertama, saya pasti akan mengirimkan lebih banyak lagi,” kata Maduro dalam program televisi mingguannya, di mana ia mengatakan tujuannya adalah “untuk membela kebenaran Venezuela.”

    “Jika mereka menutup pintu, Anda membuka jendela, dan jika mereka menutup jendela, Anda membuka pintu dengan kebenaran negara Anda, menerangi dunia, menerangi Gedung Putih dengan cahaya kebenaran Venezuela,” imbuh Maduro.

    Menanggapi hal itu pada hari Senin (22/9) waktu setempat, Sekretaris Pers Gedung Putih Karoline Leavitt mengatakan surat Maduro berisi “banyak kebohongan.”

    Ia menambahkan bahwa posisi pemerintahan Trump terhadap Venezuela “tidak berubah” dan memandang rezim tersebut “tidak sah.”

    Pengerahan pasukan AS ini merupakan yang terbesar di Karibia dalam beberapa tahun terakhir.

    Maduro menuduh Trump — yang selama masa jabatan pertamanya gagal mempercepat penggulingan presiden Venezuela — berusaha mempengaruhi perubahan rezim.

    Lihat juga Video: Presiden Maduro Hapus WhatsApp dari HP-nya, Sebut Ancaman Bagi Venezuela

    Halaman 2 dari 2

    (ita/ita)

  • Apakah Pengakuan dari Banyak Negara Berpengaruh Bagi Palestina?

    Apakah Pengakuan dari Banyak Negara Berpengaruh Bagi Palestina?

    Jakarta

    Prancis menjadi negara terkini yang secara resmi mengakui negara Palestina.

    Presiden Prancis, Emmanuel Macron, mengatakan, “Waktunya untuk perdamaian telah tiba” dan “tidak ada yang membenarkan perang yang sedang berlangsung di Gaza”.

    Prancis dan Arab Saudi menjadi tuan rumah pertemuan puncak satu hari di Majelis Umum PBB yang berfokus pada rencana solusi dua negara untuk konflik tersebut. Negara-negara G7, Jerman, Italia, dan AS, tidak hadir.

    Macron mengonfirmasi bahwa Belgia, Luksemburg, Malta, Andorra, dan San Marino juga akan mengakui negara Palestina, setelah UK, Kanada, Australia, dan Portugal mengumumkan pengakuan tersebut pada Minggu (21/09).

    Macron mengatakan kepada konferensi tersebut bahwa waktunya telah tiba untuk menghentikan perang dan membebaskan sisa sandera Israel yang ditawan oleh Hamas.

    Ia memperingatkan tentang “bahaya perang tanpa akhir” seraya menegaskan “kebenaran harus selalu menang atas kekuatan”.

    Menurutnya, komunitas internasional telah gagal membangun perdamaian yang adil dan abadi di Timur Tengah sehingga “kita harus melakukan segala daya upaya untuk menjaga kemungkinan solusi dua negara” yang akan mempertemukan “Israel dan Palestina dalam damai dan aman”.

    Ia mengatakan Prancis hanya akan membuka kedutaan untuk negara Palestina ketika semua sandera yang ditahan Hamas dibebaskan dan gencatan senjata telah disepakati.

    Menjelang pengumuman Macron, bendera Palestina dan Israel dipajang di Menara Eiffel pada Minggu (21/09) malam.

    Sejumlah balai kota di Prancis juga mengibarkan bendera Palestina pada Senin (22/09), meski pemerintah Prancis mengimbau kepada para wali kota untuk menjaga netralitas.

    AFP via Getty ImagesBendera Palestina dipajang di bagian depan Balai Kota Paris, Prancis, Senin (22/09).

    Pengakuan negara Palestina oleh Prancis, Kerajaan Bersatu (UK), Kanada, dan Australia, merupakan momen penting.

    “Palestina tidak pernah sekuat ini di seluruh dunia dibanding sekarang,” kata Xavier Abu Eid, mantan pejabat Palestina.

    “Dunia kini bergerak untuk Palestina.”

