Tempat Fasum: Gedung Putih

  • Hamas Akan ‘Membayar di Neraka’ Jika Tolak Rencana Damai Gaza

    Hamas Akan ‘Membayar di Neraka’ Jika Tolak Rencana Damai Gaza

    Washington DC

    Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump mengancam Hamas akan menghadapi konsekuensi parah, jika kelompok yang didukung Iran itu tidak menerima rencana perdamaian untuk Jalur Gaza dalam hitungan hari. Ancaman ini disampaikan Trump setelah memberikan ultimatum untuk Hamas.

    Rencana perdamaian usulan Trump itu menyerukan Hamas untuk sepenuhnya melucuti persenjataan mereka dan akan mengeluarkan kelompok itu dari peran-peran dalam pemerintahan di masa mendatang.

    Namun, kepada anggota-anggota Hamas yang bersedia untuk melucuti senjata dan “hidup berdampingan secara damai” di Jalur Gaza, akan mendapatkan amnesti.

    Hamas sejauh ini belum memberikan respons resmi. Seorang pejabat senior kelompok itu mengatakan bahwa tanggapan akan diberikan setelah mereka meninjau rencana perdamaian itu “dengan itikad baik”, usai Qatar dan Mesir membagikan dokumen usulan Trump tersebut kepada mereka.

    Ancaman terbaru Trump untuk Hamas, seperti dilansir AFP, Rabu (1/10/2025), disampaikan saat sang Presiden AS berpidato dalam pertemuan langka para jenderal dan laksamana AS di Quantico, Virginia, pada Selasa (30/9) waktu setempat.

    “Kita akan mendapatkan satu tanda tangan yang kita butuhkan, dan penandatangan itu akan membayar di neraka jika mereka tidak menandatanganinya. Saya harap mereka menandatangani demi kebaikan mereka sendiri dan menciptakan sesuatu yang benar-benar hebat,” kata Trump merujuk pada Hamas.

    Trump sebelumnya menyampaikan ultimatum “tiga atau empat hari” untuk Hamas menanggapi rencana perdamaian Gaza yang diusulkan dirinya.

    “Kita akan melakukannya sekitar tiga atau empat hari,” ucap Trump kepada wartawan ketika ditanya soal jangka waktu ultimatumnya untuk Hamas.

    “Kita hanya menunggu Hamas, dan Hamas akan melakukannya atau tidak. Dan jika tidak, itu akan menjadi akhir yang sangat menyedihkan,” sebutnya.

    Rencana perdamaian yang diusulkan Trump itu, terdiri atas 20 poin, mencakup seruan gencatan senjata, pembebasan semua sandera oleh Hamas dalam waktu 72 jam usai gencatan senjata disepakati, pembebasan tahanan Palestina oleh Israel, perlucutan senjata Hamas, dan penarikan pasukan Israel secara bertahap dari Jalur Gaza.

    Beberapa poin penting lainnya mencakup pengerahan “pasukan stabilisasi internasional sementara”, dan pembentukan otoritas transisi bernama “Board of Peace” atau Dewan Perdamaian yang dipimpin oleh Trump sendiri, dengan anggota beberapa tokoh lainnya termasuk mantan Perdana Menteri (PM) Inggris Tony Blair.

    Negara-negara dunia, termasuk negara-negara Arab dan Muslim, menyambut baik proposal Trump tersebut. Netanyahu, dalam pernyataan yang disampaikan di samping Trump dalam pertemuan di Gedung Putih, telah mengatakan dirinya mendukung rencana perdamaian tersebut.

    Tonton juga video “Trump Beri Hamas 4 Hari Untuk Setujui Proposal Perdamaian Gaza” di sini:

    Halaman 2 dari 2

    (nvc/ita)

  • Senat Gagal Sepakati Pendanaan Darurat, Pemerintah AS Bakal Tutup Mulai Hari Ini

    Senat Gagal Sepakati Pendanaan Darurat, Pemerintah AS Bakal Tutup Mulai Hari Ini

    Bisnis.com, JAKARTA – Pemerintah Amerika Serikat terancam mengalami penutupan (shutdown) setelah Senat gagal meloloskan rancangan pendanaan darurat, menyusul kebuntuan antara Partai Demokrat dan Presiden Donald Trump terkait anggaran kesehatan.

    Dengan tidak adanya lagi agenda pemungutan suara di Senat sebelum tenggat tengah malam, Kantor Manajemen dan Anggaran Gedung Putih (OMB) telah menginstruksikan lembaga-lembaga pemerintah untuk “menjalankan rencana shutdown secara tertib.”

    Kebuntuan dipicu perselisihan terkait alokasi belanja kesehatan. Presiden AS Donald Trump dan Partai Demokrat sama-sama enggan mengalah, meningkatkan risiko shutdown yang dapat mengganggu layanan publik nasional, memaksa pegawai federal cuti tanpa bayaran (furlough), serta menunda rilis data ekonomi penting di tengah ketidakpastian kebijakan suku bunga The Federal Reserve.

    Satu pemungutan suara terakhir pada Selasa (30/9/2025) malam gagal, dengan hasil 55–45, karena Partai Republik tak mampu meraih 60 suara yang diperlukan untuk mengatasi blokade Demokrat.

