Tempat Fasum: Gedung Putih

  • Trump Tolak Warga Palestina yang Mengungsi Kembali ke Jalur Gaza

    Trump Tolak Warga Palestina yang Mengungsi Kembali ke Jalur Gaza

    JAKARTA – Presiden Amerika Serikat Donald Trump menegaskan warga Palestina yang meninggalkan Jalur Gaza dalam rencana kontroversialnya tidak akan diizinkan kembali.

    “Kami akan membangun komunitas yang aman, sedikit jauh dari tempat mereka sekarang, dari semua bahaya ini. Sementara itu, saya akan memiliki ini. Anggap saja sebagai proyek pengembangan real estat untuk masa depan, ini akan menjadi lahan yang indah,” kata Trump dalam wawancara dengan Fox News yang ditayangkan pada Senin (10/2) dilansir ANTARA dari Anadolu.

    Ketika pewawancara menanyakan secara langsung apakah warga Palestina akan “memiliki hak untuk kembali,” Trump dengan tegas menjawab, “Tidak, mereka tidak akan, karena mereka akan mendapatkan perumahan yang jauh lebih baik.”

    “Dengan kata lain, saya berbicara tentang membangun tempat tinggal permanen bagi mereka, karena jika mereka harus kembali sekarang, butuh bertahun-tahun sebelum bisa dihuni kembali,” kata Trump.

    “Saya berbicara tentang memulai pembangunan, dan saya pikir saya bisa membuat kesepakatan dengan Yordania, saya pikir saya bisa membuat kesepakatan dengan Mesir, Anda tahu, kami memberi mereka miliaran dolar setiap tahun,” katanya menambahkan.

    Trump mengumumkan proposalnya di tengah gencatan senjata yang menghentikan 15 bulan perang genosida Israel di Gaza.

    Rencananya mengambil alih Gaza telah mendapat penolakan luas di tingkat internasional, tetapi Trump bersikeras akan mewujudkannya.

    Dia berulang kali mengeklaim bahwa dia bisa memaksa Mesir dan Yordania untuk menampung pengungsi Palestina, klaim yang secara terbuka dibantah oleh kedua negara itu maupun oleh rakyat Palestina.

    Raja Yordania Abdullah II dijadwalkan mengunjungi Gedung Putih pekan ini.

    Rencana Trump memiliki kesamaan dengan proposal yang sebelumnya diajukan oleh menantunya, Jared Kushner, pada Maret 2024. Saat itu, mantan penasihat Trump itu menyebut properti di pesisir Gaza sebagai aset bernilai tinggi.

    “Properti di tepi laut Gaza bisa sangat berharga jika orang-orang fokus membangun mata pencaharian,” kata Kushner dalam wawancara di Universitas Harvard.

    “Situasi di sana memang agak menyedihkan, tetapi dari perspektif Israel, saya akan berusaha memindahkan penduduknya dan kemudian merapikannya.”

    Perang genosida Israel di Gaza telah menghancurkan wilayah tersebut, dengan setengah dari rumah-rumah hancur atau rusak, serta hampir 2 juta orang mengungsi dalam kondisi minim fasilitas sanitasi, pasokan medis, makanan, dan air bersih. Lebih dari 47.000 orang telah tewas.

    Pada November lalu, Mahkamah Pidana Internasional (ICC) mengeluarkan surat perintah penangkapan terhadap Pemimpin Otoritas Israel Benjamin Netanyahu dan mantan otoritas pertahanan Yoav Gallant atas tuduhan kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan di Gaza.

    Selain itu, Israel juga menghadapi gugatan genosida di Mahkamah Internasional (ICJ).

  • Penyebab Gencatan Senjata di Gaza Kian Rapuh: Trump Makin Bikin Gaduh Saat Hamas dan Israel Gusar – Halaman all

    Penyebab Gencatan Senjata di Gaza Kian Rapuh: Trump Makin Bikin Gaduh Saat Hamas dan Israel Gusar – Halaman all

    Penyebab Gencatan Senjata di Gaza Kian Rapuh: Trump Makin Bikin Gaduh Saat Hamas dan Israel Gusar

    TRIBUNNEWS.COM – Gerakan pembebasan Palestina, Hamas, mengumumkan penundaan pembebasan berikutnya sandera Israel yang dijadwalkan berlansung pada Sabtu (15/2/2025) pekan ini.

    Penundaan ini membuat gencatan senjata sementara yang terjadi makin rapuh. Terlebih, komentar-komentar terbuka Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump justru makin meriuhkan tensi saat Israel dan Hamas tengah gusar menanti langkah-langkah berikutnya.

    Pengumuman Hamas ini dilakukan Senin (10/2/2025), hanya beberapa hari sebelum jadwal pembebasan kelompok sandera berikutnya.

    Juru bicara Brigade Al-Qassam, Abu Obaida, dalam salah satu pernyataan resminya yang dirilis di Telegram kelompok tersebut, menyebut penundaan dilakukan karena Israel melakukan sejumlah pelanggaran mencolok dalam gencatan senjata.

    Dia menyatakan pengumumannya sebagai “peringatan” bagi Israel dan mengatakan kalau mereka memberi mediator perundingan “cukup waktu untuk menekan pendudukan (Israel) agar memenuhi kewajibannya (dalam gencatan senjata) “.

    Dikatakannya “pintu tetap terbuka” untuk rilis (pembebasan sandera Israel) terjadwal berikutnya yang akan dilaksanakan pada hari Sabtu.

    Kelompok perlawanan Palestina tersebut tampaknya memberi waktu agar kebuntuan itu terselesaikan.

    NETANYAHU DAN TRUMP – Foto ini diambil pada Senin (10/2/2025) dari publikasi resmi Netanyahu pada Rabu (5/2/2025), memperlihatkan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu (kiri) berbicara dengan sekutunya, Presiden Amerika Serikat Donald Trump (kanan), di Gedung Putih. (Instagram/b.netanyahu)

    Hamas Gusar, Donald Trump yang Malah Bikin Makin Gaduh

    Tapi apa sebenarnya kebuntuannya?

