Tempat Fasum: Gedung Putih

  • Jarak Israel ke Greenland 6 Ribu Km Sejauh Jogja ke Afghanistan, Sindiran Menlu Iran ke Trump – Halaman all

    Jarak Israel ke Greenland 6 Ribu Km Sejauh Jogja ke Afghanistan, Sindiran Menlu Iran ke Trump – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Nama Greenland menjadi sorotan belakangan setelah Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, membidik untuk membelinya.

    Seiring dengan hal itu, Greenland disebut menjadi lokasi yang pas untuk ditinggali warga Israel seperti yang dikatakan oleh Menteri Luar Negeri Iran, Abbas Araghchi, belum lama ini.

    Demikian sebagai sindiran Araghchi sekaligus kepada Donald Trump yang sebelumnya menginginkan perpindahan warga Gaza, Palestina ke Mesir dan Yordania dengan dalih keamanan.

    Di sisi lain, jika usulan Araghchi menyarankan warga Israel pindah ke Greenland terjadi, maka jarak yang ditempuh tidaklah pendek.

    Jarak Israel ke Greenland sekitar 6.400 kilometer jauhnya, melewati Benua Eropa dari Asia untuk sampai ke sana.

    Kemudian jika dibandingkan, jarak tersebut sama seperti dari Yogyakarta (Jogja) sampai ke Kabul, Afghanistan.

    Itupun juga harus melewati beberapa negara besar, seperti India hingga Pakistan.

    Adapun dalam wawancara eksklusif dengan Sky News, Araghchi berbicara tentang konflik antara Israel dan Hamas dan mengusulkan ide untuk “membunuh dua burung dengan satu batu” setelah gencatan senjata.

    Newsweek telah menghubungi Gedung Putih, Misi Iran untuk Perserikatan Bangsa-Bangsa, pemerintah Greenland, dan Kedutaan Besar Israel di London untuk memberikan komentar melalui email. 

    Usulan terbaru Trump untuk “membersihkan” Gaza dengan menempatkan warga Palestina di Mesir dan Yordania telah memicu reaksi keras dari negara-negara Arab yang membutuhkan bantuannya dalam melaksanakan rencana tersebut.

    Dengan komentarnya-yang juga merujuk pada keinginan berulang Trump agar Amerika Serikat membeli Greenland -Araghchi diprediksi telah meningkatkan ketegangan antara Iran dan pemerintahan baru AS. 

    Dalam wawancara yang diterbitkan pada hari Selasa, Dominic Waghorn dari Sky News bertanya kepada Araghchi apa yang akan dilakukan Iran jika usulan Trump untuk merelokasi warga Palestina terwujud.

    Araghchi memberikan jawaban, “Saya pikir ini adalah proyek yang telah dicoba banyak orang di masa lalu, tetapi semuanya gagal. Palestina tidak dapat dihapus dari keputusan ini.  Orang Palestina tidak dapat diusir.”

    Sejurus dirinya justru menyarankan perpindahan warga Israel ke Greenlad.

    “Alih-alih Palestina, cobalah untuk mengusir orang Israel. Bawa mereka ke Greenland sehingga mereka dapat menyelesaikan dua masalah sekaligus. Sehingga mereka dapat menyelesaikan masalah di Greenland dan Israel. Jadi itu akan menjadi tempat yang baik bagi mereka,” ujarnya diberitakan miamiherald.

    Geger Usulan Trump

    Ketegangan antara Iran dan Israel meningkat baru-baru ini karena kekhawatiran Israel menyerang situs nuklir Teheran, dan gagasan yang sebelumnya didukung Trump. 

    Trump menyampaikan usulannya untuk “membersihkan” Gaza dalam wawancara selama 20 menit dengan wartawan di Air Force One, dengan mengatakan bahwa wilayah tersebut saat ini merupakan “lokasi pembongkaran.” 

    Ia mengusulkan pembangunan perumahan di “lokasi berbeda” dan melibatkan “beberapa negara Arab,” yaitu Yordania dan Mesir.

    “Anda berbicara tentang sekitar satu setengah juta orang, dan kami hanya membersihkan semuanya dan berkata, ‘Anda tahu, ini sudah berakhir.”

    Mesir dan Yordania sama-sama menolak usulan presiden, dan Trump juga menerima reaksi keras atas komentarnya dari sejumlah sejarawan, jurnalis, dan komentator politik .

    Minggu lalu, tujuan Trump untuk membeli Greenland, wilayah otonomi Denmark di Samudra Arktik, mendapat pukulan lagi setelah panggilan telepon dengan Perdana Menteri Denmark Mette Frederiksen yang digambarkan oleh beberapa pejabat Eropa sebagai “mengerikan.”

    Trump mengatakan dia ingin AS membeli Greenland demi keamanan nasional dan “ekonomi”.

    Sejumlah tokoh terkemuka di Israel, termasuk jurnalis dan komentator ternama, menanggapi usulan Presiden AS Donald Trump untuk membersihkan Gaza dan memindahkan secara paksa warga Palestina ke Yordania dan Mesir.

    Sebelumnya, pada Sabtu (25/1/2025), kurang dari seminggu setelah gencatan senjata di Gaza, Trump menyebut Jalur Gaza sebagai “lokasi pembongkaran”.

    Dia mengatakan lebih baik jika semuanya dibersihkan.

    “Saya ingin Mesir menerima orang,” kata Trump, dikutip dari Middle East Eye.

    “Anda berbicara tentang sekitar satu setengah juta orang, dan kita membersihkan semuanya dan berkata: ‘Anda tahu, ini sudah berakhir’.”

    Trump menyatakan terima kasihnya kepada Yordania yang telah berhasil menerima pengungsi Palestina.

    Ia mengatakan kepada raja, “Saya ingin Anda menerima lebih banyak orang, karena saya melihat seluruh Jalur Gaza sekarang, dan itu kacau balau. Benar-benar kacau.”

    Trump menambahkan pemindahan itu bisa bersifat sementara atau bisa bersifat jangka panjang.

    Rencana ini mendapat kecaman langsung dari Palestina, serta Yordania dan Mesir.

    EDITORIAL HAARETZ – Tangkapan layar laman media Haaretz yang diambil pada 29 Januari 2025, berisi pandangan editorial mengenai rencana Donald Trump untuk merelokasi warga Gaza. Pernyataan Trump ditolak dan dikecam secara luas. (Tangkap layar website Haaretz)

    Negara-negara tersebut menolak gagasan Trump karena khawatir Israel tidak akan pernah mengizinkan warga Palestina kembali ke Gaza jika mereka dipaksa untuk pergi.

    Surat kabar resmi Israel, Haaretz, mengeluarkan serangan pedas terhadap usulan kebijakan Trump pada hari Senin (27/1/2025).

    Dewan redaksi Haaretz menyatakan Jalur Gaza adalah rumah bagi lebih dari dua juta warga Palestina.

    “Pada tingkat ini Trump kemungkinan akan mengusulkan agar warga Gaza diluncurkan ‘secara sukarela’ ke luar angkasa dan menetap di Mars, sesuai dengan semangat janjinya dalam pidato pelantikannya,” tulis dewan redaksi.

