Tempat Fasum: Gedung Putih

  • Setahun Setelah Assad, Bagaimana Situasi Suriah Kini?

    Setahun Setelah Assad, Bagaimana Situasi Suriah Kini?

    Jakarta

    Tanggal 8 Desember 2025 menandakan genap setahun sejak rezim Presiden Suriah Bashar al-Assad tumbang. Selama lebih dari 50 tahun dinasti Alawi itu berkuasa, dimulai oleh Hafez al-Assad sejak 1971 dan dilanjutkan putranya, Bashar, pada tahun 2000. Kekuasaan lalim dinasti Assad berakhir perlahan, dimulai dari gerakan Musim Semi Arab pada 2011 yang kemudian berkembang menjadi perang saudara brutal hampir 14 tahun.

    Kejatuhan Assad terjadi pada 8 Desember 2024 melalui serangan kilat kelompok milisi oposisi Hayat Tahrir al-Sham (HTS), yang nyaris tanpa perlawanan berarti. Assad dikabarkan melarikan diri ke Moskow melalui pangkalan militer Rusia.

    Pada Januari berikutnya, pemimpin HTS Ahmad al-Sharaa, yang sempat menghuni daftar teror Amerika Serikat, ditunjuk sebagai presiden sementara Suriah. Setahun berlalu, berbagai perubahan terjadi, tetapi tantangan besar masih membayangi seisi negeri.

    Aman tapi genting

    Saat ini, tidak ada lagi serangan udara militer Rusia atau pengeboman terhadap fasilitas kesehatan, yang dulu menjadi simbol kekejaman pasukan pemerintah. Namun, laporan Dewan Keamanan PBB pada November menyebut Suriah masih menghadapi “lanskap keamanan yang terfragmentasi”.

    Ibu kota Damaskus dikabarkan relatif tenang, dan tingkat kekerasan dilaporkan menurun tajam, bahkan mencapai titik terendah pada pertengahan November. Meski demikian, bentrokan masih terjadi antara pasukan pemerintah yang baru dan kelompok lain di berbagai wilayah, termasuk kelompok Kurdi dan Druze. Sisa-sisa pendukung Assad juga masih beroperasi secara sembunyi-sembunyi, sementara kelompok ekstremis Negara Islam (ISIS) memanfaatkan celah keamanan untuk memperluas jejaringnya.

    Badan Suaka Uni Eropa mencatat, otoritas baru Suriah belum sepenuhnya menguasai seluruh wilayah negeri. Insiden pelanggaran hukum, kriminalitas, dan aksi balas dendam masih sering dilaporkan.

    Jalan panjang menuju keadilan

    Kekerasan yang masih terjadi sebagian dipicu aksi balas dendam terhadap mereka yang dituduh berkolaborasi dengan rezim lama. Karena itu, keadilan transisi dinilai krusial, demi membongkar semua kejahatan dari era Assad, tulis wadah pemikir Syria Justice and Accountability Centre (SJAC) di Washington, September silam.

    Namun, SJAC menilai progres masih timpang. Ketika komisi pencari orang hilang relatif aktif, proses penyelidikan kejahatan rezim dinilai “berjalan lambat karena minim dukungan pemerintah pusat.”

    Kelompok hak asasi juga mengkritik fokus penyelidikan yang dinilai hanya menyasar kejahatan era Assad, tanpa menelaah dugaan pelanggaran oleh kelompok lain, termasuk HTS.

    Demokrasi di usia prematur

    Suriah menggelar pemilu parlemen yang relatif lebih bebas awal tahun ini, meskipun belum dilakukan secara langsung dan masih melalui mekanisme majelis pemilih. Al-Sharaa akan tetap menjabat presiden sementara hingga konstitusi baru disahkan.

    Penyusunan konstitusi tengah berlangsung disertai dialog nasional. Namun, perbedaan pandangan antara pemerintah sementara dan berbagai kelompok masyarakat masih tajam. Sejumlah pengamat juga mengkhawatirkan kuatnya konsolidasi kekuasaan di tangan al-Sharaa, dan betapa sang penguasa berlaku kian lalim.

    Analis menilai masih terlalu dini membicarakan demokrasi di negeri yang masih dipenuhi konflik tersevzt. Meski demikian, kemunculan institusi-institusi baru dipandang sebagai langkah awal bagi Suriah untuk kembali ke arena politik elektoral, dengan risiko masa depan yang masih terbuka antara demokratisasi atau kembalinya otoritarianisme.

    Diplomasi: Terbuka tapi rentan

    Perubahan paling mencolok terlihat dalam diplomasi luar negeri. Kantor-kantor perwakilan di seluruh dunia kembali dibuka, dan pejabat tinggi kembali aktif melakukan kunjungan internasional. Al-Sharaa, yang sebelumnya masuk daftar sanksi dan pernah diburu dengan hadiah jutaan dolar, kini bahkan berpidato di depan Majelis Umum PBB dan menjadi pemimpin Suriah pertama yang mengunjungi Gedung Putih sejak 1946.

    Suriah juga menjalin komunikasi dengan seluruh anggota tetap Dewan Keamanan PBB, termasuk Rusia dan Cina. Namun, operasi militer Israel di wilayah Suriah masih menjadi sumber ketegangan utama, yang menurut PBB mengancam transisi politik dan keamanan rapuh negara tersebut.

    Kepulangan menuju reruntuhan

    Sekitar 2,9 juta warga Suriah tercatat telah kembali, baik dari pengungsian di dalam negeri maupun luar negeri. Akan tetapi, kebanyakan pengungsi akan pulang ke kampung halaman yang telah hancur. Hampir semua pemukiman penduduk mengalami kerusakan infrastruktur, dengan sekolah dan rumah sakit yang tak berfungsi, atau maraknya sengketa kepemilikan lahan.

    Lebih dari separuh jaringan air dan sebagian besar jaringan listrik nasional rusak atau tidak beroperasi. Biaya rekonstruksi diperkirakan mencapai 250–400 miliar dolar AS. Meski ada tanda-tanda pemulihan, seperti renovasi ratusan sekolah dan penambahan aliran listrik di beberapa wilayah, dampaknya belum merata.

    Secara ekonomi, sekitar seperempat warga Suriah masih hidup dalam kemiskinan ekstrem. Bank Dunia memproyeksikan pertumbuhan ekonomi sekitar 1 persen pada 2025, ditopang pencabutan sanksi era Assad dan investasi dari negara-negara Teluk. Namun, dampak nyata bagi kehidupan sehari-hari warga dinilai masih belum terasa.