    Kegusaran Hamas ini tergambar dari serangkaian keluhan yang mereka suarakan soal pelanggaran gencatan senjata oleh Israel.

    Pelanggaran itu, mulai dari menunda pemulangan warga terlantar, terus menembaki mereka, dan tidak mengizinkan masuknya jenis bantuan kemanusiaan tertentu.

    BBC melansir, pejabat lain Palestina yang tidak terkait dengan Hamas (dari Otoritas Palestina/PA) telah menyatakan ada keengganan Israel untuk mengizinkan karavan memasuki Gaza untuk menampung sejumlah besar warga Palestina yang rumahnya telah dihancurkan.

    “Pada saat pemerintah Israel secara terbuka membahas cara untuk mendorong warga sipil meninggalkan Gaza, kegagalan memberikan izin untuk akomodasi sementara yang sangat dibutuhkan pasti akan memicu ketakutan warga Palestina akan pengusiran,” tulis BBC, dikutip Selasa (11/2/2025).

    KEMBALI PULANG – Ratusan ribu warga Gaza yang terusir dan mengungsi karena agresi militer Israel. Mereka kembali ke rumah-rumah mereka ke wilayah Gaza Utara, Senin (27/1/2025). (RNTV/TangkapLayar)

    Ketakutan diperburuk, hampir setiap hari, oleh Donald Trump yang justru makin membuat gaduh suasana dan mempertinggi tensi konflik.

    Apa yang awalnya merupakan ‘usulan’ spontan kalau sebagian besar warga Palestina harus pergi sementara Jalur Gaza dibangun kembali telah berubah menjadi ‘tuntutan’ sang presiden bahwa semua orang harus pergi dan bahwa AS harus mengambil alih dan memerintah Gaza.

    “Saat Trump terus menegaskan usulannya yang provokatif, Hamas mungkin bertanya-tanya apakah ada gunanya terlibat dalam tahap kedua perundingan gencatan senjata. Untuk apa sebenarnya perundingan itu?” ulas BBC.

    Jika Trump serius, Palestina tahu bahwa Israel harus memastikan Gaza bebas dari warga sipil.

    Merampas tempat tinggal mereka tidak akan cukup hanya lewat retorika dan diplomasi. Hampir pasti akan Israel melaksanakan ekskusi lewat kekuatan militer.

    Kini Trump telah mengatakan bahwa jika semua sandera yang ditawan di Gaza tidak dikembalikan pada hari Sabtu, ia akan mengusulkan pembatalan gencatan senjata dan “neraka” akan terjadi.

    Namun ia mengatakan bahwa ia berbicara atas nama dirinya sendiri dan “Israel dapat mengesampingkannya”.

    SANDERA ISRAEL DIBEBASKAN – Foto ini diambil pada Minggu (9/2/2025) dari publikasi resmi Brigade Al-Qassam (sayap militer Hamas) pada Sabtu (8/2/2025), memperlihatkan tiga sandera Israel (kiri-kanan); Ohad Ben Ami, Eli Sharabi, Or Levy, berdiri dengan masing-masing diapit oleh dua anggota Brigade Al-Qassam selama pertukaran tahanan ke-5 pada Sabtu (8/2/2025) sebagai bagian dari implementasi perjanjian gencatan senjata Israel-Hamas di Jalur Gaza, dengan imbalan 183 tahanan Palestina. (Telegram Brigade Al-Qassam)

    Keluarga Sandera: Trump Lebih Baik Diam 

    Menghadapi kemungkinan dimulainya kembali perang, Hamas mungkin bertanya-tanya apa insentifnya untuk membebaskan sandera Israel yang tersisa.

    Bagi keluarga dan teman para sandera Israel, kebuntuan saat ini dan campur tangan Trump yang gaduh adalah penyebab kecemasan baru.

    “Setiap pernyataan atau pengumuman ini tentu saja membuat Hamas semakin keras kepala,” kata Dudi Zalmanovich kepada BBC. Keponakan istrinya, Omer Shem Tov, masih ditahan oleh Hamas.

    “Saya lebih suka jika dia bersikap kurang proaktif (diam),” kata Zalmanovich tentang Trump.

    Kegusaran Israel, Sandera yang Kurus 

    Israel mempunyai kecurigaan tersendiri mengenai alasan di balik ancaman penundaan Hamas.

    Tontonan para sandera kurus kering yang dibebaskan pada akhir pekan telah memunculkan kekhawatiran bahwa Hamas mungkin tidak ingin dunia melihat orang lain dalam kondisi yang lebih buruk.

    Selain tayangan di televisi yang memperlihatkan para pejuang Hamas bersenjata lengkap berparade di siang bolong, dan peringatan dari mantan Menteri Luar Negeri AS, Antony Blinken, bahwa kelompok tersebut telah merekrut tentara sebanyak jumlah yang hilang selama perang, tidak semua warga Israel yakin bahwa gencatan senjata dapat – atau bahkan seharusnya – dipertahankan.

    Masih terlalu dini untuk mengatakan apakah proses yang dinegosiasikan secara hati-hati dan bertahap ini akan segera runtuh – seperti yang telah diprediksi banyak orang – tetapi setelah permulaan yang sebagian besar positif, proses ini berada di bawah tekanan yang semakin meningkat.

    Dengan kata lain, gencatan senjata yang sedang terjadi secara sementara, makin rapuh yang diperburuk oleh Trump yang tampaknya hobi membuat gaduh.