    “Mengapa tidak bendera Palestina juga? Mungkin saja mitranya Elon Musk sudah mengerjakannya.”

    Chaim Levinson, seorang kolumnis di Haaretz, menulis: 

    “Saya minta maaf, tetapi saya harus mengecewakan Anda. Setelah memeriksa dengan sejumlah pejabat, baik di Israel maupun di negara-negara terkait—termasuk para diplomat yang terlibat dalam negosiasi—tampaknya ini hanya visi seorang taipan properti, tanpa rencana konkret yang nyata.”

    “Orang-orang yang tinggal di Jalur Gaza dianggap sebagai penderita kusta di antara teman-teman mereka dari negara-negara Islam lainnya.”

    “Semua orang membicarakan tentang penderitaan mereka, dari emir Qatar hingga presiden Mesir, yang bersedia mengirimi mereka uang – tetapi menerima orang? Ada batasnya, dan mereka akan dengan tegas mematuhinya.”

    Sementara itu, Zvi Bar’el, kolumnis di Haaretz, mengatakan tidak masuk akal jika Yordania akan menerima lebih banyak warga Palestina, terutama setelah pidato Raja Abdullah pada bulan September lalu di Majelis Umum PBB.

    Raja Abdullah mengatakan Kerajaan Hashemite tidak akan pernah menjadi tanah air alternatif bagi warga Palestina.

    “Selama puluhan tahun, Yordania mencurigai dan memperhatikan wacana Israel tentang pembentukan tanah air alternatif bagi Palestina, dan terus-menerus meminta pernyataan yang jelas dari para pemimpin Israel bahwa mereka tidak berniat menghancurkan identitas demografis kerajaan tersebut,” kata Bar’el.

    “Ketika, selama perang di Gaza, usulan agar ratusan ribu warga Gaza dideportasi ke Mesir dan negara-negara lain kembali diajukan, Yordania dan Mesir menerima jaminan Israel bahwa tidak ada niat untuk memulai pemindahan warga Palestina dari Gaza,” tambahnya.

    Middle East Eye melaporkan sebelumnya, rencana apa pun untuk “membersihkan Gaza” akan menjadi pelanggaran hukum internasional. 

    Ardi Imseis, profesor hukum internasional di Universitas Queen dan mantan pejabat PBB, mengatakan keinginan Trump untuk merelokasi warga Palestina secara massal dari Jalur Gaza yang diduduki adalah ilegal sekaligus angan-angan semata.

    “Berdasarkan hukum humaniter internasional dan hukum pidana internasional, pemindahan paksa secara individu atau massal, serta deportasi orang-orang yang dilindungi dari wilayah pendudukan ke wilayah kekuasaan pendudukan atau ke wilayah negara lain mana pun, yang diduduki atau tidak, dilarang, apa pun motifnya,” katanya kepada MEE.

    (Tribunnews.com/ Chrysnha, Tiara Shelavie)

  • Trump Bakal Tahan 30.000 Migran Gelap di Guantanamo

    Trump Bakal Tahan 30.000 Migran Gelap di Guantanamo

    Jakarta

    Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump mengatakan bahwa ia berencana untuk menahan 30.000 ‘imigran gelap kriminal’ di penjara militer Teluk Guantanamo yang terkenal kejam. Lokasi itu digunakan untuk menahan tersangka terorisme sejak serangan 9/11.

    Dilansir AFP, Kamis (30/1/2025), Trump membuat pengumuman yang mengejutkan tersebut pada Rabu (28/1) waktu setempat, saat ia menandatangani undang-undang yang mengizinkan penahanan praperadilan bagi migran tidak berdokumen yang didakwa dengan pencurian dan kejahatan kekerasan — yang dinamai berdasarkan nama seorang mahasiswa AS yang dibunuh oleh seorang imigran Venezuela.

    Ia mengatakan bahwa ia menandatangani perintah eksekutif yang menginstruksikan Pentagon dan Departemen Keamanan Dalam Negeri untuk “mulai mempersiapkan fasilitas migran berkapasitas 30.000 orang di Teluk Guantanamo,” kata Trump di Gedung Putih.

    “Kami memiliki 30.000 tempat tidur di Guantanamo untuk menahan para imigran ilegal kriminal terburuk yang mengancam rakyat Amerika. Beberapa dari mereka sangat jahat sehingga kami bahkan tidak mempercayai negara-negara untuk menahan mereka, karena kami tidak ingin mereka kembali,” kata Trump.

    Republikan itu mengatakan bahwa langkah itu akan “menggandakan kapasitas kami segera” untuk menahan para migran ilegal, di tengah tindakan keras besar-besaran yang ia janjikan di awal masa jabatan keduanya.

    Menyebut Guantanamo sebagai “tempat yang sulit untuk keluar,” Trump mengatakan bahwa langkah-langkah yang diumumkan pada hari Rabu akan “membawa kita selangkah lebih dekat untuk memberantas momok kejahatan migran di komunitas kita untuk selamanya.”

    “Kami akan menjaga kenangan Laken tetap hidup di hati kami selamanya,” kata Trump.

    “Dengan tindakan hari ini, namanya juga akan hidup selamanya dalam hukum negara kita, dan ini adalah hukum yang sangat penting.”

    (aik/aik)

    Hoegeng Awards 2025

    Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu

  • Usulkan Warga Israel Diusir ke Greenland daripada Rakyat Gaza, Iran Semprot Trump – Halaman all

    Usulkan Warga Israel Diusir ke Greenland daripada Rakyat Gaza, Iran Semprot Trump – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Iran mengusulkan pengusiran warga Israel ke Greenland sebagai solusi ketegangan di Gaza.

    Hal ini sekaligus untuk menyindir wacana Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump yang ingin merelokasi warga Gaza ke Mesir dan Yordania. 

    Dalam wawancara eksklusif dengan Sky News, Menteri Luar Negeri Iran Abbas Araghchi berbicara tentang konflik antara Israel dan Hamas dan mengusulkan ide untuk “membunuh dua burung dengan satu batu” setelah gencatan senjata.

    Newsweek telah menghubungi Gedung Putih, Misi Iran untuk Perserikatan Bangsa-Bangsa , pemerintah Greenland dan Kedutaan Besar Israel di London untuk memberikan komentar melalui email. 

    Usulan terbaru Trump untuk “membersihkan” Gaza dengan menempatkan warga Palestina di Mesir dan Yordania telah memicu reaksi keras dari negara-negara Arab yang membutuhkan bantuannya dalam melaksanakan rencana tersebut.

    Dengan komentarnya-yang juga merujuk pada keinginan berulang Trump agar Amerika Serikat membeli Greenland -Araghchi diprediksi telah meningkatkan ketegangan antara Iran dan pemerintahan baru AS. 

    Dalam wawancara yang diterbitkan pada hari Selasa, Dominic Waghorn dari Sky News bertanya kepada Araghchi apa yang akan dilakukan Iran jika usulan Trump untuk merelokasi warga Palestina terwujud.

    Araghchi memberikan jawaban.

