Tempat Fasum: Gedung Putih

  • Tanda Kehancuran Elon Musk Makin Terlihat, Ini Bukti Terbaru

    Tanda Kehancuran Elon Musk Makin Terlihat, Ini Bukti Terbaru

    Jakarta, CNBC Indonesia – Miliarder Elon Musk mendapat keuntungan besar gara-gara mendukung kampanye Presiden AS Donald Trump. Saat ini, ia mengepalai Lembaga Efisiensi Pemerintah (DOGE) dan memiliki kekuasaan untuk merombak struktur pemerintahan agar lebih ramping.

    Ia juga memasukkan orang-orang dekatnya ke Gedung Putih, serta mengganti orang-orang lama. Tak cuma itu, DOGE juga berhasil meminta akses informasi sensitif negara, termasuk data pribadi jutaan masyarakat AS.

    Kendati demikian, tanda kehancuran Musk tampak lewat tekanan bertubi-tubi pada platform X miliknya. Platform tersebut menjadi salah satu tool penting dalam memenangkan Trump.

    Pekan lalu, kejaksaan Prancis mengatakan pihaknya membuka penyelidikan terhadap X atas dugaan bias algoritma. Hal ini diumumkan hanya beberapa hari sebelum AI Summit di Paris yang mengundang beberapa pemimpin negara dunia seperti Wakil Presiden AS JD Vance dan Perdana Menteri India Narendra Modi.

    Para eksekutif Google, Microsoft, dan raksasa teknologi lainnya juga dijadwalkan hadir dalam ajang besar di industri teknologi tersebut.

    Kantor kejaksaan di Paris mengatakan investigasi terhadap X dilakukan setelah menerima laporan dari regulator pada Januari lalu. Otoritas menilai bias algoritma pada X telah mendistorsi pengoperasian sistem pemrosesan data otomatis.

    X tidak merespons permintaan komentar.

    Investigasi di Prancis menandai daftar panjang kekhawatiran global terhadap kekuatan X. Secara pribadi, Musk telah menggunakan X untuk mendukung partai-partai sayap kanan dan gerakan-gerakan di berbagai negara termasuk Jerman dan Inggris, sehingga menimbulkan kekhawatiran tentang campur tangan asing yang tidak semestinya.

    Sebelumnya, Kementerian Luar Negeri dan Pertahanan Jerman menyatakan akan mengambil tindakan keras kepada platform X milik Elon Musk. Mereka menyebut perkembangan di platform media sosial itu makin tak karuan.

    Musk dituduh mencampuri urusan politik Eropa, dengan intervensinya sejak September 2024, termasuk seruan agar Perdana Menteri Inggris Keir Starmer diganti.

    Musk juga melabeli Kanselir Jerman Olaf Scholz sebagai “orang bodoh yang tidak kompeten” dan mendesak pemungutan suara alternatif untuk Jerman yang beraliran sayap kanan.

    Anggota parlemen Perancis yang berhaluan tengah, Eric Bothorel, mengatakan bahwa ia telah menulis surat kepada unit kejahatan siber J3 di kantor kejaksaan Paris dengan kekhawatirannya bahwa X menggunakan algoritma yang bias, menurut laporan Franceinfo.

    “Jaksa dan asisten khusus dari unit kejahatan siber global sedang menganalisisnya dan melakukan pemeriksaan teknis awal,” kata kantor kejaksaan Paris melalui email kepada Reuters.

    “Saya mengirim surat ke kantor kejaksaan siber J3 mengenai hal ini pada 12 Januari,” tulis Bothorel di X.

    Sebagai informasi, Unit J3 dari kantor kejaksaan Paris tahun lalu memimpin penyelidikan terhadap bos Telegram Pavel Durov, yang ditangkap setelah mendarat di bandara Paris.

    Durov, yang dibebaskan dengan jaminan, membantah klaim tersebut, namun Telegram mengatakan pihaknya bekerja sama lebih erat dengan polisi untuk menghapus konten ilegal.

    Unit J3 telah menunjukkan kesediaan untuk menggunakan undang-undang baru dan agresif untuk menargetkan pemilik platform besar.

    Sebelumnya, X diblokir selama lebih dari sebulan di Brasil pada 2024 karena gagal menghentikan penyebaran informasi yang salah, sebelum akhirnya mematuhi perintah Mahkamah Agung yang mengizinkan jaringan tersebut dibangun kembali.

    Pengguna Ramai Tinggalkan X

    Pasca kemenangan Trump, X juga mengalami penurunan drastis pada basis pengguna aktifnya. Similarweb mengatakan 115.000 pengunjung web berbasis AS menonaktifkan akun X mereka pada 6 November 2024 lalu. Ini merupakan angka penurunan terbesar dalam satu hari sejak Elon Musk mengambil alih platform tersebut pada Oktober 2022.

    Banyak yang memilih beralih ke layanan pesaing X seperti Bluesky, Mastodon, hingga Threads. BlueSky merupakan aplikasi yang memiliki kaitan dengan pendiri Twitter, Jack Dorsey. Sementara Threads adalah aplikasi milik raksasa teknologi Meta, yang dari segi tampilan mirip dengan X.