     

     

    (oln/bbc/*)

  • Trump Sebut Gaza Lokasi Real Estate, Warga Palestina Tak Berhak Kembali    
        Trump Sebut Gaza Lokasi Real Estate, Warga Palestina Tak Berhak Kembali

    Trump Sebut Gaza Lokasi Real Estate, Warga Palestina Tak Berhak Kembali Trump Sebut Gaza Lokasi Real Estate, Warga Palestina Tak Berhak Kembali

    Washington DC

    Tak habis-habis kontroversi yang dipicu Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump. Kali ini, Trump menyebut Jalur Gaza sebagai lokasi “pengembangan real estate untuk masa depan”, dan menegaskan warga Palestina tidak memiliki hak untuk kembali berdasarkan rencana pengambilalihan yang dilakukan AS.

    Trump menambahkan bahwa dirinya akan membangun “komunitas yang indah” untuk warga Palestina yang direlokasi dari Jalur Gaza.

    Pernyataan kontroversial terbaru itu, seperti dilansir AFP dan Al Arabiya, Selasa (11/2/2025), disampaikan Trump dalam wawancara dengan jurnalis Bret Baier dari Fox News Channel.

    Dalam wawancara tersebut, Trump kembali menegaskan bahwa “Saya akan memilikinya” yang merujuk pada Jalur Gaza, yang ditinggali oleh lebih dari dua juta warga Palestina yang kini dilanda perang. Dia juga menyebut ada enam lokasi berbeda bagi warga Palestina untuk tinggal di luar Jalur Gaza.

    Rencana relokasi warga Gaza dan rencana AS mengambil alih Gaza itu menuai penolakan dunia, terutama negara-negara Arab.

    Ketika ditanya apakah warga Palestina memiliki hak untuk kembali ke Jalur Gaza yang hancur akibat perang, Trump menjawab dengan tegas: “Tidak, mereka tidak akan melakukannya, karena mereka akan memiliki perumahan yang jauh lebih baik.”

    “Dengan kata lain, saya sedang membahas soal membangun tempat permanen untuk mereka karena jika mereka harus kembali sekarang, maka akan memakan waktu bertahun-tahun sebelum Anda bisa melakukannya — tempat itu tidak layak huni,” kata Trump.

    Trump pertama kali mengungkapkan rencana kontroversial dan mengejutkan itu dalam konferensi pers bersama dengan Perdana Menteri (PM) Israel Benjamin Netanyahu yang sedang berkunjung ke Gedung Putih pada Selasa (4/2) pekan lalu. Rencana itu memicu kemarahan warga Palestina dan ditolak dunia.

    Namun Trump terus menegaskan tuntutannya agar warga Palestina dipindahkan dari Jalur Gaza, yang hancur akibat perang Israel-Hamas, dan agar Mesir juga Yordania menampung warga Gaza yang direlokasi.

    Dalam wawancara dengan Fox News Channel, Trump mengatakan dirinya akan membangun “komunitas yang indah” untuk lebih dari dua juta warga Palestina yang tinggal di Jalur Gaza.

    “Bisa ada lima, enam lokasi, bisa juga dua lokasi. Tapi kita akan membangun komunitas yang aman, agak jauh dari tempat mereka berada, tempat semua bahaya berada,” sebut Trump dalam pernyataannya.

    “Sementara itu, saya akan memiliki ini. Anggap saja sebagai pengembangan real estate untuk masa depan, Itu akan menjadi sebidang tanah yang indah. Tidak ada banyak uang yang dikeluarkan,” ucapnya.

    Hoegeng Awards 2025

    Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu

  • Trump Peringatkan Hamas soal ‘Neraka’ Jika Tunda Pembebasan Sandera

    Trump Peringatkan Hamas soal ‘Neraka’ Jika Tunda Pembebasan Sandera

    Jakarta

    Hamas mengancam akan menunda pembebasan sandera Israel pada Sabtu (15/2) karena Israel dianggap tidak mematuhi persyaratan gencatan senjata. Presiden AS, Donald Trump memperingatkan bahwa ‘neraka’ akan terjadi jika sandera Israel tidak dibebaskan dari Gaza.

    Neraka yang dimaksud Trump adalah kekacauan akan terjadi di Gaza. Gencatan senjata diketahui mulai berlaku sejak tanggal 19 Januari yang menghentikan lebih dari 15 bulan pertempuran di Jalur Gaza.

    Lima kelompok sandera Israel telah dibebaskan dengan ditukar imbalan ratusan warga Palestina dibebaskan dari tahanan Israel. Namun ketegangan telah meningkat sejak usulan mengejutkan Trump untuk mengambil alih Jalur Gaza dan memindahkan lebih dari dua juta penduduknya.

    Trump mengatakan ia akan menyerukan pengakhiran gencatan senjata jika setiap sandera Israel tidak dibebaskan pada Sabtu siang. Trump lalu berbicara akan membiarkan ‘neraka’ atau kekacauan terjadi jika para sandera tidak dikembalikan.

    “Namun sejauh yang saya ketahui, jika semua sandera tidak dikembalikan pada Sabtu pukul 12 siang — saya rasa ini waktu yang tepat — saya akan mengatakan batalkan saja dan jangan bertaruh lagi dan biarkan kekacauan terjadi,” kata Trump kepada wartawan di Gedung Putih, dilansir AFP, Selasa (11/2/2025).

    Perjanjian gencatan senjata menyatakan pembebasan bertahap harus dilakukan selama fase pertama kesepakatan yang berlangsung selama 42 hari.

    Seorang juru bicara sayap bersenjata Hamas, Brigade Ezzedine al-Qassam, mengatakan bahwa pembebasan sandera berikutnya, “yang dijadwalkan Sabtu depan, 15 Februari 2025, akan ditunda hingga pemberitahuan lebih lanjut”.

    Juru bicara Abu Ubaida mengatakan pertukaran sandera-tahanan akan kembali dilakukan “menunggu kepatuhan pendudukan (Israel) dan pemenuhan kewajiban minggu-minggu sebelumnya secara retroaktif”.