    “Saya pikir ini adalah proyek yang telah dicoba banyak orang di masa lalu, tetapi semuanya gagal. Palestina tidak dapat dihapus dari keputusan ini.  Orang Palestina tidak dapat diusir.”

    Sejurus dirinya justru menyarankan perpindahan warga Israel ke Greenlad.

    “Alih-alih Palestina, cobalah untuk mengusir orang Israel. Bawa mereka ke Greenland sehingga mereka dapat menyelesaikan dua masalah sekaligus. Sehingga mereka dapat menyelesaikan masalah di Greenland dan Israel. Jadi itu akan menjadi tempat yang baik bagi mereka,” ujarnya diberitakan miamiherald.

    Geger Usulan Trump

    Ketegangan antara Iran dan Israel meningkat baru-baru ini karena kekhawatiran Israel menyerang situs nuklir Teheran , dan gagasan yang sebelumnya didukung Trump. 

    Trump menyampaikan usulannya untuk “membersihkan” Gaza dalam wawancara selama 20 menit dengan wartawan di Air Force One, dengan mengatakan bahwa wilayah tersebut saat ini merupakan “lokasi pembongkaran.” 

    Ia mengusulkan pembangunan perumahan di “lokasi berbeda” dan melibatkan “beberapa negara Arab,” yaitu Yordania dan Mesir.

    “Anda berbicara tentang sekitar satu setengah juta orang, dan kami hanya membersihkan semuanya dan berkata, ‘Anda tahu, ini sudah berakhir.’” 

    Mesir dan Yordania sama-sama menolak usulan presiden, dan Trump juga menerima reaksi keras atas komentarnya dari sejumlah sejarawan, jurnalis, dan komentator politik .

    Minggu lalu, tujuan Trump untuk membeli Greenland, wilayah otonomi Denmark di Samudra Arktik, mendapat pukulan lagi setelah panggilan telepon dengan Perdana Menteri Denmark Mette Frederiksen yang digambarkan oleh beberapa pejabat Eropa sebagai “mengerikan.”

    Trump mengatakan dia ingin AS membeli Greenland demi keamanan nasional dan “ekonomi”.

    Sejumlah tokoh terkemuka di Israel, termasuk jurnalis dan komentator ternama, menanggapi usulan Presiden AS Donald Trump untuk membersihkan Gaza dan memindahkan secara paksa warga Palestina ke Yordania dan Mesir.

    Sebelumnya, pada Sabtu (25/1/2025), kurang dari seminggu setelah gencatan senjata di Gaza, Trump menyebut Jalur Gaza sebagai “lokasi pembongkaran”.

    Dia mengatakan bahwa lebih baik jika semuanya dibersihkan.

    “Saya ingin Mesir menerima orang,” kata Trump, mengutip Middle East Eye.

    “Anda berbicara tentang sekitar satu setengah juta orang, dan kita membersihkan semuanya dan berkata: ‘Anda tahu, ini sudah berakhir’.”

    Trump menyatakan terima kasihnya kepada Yordania yang telah berhasil menerima pengungsi Palestina.

    Ia mengatakan kepada raja, “Saya ingin Anda menerima lebih banyak orang, karena saya melihat seluruh Jalur Gaza sekarang, dan itu kacau balau. Benar-benar kacau.”

    Trump menambahkan bahwa pemindahan itu bisa bersifat sementara atau bisa bersifat jangka panjang.

    Rencana ini mendapat kecaman langsung dari Palestina, serta Yordania dan Mesir.

    EDITORIAL HAARETZ – Tangkapan layar laman media Haaretz yang diambil pada 29 Januari 2025, berisi pandangan editorial mengenai rencana Donald Trump untuk merelokasi warga Gaza. Pernyataan Trump ditolak dan dikecam secara luas. (Tangkap layar website Haaretz)

    Negara-negara tersebut menolak gagasan Trump karena khawatir Israel tidak akan pernah mengizinkan warga Palestina kembali ke Gaza jika mereka dipaksa untuk pergi.

    Surat kabar resmi Israel, Haaretz, mengeluarkan serangan pedas terhadap usulan kebijakan Trump pada hari Senin (27/1/2025).

    Dewan redaksi Haaretz menyatakan bahwa Jalur Gaza adalah rumah bagi lebih dari dua juta warga Palestina.

    “Pada tingkat ini Trump kemungkinan akan mengusulkan agar warga Gaza diluncurkan ‘secara sukarela’ ke luar angkasa dan menetap di Mars, sesuai dengan semangat janjinya dalam pidato pelantikannya,” tulis dewan redaksi.

    “Mengapa tidak bendera Palestina juga? Mungkin saja mitranya Elon Musk sudah mengerjakannya.”

    Chaim Levinson, seorang kolumnis di Haaretz, menulis: 

    “Saya minta maaf, tetapi saya harus mengecewakan Anda. Setelah memeriksa dengan sejumlah pejabat, baik di Israel maupun di negara-negara terkait—termasuk para diplomat yang terlibat dalam negosiasi—tampaknya ini hanya visi seorang taipan properti, tanpa rencana konkret yang nyata.”

    “Orang-orang yang tinggal di Jalur Gaza dianggap sebagai penderita kusta di antara teman-teman mereka dari negara-negara Islam lainnya.”

    “Semua orang membicarakan tentang penderitaan mereka, dari emir Qatar hingga presiden Mesir, yang bersedia mengirimi mereka uang – tetapi menerima orang? Ada batasnya, dan mereka akan dengan tegas mematuhinya.”

    Sementara itu, Zvi Bar’el, kolumnis di Haaretz, mengatakan tidak masuk akal jika Yordania akan menerima lebih banyak warga Palestina, terutama setelah pidato Raja Abdullah pada bulan September lalu di Majelis Umum PBB.

    Raja Abdullah mengatakan Kerajaan Hashemite tidak akan pernah menjadi tanah air alternatif bagi warga Palestina.

    “Selama puluhan tahun, Yordania mencurigai dan memperhatikan wacana Israel tentang pembentukan tanah air alternatif bagi Palestina, dan terus-menerus meminta pernyataan yang jelas dari para pemimpin Israel bahwa mereka tidak berniat menghancurkan identitas demografis kerajaan tersebut,” kata Bar’el.

    “Ketika, selama perang di Gaza, usulan agar ratusan ribu warga Gaza dideportasi ke Mesir dan negara-negara lain kembali diajukan, Yordania dan Mesir menerima jaminan Israel bahwa tidak ada niat untuk memulai pemindahan warga Palestina dari Gaza,” tambahnya.

    Middle East Eye melaporkan sebelumnya bahwa rencana apa pun untuk “membersihkan Gaza” akan menjadi pelanggaran hukum internasional. 

    Ardi Imseis, profesor hukum internasional di Universitas Queen dan mantan pejabat PBB, mengatakan bahwa keinginan Trump untuk merelokasi warga Palestina secara massal dari Jalur Gaza yang diduduki adalah ilegal sekaligus angan-angan semata.