    Jika shutdown benar terjadi, sekitar 750.000 pegawai federal diperkirakan akan terkena cuti paksa, meski sebagian pekerja esensial seperti militer tetap harus bekerja tanpa gaji. Trump bahkan mengancam akan melakukan pemecatan permanen terhadap banyak pegawai federal bila kebuntuan berlanjut.

    Indeks S&P 500 ditutup naik tipis 0,4% pada perdagangan Selasa, meski investor khawatir tertundanya rilis laporan ketenagakerjaan AS yang krusial pada Jumat ini dapat mengaburkan arah kebijakan pemangkasan suku bunga The Fed.

    Shutdown kali ini berpotensi menjadi yang pertama sejak 2018–2019, ketika pendanaan pemerintah sempat terhenti selama lima pekan di masa jabatan pertama Trump.

    Demokrat bersikeras menuntut perpanjangan subsidi premi asuransi Obamacare serta pembatalan pemangkasan dana Medicaid sebagai syarat dukungan. Sementara itu, Partai Republik menolak, dengan alasan subsidi tersebut hanya menguntungkan perusahaan asuransi dan seharusnya dihentikan pascapandemi Covid-19.

    Trump menuding Demokrat sengaja“mengambil risiko dengan memicu shutdown, sedangkan Pemimpin Mayoritas Senat dari Partai Demokrat, Chuck Schumer, menegaskan pihaknya tidak akan tunduk menerima rancangan undang-undang darurat versi Partai Republik.

    Senat diperkirakan akan terus menggelar pemungutan suara berulang untuk membuka kembali pendanaan pemerintah, meskipun OMB menyebut sulit diprediksi berapa lama shutdown ini akan berlangsung.

  • Terpopuler, Hari Kesaktian Pancasila hingga TVRI hak siar piala dunia

    Terpopuler, Hari Kesaktian Pancasila hingga TVRI hak siar piala dunia

    Jakarta (ANTARA) – Sejumlah berita unggulan Rabu untuk disimak, Hari Kesaktian Pancasila 2025 hingga TVRI dapat hak siar Piala Dunia. Berikut berita-berita tersebut:

    1.⁠ ⁠Hari Kesaktian Pancasila 2025: Tema, susunan upacara, dan link panduan

    Setiap 1 Oktober, bangsa Indonesia memperingati Hari Kesaktian Pancasila sebagai momen untuk mengenang kembali nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

    Salah satu tradisi yang selalu digelar adalah upacara bendera, mulai dari tingkat nasional, daerah, hingga satuan pendidikan. Untuk tahun 2025, Kementerian Kebudayaan telah menerbitkan pedoman resmi sebagai acuan penyelenggaraan upacara peringatan Hari Kesaktian Pancasila. Baca selengkapnya di sini

    2.⁠ ⁠Airlangga: Program magang nasional Siap Kerja meluncur 15 Oktober

    Menteri Koordinator (Menko) Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengemukakan bahwa program magang nasional Siap Kerja resmi diluncurkan pada 15 Oktober 2025. Baca selengkapnya di sini

    3.⁠ ⁠Ramai baliho Israel, Kemlu RI tegaskan tidak ada normalisasi

    Kementerian Luar Negeri (Kemlu) RI menegaskan bahwa Indonesia tidak akan mengakui dan melakukan normalisasi dengan Israel, kecuali Israel terlebih dahulu mengakui Palestina sebagai negara yang merdeka dan berdaulat.

    Pernyataan tersebut disampaikan Kemlu dalam menanggapi baliho yang saat ini ramai di media sosial, di mana di dalam baliho tersebut Israel menyertakan foto Presiden Indonesia Prabowo Subianto. Baca selengkapnya di sini

    4.⁠ ⁠Trump umumkan rencana damai Gaza

    Utusan Presiden Amerika Serikat Steve Witkoff menyebut tercapainya perdamaian di Gaza dapat membuka jalan bagi penyelesaian konflik lain, termasuk di Ukraina.

    Gedung Putih pada Senin merilis rencana damai 20 poin Presiden Donald Trump untuk Gaza, usulan paling rinci sejak perang pecah. Baca selengkapnya di sini

    5.⁠ ⁠Komisi VII imbau TVRI untuk berbenah usai dapat hak siar Piala Dunia

    Anggota Komisi VII DPR Hendry Munief mengimbau Lembaga Penyiaran Publik Televisi Republik Indonesia (LPP TVRI) untuk banyak berbenah usai mendapatkan hak siar Piala Dunia 2026, sehingga maksimal melayani masyarakat untuk menikmati ajang sepak bola tersebut.