    Kelompok itu menuduh Israel gagal melaksanakan komitmennya berdasarkan gencatan senjata tepat waktu dan melanggar gencatan senjata, termasuk pada pengiriman bantuan kemanusiaan dan setelah kematian tiga warga Gaza pada hari Minggu.

    Dalam pernyataan selanjutnya, Hamas mengatakan bahwa pihaknya “sengaja” membuat pengumuman tersebut lima hari sebelum pertukaran berikutnya untuk memberi waktu yang cukup bagi para mediator untuk menekan Israel “agar memenuhi kewajibannya. Pintu tetap terbuka bagi pertukaran tahanan untuk dilanjutkan sesuai rencana, setelah pendudukan mematuhinya.”

    Israel mengatakan militernya bersiap untuk “setiap skenario yang mungkin terjadi”.

    Lihat juga Video: Hamas Tunda Pembebasan Sandera, Israel Disebut Langgar Perjanjian

    (yld/zap)

    Hoegeng Awards 2025

    Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu

  • Trump: Warga Palestina Tak Berhak Kembali ke Jalur Gaza jika AS Ambil Alih Wilayahnya – Halaman all

    Trump: Warga Palestina Tak Berhak Kembali ke Jalur Gaza jika AS Ambil Alih Wilayahnya – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Sekutu Israel, Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump, kembali berbicara mengenai pengusiran permanen warga Palestina dari di Jalur Gaza.

    Donald Trump menegaskan warga Palestina tidak akan memiliki hak untuk kembali ke Jalur Gaza di bawah rencananya untuk mengambil alih wilayah tersebut.

    Pernyataan itu muncul setelah Minggu (9/2/2025) lalu, Donald Trump mengungkapkan rencananya untuk membeli Jalur Gaza dan memiliki wilayah tersebut, menyusul rencana pengusiran warga Gaza yang ia sampaikan sebelumnya.

    Donald Trump mengatakan jika rencana tersebut berhasil, warga Palestina yang digusur dari Jalur Gaza tidak boleh kembali ke sana.

    “Tidak, mereka tidak akan kembali. Mereka akan mendapatkan perumahan yang jauh lebih baik,” kata Donald Trump kepada Fox News pada Senin (10/2/2025) saat ditanya apakah warga Palestina akan diizinkan untuk kembali ke Jalur Gaza.

    “Dengan kata lain, saya berbicara tentang membangun tempat permanen bagi mereka (di luar Jalur Gaza),” tambahnya.

    Donald Trump Ingin Usir Warga Palestina dan Membeli Jalur Gaza

    Sebelumnya, Donald Trump menegaskan dia berkomitmen untuk membeli dan memiliki Gaza, sebuah pernyataan yang disambut dengan kemarahan dan penolakan dari Palestina, negara-negara Arab, dan internasional.

    “Saya mungkin akan memberikan sebagian wilayahnya (Gaza) ke negara lain di Timur Tengah untuk dibangun,” kata Donald Trump kepada wartawan di Air Force One, Minggu (9/2/2025).

    Ia menjelaskan AS akan mengubah Jalur Gaza menjadi lokasi yang baik untuk pembangunan masa depan, sambil menekankan ia akan peduli pada warga Palestina dan memastikan mereka tidak akan terbunuh.

    Presiden AS mencatat ia akan mempertimbangkan kasus-kasus individual untuk mengizinkan pengungsi Palestina memasuki Amerika Serikat.

    Donald Trump menegaskan negara-negara di Timur Tengah akan menerima warga Palestina setelah negara-negara tersebut berbicara dengannya.

    Ancam Mesir dan Yordania

    Donald Trump mengancam Mesir dan Yordania jika kedua negara itu menolak untuk menerima warga Palestina dari Jalur Gaza dalam rencana penggusuran yang ia sampaikan sebelumnya.

    Berbicara kepada wartawan di Ruang Oval, Donald Trump pada hari Senin (10/2/2025) mengisyaratkan ia mungkin akan menahan bantuan AS ke Yordania dan Mesir jika mereka menolak permintaannya untuk menerima warga Palestina yang diusir dari Gaza.

    “Mesir dan Yordania akan menerima para pengungsi,” klaim Donald Trump.

    Sementara itu, Mesir dan Yordania telah menolak permintaan tersebut dengan mengatakan Jalur Gaza adalah bagian tak terpisahkan dari negara Palestina dan warga Palestina di Jalur Gaza berhak tinggal di tanah mereka.

    Sekutu AS, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu, mendukung usulan Donald Trump untuk mengambil alih Jalur Gaza dan memujinya sebagai ‘teman terbaik Israel’ di Gedung Putih.

    (Tribunnews.com/Yunita Rahmayanti)

  • Lulus SMA Langsung Jadi Pejabat Negara, Ternyata Banyak Masalah

    Lulus SMA Langsung Jadi Pejabat Negara, Ternyata Banyak Masalah

    Jakarta, CNBC Indonesia – Nama Edward Coristine tiba-tiba menjadi sorotan. Remaja 19 tahun yang baru lulus SMA tersebut menjadi pejabat termuda di Departemen Efisiensi Pemerintah (DOGE) yang dinakhodai Elon Musk.

    Bisa dibilang saat ini DOGE merupakan salah satu lembaga pemerintah AS dengan kekuasaan paling banyak. Namun, orang-orang yang menduduki jabatan strategis di DOGE ternyata masih muda dan tidak berpengalaman, termasuk Coristine.

    Tak cuma itu, Coristine ternyata juga memiliki rekam jejak yang negatif. Ia pernah dipecat saat magang di Path Network gara-gara membocorkan data berisi informasi sensitif perusahaan ke kompetitor, menurut laporan Bloomberg.

    Menurut pesan yang dilihat Bloomberg pada Juni 2022, seorang pejabat di Path Network mengonfirmasi pemecatan Coristine dan menyebut perbuatannya tak bisa diterima.

    “Tak ada toleransi untuk hal ini,” kata sang pejabat lewat pesan yang dilihat Bloomberg.