    Dalam sebuah laporan, Bluesky memperkecil ketertinggalan dari Threads. Mashable menyebutkan BlueSky menambah 3,5 juta pengguna aktif harian beberapa dalam masa pemilu AS.

    Jumlah itu memperkecil ketertinggalan BlueSky menjadi hanya 1,5 kali lipat dari Threads. Basis pengguna BlueSky mengalami peningkatan signifikan selama pemilu Amerika Serikat (AS) 5 November 2024 lalu. Data Similarweb yang dikutip Financial Times menyebutkan peningkatan sejak saat itu mencapai 300%.

    Sementara itu, Mastodon mengatakan bahwa unduhan aplikasi resminya naik 47% di iOS. Sementara di Android naik 17%. Dengan demikian total pendaftaran bulanan naik sekitar 27% menjadi 90.000, dalam periode pemilu AS.

    (fab/fab)

  • Kanselir Jerman Sebut Rencana Trump Soal Ambil Alih Gaza sebagai ‘Skandal’

    Kanselir Jerman Sebut Rencana Trump Soal Ambil Alih Gaza sebagai ‘Skandal’

    Jakarta

    Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump mengungkapkan ide kontroversial untuk mengambil alih dan memiliki Jalur Gaza. Kanselir Jerman, Olaf Scholz menyebut rencana Trump tersebut sebagai ‘skandal’.

    Diketahui rencana Trump yang menyatakan AS harus mengambil alih Jalur Gaza memicu kemarahan dunia. Trump juga berencana untuk merelokasi penduduk Gaza dan mengubahnya menjadi ‘Riviera Timur Tengah’.

    Dilansir AFP, Senin (10/2/2025), Scholz, berbicara dalam debat TV pra-pemilu, menyebut rencana itu sebagai “skandal” dan mengatakan “relokasi penduduk tidak dapat diterima dan melanggar hukum internasional”.

    Sementara saingannya dalam pemilihan konservatif, Friedrich Merz mengatakan “Saya sependapat dengan penilaian ini”.

    Namun Merz menambahkan bahwa pernyataan Trump adalah “bagian dari serangkaian proposal yang datang dari pemerintah Amerika”. Menurut Merz, publik harus melihat apa sebenarnya maksud pernyataan Trump tersebut.

    “Kita harus menunggu dan melihat apa yang sebenarnya dimaksudkan dengan serius dan bagaimana hal itu akan dilaksanakan. Mungkin ada banyak retorika yang terlibat,” tutur Merz.

    Trump soal Ambil Alih Jalur Gaza

    Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump mengungkapkan ide kontroversial untuk mengambil alih dan memiliki jalur Gaza. Usulan itu ditentang keras dunia.

    Dirangkum detikcom, Minggu (9/2/2025), ide tersebut disampaikan Trump dalam konferensi pers bersama Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu di Gedung Putih. Secara mengejutkan, Trump menyatakan bahwa AS akan menguasai Jalur Gaza dan mengembangkannya secara ekonomi, setelah merelokasi warga Palestina di sana ke tempat-tempat lainnya.

    Trump mencetuskan “kepemilikan jangka panjang” oleh AS atas Jalur Gaza. Dia sesumbar menyebut AS akan meratakan Jalur Gaza dan membersihkan semua bangunan yang hancur di sana untuk menciptakan pembangunan ekonomi dan menciptakan ribuan lapangan kerja.

    Dia mengklaim hal itu akan “sangat dibanggakan” dan membawa stabilitas besar di kawasan Timur Tengah.

    Dalam pernyataan terbarunya, Trump menyebut Israel akan menyerahkan Jalur Gaza kepada AS setelah perang melawan Hamas berakhir.

    “Jalur Gaza akan diserahkan kepada Amerika Serikat oleh Israel pada akhir pertempuran,” cetus Trump dalam pernyataan terbarunya via media sosial Truth Social, seperti dilansir Al Arabiya, Jumat (7/2/2025).

    Trump, dalam pernyataannya, juga menegaskan bahwa tentara AS tidak akan diperlukan di Jalur Gaza. Penegasan ini mengklarifikasi pernyataan sebelumnya ketika dia menolak untuk mengesampingkan pengerahan pasukan militer AS ke Jalur Gaza.

    Dunia bereaksi keras atas ide kontroversial Trump. Presiden Palestina Mahmoud Abbas, seperti dilansir AFP dan Al Arabiya, menolak tegas rencana Trump dan menegaskan Palestina tidak akan melepaskan tanah, hak dan situs-situs suci mereka.

    Lihat juga Video: Ide Trump Relokasi Warga Gaza Ditolak Sana-sini

    (yld/dnu)

    Hoegeng Awards 2025

    Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu

  • Ejek Usulan Netanyahu, Pejabat Arab Saudi Sebut Israel Bisa Ditempatkan di Alaska dan Greenland

    Ejek Usulan Netanyahu, Pejabat Arab Saudi Sebut Israel Bisa Ditempatkan di Alaska dan Greenland

    PIKIRAN RAKYAT – Seorang anggota Dewan Syura Saudi yang berpengaruh, Yousef bin Trad Al-Saadoun, mengejek usulan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu untuk mendirikan negara Palestina di Arab Saudi.

    Ia malah mengusulkan agar Presiden AS Donald Trump menempatkan warga Israel di Alaska dan kemudian di Greenland setelah mencaploknya.