    Menurut dia, kehadiran TVRI sebagai televisi publik yang dipercaya menayangkan turnamen akbar tersebut sejalan dengan aspirasi masyarakat, agar mendapatkan akses pertandingan tim nasional tanpa hambatan izin siar. Baca selengkapnya di sini

    Pewarta: Tiara Hana Pratiwi
    Editor: Hisar Sitanggang
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Terpopuler, Hari Kesaktian Pancasila hingga TVRI hak siar piala dunia

    Terpopuler, Hari Kesaktian Pancasila hingga TVRI hak siar piala dunia

    Jakarta (ANTARA) – Sejumlah berita unggulan Rabu untuk disimak, Hari Kesaktian Pancasila 2025 hingga TVRI dapat hak siar Piala Dunia. Berikut berita-berita tersebut:

    1.⁠ ⁠Hari Kesaktian Pancasila 2025: Tema, susunan upacara, dan link panduan

    Setiap 1 Oktober, bangsa Indonesia memperingati Hari Kesaktian Pancasila sebagai momen untuk mengenang kembali nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

    Salah satu tradisi yang selalu digelar adalah upacara bendera, mulai dari tingkat nasional, daerah, hingga satuan pendidikan. Untuk tahun 2025, Kementerian Kebudayaan telah menerbitkan pedoman resmi sebagai acuan penyelenggaraan upacara peringatan Hari Kesaktian Pancasila. Baca selengkapnya di sini

    2.⁠ ⁠Airlangga: Program magang nasional Siap Kerja meluncur 15 Oktober

    Menteri Koordinator (Menko) Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengemukakan bahwa program magang nasional Siap Kerja resmi diluncurkan pada 15 Oktober 2025. Baca selengkapnya di sini

    3.⁠ ⁠Ramai baliho Israel, Kemlu RI tegaskan tidak ada normalisasi

    Kementerian Luar Negeri (Kemlu) RI menegaskan bahwa Indonesia tidak akan mengakui dan melakukan normalisasi dengan Israel, kecuali Israel terlebih dahulu mengakui Palestina sebagai negara yang merdeka dan berdaulat.

    Pernyataan tersebut disampaikan Kemlu dalam menanggapi baliho yang saat ini ramai di media sosial, di mana di dalam baliho tersebut Israel menyertakan foto Presiden Indonesia Prabowo Subianto. Baca selengkapnya di sini

    4.⁠ ⁠Trump umumkan rencana damai Gaza

    Utusan Presiden Amerika Serikat Steve Witkoff menyebut tercapainya perdamaian di Gaza dapat membuka jalan bagi penyelesaian konflik lain, termasuk di Ukraina.

    Gedung Putih pada Senin merilis rencana damai 20 poin Presiden Donald Trump untuk Gaza, usulan paling rinci sejak perang pecah. Baca selengkapnya di sini

    5.⁠ ⁠Komisi VII imbau TVRI untuk berbenah usai dapat hak siar Piala Dunia

    Anggota Komisi VII DPR Hendry Munief mengimbau Lembaga Penyiaran Publik Televisi Republik Indonesia (LPP TVRI) untuk banyak berbenah usai mendapatkan hak siar Piala Dunia 2026, sehingga maksimal melayani masyarakat untuk menikmati ajang sepak bola tersebut.

    Menurut dia, kehadiran TVRI sebagai televisi publik yang dipercaya menayangkan turnamen akbar tersebut sejalan dengan aspirasi masyarakat, agar mendapatkan akses pertandingan tim nasional tanpa hambatan izin siar. Baca selengkapnya di sini

    Pewarta: Tiara Hana Pratiwi
    Editor: Hisar Sitanggang
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Trump Kesal Jika Tak Raih Nobel Perdamaian: Jadi Penghinaan Bagi AS

    Trump Kesal Jika Tak Raih Nobel Perdamaian: Jadi Penghinaan Bagi AS

    Jakarta

    Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump mengatakan akan menjadi penghinaan bagi Amerika Serikat jika ia tidak menerima Nobel Perdamaian. Trump mengklaim perannya sendiri dalam menyelesaikan berbagai perang.

    Dilansir AFP, Rabu (1/10/2025), Trump telah lama menginginkan hadiah yang akan diumumkan pada 10 Oktober nanti, menyampaikan dukungan terbarunya sehari setelah ia mengumumkan rencana perdamaian untuk mengakhiri perang di Gaza.

    “Apakah Anda akan mendapatkan Hadiah Nobel? Tentu saja tidak. Mereka akan memberikannya kepada orang yang tidak melakukan apa pun,” kata Trump dalam pidatonya di hadapan ratusan perwira tinggi militer AS.

    “Itu akan menjadi penghinaan besar bagi negara kita, saya katakan itu. Saya tidak menginginkannya, saya ingin negara ini mendapatkannya,” tambahnya.

    “Negara ini harus mendapatkannya, karena belum pernah ada yang seperti itu.

    Trump, kandidat Partai Republik, telah lama kesal dengan fakta bahwa eks Presiden AS Barack Obama, kandidat Partai Demokrat, memenangkan hadiah tersebut pada tahun 2009. Dalam pidatonya pada Selasa (30/9), Trump mengulangi klaimnya baru-baru ini bahwa telah menyelesaikan tujuh perang sejak kembali menjabat pada bulan Januari.

    Trump mengatakan bahwa jika rencana perdamaian Gaza yang ia luncurkan bersama Perdana Menteri (PM) Israel Benjamin Netanyahu di Gedung Putih berhasil, “kita akan memiliki delapan, delapan dalam delapan bulan. Itu cukup bagus”. Hamas belum menanggapi rencana tersebut.

    Namun, peluang Trump memenangkan Hadiah Nobel Perdamaian tahun ini dianggap mendekati nol di Oslo. “Itu sama sekali tidak terpikirkan,” ujar Oeivind Stenersen, seorang sejarawan yang telah melakukan penelitian dan ikut menulis buku tentang Hadiah Nobel Perdamaian.