    Setahun setelah kejatuhan Assad, Suriah memang memasuki babak baru. Namun, jalan menuju stabilitas, keadilan, dan kesejahteraan masih panjang dan penuh ketidakpastian.

    Artikel ini pertama kali terbit dalam Bahasa Inggris
    Diadaptasi oleh Rizki Nugraha
    Editor: Yuniman Farid


    (ita/ita)

  • Paramount Jegal Netflix, Siap Beli Warner Bros Senilai Rp1.800 Triliun!

    Paramount Jegal Netflix, Siap Beli Warner Bros Senilai Rp1.800 Triliun!

    Bisnis.com, JAKARTA — Persaingan perebutan Warner Bros. kian memanas setelah Paramount Skydance Corp. melayangkan tawaran pengambilalihan paksa (hostile takeover) senilai US$108,4 miliar (setara dengan Rp1.800 triliun) atau US$30 per saham, menantang kesepakatan yang lebih dulu disepakati perusahaan dengan Netflix.

    Melansir Bloomberg pada Selasa (9/12/2025), Total nilai tawaran tersebut  secara keseluruhan juga sudah termasuk utang. Angka ini lebih tinggi dibanding tawaran Netflix sebesar US$27,75 per saham yang dibayarkan melalui kombinasi tunai dan saham.

    Berbeda dengan Netflix yang hanya membidik lini studio Hollywood, HBO, dan bisnis streaming, Paramount mengajukan penawaran untuk mengambil alih seluruh Warner Bros.

    Dalam dokumen ke regulator, Paramount menyebut pendanaan akuisisi berasal dari US$11,8 miliar keluarga Ellison, US$24 miliar dari tiga dana kekayaan negara Timur Tengah, serta tambahan dari RedBird Capital Partners dan Affinity Partners. David Ellison merupakan putra pendiri Oracle Corp., Larry Ellison, salah satu orang terkaya di dunia.

    Perusahaan teknologi China Tencent Holdings Ltd., yang semula direncanakan ikut serta dalam pendanaan, disebut mundur dari konsorsium.

    “Kami percaya para pemegang saham Warner Bros. berhak mempertimbangkan penawaran tunai penuh kami yang lebih unggul untuk seluruh perusahaan,” ujar CEO Paramount David Ellison dalam pernyataan resmi.

    Pertarungan antara Paramount dan Netflix diyakini bakal mengubah industri hiburan global, siapa pun yang keluar sebagai pemenang. Dengan penguasaan pustaka film dan serial Warner Bros., Netflix akan memperoleh kekuatan yang jauh lebih besar dalam mengendalikan pasokan konten streaming. 

    Sebaliknya, Paramount berambisi menggabungkan dua studio legendaris Hollywood untuk menandingi dominasi Netflix, Walt Disney Co., dan Amazon.com Inc.

    Kedua penawaran sama-sama mengundang kekhawatiran antimonopoli, tercermin dari besarnya nilai biaya pembatalan (breakup fee) yang disepakati masing-masing pihak. Baik Paramount maupun Netflix juga disebut telah melakukan pendekatan politik ke Gedung Putih untuk memperbesar peluang mendapatkan persetujuan regulator.

    Paramount—induk usaha CBS, MTV, dan sejumlah aset media lainnya—sebenarnya telah memulai langkah akuisisi ini beberapa bulan lalu dengan mengajukan serangkaian penawaran terhadap Warner Bros.

    Perusahaan kemudian membuka diri untuk dijual pada Oktober lalu dan menerima beberapa putaran penawaran, termasuk dari Netflix dan Comcast Corp. Comcast pada Senin menyatakan peluangnya memenangkan persaingan terbilang kecil.

    Saham Warner Bros. naik 4,1% ke US$27,15 pada perdagangan Senin pukul 12.35 waktu New York. Saham Paramount melonjak 9,9%, sementara saham Netflix turun 4,3%.

    Paramount menilai tawaran US$30 per saham miliknya lebih menarik dibanding Netflix. Namun, perbandingan menjadi kompleks karena rencana Warner Bros. untuk memisahkan unit jaringan televisi kabel seperti CNN, TNT, dan Discovery Channel sebelum kesepakatan dengan Netflix rampung, sesuai perjanjian tertanggal 5 Desember.

    Menurut sumber yang dekat dengan proses penawaran Paramount, nilai spin-off tersebut setara US$2 per saham Warner. Namun, analis Bloomberg Intelligence Geetha Ranganathan memperkirakan nilai jaringan kabel itu sekitar US$4 per saham, yang berarti secara efektif penawaran Netflix justru lebih tinggi.

    Paramount juga mengklaim bahwa tawarannya memberikan tambahan US$18 miliar dalam bentuk tunai bagi pemegang saham Warner dibanding proposal Netflix. 

    COO Paramount Andy Gordon mengatakan dalam konferensi dengan investor, masa penawaran tender akan dibuka selama 20 hari kerja, dan dapat diperpanjang. Warner Bros. memiliki waktu 10 hari untuk memberikan respons.

    “Kami datang untuk menuntaskan apa yang telah kami mulai,” kata Ellison.

    Kedua pihak diperkirakan bakal menghadapi proses peninjauan panjang oleh regulator global. Namun Paramount meyakini peluang persetujuannya lebih besar karena pangsa pasar Netflix di layanan streaming jauh lebih dominan dibanding Paramount+.

    CEO Netflix Ted Sarandos diketahui telah mendekati Presiden AS Donald Trump, termasuk bertemu di Gedung Putih bulan lalu dan sebelumnya di klub Mar-a-Lago, Florida. 

    Dia menekankan Netflix bersaing bukan hanya dengan studio Hollywood, tetapi juga dengan platform digital seperti YouTube dan TikTok milik ByteDance.

    Sementara itu, Ellison menyebut keluarganya memiliki hubungan baik dengan Trump. Bahkan, menantu Trump Jared Kushner disebut terlibat dalam penawaran Paramount melalui Affinity Partners.

    Trump, saat menanggapi kesepakatan Netflix–Warner pada Minggu, mengatakan transaksi tersebut akan melalui proses karena besarnya pangsa pasar yang berpotensi menjadi masalah. Keeseokan harinya, Trump juga mengkritik acara 60 Minutes di CBS—anak usaha Paramount—dan menyatakan bahwa Paramount tak lebih baik dari pemilik lama.