    Dalam surat kabar Saudi Okaz, Al-Saadoun mengkritik pendekatan Trump terhadap kebijakan Timur Tengah, dengan menyatakan bahwa keputusan yang gegabah berasal dari mengabaikan saran ahli dan mengabaikan dialog.

    Ia memperingatkan bahwa Zionis dan sekutu mereka akan gagal memanipulasi kepemimpinan Saudi melalui tekanan media dan manuver politik.

    Tak Jatuh dalam Tekanan

    Menyindir pemerintahan Trump, Al-Saadoun mengatakan bahwa kebijakan luar negeri resmi Amerika Serikat akan mengupayakan pendudukan ilegal atas tanah kedaulatan dan pembersihan etnis penduduknya, yang merupakan pendekatan Israel dan dianggap sebagai kejahatan terhadap kemanusiaan.

    “Siapa pun yang mengikuti jejak kemunculan dan kelanjutan Israel jelas menyadari bahwa rencana ini tentu saja dirumuskan dan disetujui oleh entitas Zionis, dan diserahkan kepada sekutu mereka untuk dibaca dari podium Gedung Putih,” katanya.

    “Kaum Zionis dan para pendukungnya harus menyadari betul bahwa mereka tidak akan mampu memikat para pemimpin dan pemerintah Saudi ke dalam perangkap manuver media dan tekanan politik palsu,” tulisnya.

    Dewan Syura Saudi adalah majelis konsultatif yang memberi nasihat kepada raja tentang masalah legislatif dan kebijakan tetapi tidak memiliki kewenangan legislatif. Para anggotanya ditunjuk oleh raja dan membahas undang-undang, rencana ekonomi, dan kebijakan sosial.

    Seruan Israel untuk Negara Palestina di Arab Saudi

    Pada hari Kamis, Benjamin Netanyahu mengatakan dalam sebuah wawancara dengan Channel 14 Israel bahwa Saudi dapat mendirikan negara Palestina di Arab Saudi karena mereka memiliki banyak tanah di sana.

    Pernyataan itu muncul setelah Riyadh menegaskan kembali bahwa mereka hanya akan menormalisasi hubungan dengan Israel jika ada jalur yang jelas menuju negara Palestina.

    Para pejabat Palestina dan Mesir telah mengecam saran Netanyahu untuk mendirikan negara Palestina di Arab Saudi, menyebutnya sebagai serangan terhadap kedaulatan Kerajaan.

    Kementerian Luar Negeri Palestina mengecam usulan tersebut sebagai rasis dan antiperdamaian, dan menyebutnya sebagai pelanggaran terang-terangan terhadap kedaulatan dan stabilitas Arab Saudi.

    Hussein Al-Sheikh, sekretaris jenderal Organisasi Pembebasan Palestina (PLO), mengatakan pernyataan Netanyahu mengabaikan hukum dan konvensi internasional, dan menekankan bahwa negara Palestina hanya akan berdiri di tanah Palestina.

    Mesir juga mengecam komentar tersebut sebagai tidak bertanggung jawab dan tidak dapat diterima, dan Kementerian Luar Negerinya menyatakan bahwa pernyataan Netanyahu melanggar kedaulatan Saudi dan melanggar hukum internasional serta Piagam PBB.***

    Simak update artikel pilihan lainnya dari kami di Google News

  • Saudi Balas Ejek Trump dan Netanyahu: Pindahkan Israel ke Alaska

    Saudi Balas Ejek Trump dan Netanyahu: Pindahkan Israel ke Alaska

    Jakarta, CNBC Indonesia – Anggota Dewan Syura Arab Saudi, Yousef bin Trad Al-Saadoun membalas pernyataan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu untuk memindahkan Palestina ke negara tersebut.

    Tak mau kalah, dia mengatakan sebaiknya Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump memberi tempat bagi warga Israel pindah di Alaska. Kemudian mereka bisa menuju ke Greenland setelah ‘pengambilalihan kekuasaan’.

    Pernyataan itu dia tuliskan adalah surat kabar Saudi Okaz. Dia mengkritik pendekatan presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump pada Timur Tengah.

    Menurutnya, Trump telah mengambil keputusan gegabah dengan mengabaikan saran ahli dan mengabaikan dialog.

    Kebijakan Trump, disebutnya sama dengan pendekatan Israel, yakni mengupayakan pendudukan ilegal pada tanah yang berdaulat serta pembersihan etnis penduduknya.

    “Siapapun yang mengikuti jejak kemunculan dan kelanjutan Israel menyadari rencana ini dirumuskan dan disetujui entitas Zionis dan diserahkan pada sekutu agar dibaca dalam podium Gedung Putih,” ucapnya dikutip dari Middle East Eye, Minggu (9/2/2025).

    Dia juga memastikan langkah apapun yang dibuat mereka tidak akan memikat Arab Saudi. “Kaum Zionis dan penduduknya harusnya sadar tidak akan bisa memikat para pemimpin dan pemerintah Saudi pada perangkat manuver media dan tekanan politik palsu,” jelas dia.

    Sebelumnya Netanyahu menyatakan Palestina didirikan di Arab Saudi. Dalam wawancara tersebut, dia menjelaskan alasannya karena Saudi memiliki banyak tanah di sana.