    Diplomat Palestina, Huzam Zomlot, pada awal bulan ini menyatakan pengakuan tersebut menjadi momen krusial.

    “Apa yang akan dilihat di New York, mungkin adalah upaya terakhir untuk mengimplementasikan solusi dua-negara. Jangan sampai itu gagal” kata Zomlot memperingatkan.

    “Itu berarti Israel hidup berdampingan dengan negara Palestina yang layak. Saat ini, keduanya tidak terwujud,” ujar Zomlot yang merupakan Kepala Misi Palestina untuk UK.

    Persoalannya kini: Apakah pengakuan simbolis dari banyak negara ini berpengaruh? Kemudian, siapa kelak pemimpinnya ketika negara ini kembali berdiri?

    Akankah cukup pengakuan simbolis?

    Saat ini, Palestina menghadapi berbagai krisis, salah satunya terkait kepemimpinan. Mahmoud Abbas kini berusia hampir 90 tahun.

    Sementara Marwan Baghouti yang diprediksi berpotensi menjadi pemimpin, kini tengah dipenjara.

    Hamas yang “dihancurkan” dan wilayah Tepi Barat yang mulai “terpecah” juga menambah genting krisis kepemimpinan di Palestina.

    Akan tetapi, pengakuan internasional yang berdatangan tetap berarti.

    “Itu bisa sangat berharga. Meski tergantung juga mengapa negara-negara ini melakukannya dan apa sebenarnya niat mereka,” kata pengacara Palestina, Diana Buttu.

    Seorang pejabat pemerintah UK, yang tidak ingin disebutkan namanya, berkata pengakuan simbolis saja tidak cukup.

    “Pertanyaannya adalah apakah kita bisa mendapatkan kemajuan menuju sesuatu yang bermakna sehingga Majelis Umum PBB tidak hanya menjadi pesta pengakuan,” ujarnya.

    Deklarasi New York yang diumumkan akhir Juli 2025 berisi penegasan terhadap solusi dua negara dengan sejumlah syarat seperti:

    Pengakuan kenegaraan Palestina dengan dukungan bagi Otoritas Palestina (PA)Membuka akses bantuan kemanusiaan, rekonstruksi dan pemulihan di Gaza dan Tepi BaratPenyatuan Gaza dan Tepi BaratNormalisasi hubungan Israel dengan negara-negara Arab.

    Deklarasi ini disebut mengikat para penandatangan, termasuk UK, untuk mengambil “langkah-langkah konkret, terikat waktu, dan tidak dapat dibatalkan untuk penyelesaian damai masalah Palestina.”

    AFP via Getty ImagesMarwan Barghouti muncul sebagai pemimpin populer selama pemberontakan Palestina kedua.

    Persoalannya, syarat yang harus segera dipenuhi pascapengakuan ini kemungkinan berhadapan dengan hambatan yang sangat besar, kata pejabat di London.

    Apalagi hingga saat ini, AS memiliki hak veto di PBB terkait pengakuan negara Palestina dan pernah berulangkali menggunakannya.

    Pada Agustus, AS juga mengambil langkah tidak biasa dengan mencabut atau menolak visa bagi puluhan pejabat Palestina, yang kemungkinan melanggar aturan PBB sendiri.

    Abbas, bahkan, hanya bisa memberikan pernyataan melalui video pada sidang umum PBB.

    Selain itu, Trump tampaknya masih terpaku pada versi “Rencana Riviera” yang memuat tujuan AS mengambil “posisi kepemilikan jangka panjang” atas Gaza.

    Namun, jika pengakuan simbolis ini berdampak, bagaimana kelanjutannya?

    Apa saja syarat negara dan bagaimana realitanya?

    Konvensi Montevideo 1933 menetapkan empat kriteria untuk sebuah negara. Berikut kriterianya:

    Populasi permanen: Palestina bisa memenuhi kriteria ini, meskipun perang di Gaza membuat kondisi penduduknya sangat berisiko.Kapasitas untuk menjalin hubungan internasional: Dr. Zomlot adalah bukti dari kemampuan ini.Wilayah yang ditentukan: Inilah poin yang belum terpenuhi. Tanpa kesepakatan perbatasan yang pasti dan tanpa proses perdamaian yang nyata, sulit untuk mengetahui dengan jelas wilayah Palestina.Pemerintahan yang berfungsi: Ini merupakan tantangan besar bagi Palestina.