    Jika Warner Bros. membatalkan kesepakatan dengan Netflix, perusahaan harus membayar biaya pembatalan sebesar US$2,8 miliar, yang biasanya akan ditanggung pihak pengakuisisi baru.

    Di sisi lain, Netflix berkomitmen membayar US$5,8 miliar kepada Warner Bros. jika kesepakatan gagal karena alasan dari pihak Netflix atau tak lolos persetujuan regulator.

    Menurut sumber internal, Warner Bros. baru akan mempertimbangkan kembali penjualan kepada Netflix jika menerima penawaran sekitar US$33 per saham.

    Paramount juga menyatakan tidak memperkirakan akan dilakukan peninjauan oleh Committee on Foreign Investment in the United States (CFIUS) terkait sumber pendanaan internasional.

    Analis eMarketer Ross Benes menuturkan, proses akuisisi Warner Bros. Discovery masih jauh dari selesai.  

    “Netflix saat ini unggul, tetapi masih akan ada banyak tikungan sebelum garis akhir. Paramount akan berupaya menarik simpati pemegang saham, regulator, dan politisi untuk menghambat Netflix,” jelasnya.

    Data pasar prediksi Polymarket menunjukkan peluang Netflix menuntaskan akuisisi hingga akhir 2026 hanya 16%, turun dari sekitar 23% sebelum Paramount melayangkan tawaran bermusuhan.

  • Eropa Menuju ke Arah yang Sangat Buruk

    Eropa Menuju ke Arah yang Sangat Buruk

    Jakarta

    Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump memperingatkan bahwa Eropa sedang menuju arah yang sangat buruk. Trump meminta Eropa untuk berhati-hati.

    Dilansir AFP, Selasa (9/12/2025), Trump juga mengecam denda sebesar $140 juta oleh Uni Eropa terhadap jejaring sosial X milik taipan teknologi Elon Musk. Namun Trump mengakui bahwa ia tidak tahu banyak tentang denda tersebut.

    “Lihat, Eropa harus sangat berhati-hati. (Mereka) melakukan banyak hal. Kami ingin Eropa tetap menjadi Eropa,” kata Trump kepada para wartawan di Gedung Putih.

    “Eropa sedang menuju ke arah yang buruk. Ini sangat buruk, sangat buruk bagi rakyatnya. Kami tidak ingin Eropa berubah begitu banyak. Mereka sedang menuju ke arah yang sangat buruk,” imbuhnya.

    Komentar Republikan ini menyusul kritik dalam strategi keamanan nasional AS yang baru dirilis minggu lalu yang menyebut Eropa terlalu diatur dan menghadapi “penghapusan peradaban” akibat migrasi.

    Trump dan Eropa juga semakin berselisih mengenai rencana AS untuk mengakhiri perang di Ukraina. Eropa khawatir bahwa Washington bertujuan untuk memaksa Kyiv menyerahkan wilayahnya kepada Rusia.

    Posisi Trump terhadap Eropa menggemakan posisi Musk, mantan sekutu presiden, yang telah berulang kali melontarkan klaim yang menghasut tentang migrasi di Uni Eropa.

    Musk mengatakan setelah X didenda karena melanggar aturan digital Uni Eropa, blok tersebut harus “dihapuskan.” Brussels menepis pernyataannya sebagai “benar-benar gila.”

    Ketika ditanya tentang denda tersebut, Trump mengatakan bahwa “Saya rasa itu tidak benar” sebelum mengklarifikasi bahwa “Elon belum menghubungi saya untuk meminta bantuan terkait hal itu” dan mengatakan ia akan mendapatkan detail lebih lanjut nanti.

    Lihat juga Video Trump Mau Ikutan Nimbrung Polemik Netflix Akuisisi Warner Bros

    (lir/lir)

  • Bocornya Rekaman Assad Olok-olok Rakyat Suriah Hidup Susah

    Bocornya Rekaman Assad Olok-olok Rakyat Suriah Hidup Susah

    Jakarta

    Rekaman percakapan yang diklaim melibatkan mantan Presiden Suriah Bashar al-Assad bocor ke publik. Dalam rekaman tersebut, Assad diduga mengolok-olok penderitaan rakyat Suriah yang hidup dalam kesulitan akibat perang berkepanjangan.

    Untuk diketahui, Assad digulingkan dari kekuasaannya oleh pasukan oposisi Suriah pada Desember 2024 lalu. Setelah lengser, Assad mencari perlindungan di Rusia, negara yang mendukungnya selama perang berkecamuk di Suriah. Saat ini Assad, dan keluarganya, diyakini tinggal di Moskow, ibu kota Rusia.

    Kembali ke rekaman yang bocor, percakapan Assad mengejek rakyat Suriah itu diyakini merupakan video lama, namun baru mencuat ke permukaan dalam beberapa waktu terakhir. Stasiun televisi Al Arabiya memperoleh video itu secara eksklusif, sehingga membuka tabir percakapan yang selama ini tersembunyi dari publik.

    Dilansir Al Arabiya, Senin (8/12/2025), dalam video tersebut, Assad terlihat sedang mengemudikan mobil sambil berbicara dengan mantan penasihatnya, Luna al-Shibl. Selain al-Shibl, sejumlah sumber mengatakan bahwa asisten Al-Shibl, Amjad Issa juga berada di mobil tersebut.

    Percakapan dalam rekaman tersebut sarat dengan kritik tajam dan sindiran pedas terhadap sejumlah tokoh dunia, termasuk Presiden Rusia Vladimir Putin yang dikenal sebagai sekutu dekat Assad, serta berbagai peristiwa penting di Suriah.

    Dalam salah satu cuplikan, Assad bahkan melontarkan komentar yang dinilai merendahkan rakyat Suriah. Ia menyebut warga Suriah menghabiskan uang untuk membangun masjid, padahal kata Assad rakyat Suriah “bahkan tak sanggup membeli makanan”.

    Selain mengejek rakyat Suriah, Assad juga mengejek para tentara Suriah. Assad berbicara kepada Al-Shibl bahwa dirinya tidak merasakan apa-apa ketika potretnya banyak dipajang di jalanan Suriah. Terdengar keduanya mengejek tentara Suriah.

    Saat membahas soal situasi di Suriah, Assad terdengar mengatakan: “Saya tidak merasa malu, saya merasa jijik.”