    Komite Nobel Norwegia juga menegaskan bahwa mereka tidak dapat dipengaruhi oleh kampanye Trump untuk hadiah tersebut.

    “Tentu saja, kami memperhatikan adanya banyak perhatian media terhadap kandidat tertentu,” ujar sekretaris komite, Kristian Berg Harpviken. “Namun, hal itu sama sekali tidak berdampak pada diskusi yang sedang berlangsung di komite.”

    Pemerintahan Trump baru-baru ini mencantumkan tujuh perang yang katanya telah diakhirinya, yaitu antara Kamboja dan Thailand; Kosovo dan Serbia; Republik Demokratik Kongo dan Rwanda; Pakistan dan India; Israel dan Iran; Mesir dan Etiopia; serta Armenia dan Azerbaijan.

    Namun, meskipun Trump dengan cepat mengklaim beberapa hal, misalnya dengan mengumumkan gencatan senjata antara Delhi dan Islamabad yang bersenjata nuklir pada bulan Mei, banyak klaim tersebut bersifat parsial atau tidak akurat.

    Halaman 2 dari 2

    (rfs/rfs)

  • Deal Perdamaian Gaza ala Trump-Netanyahu, 5 Hal Ini Masih Tanda Tanya

    Deal Perdamaian Gaza ala Trump-Netanyahu, 5 Hal Ini Masih Tanda Tanya

    Daftar Isi

    Jakarta, CNBC Indonesia – Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump dan Perdana Menteri (PM) Israel Benjamin Netanyahu dilaporkan menyetujui proposal terbaru gencatan senjata Gaza. Hal ini diumumkan dalam pertemuan keduanya di Washington, Senin (29/9/2025).

    Saat mempresentasikannya di Gedung Putih, Trump memuji rencana tersebut sebagai sesuatu yang bersejarah. Namun, mencari tahu detail dari beberapa elemennya kemungkinan akan menjadi tantangan besar dalam implementasinya.

    Proposal gencatan senjata 20 poin dari AS di Gaza mencakup banyak ketentuan ambigu yang bisa menjadi penentu bagi masa depan Palestina dan kawasan tersebut.

    Berikut adalah lima isu yang belum terselesaikan dalam proposal tersebut:

    1. Bagaimana Gaza akan diperintah?

    Proposal ini membayangkan sebuah “pemerintahan transisi sementara dari komite Palestina yang teknokratis dan apolitis” yang akan mengawasi urusan di wilayah tersebut. Namun, tidak dirinci bagaimana panel ini akan dibentuk atau siapa yang akan memilih anggotanya.

    Lebih lanjut, rencana tersebut mengatakan bahwa Trump dan Toni Blair, mantan PM Inggris, akan memimpin sebuah “dewan perdamaian” yang akan mengawasi komite pemerintahan tersebut.

    Di sisi lain, peta jalan tersebut tidak menjelaskan sifat hubungan antara dewan ini dan komite Palestina, atau pada tingkat apa keputusan sehari-hari akan dibuat.

    2. Apakah Otoritas Palestina (PA) akan dilibatkan?

    Rencana Trump mengatakan bahwa otoritas transisi akan mengambil alih kendali Gaza hingga “PA telah menyelesaikan program reformasinya” dan “dapat dengan aman dan efektif mengambil kembali kendali atas Gaza”.

    Namun, masih belum jelas siapa yang akan mensertifikasi bahwa PA siap untuk mengambil alih Gaza atau tolok ukur apa yang harus dipenuhi oleh PA untuk menangani pemerintahan di wilayah tersebut.

    Tidak ada jadwal, hanya pernyataan yang tidak jelas. Bahasa dalam proposal tersebut juga memperlakukan Gaza sebagai entitas independen, bukan sebagai bagian dari Palestina yang harus disatukan dengan sisa wilayah Palestina yang diduduki.

    Sementara itu, Netanyahu, yang mengatakan setuju dengan proposal tersebut, telah menyingkirkan kemungkinan kembalinya PA ke Gaza.

    “Gaza akan dikelola bukan oleh Hamas, bukan pula oleh PA,” tegasnya, saat berdiri di samping Trump.

    3. Bagaimana pasukan internasional akan dibentuk?

    Rencana tersebut mengatakan bahwa Gaza akan diamankan oleh “Pasukan Stabilisasi Internasional sementara”, tetapi dari mana pasukan itu akan datang, dan apa mandatnya masih belum jelas.

    Tidak jelas negara mana yang bersedia mengirim pasukan ke Gaza, atau negara mana yang akan dapat diterima di bawah rencana tersebut.

    Proposal tersebut juga tidak menjelaskan tanggung jawab dan aturan keterlibatan dari calon pasukan penjaga perdamaian tersebut.

    Sejumlah pertanyaan seperti apakah mereka akan bertindak, apa mereka akan ditugaskan untuk menghadapi Hamas, dan apakah mereka akan mampu melawan pasukan Israel untuk melindungi warga Palestina masih jadi pertanyaan.

    4. Kapan Israel mundur?

    Proposal tersebut mengatakan bahwa Israel akan menarik diri dari Gaza “berdasarkan standar, tonggak pencapaian, dan kerangka waktu yang terkait dengan demiliterisasi”.