    Mengenai wilayah, ada tiga bagian area yang didambakan warga Palestina sebagai suatu negara, yaitu: Yerusalem Timur, Tepi Barat, dan Jalur Gaza.

    Sayangnya, ketiga wilayah ini diduduki oleh Israel sejak Perang Enam Hari 1967.

    BBC

    Sekilas melihat peta, terlihat awal masalahnya. Tepi Barat dan Jalur Gaza telah terpisah secara geografis oleh Israel selama tiga perempat abad atau tepatnya sejak kemerdekaan Israel pada tahun 1948.

    Memasuki 1967 dengan serangan yang dilancarkan Israel, perluasan permukiman telah menggerogoti Tepi Barat hingga memecahnya menjadi entitas politik dan ekonomi.

    Baca juga:

    Situasi ini terus berlanjut. Kehadiran militer Israel dan permukiman Yahudi membuat Otoritas Palestina (PA), yang dibentuk setelah Kesepakatan Damai Oslo pada 1990-an, hanya menguasai sekitar 40% wilayah.

    Sementara itu, Yerusalem Timur, yang dianggap Palestina sebagai ibu kota mereka, kini dikelilingi permukiman Yahudi yang secara bertahap memutus kota tersebut dari Tepi Barat.

    Nasib Gaza, tentu saja, jauh lebih buruk. Setelah hampir dua tahun perang yang dipicu oleh serangan Hamas pada Oktober 2023, sebagian besar wilayahnya telah hancur.

    Selain wilayah yang sudah tercerai berai dan porak poranda, Palestina harus berhadapan dengan persoalan kepemimpinan.

    ‘Kami butuh kepemimpinan baru’

    Untuk menjawab problem kepemimpinan baru ini, perlu dirunut lagi sejarah yang melingkupi Palestina.

    Pada 1994, kesepakatan antara Israel dan Organisasi Pembebasan Palestina (PLO) mengarah pada pembentukan Otoritas Nasional Palestina (PA).

    Otoritas ini memiliki kendali sipil parsial atas warga Palestina di Gaza dan Tepi Barat.

    Namun, sejak konflik berdarah pada 2007 antara Hamas dan faksi utama PLO, Fatah, warga Palestina di Gaza dan Tepi Barat diperintah oleh dua pemerintahan yang bersaing.

    Hamas di Gaza dan Otoritas Palestina di Tepi Barat, yang diakui secara internasional, dengan presidennya Mahmoud Abbas.

    Bloomberg via Getty ImagesAbbas hampir menginjak usia ke-90

    Perpecahan politik ini terus berlangsung selama 18 tahun, ditambah 77 tahun pemisahan geografis, membuat Tepi Barat dan Jalur Gaza semakin terpisah.

    Politik Palestina kian mengkristal dan membuat sebagian besar warga Palestina sinis terhadap pemimpin mereka. Bahkan mereka sulit percaya akan adanya rekonsiliasi internal, apalagi menjadi sebuah negara yang utuh.

    Adapun pemilihan presiden dan parlemen terakhir diadakan pada 2006. Dengan kata lain, tidak ada warga Palestina di bawah usia 36 tahun yang pernah memberikan suara di Tepi Barat atau Gaza.

    “Sangat tidak masuk akal bahwa kami tidak mengadakan pemilihan selama ini,” kata pengacara Palestina Diana Buttu.

    “Kami butuh kepemimpinan baru.”

    Di tengah serangan bertubi-tubi di Gaza sejak Oktober 2023, masalah ini menjadi semakin mendesak.

    Di hadapan kematian puluhan ribu warganya, Otoritas Palestina yang dipimpin Abbas, yang bermarkas di Tepi Barat, hanya seolah menjadi penonton yang tak berdaya.