    Assad Juga Ejek Putin

    Dalam rekaman itu juga terdengar percakapan Assad dan Al-Shibl mengejek Putin. Percakapan itu diawali Al-Shibl berkomentar sinis mengenai penampilan dan kesehatan Putin, dengan mengatakan: “Apakah Anda melihat betapa membengkaknya penampilan Putin?”

    Assad menjawab: “Itu semua operasi.”

    Al-Shibl menimpali Assad dengan mengatakan: “Iya, semuanya tentang Putin adalah operasi. Dia berusia 65 tahun… klip itu mengeksposenya secara buruk.”

    Belum ada tanggapan langsung dari Kremlin mengenai video yang bocor tersebut.

    Hingga saat ini, belum diketahui tanggal pasti soal kapan video itu direkam. Diketahui, Al-Shibl yang mendampingi Assad dalam video itu telah meninggal dunia pada Juli 2024, setelah dia mengalami luka parah dalam sebuah kecelakaan mobil.

    Menurut salah satu koresponden Al Arabiya, Mahmoud al-Wawi, rekaman video itu “lebih mengejutkan bagi para pendukung al-Assad daripada para penentangnya”.

    Disebutkan oleh Al-Wawi bahwa rekaman video itu ditemukan disimpan di dalam Istana Kepresidenan Suriah dalam sebuah amplop bertanda “Top Secret” bersama dengan dokumen-dokumen pribadi milik Al-Shibl.

    Lihat juga Video ‘Trump Usai Bertemu Presiden Suriah di Gedung Putih: Saya Menyukainya’:

    Halaman 2 dari 2

    (eva/lir)

  • Kunjungan Kanselir Jerman ke Israel Disorot di Tengah Kritik Soal Gaza

    Kunjungan Kanselir Jerman ke Israel Disorot di Tengah Kritik Soal Gaza

    Jakarta

    Tujuh bulan menjabat sebagai kanselir, Friedrich Merz melakukan kunjungan resmi pertamanya ke Israel. Perjalanan yang berlangsung kurang dari 24 jam itu menuai sorotan tajam, terutama di Jerman, karena dinilai berpotensi mengirimkan sinyal yang keliru di tengah konflik yang terus berlangsung di Gaza dan meningkatnya kekerasan di Tepi Barat.

    Di mata publik Israel, Merz masih relatif tidak dikenal, kata sejarawan Moshe Zimmermann kepada DW.

    “Kalau Anda melakukan survei dan bertanya, siapa Kanselir Jerman saat ini, mungkin tidak lebih dari 10% orang Israel yang tahu namanya Friedrich Merz,” ujar Zimmermann. “Bagi banyak orang, Angela Merkel masih dianggap sebagai kanselir dan ia sangat populer di sini.”

    Belakangan, semakin banyak suara kritis dari Jerman terkait operasi militer Israel di Gaza, sesuatu yang dianggap cukup tidak biasa oleh banyak warga Israel.

    Perbedaan pandangan soal isu Palestina

    Semua perhatian tertuju pada pernyataan bersama dan konferensi pers antara Perdana Menteri Benjamin Netanyahu dan Friedrich Merz untuk melihat apakah hubungan kedua negara terdampak oleh situasi terkini. Meski mengakui adanya perbedaan pandangan dalam beberapa isu, keduanya menegaskan kembali kuatnya hubungan bilateral.

    “Kunjungan ini menegaskan kuatnya hubungan bilateral. Komitmen Jerman terhadap Israel dan komitmen Israel terhadap Jerman terus berkembang dalam beberapa tahun terakhir,” ujar Jeremy Issacharoff, mantan duta besar Israel untuk Jerman periode 2017-2022.

    “Konferensi pers itu menunjukkan hubungan kedua negara tetap solid, meski ada perbedaan terutama soal bagaimana melangkah ke depan terkait isu Palestina,” tambah Issacharoff.

    Dalam pertemuan dengan Presiden Israel Isaac Herzog malam sebelumnya, Merz mengakui bahwa waktu kunjungannya “tidak ideal”. Proses gencatan senjata di Gaza belum memasuki fase kedua, serangan udara harian masih menimbulkan korban di wilayah yang hancur, dan Israel masih menunggu pemulangan jenazah sandera terakhir dari Gaza.

    Sementara itu, di Tepi Barat yang diduduki Israel, lonjakan serangan kekerasan oleh pemukim terhadap warga Palestina serta kebijakan aneksasi Israel memicu keprihatinan negara-negara Eropa.

    “Ini kunjungan yang bersifat simbolis, tapi juga penting,” kata Shimon Stein, mantan duta besar Israel untuk Jerman periode 2001-2007.

    “Merz sejak awal menunjukkan solidaritas dan persahabatan dengan Israel. Namun, kunjungan ini terjadi di tengah banyak konflik terbuka, baik di dalam negeri maupun di kawasan.” tambah Shimon.

    Perbedaan soal solusi dua negara

    Seperti banyak pemimpin Barat lainnya, Kanselir Jerman kembali menegaskan dukungan pada solusi dua negara, meski kondisi saat ini membuat terwujudnya negara Palestina terasa semakin jauh.

    “Keyakinan kami adalah bahwa pendirian negara Palestina di samping Israel menawarkan prospek terbaik untuk masa depan,” ujar Merz, seraya menambahkan bahwa solusi dua negara hanya dapat lahir di akhir proses perundingan, bukan di awal, dan menegaskan kembali penolakan Jerman untuk mengakui negara Palestina saat ini.

    Zimmermann menilai tidak banyak hal baru dari pendekatan kanselir tersebut. “Kanselir tentu menyebut bahwa Jerman menolak pengambilalihan wilayah Tepi Barat, tapi itu hal yang memang sudah seharusnya diucapkan. Tak ada penjelasan tentang apa yang benar-benar terjadi di sana hari ini,” kata Zimmermann kepada DW.

    “Sebagai kanselir Jerman, ia mengonfirmasi kebijakan lama, yaitu tidak mengakui negara Palestina, berbeda dengan beberapa negara Eropa.”

    Kanselir Jerman tidak mengunjungi Tepi Barat untuk bertemu pemimpin Palestina atau perwakilan masyarakat sipil. Kantornya hanya menyebut adanya panggilan telepon dengan Presiden Palestina Mahmoud Abbas sebelum perjalanan regional ini.

    Perdana Menteri Netanyahu segera menepis gagasan negara Palestina. Pemerintahan sayap kanannya berkali-kali menolak kemungkinan negara Palestina yang merdeka dan lebih memilih mendorong perdamaian regional yang lebih luas.