    Sekali lagi, ketentuan tersebut tidak menetapkan jadwal penarikan Israel atau standar yang jelas tentang bagaimana dan kapan hal itu akan terjadi.

    Selain itu, proposal tersebut mengatakan bahwa Israel akan mempertahankan “perimeter keamanan” di Gaza sampai wilayah tersebut “benar-benar aman dari segala ancaman teror yang muncul kembali”.

    Tetapi tidak ada penjelasan tentang siapa yang pada akhirnya akan memutuskan kapan kondisi-kondisi ini terpenuhi.

    5. Apakah negara Palestina dipertimbangkan?

    Selama konferensi persnya pada hari Senin, Trump mengatakan bahwa beberapa sekutu telah “secara bodoh mengakui negara Palestina… tapi mereka benar-benar, saya pikir, melakukan itu karena mereka sangat lelah dengan apa yang sedang terjadi”.

    Proposal tersebut merujuk pada prospek negara Palestina di balik dinding ketidakjelasan, syarat, dan kualifikasi yang tebal.

    “Sementara pembangunan kembali Gaza berjalan dan ketika program reformasi PA dilaksanakan dengan setia, kondisi-kondisi tersebut mungkin akhirnya tercipta untuk jalur yang kredibel menuju penentuan nasib sendiri dan kenegaraan Palestina, yang kami akui sebagai aspirasi rakyat Palestina,” katanya.

    Jadi, pembangunan Gaza dan “reformasi” PA ditetapkan sebagai syarat. Dan bahkan setelah itu, diskusi untuk negara Palestina “mungkin” akan dilakukan. Itu tidak dijamin.

    Lebih dari itu, proposal tersebut tidak mengakui hak atas negara Palestina sebagai sesuatu yang dicari oleh rakyat Palestina.

    (tps/luc)

    [Gambas:Video CNBC]

  • Trump Ultimatum Hamas Segera Jawab Proposal 20 Poin Rencana Setop Perang

    Trump Ultimatum Hamas Segera Jawab Proposal 20 Poin Rencana Setop Perang

    Jakarta

    Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump memberi ultimatum ke Hamas untuk segera menjawab 20 poin rencana menyetop perang di Gaza, Palestina. Dia mengatakan pihaknya hanya menunggu selama tiga atau empat hari.

    Dilansir AFP, Selasa (30/9/2025), rencana tersebut menyerukan gencatan senjata, pembebasan sandera oleh Hamas dalam waktu 72 jam, pelucutan senjata Hamas, dan penarikan pasukan Israel secara bertahap dari Gaza, diikuti oleh otoritas transisi pascaperang yang dipimpin oleh Trump sendiri.

    Negara-negara besar, termasuk negara-negara Arab dan muslim, menyambut baik proposal tersebut. Tetapi, Hamas belum memberikan tanggapannya.

    “Kami akan melakukannya sekitar tiga atau empat hari. Kami hanya menunggu Hamas, dan Hamas akan melakukannya atau tidak. Dan jika tidak, itu akan menjadi akhir yang sangat menyedihkan,” katanya.

    Trump mengumumkan proposal tersebut di Gedung Putih pada Senin (29/9) setelah bertemu dengan Perdana Menteri (PM) Israel Benjamin Netanyahu. Pada hari yang sama, seorang sumber Palestina yang tidak ingin disebutkan namanya mengatakan bahwa Hamas telah memulai konsultasi mengenai rencana tersebut ‘di antara para pemimpin politik dan militernya, baik di dalam maupun di luar negeri’.

    “Pembahasannya bisa memakan waktu beberapa hari karena kompleksitasnya,” kata sumber tersebut.

    Qatar, yang menampung para pemimpin Hamas, mengatakan kelompok tersebut telah berjanji untuk mempelajari proposal tersebut ‘secara bertanggung jawab’. Qatar juga mengatakan akan ada pertemuan Hamas dan Turki pada Selasa (30/9).

    “Masih terlalu dini untuk membicarakan tanggapan, tetapi kami benar-benar optimis bahwa rencana ini, seperti yang telah kami katakan, adalah rencana yang komprehensif,” kata juru bicara Kementerian Luar Negeri Qatar, Majed al-Ansari.

    Kesepakatan tersebut menuntut agar Hamas sepenuhnya dilucuti senjatanya dan dikeluarkan dari peran-peran di pemerintahan Palestina di masa mendatang. Tetapi, mereka yang setuju untuk ‘hidup berdampingan secara damai’ akan diberikan amnesti.

    Proposal itu juga mencantumkan penarikan pasukan Israel secara bertahap dari Gaza, setelah hampir 2 tahun perang sejak 7 Oktober 2023.

    Namun, Netanyahu mengatakan militer akan tetap berada di sebagian besar Gaza dan juga bahwa dia tidak menyetujui negara Palestina selama pembicaraannya di Washington.

    “Kami akan membebaskan semua sandera kami, dalam keadaan hidup dan sehat, sementara (militer Israel) akan tetap berada di sebagian besar Jalur Gaza,” katanya.

    Menteri Keuangan sayap kanan Israel, Bezalel Smotrich, mengecam rencana tersebut sebagai ‘kegagalan diplomatik yang besar’.

    “Menurut perkiraan saya, ini juga akan berakhir dengan air mata. Anak-anak kami akan dipaksa untuk berperang di Gaza lagi,” katanya.