    “Saudi bisa mendirikan negara Palestina di Arab Saudi, mereka memiliki banyak tanah,” jelas Netanyahu.

    (mkh/mkh)

  • Ejek Pernyataan Netanyahu, Arab Saudi Minta Warga Israel Dipindah ke Alaska – Halaman all

    Ejek Pernyataan Netanyahu, Arab Saudi Minta Warga Israel Dipindah ke Alaska – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Salah seorang anggota Dewan Syura Arab Saudi paling berpengaruh, Yousef bin Trad Al-Saadoun mengejek pernyataan Perdana Menteri Benjamin Netanyahu.

    Diketahui sebelumnya, Benjamin Netanyahu mengusulkan pendirian negara Palestina di tanah Arab Saudi.

    Menanggapi itu, Yousef bin Trad Al-Saadoun membalas dengan mengusulkan agar Presiden AS, Donald Trump memindahkan warga Israel ke Alaska.

    Tak hanya itu, Yousef bin Trad Al-Saadoun juga mengusulkan agar warga Israel dipindahkan ke Greenland setelah Trump “mencaploknya”.

    Mengutip Middle East Eye, Al-Saadoun mengkritik pendekatan Trump terhadap kebijakan Timur Tengah, dengan alasan bahwa keputusan yang gegabah berasal dari mengabaikan saran ahli dan mengabaikan dialog.

    Dia memperingatkan bahwa “Zionis dan sekutu mereka” akan gagal memanipulasi kepemimpinan Saudi melalui tekanan media dan manuver politik.

    Menyindir pemerintahan Trump, Al-Saadoun mengatakan “kebijakan luar negeri resmi Amerika Serikat akan mengupayakan pendudukan ilegal atas tanah kedaulatan dan pembersihan etnis penduduknya, yang merupakan pendekatan Israel dan dianggap sebagai kejahatan terhadap kemanusiaan”.

    “Siapa pun yang mengikuti jejak kemunculan dan kelanjutan Israel jelas menyadari bahwa rencana ini tentu saja dirumuskan dan disetujui oleh entitas Zionis, dan diserahkan kepada sekutu mereka untuk dibacakan dari podium Gedung Putih,” kata Al-Saadoun.

    “Kaum Zionis dan para pendukungnya mesti menyadari betul bahwa mereka tidak akan mampu memikat para pemimpin dan pemerintah Saudi ke dalam perangkap manuver media dan tekanan politik palsu,” lanjutnya.

    Dewan Syura Saudi adalah majelis konsultatif yang memberi nasihat kepada raja tentang masalah legislatif dan kebijakan, tetapi tidak memiliki kewenangan legislatif.

    Anggotanya ditunjuk oleh raja dan membahas undang-undang, rencana ekonomi, dan kebijakan sosial.

    Sebelumnya, Netanyahu sambil bercanda mengatakan bahwa Saudi bisa mendirikan negara Palestina di Arab Saudi.

    Karena, lanjut Netanyahu, di Arab Saudi memiliki banyak tanah.

    Pernyataan itu muncul setelah Riyadh menegaskan kembali bahwa pihaknya hanya akan menormalisasi hubungan dengan Israel jika ada jalan yang jelas menuju negara Palestina. 

    Dikutip dari Reuters, Mesir dan Yordania juga mengecam Israel terkait pernyataan tersebut.

    Bahkan, Mesir menganggap gagasan tersebut sebagai “pelanggaran langsung terhadap kedaulatan Saudi”.

    Saudi mengatakan pihaknya menghargai penolakan negara-negara “persaudaraan” terhadap pernyataan Netanyahu.

    “Pola pikir ekstremis pendudukan ini tidak memahami apa arti wilayah Palestina bagi saudara-saudara Palestina dan hubungan sadar, historis, dan hukumnya dengan tanah itu,” katanya

    Diskusi tentang nasib warga Palestina di Gaza telah berubah drastis akibat usulan mengejutkan dari Presiden AS, Donald Trump tentang “mengambil alih Jalur Gaza” dari Israel.

    Trump mengatakan pada saat itu, ia akan menciptakan “Riviera Timur Tengah” setelah menempatkan warga Palestina di tempat lain.

    Negara-negara Arab secara terbuka mengutuk komentar Trump, yang muncul selama gencatan senjata di Gaza.

    Pembebasan Sandera

    Hamas telah menyerahkan tiga sandera Israel pada Sabtu (8/2/2025) kemarin.

    Sementara Israel mulai membebaskan puluhan warga Palestina dalam tahap terakhir gencatan senjata.

    Dalam pembebasan tersebut, tampak ketiga sandera Israel berpenampilan kurus kering.

    Ohad Ben Ami dan Eli Sharabi, yang disandera dari Kibbutz Be’eri selama serangan yang dipimpin Hamas di Israel selatan pada 7 Oktober 2023, dan Or Levy, yang diculik hari itu dari festival musik Nova, dibawa ke podium Hamas oleh orang-orang bersenjata.

    Ketiga pria itu tampak kurus, lemah dan pucat, dalam kondisi yang lebih buruk daripada 18 sandera lainnya yang telah dibebaskan.