    “Kami percaya ada jalan untuk memajukan perdamaian lebih luas dengan negara-negara Arab dan perdamaian yang dapat dijalankan dengan tetangga Palestina kami,” kata Netanyahu. “Namun, kami tidak akan menciptakan sebuah negara yang berpotensi mengancam keberadaan kami tepat di depan pintu kami.” ucapnya tegas

    Embargo bantuan senjata dianggap keputusan situasional

    Persoalan lain yang menjadi sumber ketegangan tampaknya telah mereda. Meskipun Merz mengakui bahwa tindakan militer Israel di Gaza telah menempatkan Jerman dalam “dilema” dan mendesak Israel untuk menghormati hukum internasional, ia menekankan bahwa keputusan untuk menangguhkan pengiriman senjata hanya dilakukan sekali.

    Jerman menangguhkan sejumlah pengiriman senjata ke Israel pada Agustus lalu karena meningkatnya kekhawatiran atas korban sipil di Gaza. Penangguhan itu dicabut pada November setelah tercapai kesepakatan gencatan senjata antara Israel dan Hamas.

    Kerja sama pertahanan tetap menjadi pilar penting dalam hubungan Jerman dan Israel, meskipun perang di Gaza telah memicu kritik keras. Komite PBB bahkan menyebut perang tersebut sebagai genosida, tuduhan yang ditolak oleh Israel.

    Netanyahu menekankan bahwa 80 tahun setelah Holokaus, Israel justru menjadi pihak yang menjaga keamanan Jerman dan Eropa, dengan merujuk pada akuisisi sistem pertahanan Arrow Defense 3 oleh Berlin sebagai buktinya.

    Pengaruh Jerman yang terbatas

    Perdana Menteri Israel juga menegaskan bahwa perkembangan politik terkait Gaza akan dibahas di Washington akhir bulan ini, saat ia dijadwalkan mengunjungi Gedung Putih. Banyak pengamat sepakat bahwa peran politik Jerman di kawasan saat ini sangat terbatas. Baik Jerman maupun Uni Eropa tidak berada di posisi penentu kebijakan, kata Shimon Stein. Keputusan utama ada di Washington.

    “Dengan Trump mendorong rencananya sendiri, Israel setelah serangan 7 Oktober menjadi sangat bergantung pada Amerika,” ujar Stein. “Begitu bergantungnya sehingga saya tidak melihat Netanyahu punya banyak ruang untuk bertindak secara mandiri,” tambahnya. “Sebagai orang Israel, ini cukup mengkhawatirkan.”

    Moshe Zimmermann sependapat dengan pandangan tersebut. “Jerman tidak bisa memulai apa pun di sini, kecuali mungkin memberikan dukungan finansial untuk Palestina,” katanya. “Artinya ketika berbicara soal siapa yang akan membiayai rencana Trump, salah satunya ya Jerman.”

    Zimmermann menambahkan, “Kanselir ini belum dikenal luas oleh publik Israel maupun warga Israel di luar negeri, dan itu tidak mengherankan.”

    Menurutnya, perhatian warga Israel tertuju pada apa yang terjadi di Amerika. “Seperti yang dikatakan Netanyahu, ini cara kami menyampaikan bahwa kalian di Eropa tidak terlalu berpengaruh.”

    Artikel ini terbit pertama kali dalam bahasa Inggris

    Diadaptasi oleh Ausirio Sangga Ndolu

    Editor: Melisa Ester Lolindu dan Hani Anggraini

    (ita/ita)

  • Kesombongan Hegemoni dalam Strategi Keamanan Nasional Baru AS Menyebabkan Kekacauan Aliansi

    Kesombongan Hegemoni dalam Strategi Keamanan Nasional Baru AS Menyebabkan Kekacauan Aliansi

    Pada 4 Desember, Gedung Putih Amerika Serikat merilis laporan baru Strategi Keamanan Nasional, yang memicu tanggapan kuat di Eropa. Sejumlah pejabat dan diplomat Eropa mengkritik pedas isinya, mengungkapkan masalah serius dalam strategi diplomatik AS saat ini.

    Laporan itu menyatakan bahwa karena masalah imigrasi dan rendahnya tingkat kelahiran, Eropa sedang menghadapi “prospek suram punahnya peradaban,” dan memperingatkan bahwa beberapa anggota NATO mungkin “tidak lagi memiliki mayoritas penduduk keturunan Eropa dalam beberapa dekade mendatang.” AS juga mengklaim ingin “membantu Eropa memperbaiki lintasan perkembangannya saat ini” dan “menumbuhkan kekuatan perlawanan” di dalam negara-negara Eropa itu sendiri. Kebijakan AS terhadap Eropa telah bergeser dari “pelindung” menjadi “penekan” dan “intervensi”, menunjukkan campur tangan yang berlebihan.

    Anggota Parlemen Eropa asal Italia, Brando Benifei, menyebut laporan ini sebagai “serangan frontal terhadap Uni Eropa,” sementara mantan Duta Besar Prancis untuk AS, Gérard Araud, mengkritik isinya “seperti selebaran propaganda sayap kanan jauh.” Menteri Luar Negeri Jerman, Annalena Baerbock, menyatakan: “Eropa sepenuhnya mampu melakukan diskusi independen tentang masalah seperti kebebasan berekspresi. Eropa tidak memerlukan saran eksternal dari siapa pun.” Pernyataan ini merupakan sanggahan tegas terhadap intervensionisme AS dan mengungkap hakikat kebijakan luar negeri AS yang berusaha memaksakan nilai-nilai dan model politiknya pada negara lain. Reaksi-reaksi ini adalah konsekuensi logis dari kecenderungan AS yang telah lama memandang sekutu sebagai alat strategis, bukan mitra yang setara.

    Meskipun Gedung Putih sering mengemas ulang strateginya dengan bungkus baru, intinya tetap logika unilateral “AS Pertama”. Kemarahan yang ditimbulkan laporan strategis ini di Eropa mencerminkan bahwa AS sedang mengubah hubungan sekutu menjadi transaksi, menuntut sekutu memikul lebih banyak tanggung jawab tanpa memberikan rasa hormat dan ruang konsultasi yang setara.