    MAHMUD HAMS/AFP via Getty ImagesLebih dari 60.000 orang telah tewas di Gaza sejak Oktober 2023, menurut Kementerian Kesehatan yang dikelola Hamas.

    Siapakah sosok pemimpin Palestina di masa depan?

    Mundur beberapa dekade silam, Ketua Otoritas Nasional Palestina, Yasser Arafat, kembali dari pengasingan bertahun-tahun. Para politisi Palestina lokal pun mulai merasa terpinggirkan.

    “Orang dalam” mulai merasa kesal dengan gaya kepemimpinan yang dominan dari “orang luar” Arafat. Isu korupsi di lingkaran Arafat juga berdampak pada reputasi Otoritas Palestina.

    Di sisi lain, Otoritas Palestina juga seperti tidak mampu menghentikan kolonisasi bertahap Israel di Tepi Barat. Dengan demikian, janji kemerdekaan dan kedaulatan pun urung ditepati.

    Padahal pada September 1993, terjadi jabat tangan bersejarah Arafat dengan mantan Perdana Menteri Israel, Yizhak Rabin, di halaman Gedung Putih yang melambungkan harapan merdeka dan berhentinya penjajahan di tanah Palestina.

    REUTERS/Gary HershornJabat tangan bersejarah Arafat dengan Yizhak Rabin di halaman Gedung Putih, bersama Presiden AS Bill Clinton.

    Memasuki tahun-tahun selanjutnya, politik di Palestina kian tidak kondusif karena inisiatif perdamaian yang gagal, perluasan terus-menerus pemukiman Yahudi, kekerasan oleh ekstremis dari kedua belah pihak, pergeseran politik Israel ke kanan, dan perpecahan kekerasan pada 2007 antara Hamas dan Fatah.

    “Dalam keadaan normal, tokoh-tokoh baru dan generasi baru seharusnya muncul,” kata sejarawan Palestina Yezid Sayigh.

    “Namun hal itu tidak mungkin terjadi. Penduduk Palestina di wilayah yang diduduki sudah terpecah belah secara besar-besaran ke dalam ruang-ruang kecil yang terpisah, dan hal itu membuat hampir tidak mungkin bagi tokoh-tokoh baru untuk muncul dan bersatu.”

    Baca juga:

    Kendati demikian, nama Marwan Barghouti muncul kemudian. Lahir dan dibesarkan di Tepi Barat, ia aktif di Fatah sejak usia 15 tahun.

    Barghouti muncul sebagai pemimpin populer selama pemberontakan Palestina kedua, sebelum ditangkap dan didakwa merencanakan serangan yang menewaskan lima warga Israel.

    Ia selalu membantah tuduhan itu, meski tetap dipenjara di Israel sejak 2002.

    Namun, ketika warga Palestina membicarakan calon pemimpin masa depan, mereka berakhir membicarakan seorang pria yang telah dipenjara selama hampir seperempat abad itu.

    Getty ImagesRumor tentang korupsi di lingkaran Arafat tidak banyak membantu meningkatkan reputasi Otoritas Palestina.

    Jajak pendapat terbaru oleh Pusat Penelitian Kebijakan dan Survei Palestina yang berbasis di Tepi Barat menemukan bahwa 50% warga Palestina akan memilih Barghouti sebagai presiden, jauh mengungguli Mahmoud Abbas, yang telah menjabat sejak 2005.

    Meskipun Barghouti adalah anggota senior Fatah, faksi yang berkonflik dengan Hamas, namanya disebut-sebut sebagai salah satu tahanan politik yang ingin dibebaskan Hamas sebagai imbalan bagi sandera Israel di Gaza. Namun, Israel tidak menunjukkan indikasi akan membebaskannya.

    AFP via Getty ImagesSebuah jajak pendapat terbaru menunjukkan bahwa Barghouti adalah pilihan utama rakyat Palestina untuk pemimpin, jauh di depan Mahmoud Abbas.

    Pada pertengahan Agustus, sebuah video beredar, memperlihatkan Barghouti yang berusia 66 tahun dalam kondisi kurus dan lemah diejek oleh Menteri Keamanan Israel, Itamar Ben Gvir.