    “Berdasarkan hukum humaniter internasional dan hukum pidana internasional, pemindahan paksa secara individu atau massal, serta deportasi orang-orang yang dilindungi dari wilayah pendudukan ke wilayah kekuasaan pendudukan atau ke wilayah negara lain mana pun, yang diduduki atau tidak, dilarang, apa pun motifnya,” katanya kepada MEE.

    (Tribunnews.com/ Chrysnha, Tiara Shelavie)

  • Kim Jong Un Siaga 1! Siapkan Nuklir Paling Canggih di Dunia

    Kim Jong Un Siaga 1! Siapkan Nuklir Paling Canggih di Dunia

    Jakarta, CNBC Indonesia – Pemimpin Korea Utara Kim Jong Un menyerukan penguatan kekuatan nuklir negaranya tahun ini. Hal ini ia sampaikan saat berkunjung ke pangkalan produksi material nuklir dan lembaga senjata nuklir.

    “Tahun ini merupakan tahun yang krusial karena merupakan titik balik penting di mana kita harus melaksanakan tugas-tugas dalam periode penting dalam rangka menerapkan garis untuk memperkuat kekuatan nuklir,” kata Kim, seperti dilaporkan media pemerintah KCNA pada Rabu (29/1/2025).

    Kim memuji para ilmuwan dan pekerja lain di sana karena mencapai “keberhasilan luar biasa” dan “hasil produksi yang menakjubkan” dalam pekerjaan mereka tahun lalu. Pujian ia sampaikan saat pengarahan tentang proses produksi material nuklir tingkat senjata dan rencana mereka untuk tahun 2025 dan seterusnya.

    Kim menyerukan keberhasilan lebih lanjut dalam memproduksi material nuklir tingkat senjata tahun ini dan memperkuat kekuatan nuklir negara itu.

    Menurut Kim, Korea Utara menghadapi “situasi keamanan paling tidak stabil di dunia” karena konfrontasi yang telah berlangsung lama dengan “negara-negara yang paling kejam dan bermusuhan,” yang membuatnya sangat penting bagi negara itu untuk meningkatkan kemampuan nuklirnya.

    Sementara itu para analis memperkirakan Korea Utara mungkin telah menghasilkan cukup banyak bahan fisil untuk membangun hingga 90 hulu ledak nuklir.

    Badan Intelijen Nasional Seoul mengatakan bahwa unjuk kekuatan Korea Utara baru-baru ini sebagian dimaksudkan untuk “memamerkan aset pencegah AS dan menarik perhatian Presiden Amerika Serikat Donald Trump” setelah bersumpah untuk “melakukan tindakan balasan anti-AS yang paling keras” pada pertemuan kebijakan akhir tahun yang penting bulan lalu.

    Trump, yang mengadakan pertemuan puncak yang belum pernah terjadi sebelumnya dengan Kim selama masa jabatan pertamanya dan telah memuji hubungan pribadi mereka, mengatakan minggu lalu bahwa ia akan “menghubunginya lagi.”

    Pada tanggal 20 Januari, hari pelantikannya, Trump menggambarkan Korea Utara sebagai “kekuatan nuklir,” seperti yang dikatakan oleh Menteri Pertahanannya saat ini, Pete Hegseth, pada sidang konfirmasi Senat. Hal ini menimbulkan pertanyaan tentang apakah Washington akan mengupayakan perundingan pengurangan senjata daripada perundingan denuklirisasi.

    Korea Selatan mengatakan denuklirisasi Korea Utara harus tetap menjadi tujuan untuk setiap keterlibatan.

    Gedung Putih tidak segera menanggapi permintaan komentar, tetapi seseorang yang mengetahui masalah tersebut mengatakan kepada Reuters bahwa Trump akan terus mengupayakan denuklirisasi Semenanjung Korea.

    Kantor berita Korea Selatan Yonhap melaporkan pada Rabu bahwa Trump akan mengupayakan “denuklirisasi menyeluruh” Korea Utara, mengutip juru bicara Dewan Keamanan Nasional Brian Hughes.

    (tfa/mij)

  • Hakim AS Hentikan Sementara Rencana Trump Bekukan Dana Bantuan Federal – Halaman all

    Hakim AS Hentikan Sementara Rencana Trump Bekukan Dana Bantuan Federal – Halaman all

    Seorang hakim federal di AS memblokir sementara rencana Presiden Donald Trump untuk menghentikan pencairan hibah dan pinjaman federal beberapa menit sebelum kebijakan tersebut dijadwalkan berlaku pada Selasa (28/01) malam.

    Rencana Trump bekukan bantuan federal

    Pemerintahan Trump, pada Senin (27/01) malam, menginstruksikan badan-badan federal untuk menghentikan sementara pencairan hibah dan pinjaman federal di seluruh Amerika Serikat. Kebijakan ini dinilai sebagai langkah besar yang dapat mengancam keberlangsungan program-program vital seperti pendidikan, perawatan kesehatan, bantuan perumahan, dan bantuan bencana yang bergantung pada aliran uang federal.

    Pelaksana tugas Direktur Kantor Manajemen dan Anggaran (OMB), yang bertanggung jawab atas pengelolaan anggaran federal, menyebutkan bahwa pembekuan ini bersifat “sementara” dan diperlukan untuk memastikan seluruh pendanaan sesuai dengan perintah eksekutif yang ditandatangani Presiden Trump.

    Dampak luas pembekuan dana federal

    Memo dari Gedung Putih yang dikirim ke berbagai lembaga pemerintah pada Senin (27/01) sore menyatakan bahwa para pegawai negeri memiliki “kewajiban untuk menyelaraskan pengeluaran dan tindakan federal dengan kehendak rakyat Amerika seperti yang diungkapkan melalui prioritas presiden.”

    Memo tersebut juga mengatakan bahwa hal ini termasuk “mengakhiri ‘kebodohan’ dan persenjataan pemerintah,” di antara tujuan-tujuan lainnya.

    Kebijakan ini juga mencakup penghentian beberapa inisiatif yang berkaitan dengan perlindungan lingkungan serta program keragaman, kesetaraan, dan inklusi (DEI).

    Pembelaan Gedung Putih

    Sekretaris Pers Gedung Putih, Karoline Leavitt, menyampaikan pada Selasa bahwa pembekuan ini tidak berarti penghentian total pengeluaran federal. Ia menekankan bahwa kebijakan tersebut bertujuan memastikan “setiap sen yang dikeluarkan sesuai dengan perintah eksekutif Presiden.”

    Leavitt juga memastikan bahwa program kesejahteraan dan bantuan pangan tidak akan terpengaruh.

    Gangguan pembayaran Medicaid dilaporkan

    Jaksa Agung New York Letitia James mengatakan bahwa 20 negara bagian, termasuk New York, telah dibekukan dari sistem Medicaid yang menyediakan layanan kesehatan bagi jutaan orang Amerika yang berpenghasilan rendah.

    Sekretaris pers Gedung Putih, Leavitt, kemudian memposting di media sosial untuk mengklarifikasi bahwa pembayaran akan tetap diproses.

    “Kami telah mengonfirmasi bahwa tidak ada pembayaran yang terpengaruh – pembayaran masih diproses dan dikirim,” katanya. “Kami berharap portal ini akan segera kembali online.”