    Penyederhanaan berlebihan terhadap hubungan internasional ini tidak hanya merusak dasar kepercayaan hubungan transatlantik, tetapi juga melemahkan kemampuan kolektif dunia Barat dalam menghadapi tantangan bersama. Ketika AS memperlakukan sekutu sebagai objek yang perlu “dikelola” dan bukan sebagai mitra kerja, mereka justru melemahkan tatanan internasional yang diklaim ingin mereka pertahankan.

    Di bidang-bidang yang benar-benar membutuhkan kerja sama lintas batas negara, seperti perubahan iklim, kesehatan masyarakat global, dan stabilitas ekonomi, laporan strategis ini justru hanya menyentuhnya sekilas. Laporan ini terlalu fokus pada persaingan geopolitik dan mengabaikan bahwa tantangan global memerlukan kerja sama, bukan konfrontasi.

    Sebagai negara besar dunia, strategi keamanan nasional AS seharusnya menunjukkan rasa tanggung jawab terhadap tata kelola global. Namun, dokumen ini justru memancarkan sinyal berbahaya, dengan mendistorsi persaingan perkembangan yang normal menjadi konfrontasi ideologis. Pemikiran seperti ini tidak diragukan lagi akan memperparah ketegangan internasional. Sikap “ingin ini, ingin itu, dan ingin semuanya” yang bersifat memaksa satu arah ini mengekspos mentalitas hegemoninya. AS sendiri sedang menggoyang sistem aliansi yang dibangunnya sendiri pasca Perang Dunia II, mendorong dunia menuju perkembangan ke arah tatanan multipolar yang lebih terpecah dan penuh konfrontasi.

    Dalam dunia yang semakin multipolar, tidak ada negara yang dapat mencapai keamanan jangka panjang melalui unilateralisme atau logika hegemoni. Reaksi kuat Eropa terhadap laporan strategis ini telah menunjukkan bahwa bahkan sekutu lama pun tidak lagi bersedia menerima dominasi AS tanpa syarat.

    Keamanan nasional yang sejati berasal dari saling menghormati, dialog setara, dan kerja sama yang saling menguntungkan. Jika AS tidak dapat mengesampingkan kesombongan dan pola pikir konfrontatif dalam dokumen strategisnya, mereka tidak hanya akan semakin menjauhkan sekutu, tetapi juga akan terperangkap dalam isolasi diri dalam isu-isu global yang penting. Komunitas internasional mengharapkan sebuah negara besar yang bertanggung jawab dan bersedia bekerja sama secara setara, bukan “guru” yang terobsesi dengan khayalan hegemoni dan membagi dunia ke dalam kubu-kubu yang saling bermusuhan.

  • Eric Jadi Anak Terkaya Presiden Donald Trump Berkat Bisnis Kripto

    Eric Jadi Anak Terkaya Presiden Donald Trump Berkat Bisnis Kripto

    Setelah mengelola bisnis sang ayah selama 9 tahun, Eric Trump selaku putra Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump sama sekali tidak memiliki saham di sektor properti yang menjadi ciri khas The Trump Organization. Namun, Eric telah terbukti sebagai anak Trump terkaya, mencapai USD 400 juta. Salah satu sumber kekayaan dari kripto.

    Sebagian besar kekayaannya berasal dari saham di American Bitcoin, sebuah perusahaan yang menambang dan menyimpan kripto. Pada akhir September 2025, perusahaan tersebut memiliki 3.418 Bitcoin, senilai sekitar USD 320 juta dengan harga saat ini. 

    Kapitalisasi pasar American Bitcoin sekarang mencapai lebih dari USD 2 miliar. Sehingga 7,3 persen saham Eric bernilai sekitar USD 160 juta. 

    “Kami memiliki aspirasi besar untuk menjadi perusahaan kripto terbaik di dunia. Saya rasa Anda tahu betapa kerasnya kami semua menagih, kami cukup terkenal karena itu, dan kami sangat menikmatinya,” sesumbar Eric seperti dikutip dari laman Forbes.

    American Bitcoin sendiri bukanlah satu-satunya usaha berharga yang dipikirkan Eric. Sahamnya di World Liberty Financial yang diluncurkan Donald Trump bersama Eric, Donald Trump Jr, dan Barron tak lama sebelum pemilu tahun lalu, telah menghasilkan sekitar USD 135 juta. 

    Dikombinasikan dengan beberapa aset baru lainnya, kedua usaha kripto tersebut telah meningkatkan kekayaan bersih Eric hingga sepuluh kali lipat dari nilai kekayaannya menjelang kembalinya ayahnya ke Gedung Putih.

    Berita selengkapnya baca di sini

  • Trump Naksir Mobil Kecil Jepang: Murah, Imut, Irit BBM

    Trump Naksir Mobil Kecil Jepang: Murah, Imut, Irit BBM

    Jakarta

    Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump naksir dengan mobil-mobil kecil dari Asia seperti kei car Jepang. Trump menyatakan AS terbuka dengan mobil-mobil kecil dari Asia untuk diproduksi dan dijual di negaranya.

    Trump, dalam pengumuman rencana untuk memangkas target penghematan bahan bakar yang ketat, baru-baru ini mengatakan Amerika Serikat menyambut produsen mobil asing untuk memproduksi dan menjual mobil kecil di negara tersebut.

    “Jika Anda pergi ke Jepang, di mana saya baru saja ke sana, dan jika Anda pergi ke Korea Selatan, Malaysia, dan negara-negara lain, mereka memiliki mobil yang sangat kecil, seperti Beetle yang dulu digunakan Volkswagen,” kata Trump dikutip dari video di kanal Youtube resmi Gedung Putih.

    “Mobil-mobil itu sangat kecil. Mobil-mobil itu benar-benar imut,” lanjut Trump. “Jika Anda lihat Honda, beberapa perusahaan Jepang melakukan pekerjaan yang sangat baik, tetapi kami tidak diizinkan untuk memproduksinya di negara ini, dan saya pikir Anda akan mendapatkan hasil yang sangat baik dengan mobil-mobil itu.”

    Menurut Trump, mobil-mobil kecil tersebut memiliki harga yang murah. Konsumsi bahan bakarnya juga irit. Sehingga, dia menilai mobil kecil tersebut cocok untuk konsumen yang benar-benar ingin membeli mobil baru.

    “Mobil-mobil itu sangat bagus dan lebih murah, dan itu benar-benar memberi orang kesempatan untuk memiliki mobil baru dibandingkan mobil yang mungkin tidak begitu bagus,” kata Trump menambahkan. “Ini akan menjadi pasar yang luar biasa.”