    Ini adalah kali pertama Barghouti terlihat secara publik dalam beberapa tahun terakhir.

    Netanyahu dan kemerdekaan negara Palestina

    Bahkan sebelum Serangan ke Gaza, penolakan Benjamin Netanyahu terhadap kemerdekaan Palestina sudah jelas.

    Pada Februari 2024, ia mengatakan, “Semua orang tahu bahwa saya adalah orang yang selama puluhan tahun menghalangi pembentukan negara Palestina yang akan mengancam keberadaan kita.”

    Meskipun ada seruan internasional agar Otoritas Palestina (PA) mengambil alih kendali Gaza, Netanyahu bersikeras bahwa PA tidak akan memiliki peran dalam pemerintahan Gaza di masa depan, karena Abbas disebutnya tidak mengutuk serangan Hamas pada 7 Oktober.

    Baca juga:

    Pada Agustus, Israel memberikan persetujuan akhir untuk proyek pemukiman yang secara efektif akan memisahkan Yerusalem Timur dari Tepi Barat.

    Rencana untuk 3.400 unit perumahan disetujui yang kemudian memantik pernyataan Menteri Keuangan Israel Bezalel Smotrich bahwa rencana ini akan mengubur gagasan negara Palestina “karena tidak ada yang perlu diakui dan tidak ada yang akan mengakui”.

    Reuters”Hari setelah perang di Gaza, baik Hamas maupun Otoritas Palestina tidak akan ada di sana,” kata Netanyahu pada pertengahan Februari.

    “Ini bukanlah keadaan baru. Itu telah terjadi selama bertahun-tahun,” kata sejarawan Palestina Yezid Sayigh.

    “Bahkan saat bisa membawa malaikat Mikail ke bumi dan menjadikannya kepala Otoritas Palestina sekali pun, tetap tidak akan membuat perbedaan. Karena kondisi saat ini membuat kesuksesan apa pun menjadi mustahil,” ujar Sayigh.

    Satu hal yang pasti: jika negara Palestina benar-benar terbentuk, Hamas tidak akan memimpinnya.

    Ini berdasarkan pada Deklarasi New York pada Juli lalu yang disponsori oleh Prancis dan Arab Saudi.

    Di situ, ada pernyataan bahwa “Hamas harus mengakhiri kekuasaannya di Gaza dan menyerahkan senjatanya kepada otoritas Palestina.”

    Atas pernyataan itu, Deklarasi New York ini didukung oleh semua negara Arab dan kemudian diadopsi oleh 142 anggota Majelis Umum PBB.

    Adapun Hamas, mereka menyatakan siap menyerahkan kekuasaan di Gaza kepada administrasi teknokrat yang independen.

    Bagaimana masa depan harapan Palestina?

    Masa depan jangka panjang Gaza mungkin terletak di antara Deklarasi New York, rencana Trump, dan rencana rekonstruksi Arab.

    Dalam rencana tersebut tidak menyebutkan Otoritas Palestina, hanya merujuk pada “pemerintahan mandiri Palestina yang direformasi”, atau hubungan masa depan antara Gaza dan Tepi Barat.

    Baca juga:

    Semua rencana, dengan cara yang sangat berbeda, berharap dapat menyelamatkan sesuatu dari bencana yang menimpa Gaza dalam dua tahun terakhir.

    Apapun yang muncul, hal itu harus menjawab pertanyaan tentang bagaimana Palestina dan kepemimpinannya akan terlihat.

    Namun, bagi Palestina seperti Diana Buttu, ada masalah yang jauh lebih mendesak.

    Dia ingin komunitas internasional mencegah lebih banyak pembunuhan rakyat Palestina.

    “Dan melakukan sesuatu untuk menghentikannya.”

    Getty ImagesTrump dan Starmer memiliki pandangan yang berbeda mengenai masalah tersebut.

    Lihat Video ‘Bendera Palestina Dikibarkan di London setelah Pengakuan Inggris’:

    (ita/ita)