    Juru bicara Path Network yang berbicara pada Bloomberg mengatakan Coristine melanggar kontrak dan dipecat setelah perusahaan melakukan investigasi internal dan menyimpulkan peran Coristine dalam membocorkan informasi rahasia perusahaan.

    Coristine mengaku dirinya memiliki akses ke komputer firma keamanan siber tersebut. Namun, ia membantah telah mengeksploitasi data tersebut pada 2022 melalui pesan di Discord.

    “Saya tak pernah mengeksploitasi [data perusahaan]. Itu bukan saya,” kata Coristine dengan menggunakan alias ‘Rivage’. Beberapa sumber menyebut Coristine juga kerap menggunakan alias ‘JoeyCrafter’ dan ‘Big Balls’.

    Coristine menegaskan tak pernah berbuat hal yang salah dalam kontrak selama bekerja untuk Path Network. Kasus ini nyatanya tak memengaruhi karir Coristine yang selanjutnya diterima magang di Neuralink, startup implan otak milik Musk.

    Selanjutnya, ia kini memegang jabatan strategis di DOGE.Setidaknya ada 6 engineer dengan usia 19-24 tahun yang dimasukkan Musk sebagai pejabat DOGE, menurut laporan Wired.

    Tugas mereka sesuai amanat Trump adalah memodernisasi teknologi dan software federal untuk memaksimalkan efisiensi dan produktivitas pemerintahan.

    Untuk Coristine, beberapa tanggung jawabnya meliputi pengumpulan dataset untuk pegawai pemerintahan, kontrak-kontrak, serta program-program pemerintah, menurut laporan Bloomberg berdasarkan informasi beberapa sumber dalam, dikutip dari TheDailyBeast, Senin (10/2/2025).

    Coristine bukan satu-satunya pejabat DOGE yang memicu kekhawatiran karena rekam jejaknya di internet. Juru bicara Gedung Putih Karoline Leavitt sebelumnya mengonfirmasi kepada The Wall Street Journal bahwa Gavin Kliger yang berusia 25 tahun mengundurkan diri dari DOGE karena banyaknya pertanyaan masyarakat terkait komentar-komentar rasisnya di media sosial.

    (fab/fab)

  • Trump Punya Gebrakan Baru Lagi, Bakal Tutup Departemen Pendidikan AS hingga Setop Produksi Uang Koin – Halaman all

    Trump Punya Gebrakan Baru Lagi, Bakal Tutup Departemen Pendidikan AS hingga Setop Produksi Uang Koin – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Sejak Presiden Amerika Serikat Donald Trump memulai jabatannya yang kedua pada 20 Januari 2025 kemarin, ada saja gebrakan anyarnya yang kontroversial.

    Trump terus mengambil langkah mengejutkan sejak kembali ke Gedung Putih, termasuk dalam bidang efisiensi.

    Setelah mencoba menutup Lembaga Pembangunan Internasional Amerika Serikat (USAID), perhatian Trump kini beralih ke Departemen Pendidikan AS.

    Elon Musk, orang kepercayaannya, memimpin upaya tersebut.

    Selain itu, Trump menginstruksikan Departemen Keuangan untuk berhenti memproduksi uang koin satu sen.

    Trump Tutup Departemen Pendidikan

    Dikutip dari Barrons, Senin (10/2/2025), Trump menggambarkan departemen tersebut sebagai lembaga yang tidak efektif, boros, dan didominasi kaum kiri radikal.

    Dalam wawancara yang ditayangkan pada Minggu (9/10/2025) waktu AS, Trump mengatakan kepada Fox News bahwa ia akan memerintahkan Elon Musk untuk mengalihkan perhatiannya ke Departemen Pendidikan.

    Trump juga telah memerintahkan Linda McMahon, calon menteri pendidikannya, untuk “melepaskan diri dari pekerjaan.”

    Politisi Demokrat, guru serikat pekerja, dan banyak orang tua mengkritik rencana Trump untuk menutup badan tersebut, menyebutnya sebagai serangan terhadap pendidikan publik.

    Kelompok konservatif memuji langkah ini sebagai tindakan yang sudah lama tertunda untuk mengembalikan kendali lokal atas ruang kelas Amerika.

    Mereka mengakui bahwa menutup departemen besar itu bukan tugas yang mudah.

    Presiden Asosiasi Pendidikan Nasional (serikat buruh terbesar di negara itu), Becky Pringle mengatakan penutupan Departemen Pendidikan akan merugikan siswa penyandang disabilitas, siswa dengan kesejahteraan rendah, dan anak-anak berisiko.

    “Jika itu terjadi, perebutan kekuasaan Trump akan mencuri sumber daya bagi siswa kita yang paling rentan dan merusak perlindungan hak sipil siswa,” kata Pringle.

    Dia menambahkan bahwa banyak pihak yang akan menentang rencana tersebut.

    Pemotongan Departemen Pendidikan ini merupakan bagian dari upaya Trump dan Elon Musk untuk memangkas pemerintah federal AS secara radikal.

    Pemerintahan Trump sebelumnya juga berupaya menutup USAID dan memberikan keringanan bagi ribuan pekerja federal.

    Selain itu, pemerintah Trump juga menawarkan kompensasi kepada pegawai Badan Intelijen Pusat (CIA) untuk mencapai tujuan tertentu.

    Trump Setop Produksi Uang Koin

    Gebrakan lainnya yaitu Trump menginstruksikan Departemen Keuangan untuk berhenti memproduksi uang koin satu sen.

    Trump menyebut keputusan ini sebagai langkah untuk memangkas pengeluaran pemerintah.

    Dia menyatakan bahwa produksi uang koin sen, yang biayanya lebih dari 2 sen per koin, adalah pemborosan.