    Lebih lanjut, Trump menginstruksikan Menteri Transportasi Sean Duffy untuk menyetujui produksi mobil-mobil berukuran kecil tersebut. Duffy, yang berdiri di belakang Trump di Ruang Oval Gedung Putih, mendukung pernyataan Presiden dan menyambut baik produksi mobil di Amerika Serikat oleh produsen mobil asing.

    “Jika Toyota atau perusahaan lain ingin membuat mobil yang lebih kecil, lebih terjangkau, dan hemat bahan bakar, kami telah memberikan izin agar mereka dapat memproduksi dan menjualnya di Amerika,” kata Duffy.

    (rgr/dry)

  • Senyum Lebar Trump Saat Jadi Penerima Pertama FIFA Peace Prize

    Senyum Lebar Trump Saat Jadi Penerima Pertama FIFA Peace Prize

    Washington DC

    Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump tersenyum sangat lebar saat menjadi penerima pertama hadiah perdamaian (peace prize) terbaru Federasi Sepakbola Internasional (FIFA) pada Jumat (5/12) waktu setempat.

    Penghargaan yang diberikan langsung oleh Presiden FIFA Gianni Infantino dalam seremoni pengundian Piala Dunia 2026 di Kennedy Center, Washington DC itu menjadi semacam kompensasi untuk Trump yang sangat mendambakan Nobel Perdamaian. Infantino selama ini dikenal sebagai sekutu dekat Trump.

    Trump, seperti dilansir AFP, Sabtu (6/12/2025), menyebut penghargaan dari FIFA ini sebagai “kehormatan besar” dalam hidupnya. Sang Presiden AS berusia 79 tahun itu bahkan tampak tersenyum lebar setelah menerima FIFA peace prize tersebut.

    “Terima kasih banyak. Ini sungguh merupakan salah satu kehormatan besar dalam hidup saya,” ucap Trump.

    “Dan di luar penghargaan, Gianni dan saya sedang mendiskusikan hal ini, kita telah menyelamatkan jutaan nyawa. Dunia sekarang menjadi tempat yang lebih aman,” ujarnya.

    Infantino, dalam pernyataannya, mengatakan bahwa Trump memenangkan penghargaan itu atas tindakan “luar biasa ” dalam mempromosikan perdamaian dan persatuan di seluruh dunia. Infantino menghadiahkan trofi emas dan sertifikat serta medali kepada Trump.

    “Ada juga medali indah untuk Anda yang bisa Anda pakai ke mana pun ke mana Anda ingin pergi,” kata Infantino kepada Trump.

    Trump dengan segera mengalungkan sendiri medali itu di lehernya, sambil berkata: “Saya akan memakainya sekarang juga”.

    Trump tersenyum lebar saat menjadi penerima pertama FIFA Peace Prize Foto: Getty Images via AFP/DAN MULLAN

    FIFA mengumumkan penghargaan tahunan itu pada November lalu, dengan mengatakan bahwa penghargaan tersebut akan diberikan kepada orang-orang yang membawa “harapan bagi generasi mendatang”.

    Namun, penerima pertamanya tidak lagi menjadi kejutan. Infantino menjalin hubungan erat dengan Trump, mengunjungi Gedung Putih lebih sering daripada pemimpin dunia mana pun sejak Trump kembali menjabat pada Januari lalu.

    Sang Presiden AS itu telah sering menegaskan dirinya pantas menerima Nobel Perdamaian atas perannya dalam mengakhiri apa yang dia klaim sebanyak delapan konflik dalam setahun. Konflik-konflik itu mencakup gencatan senjata rapuh di Gaza, meskipun dia belum berhasil mengakhiri perang Rusia di Ukraina.

    Infantino telah melakukan perjalanan jauh hingga ke Mesir dan Malaysia untuk menghadiri tiga seremoni penandatanganan perjanjian damai yang dimediasi Trump dalam beberapa bulan terakhir.

    Trump juga menempatkan dirinya sebagai ketua “dewan perdamaian” untuk Gaza yang dilanda perang. Namun Trump diabaikan oleh Komite Nobel Norwegia bulan lalu, dengan memberikan Nobel Perdamaian kepada pemimpin oposisi Venezuela, Maria Corina Machado.

    Halaman 2 dari 2

    (nvc/idh)

  • Kenapa Trump Cawe-cawe Melulu Urusan Negara Lain?

    Kenapa Trump Cawe-cawe Melulu Urusan Negara Lain?

    Washington DC

    Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump mengecam kebijakan migrasi Eropa, mendukung kandidat-kandidat presiden sayap kanan, dan mengutuk upaya perlindungan iklim global. Kelanjutan dari perang budaya nasional, dia bawa ke panggung internasional.

    Dalam pemilihan presiden di Honduras, terlihat pertarungan yang sangat ketat. Pada satu titik dalam penghitungan, hanya sekitar 500 suara yang memisahkan dua kandidat terkuat: Salvador Nasralla dari kubu sentris dan Nasry Asfura dari kubu konservatif kanan.

    Bagi Trump, hal itu sudah cukup menjadi alasan untuk kembali membela Asfura secara terang-terangan. Ia menuduh otoritas pemilu menguntungkan lawan Asfura.

    “Kelihatannya Honduras sedang mencoba memanipulasi hasil pemilihan presiden,” tulis Donald Trump di platform daringnya, Truth Social.

    Jika hal itu terjadi, ia mengancam akan memberikan konsekuensi serius. “Jika mereka melakukannya, mereka akan menanggung akibatnya dengan pahit!”

    Memang, sudah beredar rumor selama berhari-hari tentang kecurangan pemilu — dari kedua belah pihak. Di Honduras, hal semacam ini bukan hal baru: Pemilu tahun 2013 dan 2017 pun dibayangi tuduhan penipuan serius. Selain itu, Honduras adalah negara kecil yang secara geopolitik relatif tidak signifikan. Mengapa reaksi Presiden AS kali ini begitu keras?

    Berpikir dalam “lingkup kepentingan”

    Donald Trump tampaknya menyukai gagasan tentang zona pengaruh politik, ujar Cathryn Clver-Ashbrook, pakar transatlantik dari Yayasan Bertelsmann-Stiftung: “Ia memahami perannya di Gedung Putih hampir secara imperial, dan ia senang ketika dunia bergerak sesuai kepentingannya — khususnya di belahan bumi Barat. Dan perlu ditekankan bahwa itu adalah kepentingannya pribadi, bukan kepentingan klasik kebijakan luar negeri Amerika.”