    Lebih dari 70 juta orang menerima jaminan kesehatan melalui Medicaid, yang dibiayai bersama oleh negara bagian dan pemerintah federal AS.

    Jaksa Agung New York, Letitia James, mengumumkan bahwa ia bersama sejumlah jaksa agung dari berbagai negara bagian berencana menggugat kebijakan pembekuan dana federal tersebut.

    Pada Selasa (28/01), sekelompok organisasi nirlaba juga mengajukan gugatan hukum, menyoroti bahwa kebijakan ini diumumkan melalui memo dari kantor anggaran federal yang hanya dipublikasikan lewat pemberitaan jurnalis, dengan pemberitahuan kurang dari 24 jam.

    Para penggugat termasuk National Council of Nonprofits, American Public Health Association, kelompok usaha kecil Main Street Alliance, dan SAGE, sebuah organisasi di New York yang memberikan bantuan kepada komunitas LGBTQ.

    Mereka mengkritik kebijakan ini sebagai tindakan yang “tidak memiliki dasar hukum atau alasan yang kuat” serta memperingatkan bahwa pembekuan dana tersebut dapat memberikan “dampak yang sangat merugikan bagi ratusan ribu penerima hibah.”

    Kritik dari Partai Demokrat

    Pemimpin Partai Demokrat di DPR, Hakeem Jeffries, mengecam kebijakan pemerintahan Trump, menyebutnya sebagai bentuk “penipuan terhadap rakyat Amerika yang bekerja keras.”

    “Partai Republik akan menaikkan biaya hidup bagi kelas pekerja, sementara merugikan anak-anak, manula, veteran, penanggap pertama, rumah ibadah, dan warga Amerika yang membutuhkan,” ujar Jeffries, anggota parlemen dari New York.

    Senator Ron Wyden dari Oregon, yang juga seorang Demokrat, menyoroti dampak kebijakan ini terhadap layanan kesehatan, dengan menyebut portal online Medicaid sedang tidak berfungsi di seluruh negara bagian. “Ini adalah upaya terang-terangan untuk mencabut asuransi kesehatan jutaan orang Amerika dalam semalam, dan dampaknya bisa mengancam nyawa,” tulisnya di media sosial.

    Senator independen dari Maine, Angus King, menilai kebijakan pembekuan dana ini sebagai “masalah konstitusional yang sangat serius.” Ia menganggap langkah tersebut sebagai serangan langsung terhadap otoritas Kongres. “Apa yang terjadi semalam adalah serangan paling terang-terangan terhadap kewenangan Kongres, mungkin yang paling serius dalam sejarah Amerika Serikat,” tegas King.

    fr/rs (AP, Reuters, AFP)

  • Donald Trump Akan Usir 1.445.549 Warga Asing Keluar dari AS, Berasal dari 208 Negara, Bagaimana WNI? – Halaman all

    Donald Trump Akan Usir 1.445.549 Warga Asing Keluar dari AS, Berasal dari 208 Negara, Bagaimana WNI? – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, AS – Pemerintahan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump telah mulai menepati janjinya untuk memulai deportasi massal mengusir para imigran yang masuk ke negara itu secara ilegal.

    Deportasi massal telah dilakukan sejak pekan lalu dengan memulangkan ratusan warga Meksiko pulang ke negaranya.

    Sebelum dideportasi, aparat terkait di AS melakukan penggerebekan besar-besaran di kota-kota AS, dari New York hingga Denver, pada minggu pertama Donald Trump menjabat presiden AS.

    Jutaan Warga Asing akan Dideportasi

    Menurut Newsweek, jika deportasi terus berlanjut maka  akan butuh waktu sekitar 28 tahun untuk memenuhi janji presiden Donald Trump memulangkan lebih dari 11 juta orang warga asing di negara itu.

    Data publik dari pelacakan penerbangan Imigrasi dan Penegakan Bea Cukai (ICE ), dianalisis oleh ahli pihak ketiga, menunjukkan telah ada tiga penerbangan deportasi menggunakan pesawat militer sejak Presiden Trump menjabat Senin lalu.

    “Mereka bermaksud melakukan lebih banyak lagi. Mereka bermaksud mendeportasi lebih banyak orang dari pedalaman dan itu tentu saja membutuhkan lebih banyak sumber daya,” kata Tom Cartwright, dari kelompok advokasi Witness at the Border, kepada Newsweek pada hari Selasa (28/1/2025).

    Didukung Publik Amerika

    Presiden Donald Trump  memenuhi janjinya untuk mendeportasi massal imigran ilegal.

    Jajak pendapat terkini menunjukkan dukungan kuat bagi kebijakan Trump ini, baik dari Partai Republik maupun Demokrat.

    Namun untuk mewujudkan janji kampanye Trump ini terbentur hambatan birokrasi yang umum, seperti sumber daya dan uang. 

    Tom Homan “raja perbatasan” yang baru, mengatakan bahwa pemerintah akan membutuhkan anggaran setidaknya $86 miliar untuk mendeportasi warga asing.

    Jumlah Sebenarnya Warga Asing di AS

    Perkiraan jumlah Imigran yang berada di AS secara ilegal bervariasi, dengan perkiraan terbaik dari pemerintah federal dan Pew Research menetapkan sekitar 11 juta oranh. 

    Namun, tidak semua dari mereka masuk dalam radar ICE untuk dideportasi.

    Data yang dirilis pada bulan Desember menunjukkan setidaknya ada 1.445.549 warga negara dari 208 negara yang menunggu deportasi.

    Mereka saat ini berada di seluruh AS, beberapa ribu lainnya ditahan di berbagai fasilitas di seluruh negeri.

    Cartwright mengatakan bahwa selama enam bulan terakhir, rata-rata ada 126 penerbangan deportasi yang dilakukan oleh ICE per bulan, dengan sekitar 115 orang di setiap pesawat.

    Artinya sekitar 3.500 orang dideportasi setiap bulan.

    Selain itu, ada sekitar 15.000 dan 17.000 orang dipulangkan ke Meksiko melalui jalur darat.

    Dalam laporan tahunannya untuk tahun 2024, tahun terakhir masa jabatan penuh Biden, ICE mengatakan telah memulangkan 271.484 orang, jumlah terbanyak sejak 2019.

    Badan tersebut mengatakan hal ini, sebagian, karena keberhasilan negosiasi dengan negara-negara lain untuk mencegah masuknya migran.

    Meksiko sering menerima sekitar lima penerbangan setiap hari Selasa, kata Cartwright, tetapi ini tidak terjadi sehari setelah pelantikan Donald Trump sebagai Presiden AS pada 20 Januari 2025 lalu.

    Meksiko telah mengatakan tidak akan menerima penerbangan militer.

    Hingga Selasa pagi belum jelas apakah layanan reguler telah dilanjutkan.

    Kolombia mengirim pesawatnya sendiri untuk menjemput sekitar 200 orang yang dideportasi pada hari Senin kemarin.