    “Sudah terlalu lama Amerika Serikat mencetak uang receh yang harganya lebih dari 2 sen. Ini sungguh pemborosan!” tulis Trump di platform media sosial Truth Social miliknya, dilansir AFP pada Senin (10/2/2025).

    “Saya telah menginstruksikan Menteri Keuangan AS untuk berhenti memproduksi uang receh baru. Mari kita singkirkan pemborosan dari anggaran negara kita, meskipun hanya satu sen,” tambahnya.

    Sebelumnya, Departemen Efisiensi Pemerintah (DOGE) yang dipimpin Elon Musk sempat menyoroti biaya produksi koin penny dalam sebuah postingan di media sosial X pada bulan Januari.

    Dikutip dari CNBC, perdebatan mengenai biaya produksi koin penny bukanlah hal baru di Amerika Serikat, dengan beberapa RUU yang diajukan di Kongres namun gagal disahkan.

    Perintah Trump ini kemungkinan akan memerlukan persetujuan anggota parlemen.

    Menteri Keuangan Scott Bessent mungkin dapat menghentikan pencetakan uang koin sen baru, menurut profesor ekonomi Robert Triest dari Universitas Northeastern pada Januari lalu.

    “Harga kemungkinan akan dibulatkan ke lima sen terdekat jika uang sen dihilangkan,” tambah Triest.

    Pada 2012, Kanada mengumumkan keputusan serupa untuk menghapuskan uang sen dari sistem mata uang mereka, dengan alasan biaya produksi masing-masing koin mencapai 1,6 sen dan daya beli yang menurun akibat inflasi.

    (Tribunnews.com, Andari Wulan Nugrahani)

  • CEO TikTok Kasih Proposal Baru ke Donald Trump, Begini Isinya

    CEO TikTok Kasih Proposal Baru ke Donald Trump, Begini Isinya

    Jakarta, CNBC Indonesia – Donald Trump mengambil langkah drastis saat resmi dilantik sebagai Presiden Amerika Serikat (AS), yakni mencabut blokir terhadap TikTok yang dijadwalkan pada 19 Januari 2025 lalu.

    Trump memperpanjang negosiasi antara perusahaan di bawah naungan ByteDance asal China tersebut dengan pemerintah AS hingga 5 April 2025. Dalam masa diskusi, Trump mendorong agar kepemilikan TikTok di AS dibagi 50% ke investor AS.

    Beberapa perusahaan sudah menyiratkan ketertarikan untuk memegang operasional TikTok di AS. Menurut sumber dalam, Oracle, Amazon, dan Microsoft, adalah beberapa nama yang tertarik.

    Sementara itu, TikTok dan para pendukungnya mendorong solusi lain. Dikutip dari The Wall Street Journal, Senin (10/2/2025), pekan lalu CEO TikTok Shou Chew bertemu dengan pejabat senior Gedung Putih dan memberikan proposal baru.

    Proposal itu berisi dorongan untuk membentuk usaha patungan atau joint venture dengan investor AS. Joint venture itu akan bermarkas di AS dan mengawasi keamanan data, menurut sumber yang familiar dengan proposal tersebut.

    Adapun manajemen akan sepenuhnya berbasis di AS. Sementara dewan direksi mayoritas akan berisi orang-orang AS. Apakah investor-investor yang dimaksud termasuk pemerintah AS masih menjadi pertanyaan besar.

    Sebelumnya, pada awal pekan lalu Trump memerintahkan pembentukan dana lindung abadi atau Sovereign-Wealth Fund (SWF). Ia mengatakan dana investasi tersebut bisa untuk membeli TikTok.

    Trump juga mengutus Wakil Presiden AS JD Vance untuk mengawasi negosiasi dengan TikTok. Pasalnya, Vance memiliki latar belakang di modal ventura dan Silicon Valley yang bisa memfasilitasi kesepakatan dengan TikTok dan ByteDance.

    “Sekarang ada proses yang harus ditindaklanjuti dan akan memastikan hasil akhirnya, sembari mempertahankan operasional TikTok,” kata juru bicara TikTok.

    (fab/fab)

  • Apa Itu Pembersihan Etnis dan Apa Bedanya dengan Genosida?

    Apa Itu Pembersihan Etnis dan Apa Bedanya dengan Genosida?

    Jakarta

    Pernyataan Presiden AS Donald Trump bahwa negaranya dapat “mengambil alih” Gaza dan memukimkan kembali penduduknya memicu tudingan bahwa dirinya merencanakan pembersihan etnis. Wacana ini juga telah memicu kecaman dari PBB, para pemimpin Arab dan dunia lainnya, serta kelompok HAM.

    Trump menyampaikan pernyataan tersebut pada Selasa (04/02), saat bersanding dengan Perdana Menteri (PM) Israel, Benjamin Netanyahu, dalam konferensi pers di Gedung Putih.

    Meski Netanyahu bilang gagasan itu “patut dipertimbangkan”, asisten sekretaris jenderal Liga Arab, Hossam Zaki, berkata kepada BBC bahwa pemindahan dua juta orang tersebut akan menjadi kejahatan terhadap kemanusiaan.

    “Ini adalah ide yang mendukung pembersihan etnis, pemindahan paksa penduduk sipil ke luar tanah mereka,” ujar Hossam Zaki.

    “Semua warga Palestina yang tampak bangga setelah setelah gencatan senjata dicapai, bergegas kembali ke reruntuhan yang mereka sebut rumah mereka.”

    BBC

    BBC News Indonesia hadir di WhatsApp.

    Jadilah yang pertama mendapatkan berita, investigasi dan liputan mendalam dari BBC News Indonesia, langsung di WhatsApp Anda.

    BBC

    “Bagaimana Anda bisa membayangkan bahwa mereka akan dengan sukarela pindah dari wilayah mereka?” ujarnya kemudian.

    Namun, apakah usulan Trump tentang permukiman kembali “di komunitas yang jauh lebih aman dan lebih indah, dengan rumah-rumah baru dan modern di wilayah tersebut”, benar-benar merupakan pembersihan etnis?