    Lihat juga Video: Ini Isi 20 Poin Proposal Trump terkait Penyelesaian Perang di Gaza

    Halaman 2 dari 2

    (rfs/haf)

  • Selesaikan Sengketa, YouTube Sepakat Bayar Trump Rp 408 Miliar – Page 3

    Selesaikan Sengketa, YouTube Sepakat Bayar Trump Rp 408 Miliar – Page 3

    Liputan6.com, Jakarta – YouTube sepakat membayar USD 24,5 juta atau sekitar Rp 408 miliar (estimasi kurs Rp 16.670 per USD) untuk menyelesaikan gugatan terkait penangguhan akun Presiden AS, Donald Trump, usai kerusuhan di Gedung Capitol pada 6 Januari 2021.

    Berdasarkan berkas di Pengadilan Distrik AS untuk California Utara pada Senin (29/9/2025), kesepakatan tersebut tidak akan dianggap sebagai pengakuan kesalahan atau tanggung jawab dari pihak terdakwa maupun pihak terkait.

    Trump menggugat YouTube, Facebook, dan X (sebelumnya Twitter) pada pertengahan 2021 setelah akun-akunnya di tiga laman besar itu ditangguhkan karena dianggap berisiko memicu kekerasan.

    Dikutip dari CNBC, Selasa (30/9/2025), sejak Trump memenangkan masa jabatan keduanya pada November lalu dan kembali ke Gedung Putih pada Januari, sejumlah perusahaan teknologi mulai menyelesaikan perselisihan mereka dengan sang presiden.

    Pada Januari, Meta, selaku perusahaan induk Facebook sepakat membayar USD 25 juta. Sebulan kemudian, platform X milik Elon Musk, sebelumnya dikenal sebagai Twitter, juga sepakat menyelesaikan kasus serupa dengan nilai sekitar USD 10 juta.

    Namun langkah tersebut menuai sorotan politik. Pada Agustus, sejumlah senator Partai Demokrat, termasuk Elizabeth Warren dari Massachusetts, mengirim surat kepada CEO Google, Sundar Pichai, dan CEO YouTube, Neal Mohan.

    Dalam surat itu, para senator menyatakan kekhawatiran bahwa penyelesaian dengan Trump bisa menjadi bagian dari “kesepakatan quid-pro-quo” (Pertukaran barang atau jasa secara timbal balik) untuk menghindari akuntabilitas penuh atas dugaan pelanggaran hukum persaingan, perlindungan konsumen, dan ketenagakerjaan. Mereka juga memperingatkan kondisi tersebut berpotensi membuat perusahaan melanggar undang-undang suap federal.

  • Tarif Impor AS 19% Belum Berlaku, Ekspor RI 2025 Diharapkan Masih Kuat

    Tarif Impor AS 19% Belum Berlaku, Ekspor RI 2025 Diharapkan Masih Kuat

    Bisnis.com, JAKARTA – Pemerintah menyebut tarif impor yang dikenakan oleh Amerika Serikat (AS) terhadap barang-barang yang dikirim dari Indonesia belum berlaku. Untuk itu, kinerja ekspor RI diperkirakan masih kuat sehingga mendorong pertumbuhan ekonomi sepanjang 2025. 

    Sebelumnya, tarif impor AS yang dikenakan pemerintahan Presiden Donald Trump kepada mitra-mitra dagangnya berlaku pada 7 Agustus 2025 termasuk Indonesia. Dalam hal ini, tarif impor untuk Indonesia berhasil dinegosiasi dari awalnya 32% menjadi 19%. 

    Akan tetapi, tarif 19% bagi barang-barang asal Indonesia ke AS maupun 0% sebaliknya itu belum berlaku di lapangan. Sebab, kedua belah pihak masih dalam tahap penyusunan dokumen-dokumen hukum kesepakatan bea masuk tersebut (legal drafting). 

    Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, yang memimpin tim negosiator dengan pihak Gedung Putih maupun Utusan Perdagangan AS, menyebut pemerintah RI masih menyusun legal drafting serta menegosiasikan lebih lanjut beberapa barang atau produk yang bisa dikecualikan dari tarif 19%. 

    “Tarif AS kan masih dalam negosiasi, sehingga ini belum berlaku. Jadi kalau kita lihat data dari BPS, ekspor masih kuat,” ujar Airlangga kepada wartawan di kantor Kemenko Perekonomian, Jakarta, Selasa (30/9/2025).

    Setidaknya sampai dengan Oktober 2025 ini, pemerintah Indonesia dari lintas kementerian/lembaga akan terus melakukan pertemuan bilateral secara daring dengan pihak United States Trade Representatives (USTR). Ada beberapa dokumen hukum yang harus diselesaikan kedua belah pihak. 

    Misalnya, dokumen terkait dengan kesepakatan perdagangan kedua negara (Agreement on Reciprocal Trade) hingga komitmen khusus antara AS dan negara mitra (Country Specific Commitment).  

    Oleh sebab itu, Airlangga memastikan bahwa tarif 19% untuk barang-barang dari Indonesia ke AS serta sebaliknya sebesar 0% belum berlaku. Harapannya, pemerintah Indonesia dan AS akan segera menyelesaikan legal drafting pada bulan depan. 