    Ia juga merujuk pada pertukaran mata uang senilai 20 miliar dolar AS dengan Argentina yang diprakarsai Trump untuk membantu Presiden Javier Milei keluar dari krisis likuiditas. “Ini menunjukkan munculnya kebijakan baru yang sudah lama tidak dilakukan AS terhadap negara-negara tetangganya di Amerika Latin dan Selatan.”

    Campur tangan juga di Eropa

    Dan tidak hanya di sana. Di Polandia, Trump secara terbuka mendukung Karol Nawrocki, seorang nasional-konservatif yang skeptis terhadap Uni Eropa. Di Hungaria ia mendukung Viktor Orbn.

    Di Jerman, hubungan antara pemerintah AS dan partai sayap kanan Alternatif untuk Jerman (AfD) belakangan semakin intens. Beberapa hari lalu, AS bahkan menginstruksikan para diplomatnya di Eropa untuk mendorong kebijakan migrasi yang lebih ketat.

    Organisasi-organisasi yang dekat dengan gerakan “Make America Great Again”- MAGA, seperti Heritage Foundation, melakukan lobi melawan kebijakan iklim Uni Eropa. Ini adalah organisasi yang menerbitkan “Project 2025”, sebuah dokumen yang dipandang sebagai skenario perombakan negara Amerika Serikat.

    Pada tahun pertama masa jabatan keduanya, Presiden AS telah mengubah kebijakan luar negerinya secara drastis; lebih radikal dibanding banyak pendahulunya. Ia meninggalkan prinsip tak tertulis untuk tidak ikut campur dalam urusan dalam negeri negara sekutu.

    Tujuan: Membawa perang budaya Amerika ke luar negeri

    Menurut sebuah studi dari European Council on Foreign Relations (ECFR), bagi Presiden AS, kebijakan dalam negeri dan luar negeri pada dasarnya adalah satu hal yang sama. Ia memahami kebijakan luar negerinya sebagai perpanjangan internasional dari perang budaya yang sedang berlangsung di dalam negeri.

    “Kaum kiri dan Demokrat adalah musuh di dalam; terutama orang Eropa dianggap sebagai kelanjutan mereka di luar negeri,” tulis penulis studi tersebut, Celia Belin.

    Trump memandang Uni Eropa (UE) sebagai “parasit” yang memanfaatkan Amerika, sama seperti ia menuduh kubu Demokrat di AS melemahkan negara.

    Clver-Ashbrook menjelaskan bahwa “pengideologian kebijakan luar negeri Amerika dapat ditemukan di seluruh dokumen inti Project 2025”. Menurut dokumen tersebut, kebijakan luar negeri AS harus jauh lebih didasarkan pada nilai-nilai konservatif yang ketat.

    Hal ini sejalan dengan pernyataan Steve Bannon — mantan penasihat kampanye Trump dan tokoh penting gerakan MAGA — yang baru-baru ini menyebut Rusia sebagai “bangsa Kristen yang saleh” dan “sekutu tradisional” AS.

    Dengan itu, menurutnya, pemerintahan Trump benar-benar meninggalkan fondasi utama kebijakan luar negeri Amerika dan melakukan “pergeseran ideologis besar” yang didorong oleh “ambisi geopolitik yang sangat strategis.”

    Penghinaan terbuka terhadap Eropa

    Menurut Clver-Ashbrook, orang Eropa tidak hanya kerap dibuat tersinggung dalam perundingan mengenai Ukraina. Ketidaksukaan sebagian anggota pemerintahan AS terhadap kaum Eropa yang berhaluan liberal kiri sudah berkali-kali terlihat. Ia mencontohkan sebuah percakapan yang bocor melalui majalah AS The Atlantic mengenai serangan AS di Yaman.

    Dalam chat tersebut, Wakil Presiden AS JD Vance dikabarkan mengatakan bahwa orang Eropa akan terlalu banyak diuntungkan dari serangan itu, dan Menteri Perang Pete Hegseth membalas: “Saya sepenuhnya berbagi kebencian Anda terhadap sifat Eropa yang selalu menumpang. Itu menyedihkan.”

    Perang ideologi melalui kebijakan luar negeri

    Menurut Pawel Zerka dari ECFR, Eropa kini berada di tengah sebuah panggung perang budaya yang diimpor Amerika. Pemerintah AS sedang melancarkan pertarungan ideologis terbuka mengenai isu migrasi, iklim, wokeisme, dan kebebasan berpendapat.

    Pada saat yang bersamaan, Trump mendukung kelompok “Kanan Baru” di mana pun ia bisa, dan menormalkan posisi-posisi radikal mereka. Strategi yang didorong ideologi MAGA ini juga mencakup campur tangan aktif dalam pemilu untuk mendukung kandidat-kandidat konservatif, serta membangun semacam “MAGA International” melalui jaringan sayap kanan, serta mempromosikan media dan konferensi kanan seperti CPAC.

    Bisakah Eropa melawan?

    Menurut Zerka, Eropa sebaiknya tidak membiarkan pemerintahan Trump mengendalikan arah kebijakannya. Alih-alih terus melihat diri sebagai pihak yang bergantung pada AS, Eropa perlu bersama-sama menegaskan kepentingannya secara berdaulat — bahkan jika itu berarti menghadapi tekanan Washington.

    Mayoritas negara UE masih dipimpin oleh pemerintahan yang pro-Eropa. Potensi itu harus dimanfaatkan untuk tampil lebih bersatu, bukan terpecah oleh kepentingan nasional atau partai politik.

    Clver-Ashbrook melihat ancaman tambahan bagi Eropa: “Organisasi dengan kekuatan finansial besar — termasuk yang berada di belakang Heritage Foundation dan Project 2025 — kini bersiap mempengaruhi Eropa, termasuk melalui sumbangan kepada partai-partai politik.”

    Seperti yang juga diperingatkan oleh lembaga pengawas Lobbycontrol, aturan pendanaan partai di Jerman dan banyak negara Eropa dinilai terlalu lemah dan dapat menjadi “pintu masuk untuk campur tangan asing, termasuk dari dana negara atau dana yang dikendalikan pemerintah AS.”

    Artikel ini terbit pertama kali dalam bahasa Jernman

    Diadaptasi oleh Ayu Purwaningsih

    Editor: Yuniman Farid

    Tonton juga video “Trump Ketiduran Pas Menterinya Lagi Pada Ngomong”

    (nvc/nvc)