     Para orang asing yang dideportasi mengatakan kepada media lokal bahwa mereka telah dijemput di perbatasan AS-Meksiko setelah permintaan suaka mereka ditolak.

    Tidak satu pun dari 200 orang tersebut memiliki catatan kriminal di kedua negara , menurut pemerintah Kolombia.

    Pada hari Jumat, Gedung Putih membagikan foto-foto imigran ilegal yang digiring ke pesawat militer dengan tangan diborgol.

    Jumlah total migran dan tujuan mereka tidak dipublikasikan.

    Cartwright mengatakan penggunaan pesawat kargo militer, sebuah inisiatif baru, belum tentu merupakan cara yang efisien untuk memulangkan migran.

     Meskipun Gedung Putih tidak menyebutkan jumlah atau tujuan, penerbangan militer secara realistis hanya dapat mengangkut sekitar 80-84 orang, dibandingkan dengan sekitar 120 orang yang dapat diangkut oleh pesawat komersial pada umumnya, kata Cartwright.

    “Menurut saya, penerbangan ini tidak hanya tidak manusiawi karena memuat orang ke dalam pesawat kargo, menurut saya, hanyalah bentuk lain dari tindakan kriminal, tetapi juga tidak efisien,” katanya.

    Data yang dihimpun oleh Witness at the Border menunjukkan 90 penerbangan deportasi sejauh ini pada bulan Januari.

    Dalam dua minggu terakhir pemerintahan Biden, rata-rata harian adalah sekitar 5,5 penerbangan per hari.

     Angka itu turun menjadi 4,8 penerbangan per hari dalam seminggu terakhir.

    Jumlah total deportasi lebih sulit didapat. ICE menerbitkan beberapa data secara publik, tetapi data tersebut jarang diperbarui dan tidak selalu memberikan gambaran lengkap tentang pekerjaannya.

    Badan tersebut juga berpendapat di pengadilan bahwa mereka tidak selalu dapat memenuhi permintaan data.

    Masalah Baru

    Austin Kocher, seorang pakar imigrasi yang mengajar di Universitas Syracuse, mengatakan kepada Newsweek bahwa janji kampanye Trump yang luas tentang imigrasi berpotensi menciptakan serangkaian masalah baru di lembaga yang bertugas melaksanakan janjinya.

    Sekretaris Pers Gedung Putih Karoline Leavitt menjelaskan lebih lanjut ketika ditanya oleh seorang reporter berapa banyak dari mereka yang telah dideportasi memiliki catatan kriminal. 

    “Semuanya,” katanya. 

    “Karena mereka melanggar hukum negara kita secara ilegal dan karena itu mereka adalah penjahat.”

    Sekretaris Pers Gedung Putih Karoline Leavitt, dalam jumpa pers hari Selasa kemarin.

    “Kepada warga negara asing yang berpikir untuk mencoba masuk secara ilegal ke Amerika Serikat – pikirkan lagi. Di bawah Presiden ini, Anda akan ditahan dan dideportasi. Setiap hari warga Amerika menjadi lebih aman karena adanya penjahat kejam yang disingkirkan oleh pemerintahan Presiden Trump dari komunitas kita.”

    Bagaimana dengan WNI yang Ada di AS?

    Kuasa Usaha Ad Interim Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Washington, D.C. Ida Bagus Made Bimantara, Sabtu (25/1/2025), mengingatkan seluruh warga negara Indonesia (WNI) di Amerika Serikat untuk senantiasa membawa kartu identitas dan bersikap tenang saat berhadapan dengan petugas imigrasi dan bea cukai (Immigration and Custom Enforcement/ICE) jika terjadi pemeriksaan.

    Diplomat tertinggi di KBRI Washington yang akrab disapa dengan Sade itu menyampaikan imbauan tersebut seiring dimulainya operasi pemeriksaan identitas imigran dan penggerebekan warga yang diduga tidak memiliki status hukum tetap di Amerika Serikat.

    “Selalu membawa kartu identitas dan apabila diberhentikan oleh petugas imigrasi. Ingat, bahwa seluruh warga dari negara mana pun di AS, dilindungi oleh hukum dan konstitusi AS. Artinya, kita berhak untuk tidak bicara dan menelepon pengacara ketika menghadapi situasi keimigrasian atau situasi hukum lain di AS,” ujar Sade dikutip dari VOA Indonesia.

    WNI Tanpa Status Hukum Kini Pasrah

    Salah seorang WNI tanpa status hukum tetap di DC, yang tidak ingin disebut namanya karena khawatir dengan kemungkinan dampaknya, mengatakan kepada VOA bahwa ia “siap pulang jika memang tertangkap.”

    “Saya serahkan pada Gusti Allah. Saya sudah di AS lebih dari 25 tahun, saya selalu bayar pajak, saya tidak pernah terlibat hal yang aneh-aneh. Saya hanya jadi tukang bersih rumah, jualan, apapun saya lakukan supaya anak saya bisa sekolah bagus,” ujarnya.

    Menurut WNI itu, dia sudah berupaya untuk mengurus dokumen-dokumen yang diperlukan, tetapi prosesnya mandek di pengacara.

    “Saya sudah ke KBRI, hanya ditawari SPLP (Surat Perjalanan Laksana Paspor-red). Jadi jika akhirnya saya harus pulang, saya siap. Saya pasrah,” ujarnya lirih.

    Sumber: Newsweek/VOA Indonesia

     

  • Harga Minyak Kembali Bangkit, Investor Bersiap Hadapi Tarif Impor Donald Trump – Page 3

    Harga Minyak Kembali Bangkit, Investor Bersiap Hadapi Tarif Impor Donald Trump – Page 3

    Liputan6.com, Jakarta – Harga minyak mentah menguat pada perdagangan Selasa, 28 Januari 2025. Harga minyak kembali bangkit dari posisi terendah dalam beberapa minggu setelah Gedung Putih menyebutkan rencana Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump untuk mengenakan tarif impor Kanada dan Meksiko pada pekan ini masih berlaku.

    Mengutip CNBC, Rabu (29/1/2025), kekhawatiran akan melemahnya permintaan yang terkait dengan data ekonomi yang lemah dari China dan meningkatnya suhu di tempat lain membatasi kenaikan itu.

    Harga minyak Brent berjangka ditutup naik 41 sen atau 0,53 persen ke posisi USD 77,49 per barel. Harga minyak West Texas Intermediate w(TI) AS menguat 60 sen atau 0,82 persen ke posisi USD 73,77.

    Harga minyak Brent ditutup di level terendah sejak 9 Januari pada Senin, 27 Januari 2025. Harga minyak WTI mencapai level terendah sejak 2 Januari.

    Sementara itu, Gedung Putih menuturkan, Trump masih berencana untuk mengenakan tarif 25 persen pada Kanada dan Meksiko pada Sabtu, 1 Februari 2025 sambil mempertimbangkan tarif baru pada China.

    “Komentar Donald Trump tentang tarif membuat pasar gelisah,” ujar Analis Price Futures Group, Phil Flynn.

    Tarif itu dapat menganggu aliran produk energi melintasi perbatasan AS dengan Kanada Meksiko.