    “Jadi tunggu sampai final, kita sedang siapkan. Harapannya tentu Oktober ini bisa diselesaikan,” terang Menko Perekonomian sejak 2019 itu.

    Secara simultan, pemerintah juga tengah memastikan agar legal drafting dimaksud bakal mengecualikan tarif atau bea masuk 19% untuk sejumlah komoditas dari Indonesia seperti kelapa sawit, karet maupun kakao.

    “Semua yang dari tanah Indonesia seperti kelapa sawit, karet, kakao itu, hampir dipastikan bisa diberikan nol [tarif],” pungkasnya. 

    Sebelumnya, pada konferensi pers APBN KiTa 22 September 2025 lalu, Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya mengungkap bahwa surplus neraca perdagangan masih berlanjut pada Agustus 2025 tercatat sebesar US$5,3 miliar. 

    Torehan itu lebih tinggi dari yang telah disampaikan Badan Pusat Statistik (BPS), awal September ini, yakni untuk Juli 2025 sebesar US$4,17 miliar. 

    Purbaya lalu lebih menyoroti surplus neraca perdagangan kumulatif Januari-Agustus 2025 yang tercatat sudah mencapai US$41,06 miliar. Pertumbuhannya melesat hingga 52,3% dari torehan Januari-Agustus 2024 yang hanya US$32,7 miliar. 

    Dia mengakui bahwa ada pengaruh dari langkah eksportir melakukan pengiriman barang lebih dulu untuk menghindari tarif impor AS yang diterapkan 7 Agustus 2025 lalu. Barang-barang dari Indonesia yang masuk ke AS, dalam hal ini, dikenakan tarif hingga 19% atau lebih rendah dari ketetapan awal sebesar 32%. 

    “Ini pertumbuhan yang amat spektakuler, kalaupun ada orang bilangnya karena mau ada tarif maka frontloading, tetapi kalau saya lihat tetap saja tumbuh ini menunjukkan globalnya enggak jelek-jelek amat. Jadi sekarang kita tinggal menjaga domestiknya seperti apa,” jelas Purbaya, dikutip Rabu (24/9/2025).

  • India Cermati Kedekatan Baru Trump dan Pakistan

    India Cermati Kedekatan Baru Trump dan Pakistan

    Jakarta

    Barangkali tak ada isyarat diplomatik yang lebih jelas ketimbang sebuah undangan ke Gedung Putih.

    Pekan lalu, dua tokoh utama Pakistan, Perdana Menteri Shahbaz Sharif dan Kepala Staf Angkatan Darat Jenderal Asim Munir, datang ke Washington untuk bertemu Presiden Donald Trump. Mereka membicarakan sejumlah agenda, terutama soal ekonomi dan keamanan.

    Gedung Putih membagikan foto-foto dari pertemuan di Oval Office, yang memperlihatkan Munir menyerahkan sekotak logam tanah jarang kepada Trump. Ini merupakan kunjungan kedua sang jendral ke Amerika Serikat tahun ini.

    Trump, dengan caranya yang khas, ikut mengamankan restu Islamabad atas rencananya menyulap damai di Jalur Gaza, sebagai satu-satunya adidaya nuklir di dunia muslim.

    Sharif sebaliknya membawa pulang janji kelonggaran tarif dan janji investasi AS di sektor energi, pertambangan dan pertanian, ke negeri yang sedang didekap krisis ekonomi itu.

    Yang mencolok adalah seloroh yang dilontarkan Trump, bahwa Pakistan punya cadangan minyak yang berukuran “masif.” Saat mengumumkan kesepakatan pada Juli lalu, dia bahkan mengatakan India mungkin “suatu hari nanti akan membeli minyak Pakistan”.

    Banjir pujian bagi sang ‘juru damai’

    Dalam kunjungannya, Sharif menyebut Trump sebagai “tokoh perdamaian”, dan memuji peran sang presiden dalam memfasilitasi gencatan senjata antara India dan Pakistan usai konflik singkat pada Mei lalu, yang dipicu oleh serangan militan terhadap wisatawan di wilayah Kashmir India. Munir bahkan mengatakan bahwa Trump layak menerima Nobel Perdamaian.

    Kebangkitan pamor Pakistan di Gedung Putih terlihat kontras dengan hubungan AS dan India yang mendingin. Padahal, kedua negara sempat dibayangkan akan semakin dekat di masa jabatan kedua Trump, melalui hubungan pribadinya dengan Perdana Menteri Narendra Modi.

    Secara geopolitik, AS dan India selama bertahun-tahun membangun hubungan strategis, terutama dalam menghadapi Cina, sembari menjaga hubungan dagang yang saling menguntungkan.

    Tapi dalam lanskap global yang digambar ulang usai invasi Rusia ke Ukraina, India malah dikenai tarif 50 persen oleh AS, antara lain akibat keteguhannya membeli minyak dari Moskow.

    Strategi jangka panjang India

    Di India, kedekatan baru antara AS dan Pakistan memicu kekhawatiran terhadap loyalitas Washington sebagai mitra strategis.

    Harsh Pant, Kepala Program Studi Strategis di lembaga pemikir Observer Research Foundation (ORF) di New Delhi, mengatakan kepada DW bahwa Pakistan sebagai episentrum strategi AS, bisa menjadi titik balik dalam kebijakan India di kawasan.