    “Dia tampak seperti tengkorak, sungguh mengerikan melihatnya,” kata ibu mertua Ohad Ben Ami, Michal Cohen, kepada Channel 13 News.

    Dikutip dari Reuters, Hamas kembali memamerkan para pejuangnya selama pembebasan para sandera dengan mengerahkan puluhan militannya di Gaza tengah.

    Para sandera kemudian dibawa dengan mobil Komite Palang Merah Internasional (ICRC) ke pasukan Israel.

    Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mengatakan pemandangan para sandera yang lemah itu mengejutkan dan akan ditangani.

    Sementara itu, Presiden Israel Isaac Herzog menggambarkan upacara pembebasan itu sebagai sesuatu yang sinis dan kejam.

    “Inilah gambaran kejahatan terhadap kemanusiaan,” katanya.

    Forum Keluarga Sandera mengatakan gambar para sandera mengingatkan pada gambar para penyintas kamp konsentrasi Nazi selama Holocaust.

    “Kita harus mengeluarkan semua sandera dari neraka,” katanya.

    Di sisi lain, Israel membebaskan 183 tahanan Palestina, beberapa di antaranya dihukum karena terlibat dalam serangan yang menewaskan puluhan orang, serta 111 orang yang ditahan di Gaza selama perang.

    Kerumunan massa yang bersorak menyambut bus-bus saat mereka tiba di Gaza, memeluk para tahanan yang dibebaskan, beberapa dari mereka menangis kegirangan dan merobek gelang yang diberikan penjara dari pergelangan tangan mereka.

    Layanan medis Bulan Sabit Merah Palestina mengatakan enam dari 42 tahanan yang dibebaskan di Tepi Barat dalam kondisi kesehatan yang buruk dan dibawa ke rumah sakit.

    Beberapa tahanan mengeluhkan perlakuan buruk.

    “Pendudukan telah mempermalukan kami selama lebih dari setahun,” kata seorang tahanan bernama Eyad Abu Shkaidem. (*)

  • Trump Telepon Putin, Ungkap Pembicaraan Ingin Perang Rusia-Ukraina Berakhir

    Trump Telepon Putin, Ungkap Pembicaraan Ingin Perang Rusia-Ukraina Berakhir

    Jakarta

    Presiden AS Donald Trump mengaku telah menelpon Presiden Rusia Vladimir Putin. Keduanya membahas terkait diakhirinya perang di Ukraina.

    Hal itu disampaikan Trump dalam sebuah wawancara di atas Air Force One pada Jumat (7/2). Trump mengatakan dia “lebih baik tidak mengatakannya,” ketika ditanya berapa kali kedua pemimpin tersebut telah berbicara.

    “Dia (Putin) ingin melihat orang-orang berhenti sekarat,” kata Trump kepada New York Post seperti dilansir Reuters, Minggu (9/2/2025),

    Trump mengatakan bahwa ia mungkin akan bertemu dengan Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskiy minggu depan untuk membahas berakhirnya perang.

    Trump mengatakan bahwa ia “selalu memiliki hubungan yang baik dengan Putin”. Trump memiliki rencana konkret untuk mengakhiri perang. Namun ia tidak mengungkapkan rincian lebih lanjut.

    “Saya harap ini cepat,” kata Trump.

    “Setiap hari orang-orang meninggal. Perang ini sangat buruk di Ukraina. Saya ingin mengakhiri hal terkutuk ini,” tambahnya.

    Sementara itu Kremlin dan Gedung Putih tidak segera menanggapi permintaan Reuters untuk memberikan komentar di luar jam kerja.

    Sebelumnya pada akhir Januari, Juru Bicara Rusia, Dmitry Peskov, mengatakan Putin siap untuk melakukan panggilan telepon dengan Trump. Moskow mengatakan menunggu kabar dari Washington bahwa mereka juga siap.

    Perang yang dimulai dengan invasi besar-besaran Rusia ke Ukraina itu akan menandai ulang tahunnya yang ketiga pada tanggal 24 Februari. Ribuan orang, sebagian besar dari mereka adalah warga Ukraina, telah tewas selama konflik tersebut.

    (yld/idn)

    Hoegeng Awards 2025

    Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu

  • VIDEO Trump Ingin Rangkul Kim Jong-un, Media Korea Utara: Nuklir Kami untuk Perang Bukan Negosiasi – Halaman all

    VIDEO Trump Ingin Rangkul Kim Jong-un, Media Korea Utara: Nuklir Kami untuk Perang Bukan Negosiasi – Halaman all

    Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump menyatakan keinginan untuk membangun kembali hubungan dengan Pemimpin Tertinggi Korea Utara, Kim Jong-un.

    Tayang: Minggu, 9 Februari 2025 14:46 WIB

    TRIBUNNEWS.COM – Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump menyatakan keinginan untuk membangun kembali hubungan dengan Pemimpin Tertinggi Korea Utara, Kim Jong-un.

    Menurutnya, diplomasi antara Washington dan Pyongyang adalah kunci stabilitas dunia.

    Dalam konferensi pers di Gedung Putih pada Jumat (7/2/2025), Trump mengaku sangat akrab dengan Kim.

    Saat ia terpilih menjadi Presiden AS pada 2016, hubungan antara Washington dan Pyongyang disebut membaik.