    Dan apa bedanya pembersihan etnis dengan genosida?

    Apa arti ‘pembersihan etnis’?

    Secara umum, pembersihan etnis mengacu pada pengusiran kelompok tertentu dari suatu wilayah tertentu.

    Hal ini bisa dilakukan melalui deportasi atau pemindahan paksa dengan tujuan akhir berupa terciptanya wilayah geografis yang homogen secara etnis.

    Menurut Profesor George Andreopoulos, Direktur pendiri Pusat Hak Asasi Manusia Internasional di John Jay College di New York, hal ini tidak hanya melibatkan relokasi.

    ReutersWarga Palestina yang mengungsi kembali ke rumah mereka di Gaza utara.

    Ada juga “penghapusan semua sisa fisik kelompok yang menjadi sasaran melalui penghancuran monumen, kuburan, dan rumah ibadah”, menurut Andreopoulos.

    Istilah ini pertama kali muncul pada 1990-an saat konflik etnis meletus selama disintegrasi Republik Federal Yugoslavia.

    Istilah ini digunakan oleh politisi dan media untuk menggambarkan perlakuan brutal terhadap Muslim Bosnia di Bosnia dan Herzegovina, orang Serbia di wilayah Krajina di Kroasia, dan etnis Albania dan kemudian Serbia di Kosovo.

    Istilah ini digunakan oleh mantan kepala Hak Asasi Manusia PBB Zeid Raad Al Hussein pada 2017, yang menggambarkan penargetan etnis Muslim Rohingya di negara bagian Rakhine, Myanmar oleh pemerintah sebagai “contoh nyata pembersihan etnis”.

    EPAPada Agustus 2017, gelombang kekerasan besar-besaran memaksa lebih dari 742.000 warga etnis Rohingya meninggalkan rumah mereka di Myanmar ke negara tetangga Bangladesh.

    Apakah pembersihan etnis merupakan kejahatan perang?

    Menurut PBB, istilah ini menyebar luas karena sifat konflik bersenjata kontemporer.

    Komisi Ahli PBB mengatakan sejumlah praktik pemaksaan dapat digunakan untuk meyakinkan penduduk agar pergi dan mempercepat penyerahan diri militer suatu negara.

    Praktik-praktik ini meliputi penyiksaan, penangkapan, penahanan, pemerkosaan dan penyerangan seksual, perusakan properti, perampokan, dan penargetan fasilitas medis.

    Beberapa di antaranya secara teknis merupakan kejahatan perang, namun pembersihan etnis belum didefinisikan dan tidak diakui sebagai kejahatan berdasarkan hukum internasional, menurut PBB.

    Baca juga:

    Bagi Francesca Albanese, Pelapor Khusus PBB untuk wilayah Palestina, Israel telah berupaya melakukan “pembersihan etnis massal terhadap warga Palestina di bawah kabut perang” selama beberapa dekade.

    “Ada bahaya besar bahwa apa yang kita saksikan mungkin merupakan pengulangan Nakba 1948… namun dalam skala yang lebih besar,” katanya,

    Albanese mengacu pada istilah bahasa Arab nakba yang berarti “malapetaka” yang digunakan untuk menggambarkan peristiwa yang terjadi pada 1947-1949.

    Saat itu, lebih dari 750.000 warga Palestina diusir dari rumah dan tanah mereka selama konflik yang berakibat pada berdirinya negara Israel.

    Apa perbedaan antara pembersihan etnis dan genosida?

    Walau pembersihan etnis belum diakui sebagai kejahatan independen berdasarkan hukum internasional, genosida sudah pasti diakui.

    Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa menetapkannya demikian pada 1946 sebagai respons terhadap kebijakan Nazi yang melakukan pembunuhan sistematis terhadap orang-orang Yahudi selama Holokos.

    Genosida didefinisikan sebagai “setiap tindakan yang dilakukan dengan maksud untuk menghancurkan, secara keseluruhan atau sebagian, suatu kelompok nasional, etnis, ras, atau agama”.

    Getty ImagesPengadilan Kriminal Internasional untuk Rwanda adalah pengadilan internasional pertama yang mengeluarkan putusan tentang genosida.

    Perbuatan tersebut termasuk membunuh atau menyebabkan kerugian serius terhadap kelompok tertentu, menciptakan kondisi kehidupan yang dimaksudkan untuk mengakibatkan kehancuran fisik suatu kelompok, menghentikan kelahiran baru dalam kelompok tersebut atau memindahkan secara paksa anak-anak dari suatu kelompok ke kelompok lain.

    Mantan Perdana Menteri Rwanda, Jean Kambanda, menjadi kepala pemerintahan pertama yang dihukum karena genosida oleh pengadilan internasional pada 1998, atas perannya dalam pembantaian hingga satu juta orang Tutsi dan Hutu empat tahun sebelumnya.

    Sebuah pertanyaan tentang niat

    Tetapi definisi PBB juga mengandung apa yang disebut unsur ‘mental’, yaitu ‘niat untuk menghancurkan kelompok nasional, etnis, ras, atau agama’.

    ‘Niat’ pelaku itulah yang menjadi perbedaan krusial antara pembersihan etnis dan genosida.

    Sementara penghancuran fisik terhadap suatu kelompok etnis atau agama merupakan tujuan utama genosida, tujuan utama pembersihan etnis adalah pengusiran mereka, dan pembentukan wilayah yang secara etnis homogen.

    Baca juga:

    (ita/ita)

    Hoegeng Awards 2025

    Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu

  • Apa yang Terjadi jika AS Nekat Serbu dan Duduki Gaza? Pakar Ungkap Prediksinya – Halaman all

    Apa yang Terjadi jika AS Nekat Serbu dan Duduki Gaza? Pakar Ungkap Prediksinya – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump sudah mengusulkan negaranya untuk mengambil alih Jalur Gaza.