    “Jika India meragukan komitmen jangka panjang Washington, hal itu akan mengubah secara fundamental bagaimana India merespons tantangan di kawasan Indo-Pasifik,” ujar Pant, yang juga profesor hubungan internasional di King’s College London.

    “Perkembangan itu tidak hanya akan merombak pendekatan India terhadap kawasan, tetapi juga berdampak pada strategi Indo-Pasifik AS secara keseluruhan, kemitraan Quad, serta berbagai upaya kolaboratif antara India dan AS untuk menyeimbangkan pengaruh China yang terus meningkat,” tambah Pant, merujuk pada forum kerja sama empat kekuatan Indo-Pasifik: India, AS, Australia, dan Jepang, yang digadang-gadang Washington sebagai penyeimbang pengaruh Beijing di kawasan.

    Gurita diplomasi Pakistan

    Potret geopolitik kawasan semakin rumit, karena Pakistan tak hanya bermain di satu meja. Islamabad belum lama ini juga menandatangani pakta pertahanan dengan Arab Saudi—sekutu lama Amerika di Timur Tengah. Pakta tersebut memuat klausul pertahanan bersama, bahwa “setiap agresi terhadap salah satu negara akan dianggap sebagai agresi terhadap keduanya”.

    Bagi India, kenyataan bahwa musuh bebuyutannya menjalin aliansi dengan kekuatan utama di Timur Tengah menjadi perhatian strategis. Namun begitu, Ajay Bisaria, mantan Duta Besar India untuk Pakistan, mengatakan kepada DW bahwa New Delhi belum merasa terancam.

    “Mengingat kondisi ekonomi Pakistan yang sulit, mereka terpaksa menyesuaikan kebijakan luar negerinya agar tetap relevan bagi tiga donor utama: AS, Cina, dan Arab Saudi,” kata mantan dubes itu.

    Menurutnya, India paham Pakistan sedang berusaha memetik keuntungan ekonomi dari posisinya “dengan memanfaatkan dinamika geopolitik yang berubah dan membangun hubungan transaksional. India melihat manuver Pakistan sebagai upaya bertahan agar tetap relevan secara global,” ujar mantan dubes itu.

    Bisaria menambahkan, para pemimpin India yakin kedekatan AS–Pakistan punya masa kadaluwarsa.

    “India waspada terhadap manuver ini, tapi tidak terlalu khawatir mengingat rapuhnya upaya Pakistan menyeimbangkan ragam kepentingan, dan fakta bahwa hubungan AS–Pakistan akan mengecewakan dalam jangka panjang,” lanjutnya.

    Trump yang transaksional

    Meera Shankar, mantan Duta Besar India untuk AS, mengatakan kepada DW, Trump memandang India dan Pakistan dari lensa yang bersifat transaksional dan berfokus pada keuntungan ekonomi.

    Kedua negara, menurut Shankar, “dipandang melalui sudut padang persaingan ekonomi, bukan sebagai mitra strategis di kawasan Indo-Pasifik. Ekonomi India sebenarnya bukan pesaing AS, melainkan bersifat melengkapi, yang membantu meningkatkan daya saing perusahaan-perusahaan AS,” kata Shankar.

    Diplomat itu memperingatkan, Pakistan telah belajar memanfaatkan prioritas-prioritas AS dengan menawarkan konsesi kecil secara bertahap, agar tetap dipandang berguna. Namun dia pun mencatat, relasi ini bukan kemitraan sejati, bukan hubungan yang dibangun atas kepercayaan.

    “Hubungan AS–Pakistan kini dibentuk oleh apa yang bisa ditawarkan Pakistan—seperti kerja sama kontra-terorisme secara transaksional—dan bukan oleh kemitraan yang berlandaskan kepercayaan atau nilai jangka panjang,” ujarnya.

    Pasang surut hubungan AS–Pakistan

    Amitabh Mattoo, Dekan Fakultas Studi Internasional Universitas Jawaharlal Nehru di New Delhi mengatakan, pasang-surut relasi Washington dan Islamabad adalah fenomena yang berulang.

    “Fenomena ini adalah ciri khas geopolitik Asia Selatan sejak era Perang Dingin. Setiap kali AS kembali mendekati Pakistan, hal itu lebih karena alasan yang bersifat instrumental,” kata Mattoo kepada DW.

    Mulai dari “Perang Dingin melawan Uni Soviet, kemudian ‘perang melawan teror’, dan kini, mungkin, kebutuhan akan akses logistik serta pengaruh taktis di kawasan Asia Barat dan Asia Tengah yang bergejolak,” tambahnya.

    Menurut Mattoo, Washington kini lebih sadar tentang sikap ganda Pakistan dalam misi kontra-terorisme dan tetap berkomitmen pada India sebagai mitra strategis, terutama di kawasan Indo-Pasifik.

    “Dalam konteks ini, pendekatan Washington terhadap Islamabad bukan berarti meninggalkan New Delhi, melainkan bagian dari strategi ‘hedging’ di kawasan yang tidak stabil—meski pemerintahan Trump semakin sulit ditebak,” pungkasnya.

    Artikel ini pertama kali terbit dalam Bahasa Inggris
    Diadaptasi oleh Rizki Nugraha
    Editor: Agus Setiawan

    (ita/ita)