    “Kita akan memiliki hubungan dengan Korea Utara dan Kim Jong-un,” kata Trump.

     

    (*)

    Berita selengkapnya simak video di atas.

    “);
    $(“#latestul”).append(“”);
    $(“.loading”).show();
    var newlast = getLast;
    $.getJSON(“https://api.tribunnews.com/ajax/latest_section/?callback=?”, {start: newlast,section:’15’,img:’thumb2′}, function(data) {
    $.each(data.posts, function(key, val) {
    if(val.title){
    newlast = newlast + 1;
    if(val.video) {
    var vthumb = “”;
    var vtitle = ” “;
    }
    else
    {
    var vthumb = “”;
    var vtitle = “”;
    }
    if(val.thumb) {
    var img = “”+vthumb+””;
    var milatest = “mr140”;
    }
    else {
    var img = “”;
    var milatest = “”;
    }
    if(val.subtitle) subtitle = “”+val.subtitle+””;
    else subtitle=””;
    if(val.c_url) cat = “”+val.c_title+””;
    else cat=””;

    $(“#latestul”).append(“”+img+””);
    }
    else{
    $(“#latestul”).append(‘Tampilkan lainnya’);
    $(“#test3”).val(“Done”);
    return false;
    }
    });
    $(“.loading”).remove();
    });
    }
    else if (getLast > 150) {
    if ($(“#ltldmr”).length == 0){
    $(“#latestul”).append(‘Tampilkan lainnya’);
    }
    }
    }
    });
    });

    function loadmore(){
    if ($(“#ltldmr”).length > 0) $(“#ltldmr”).remove();
    var getLast = parseInt($(“#latestul > li:last-child”).attr(“data-sort”));
    $(“#latestul”).append(“”);
    $(“.loading”).show();
    var newlast = getLast ;
    if($(“#test3”).val() == ‘Done’){
    newlast=0;
    $.getJSON(“https://api.tribunnews.com/ajax/latest”, function(data) {
    $.each(data.posts, function(key, val) {
    if(val.title){
    newlast = newlast + 1;
    if(val.video) {
    var vthumb = “”;
    var vtitle = ” “;
    }
    else
    {
    var vthumb = “”;
    var vtitle = “”;
    }
    if(val.thumb) {
    var img = “”+vthumb+””;
    var milatest = “mr140”;
    }
    else {
    var img = “”;
    var milatest = “”;
    }
    if(val.subtitle) subtitle = “”+val.subtitle+””;
    else subtitle=””;
    if(val.c_url) cat = “”+val.c_title+””;
    else cat=””;
    $(“#latestul”).append(“”+img+””);
    }else{
    return false;
    }
    });
    $(“.loading”).remove();
    });
    }
    else{
    $.getJSON(“https://api.tribunnews.com/ajax/latest_section/?callback=?”, {start: newlast,section:sectionid,img:’thumb2′,total:’40’}, function(data) {
    $.each(data.posts, function(key, val) {
    if(val.title){
    newlast = newlast+1;
    if(val.video) {
    var vthumb = “”;
    var vtitle = ” “;
    }
    else
    {
    var vthumb = “”;
    var vtitle = “”;
    }
    if(val.thumb) {
    var img = “”+vthumb+””;
    var milatest = “mr140”;
    }
    else {
    var img = “”;
    var milatest = “”;
    }
    if(val.subtitle) subtitle = “”+val.subtitle+””;
    else subtitle=””;

    $(“#latestul”).append(“”+img+””);
    }else{
    return false;
    }
    });
    $(“.loading”).remove();
    });
    }
    }

    Berita Terkini

  • Dunia Menentang Ide Kontroversial Trump Ambil Alih Gaza

    Dunia Menentang Ide Kontroversial Trump Ambil Alih Gaza

    Jakarta

    Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump mengungkapkan ide kontroversial untuk mengambil alih dan memiliki jalur Gaza. Usulan itu ditentang keras dunia.

    Dirangkum detikcom, Minggu (9/2/2025), ide tersebut disampaikan Trump dalam konferensi pers bersama Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu di Gedung Putih. Secara mengejutkan, Trump menyatakan bahwa AS akan menguasai Jalur Gaza dan mengembangkannya secara ekonomi, setelah merelokasi warga Palestina di sana ke tempat-tempat lainnya.

    Trump mencetuskan “kepemilikan jangka panjang” oleh AS atas Jalur Gaza. Dia sesumbar menyebut AS akan meratakan Jalur Gaza dan membersihkan semua bangunan yang hancur di sana untuk menciptakan pembangunan ekonomi dan menciptakan ribuan lapangan kerja.

    Dia mengklaim hal itu akan “sangat dibanggakan” dan membawa stabilitas besar di kawasan Timur Tengah.

    Dalam pernyataan terbarunya, Trump menyebut Israel akan menyerahkan Jalur Gaza kepada AS setelah perang melawan Hamas berakhir.

    “Jalur Gaza akan diserahkan kepada Amerika Serikat oleh Israel pada akhir pertempuran,” cetus Trump dalam pernyataan terbarunya via media sosial Truth Social, seperti dilansir Al Arabiya, Jumat (7/2/2025).