    Di Libya, pengunjuk rasa setempat mencegah pemuatan minyak mentah pada Selasa di pelabuhan Es Sider dan Ras Lanuf, yang membahayakan sekitar 450.000 barel ekspor per hari.

    Namun, kekhawatiran akan gangguan pasokan mereda setelah National Oil Corp yang dikelola negara Libya mengatakan aktivitas ekspor berjalan normal setelah mengadakan pembicaraan dengan para pengunjuk rasa.

     

     

  • Trump Tangguhkan Hibah-Pinjaman Luar Negeri, Apa Dampaknya ke Indonesia?

    Trump Tangguhkan Hibah-Pinjaman Luar Negeri, Apa Dampaknya ke Indonesia?

    Washington DC

    Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, menghentikan sementara program-program hibah, pinjaman, dan bantuan keuangan lainnya sebagaimana tertera dalam bocoran memo yang telah diverifikasi mitra BBC di AS, CBS News. Hal ini menegaskan penangguhan bantuan luar negeri AS untuk negara-negara asing serta dan organisasi non-pemerintah atau LSM.

    Di dalam dokumen itu, Kepala Kantor Manajemen dan Anggaran (OMB) AS, Matthew Vaeth, meminta lembaga-lembaga pemerintah untuk memastikan pengeluaran mereka konsisten dengan prioritas Trump.

    Dampak penangguhan ini masih belum jelas. Akan tetapi, memo itu menyebutkan bahwa tunjangan Medicaid dan Jaminan Sosial tidak terpengaruh.

    Bocornya memo ini terjadi beberapa hari setelah AS menghentikan hampir semua bantuan luar negeri. Partai Demokrat mengritik kebijakan tersebut, yang berpotensi menghadapi gugatan hukum.

    Kepala OMB, Matthew Vaeth, meminta lembaga-lembaga pemerintah untuk menghentikan sementara program-program bantuan keuangan AS.

    Penangguhan ini dilakukan agar mereka dapat meninjau kembali pengeluaran yang mungkin terkena dampak dari berbagai perintah eksekutif yang telah ditandatangani Trump.

    Dalam memo itu, Vaeth menyebut ini mencakup “bantuan keuangan untuk bantuan luar negeri, organisasi non-pemerintah, DEI [Keberagaman, Kesetaraan, dan Inklusi], ideologi gender ‘woke’, dan kesepakatan baru yang ramah lingkungan”.

    Memo itu juga menginstruksikan agar semua lembaga melaporkan program-program mana saja yang telah dihentikan pada 10 Februari.

    BBC

    BBC News Indonesia hadir di WhatsApp.

    Jadilah yang pertama mendapatkan berita, investigasi dan liputan mendalam dari BBC News Indonesia, langsung di WhatsApp Anda.

    BBC

    Gedung Putih belum memberikan komentar resmi mengenai dokumen yang bocor tersebut.

    Para anggota Partai Demokrat di Washington DC dengan cepat melontarkan keprihatinan mereka terhadap rencana tersebut.

    Baca juga:

    Senator Washington Patty Murray dan anggota Kongres dari Connecticut, Rosa DeLauro, mengirimkan surat kepada Gedung Putih pada Senin (27/1) yang menyatakan mereka “sangat khawatir”.

    “Cakupan dari apa yang Anda perintahkan sangat mengejutkan, belum pernah terjadi sebelumnya, dan akan memiliki konsekuensi yang menghancurkan di seluruh negeri,” tulis para anggota kongres.

    “Kami sungguh mendesak Anda untuk menegakkan hukum dan Konstitusi dan memastikan semua sumber daya federal diberikan sesuai dengan hukum.”

    Tentara Israel berkumpul di balik reruntuhan di sebuah desa di Lebanon selatan pada 27 Januari 2025, saat ketegangan meningkat di dekat perbatasan. Bantuan AS untuk militer Israel tidak termasuk ke bantuan keuangan yang ditangguhkan (Getty Images)

    Pemimpin minoritas Demokrat di Senat AS, Chuck Schumer, juga mengritik penghentian sementara program-program hibah dan bantuan keuangan.

    “Kongres menyetujui investasi-investasi. Mereka bukan pilihan, melainkan hukum,” ujarnya.

    “Ini artinya akan ada gaji yang tidak terbayarkan, pembayaran sewa, dan lain sebagainya. Dari universitas hingga badan amal nirlaba, semuanya akan kacau.”

    Penghentian sementara bantuan luar negeri AS

    Memo ini menyusul pemberitaan minggu lalu bahwa Kementerian Luar Negeri AS telah menghentikan hampir semua bantuan luar negeri, menurut memo internal yang dikirim ke para pejabat dan Kedutaan Besar AS di luar negeri.

    Memo ini sekaligus menghentikan program bantuan baru.

    Kebijakan ini mempengaruhi hampir semua bidang mulai dari bantuan pembangunan hingga bantuan militer. Yang dikecualikan adalah bantuan makanan darurat dan pendanaan militer untuk Israel dan Mesir.

    Baca juga:

    Trump sebelumnya mengeluarkan perintah eksekutif untuk penghentian bantuan pembangunan luar negeri selama 90 hari. Waktu tiga bulan itu sedianya digunakan untuk meninjau efisiensi dan konsistensi program-program itu dengan kebijakan luar negerinya.

    AS adalah donor bantuan internasional terbesar di dunia. Pada 2023, AS menghabiskan US$ 68 miliar (Rp 1.100 triliun) untuk bantuan internasional.

    Apa imbasnya bagi Indonesia?

    Para pengunjuk rasa menentang Presiden Donald Trump pada tanggal 4 Februari 2017 di Jakarta, Indonesia. Presiden AS Trump kala itu menandatangani perintah eksekutif yang melarang imigrasi ke AS dari tujuh negara Muslim (Getty Images)

    BBC News Indonesia belum dapat memastikan apakah rencana Trump ini akan langsung berdampak ke Indonesia. Belum dapat diverifikasi juga secara rinci apa saja hibah, pinjaman, dan bantuan luar negeri AS untuk Indonesia.

    Namun, dalam kurun waktu dua tahun terakhir saja, Indonesia dan AS telah terlibat pada beberapa program bantuan.

    Pada April 2023, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dan Menteri Keuangan AS Janet Yellen menandatangani Kesepakatan Infrastruktur dan Keuangan Indonesia senilai US$ 698 juta (Rp 10,2 triliun).

    Ini merupakan hibah lima tahun antara Millennium Challenge Corporation (MCC) pemerintah AS dan pemerintah Indonesia, dengan kontribusi Rp 9,5 triliun (US$ 649 juta) dari AS dan Rp 718 miliar (US$ 49 juta) dari Indonesia.

    AS juga terlibat dalam pengembangan sektor energi baru terbarukan di Indonesia.

    Pada Mei 2024, International Development Finance Corporation (DFC) AS mengumumkan komitmen baru senilai US$ 126 juta (Rp 2 triliun) untuk perusahaan listrik Indonesia PT Medco Cahaya Geothermal.