    Trump, dalam pernyataannya, juga menegaskan bahwa tentara AS tidak akan diperlukan di Jalur Gaza. Penegasan ini mengklarifikasi pernyataan sebelumnya ketika dia menolak untuk mengesampingkan pengerahan pasukan militer AS ke Jalur Gaza.

    Dunia bereaksi keras atas ide kontroversial Trump. Presiden Palestina Mahmoud Abbas, seperti dilansir AFP dan Al Arabiya, menolak tegas rencana Trump dan menegaskan Palestina tidak akan melepaskan tanah, hak dan situs-situs suci mereka.

    Ditegaskan juga Abbas bahwa Jalur Gaza merupakan bagian integral dari tanah negara Palestina, bersama dengan Tepi Barat dan Yerusalem Timur.

    Penolakan juga disampaikan oleh Hamas, dengan salah satu pejabat seniornya, Sami Abu Zuhri, mengecam rencana Trump itu sebagai upaya mengusir warga Palestina dari tanah air mereka.

    “Kami menganggapnya sebagai resep untuk menimbulkan kekacauan dan ketegangan di kawasan karena masyarakat Gaza tidak akan membiarkan rencana seperti itu terjadi,” sebutnya.

    Tak hanya Palestina dan Hamas, Arab Saudi juga tegas menolak upaya apa pun untuk mengusir warga Palestina dari tanah mereka. Ditegaskan oleh Riyadh bahwa posisinya dalam mendukung Palestina tidak dapat dinegosiasikan.

    Sementara, Menteri Luar Negeri (Menlu) Mesir Badr Abdelatty menyerukan rekonstruksi cepat Jalur Gaza tanpa harus mengusir warga Palestina dari wilayah tersebut, setelah Trump melontarkan usulan mengejutkan tersebut.

    Dalam percakapan dengan Perdana Menteri (PM) Palestina Mohammed Mustafa di Kairo, Abdelatty menekankan “pentingnya melanjutkan proyek pemulihan dini… dengan laju yang dipercepat… tanpa warga Palestina meninggalkan Jalur Gaza, terutama dengan komitmen mereka terhadap tanah mereka dan penolakan untuk meninggalkannya”.

    Senada, Raja Yordania Abdullah II menolak “upaya apa pun” untuk mengambil alih wilayah Palestina dan mengusir warganya. Seperti diketahui, Trump kerap mengusulkan supaya warga Gaza direlokasi sejumlah negara seperti Mesir dan Yodarnia.

    Dalam pertemuan dengan Abbas, Raja Abdullah II mendesak upaya “untuk menghentikan kegiatan permukiman dan menolak setiap upaya untuk mencaplok tanah dan menggusur warga Palestina di Gaza dan Tepi Barat, menekankan perlunya menempatkan warga Palestina di tanah mereka”.

    Negara-negara lainnya yang menentang ide kontroversial Trump antara lain Uni Emirat Arab, Turki, Indonesia, Malaysia. Kemudian Inggris, Prancis, Jerman, Liga Arab, China, Rusia, dan Brasil.

    (taa/knv)

    Hoegeng Awards 2025

    Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu

  • Sanksi Trump ke ICC Serangan Serius Atas Supremasi Hukum

    Sanksi Trump ke ICC Serangan Serius Atas Supremasi Hukum

    Jakarta

    Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump menjatuhkan sanksi kepada Mahkamah Pidana Internasional (ICC) karena melakukan penyelidikan menargetkan AS dan sekutu dekatnya, Israel. Sanksi yang dijatuhkan Trump tersebut dianggap serangan serius atas supremasi hukum.

    Dilansir AFP, Jumat (7/2), sanksi ini resmi dijatuhkan Trumpa setelah menandatangani perintah eksekutif yang menyebut ICC “menyalahgunakan kekuasaannya” dengan mengeluarkan surat perintah penangkapan terhadap Perdana Menteri (PM) Israel Benjamin Netanyahu, yang berkunjung ke Gedung Putih pada Selasa (4/2).

    Perintah eksekutif Trump yang diumumkan Gedung Putih itu juga menyebut ICC terlibat dalam “tindakan tidak sah dan tidak berdasar yang menargetkan Amerika dan sekutu dekat kami, Israel”. Hal ini tampaknya merujuk pada penyelidikan ICC atas dugaan kejahatan perang oleh personel militer AS di Afghanistan dan pasukan Israel di Jalur Gaza.

    Dalam penjatuhan sanksi, Trump memerintahkan pembekuan aset-aset dan larangan perjalanan terhadap para pejabat ICC, para pegawainya dan anggota keluarga mereka, ke AS. Sanksi itu juga berlaku untuk siapa pun yang dianggap membantu penyelidikan ICC terhadap AS dan Israel.

    Langkah Trump menjatuhkan sanksi untuk ICC itu menjadi bentuk dukungan setelah Netanyahu berkunjung ke Gedung Putih, yang diwarnai pengumuman mengejutkan soal rencana AS mengambil alih Jalur Gaza setelah merelokasi warganya ke negara-negara lainnya di Timur Tengah.

    79 Negara Kecam Trump

    Foto: Donald Trump (Getty Images via AFP/CHIP SOMODEVILLA)

    Sanksi yang dijatuhkan Trump kepada ICC ternyata mendapat kecaman keras dari sejumlah negara yang merupakan bagian dari ICC. Total ada 79 negara yang mengutuk keras tindakan Trump.

    Dalam pernyataan bersama, seperti dilansir AFP, Jumat (7/2/2025), pemberian sanksi kepada ICC meningkatkan risiko impunitas untuk kejahatan serius.

    Pernyataan bersama tersebut dipimpin oleh Slovenia, Luksemburg, Meksiko, Sierra Leone, dan Vanuatu.

    Pihak-pihak di ICC juga mengungkap kekhawatiran keputusan tersebut akan mengikis aturan hukum internasional.

    “Langkah-langkah tersebut meningkatkan risiko impunitas untuk kejahatan paling serius dan mengancam akan mengikis aturan hukum internasional, yang sangat penting untuk mempromosikan ketertiban dan keamanan global,” kata pernyataan bersama tersebut, yang dipimpin oleh Slovenia, Luksemburg, Meksiko, Sierra Leone, dan Vanuatu.

    Sanksi Trump Serangan Serius Atas Supremasi Hukum

    Foto: Donald Trump (Getty Images via AFP/CHIP SOMODEVILLA)

    Presiden Mahkamah Pidana Internasional (ICC) Tomoko Akane mengecam sanksi Amerika Serikat (AS) yang diumumkan terhadap lembaganya. Tomoko menggambarkannya sebagai serangan serius terhadap tatanan hukum global.

    Perintah Presiden AS Donald Trump terhadap mahkamah tersebut adalah “serangan terbaru dalam serangkaian serangan yang belum pernah terjadi sebelumnya dan meningkat yang bertujuan untuk melemahkan kemampuan Mahkamag untuk menegakkan keadilan”, kata Tomoko Akane dalam sebuah pernyataan dilansir AFP, Sabtu (8/2/2025).

    “Ancaman dan tindakan koersif seperti itu merupakan serangan serius terhadap Negara-Negara Pihak Mahkamah, tatanan internasional berdasarkan supremasi hukum dan jutaan korban,” tambahnya.

    Akane pun tegas menolak upaya Trump memengaruhi independensi ICC. “Kami dengan tegas menolak segala upaya untuk memengaruhi independensi dan imparsialitas Mahkamah atau mempolitisasi fungsi peradilan kami,” imbuh Akane.

    Ia mengatakan bahwa telah mencatat dengan “penyesalan yang mendalam” perintah Trump dan menekankan bahwa ICC “sangat diperlukan” mengingat kekejaman yang terjadi di seluruh dunia.

    Halaman 2 dari 3

    (maa/maa)

    Hoegeng Awards 2025

    Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu

  • 40.000 PNS AS Terima Tawaran Trump untuk Pensiun Dini

    40.000 PNS AS Terima Tawaran Trump untuk Pensiun Dini

    Jakarta

    Sebanyak 40.000 pegawai pemerintah alias PNS AS menerima tawaran untuk pensiun dini. Pemerintahan Trump akan memberikan pesangon dan gaji hingga September 2025.

    “Sejauh ini, lebih dari 1% dari tenaga kerja tersebut telah memilih untuk ikut serta yang berarti sekitar 20.000 hingga 40.000 pegawai federal,” tulis keterangan media AS, dikutip dari BBC, Sabtu (8/2/2025).

    Pekan lalu, Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump telah menawarkan 2 juta pekerja federal alias ‘PNS’ di AS untuk pensiun dini. Kebijakan ini dilakukan sebagai upaya besar untuk merampingkan dan mereformasi birokrasi pemerintahan di AS.

    Serikat pekerja yang mewakili pegawai pemerintah AS telah mengajukan gugatan untuk membatalkan rencana arahan pensiun dini massal itu.

    “Kami tidak akan tinggal diam dan membiarkan anggota kami menjadi korban penipuan ini,” kata Presiden Federasi Pegawai Pemerintah Amerika (AFGE) Everett Kelley dalam sebuah pernyataan.

    Badan Intelijen Pusat (CIA) menjadi badan keamanan nasional pertama yang memberikan tawaran kepada stafnya. Badan itu mengumumkan kepada seluruh tenaga kerjanya bahwa mereka dapat berhenti dan menerima gaji dan tunjangan sekitar delapan bulan.

    Sebagai informasi, pengumuman Trump menawarkan pensiun dini bagi PNS AS disampaikan pada akhir Januari 2025. Seorang pejabat senior mengatakan tawaran pengunduran diri besar-besaran tersebut dapat menghemat anggaran pemerintah hingga US$ 100 miliar atau Rp 1.627 triliun (kurs Rp 16.271).

    “Jika mereka tidak ingin bekerja lagi di kantor dan berkontribusi untuk Amerika, maka mereka bebas memilih pekerjaan lain dan pemerintahan Trump akan memberikan bayaran yang sangat besar selama 8 bulan,” kata Sekretaris Pers Gedung Putih Karoline Leavitt dikutip dari NBC News, Jumat (31/1).

    Semua pegawai federal dengan status purnawaktu atau full time memenuhi syarat untuk mengikuti program ini, kecuali untuk anggota militer, karyawan layanan pos AS, posisi yang terkait dengan penegakan imigrasi dan keamanan nasional, serta pekerjaan lain yang dikecualikan oleh lembaga.

    (ada/fdl)