    Pada April 2023, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dan Menteri Keuangan AS Janet Yellen menandatangani Kesepakatan Infrastruktur dan Keuangan Indonesia senilai US$ 698 juta (Rp10,2 triliun) (Getty Images)

    BBC News Indonesia telah menghubungi juru bicara Kementerian Luar Negeri Indonesia, Roy Soemirat, untuk meminta tanggapan pada Selasa (28/1), tetapi belum mendapatkan respons.

    Pada 16 Januari lalu, BBC News Indonesia sempat meminta tanggapan Kementerian Luar Negeri Indonesia mengenai hubungan Indonesia dengan AS di bawah pemerintahan Trump.

    Pada saat itu, Roy mengatakan “AS adalah salah satu Mitra Strategis Komprehensif bagi Indonesia, dan hubungan erat di antara kedua negara telah terjalin selama 75 tahun”.

    “Kita juga memiliki beragam inisiatif kerja sama yang saling menguntungkan dengan AS, termasuk di sektor ekonomi, yang sejalan dengan kepentingan nasional kita. Upaya diplomasi akan terus diperkuat untuk menjaga konsistensi prinsip hubungan luar negeri Indonesia, serta stabilitas hubungan dan kerja sama dengan AS,” imbuh Roy saat itu.

    Baca juga:

    Lihat juga video: Pemerintah Ajukan Utang Luar Negeri Rp 29 Triliun pada 2024

    (nvc/nvc)

    Hoegeng Awards 2025

    Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu

  • Donald Trump Bakal Bertemu Benjamin Netanyahu di Gedung Putih 4 Februari

    Donald Trump Bakal Bertemu Benjamin Netanyahu di Gedung Putih 4 Februari

    Jakarta

    Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, akan menggelar pertemuan dengan Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu. Pertemuan itu akan berlangsung di Gedung Putih.

    “Perdana Menteri Benjamin Netanyahu telah diundang oleh Presiden AS Donald Trump ke pertemuan di Gedung Putih pada 4 Februari,” kata kantor perdana menteri Israel dilansir AFP, Rabu (29/1/2025).

    Pihak Israel menyebut Netanyahu menjadi pemimpin asing pertama yang diundang ke Gedung Putih di era pemerintahan baru Donald Trump.

    “Perdana Menteri Netanyahu adalah pemimpin asing pertama yang diundang ke Gedung Putih selama masa jabatan kedua Presiden AS Trump,” kata pernyataan itu.

    Pertemuan Trump-Netanyahu terjadi setelah presiden AS berulang kali mengklaim pujian atas keberhasilannya dalam mencapai gencatan senjata yang sedang berlangsung antara Israel dan Hamas di Gaza.

    Setelah gencatan senjata berlaku, Trump menggembar-gemborkan rencana untuk “membersihkan” jalur Gaza. Dia menyerukan agar warga Palestina pindah ke negara tetangga seperti Mesir atau Yordania.

    Selama masa jabatan pertamanya, Trump sering mengklaim bahwa Israel “tidak pernah mempunyai teman yang lebih baik di Gedung Putih”, sebuah sentimen yang sering disuarakan oleh Netanyahu.

    Namun, hubungan Trump-Netanyahu sempat memburuk setelah pemimpin Israel itu mengucapkan selamat kepada Joe Biden atas kemenangannya pada pemilu tahun 2020.

    (ygs/ygs)

    Hoegeng Awards 2025

    Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu

  • Sindir Trump, Menlu Iran: Usir Warga Israel ke Greenland Lebih Masuk Akal, Bukan Palestina – Halaman all

    Sindir Trump, Menlu Iran: Usir Warga Israel ke Greenland Lebih Masuk Akal, Bukan Palestina – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Menteri Luar Negeri Iran, Abbas Araghchi memberikan kritik tajam terkait usulan Presiden AS Donald Trump untuk merelokasi warga Palestina dari Jalur Gaza ke negara lain.

    Dalam wawancara eksklusif dengan Sky News, Araghchi memberikan tanggapan kontroversial dengan menyarankan agar warga Israel, bukan Palestina, yang direlokasi ke Greenland.

    “Saran saya berbeda. Alih-alih orang Palestina, usir saja orang Israel dan kirim mereka ke Greenland sehingga mereka bisa membunuh dua burung dengan satu batu,” kata Araghchi, dikutip dari Iran International.

    Sebelumnya, Trump telah menegaskan kembali sarannya untuk memindahkan warga Palestina keluar dari Jalur Gaza.

    Trump mengklaim ingin memberikan kehidupan yang layak bagi warga Palestina.

    “Saya ingin mereka tinggal di wilayah yang memungkinkan mereka hidup tanpa gangguan, revolusi, dan kekerasan,” kata Trump kepada wartawan, dikutip dari Anadolu Ajansi.

    Pada hari Sabtu (25/1/2025), ia menyarankan agar Yordania dan Mesir menerima lebih banyak warga Palestina dari Gaza.

    Ia mengaku telah berdiskusi dengan Raja Yordania Abdullah II mengenai pembangunan perumahan untuk lebih dari satu juta warga Palestina dari Gaza ke negara-negara tetangga.

    Selain itu, ia juga menyatakan rencana pembicaraan dengan Presiden Mesir Abdel Fattah el-Sisi mengenai isu yang sama.

    Namun, kedua negara tersebut menegaskan kembali penolakan mereka terhadap pemukiman kembali warga Palestina.

    Rencana tersebut juga ditolak mentah-mentah oleh Otoritas Palestina (PA) yang berbasis di Ramallah.

    PA menilai bahwa usulan tersebut melanggar “garis merah” mereka dan bertentangan dengan hak-hak warga Palestina.

    Sementara itu, Trump dalam pernyataan kepada wartawan mengakui bahwa upayanya bertujuan untuk menyelesaikan konflik di wilayah tersebut, meskipun ia menggunakan nada yang kontroversial. 

     “Anda berbicara tentang satu setengah juta orang, dan kami baru saja membersihkan seluruh tempat itu,” kata Trump.

    Presiden mengatakan dia juga akan membahas masalah tersebut dengan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu.

    Menurut dua pejabat AS, Netanyahu dikabarkan akan melakukan kunjungan ke Gedung Putih untuk menemui Trump pada minggu depan.

    Menurut rencana, Netanyahu diperkirakan akan berangkat menuju Gedung Putih pada hari Minggu dan kembali pada hari Rabu.

    Juru bicara Netanyahu, Omer Dostri, menegaskan bahwa hingga kini perdana menteri belum menerima undangan resmi ke Gedung Putih. 

    Namun, seorang pejabat Israel mengungkapkan bahwa Netanyahu diharapkan mengunjungi Gedung Putih pada bulan Februari, meskipun tanggal pastinya masih belum ditentukan.

    Sebagai informasi, usulan Trump ini muncul tepat seminggu setelah perjanjian gencatan senjata berlaku di Gaza pada 19 Januari, yang menangguhkan perang genosida Israel yang telah menewaskan lebih dari 47.300 warga Palestina.

    (Tribunnews.com/Farrah)

    Artikel Lain Terkait Donald Trump, Iran dan Konflik Palestina vs Israel