    Tak hanya itu, Trump juga memunculkan ide untuk memindahkan paksa warga Palestina di Gaza ke negara-negara Arab, misalnya Yordania, Mesir, dan lainnya.

    Usul Trump itu langsung mendapat penolakan keras dari negara-negara Arab, negara lainnya, dan lembaga internasional.

    Robert Inlakesh, seorang jurnalis ternama sekaligus pakar kajian Timur Tengah, mengatakan hanya ada kemungkinan kecil bahwa rencana Trump bakal terealisasikan.

    Inlakesh menduga usul Trump itu hanya disampaikan agar menjaga koalisi sayap kanan Perdana Menteri Israel tetap utuh, menutupi kegagalan Israel mengalahkan Hamas, dan memunculkan tekanan demi memperbesar ekspansionisme Israel.

    Lalu, apa yang akan terjadi jika AS di bawah Trump nekat menyerbu Gaza untuk mengambil alih tanah Palestina itu?

    Dalam kolom opini yang terbit di media Palestine Chronicle hari Jumat, (7/2/2025), Inlakesh memprediksi AS akan menemui kesulitan besar.

    Dia mengatakan ada banyak orang yang menganggap usul Trump sebagai deklarasi perang dan upaya pembersihan etnis Palestina. AS akan memerlukan invasi berskala penuh untuk menjalankan rencananya.

    NETANYAHU DAN TRUMP – Foto ini diambil pada Senin (10/2/2025) dari publikasi resmi Netanyahu pada Rabu (5/2/2025), memperlihatkan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu (kiri) berbicara dengan sekutunya, Presiden Amerika Serikat Donald Trump (kanan), di Gedung Putih. (Instagram/b.netanyahu)

    Pada mulanya Inlakesh menyinggung kelompok-kelompok perlawanan Palestina di Gaza yang terus melawan serangan besar Israel yang didukung AS dan negara Eropa selama 15 bulan.

    Netanyahu terus mengatakan Israel punya tujuan besar di Gaza, yakni menghancurkan Hamas. Namun, hingga kini Israel masih gagal mencapai tujuannya.

    “Karena Israel pada kenyataannya tidak pernah membuat rencana untuk menghalahkan kelompok-kelompok bersenjata Palestina, Israel malah melakukan genosida, menghancurkan hampir semua infrastruktur di Gaza, dan terkadang melakukan pembunuhan yang ditargetkan,” katanya.

    “Ide yang muncul pada permulaan perang, yakni tentara Israel akan pergi dari rumah ke rumah, jalan ke jalan, dengan pasukan darat, membersihkan area, terlibat dalam pertempuran sengit, dan menembus sistem terowongan bawah tanah Gaza, benar-benar tidak dapat terealisasikan.”

    Menurut Inlakesh, Israel kesusahan menghadapi aksi sergapan para pejuang Palestina. Bahkan, menurutnya, tentara Israel tidak benar benar-bertempur.

    “Mereka meninggalkan panduan militer,” kata Inlakesh.

    “Malahan mereka memutuskan untuk mengirimkan pasukan di dalam kendaraan lapis baja untuk menerobos area, sebelum membuat perbentengan. Tentara Israel bahkan tidak menmpatkan infantri di depan atau di samping tank ketika bergerak maju, mengandalkan prosedur evakuasi medis dan sistem perlindungan lapis baja demi meminimalkan jumlah kematian tentara.”

    TENTARA ISRAEL – Foto ini diambil pada Minggu (9/2/2025) dari publikasi resmi Pasukan Pertahanan Israel (IDF) pada Sabtu (8/2/2025) memperlihatkan tentara Israel dari Pasukan Komando Selatan dikerahkan ke beberapa titik di Jalur Gaza. (Telegram IDF)

    Israel mengumumkan sudah ada 15.000 tentara yang terluka dan 800 tentara yang tewas. Andaipun jumlah ini dianggap akurat, ada rasio 33 tentara terluka untuk setiap tentara yang tewas.

    “Rasio ini jauh lebih banyak jika dibandingkan dengan rasio dalam perang perkotaan zaman modern.”

    Lalu, sendainya tentara AS yang menyerbu Gaza, apa yang akan terjadi?

    “Bisa dikatakan bahwa jika militer AS menginvasi Gaza, ini diperlukan untuk melanjutkan rencana Donald Trump membersihkan etnis, tentara Amerika pada kenyataannya akan menghadapi suatu perang, tidak seperti tentara Israel yang terlalu takut mengenai jumlah korban, memburu kelompok Palestina dengan cara yang berguna,” ujar Inlakesh.

    “Seorang pejuang Palestina yang berpengalaman, menggunakan senjata yang terbuat dari bom-bom Israel yang gagal meledak, akan menghadapi pasukan penyerbu AS yang akan bergerak dengan kaki melewati daerah demi daerah dan menembus sistem terowongan bawah tanah.”

    Namun, kata Inlakesh, tentara AS akan terus disergap dan menjadi korban senapan, artileri, dan bom milik pejuang Palestina.

    Jika para tentara AS membuat titik pemeriksaan, mereka barangkali juga masih akan diserang.

    “Jika tujuannya adalah menduduki Gaza, artinya bakal ada kematian tentara AS secara terus-menerus selama periode bertahun-tahun. Meski jumlah tentara yang tewas sangat sulit diprediksi, bisa dikatan bahwa ribuan tentara AS bisa tewas.”

    Menurut Inlakesh, apabila AS memang berencana menginvasi Gaza, AS mungkin akan mengerahkan sekitar 150.000 tentara. Hal itu memerlukan persiapan sekitar 8 bulan.

    “Biaya bisa mencapai ratusan miliar dolar, tetapi bahkan tidak ada jaminan bahwa rencana itu akan berhasil, artinya bisa saja AS kalah di tangan Hamas. Ini sepenuhnya didasarkan pada kemampuan Hamas untuk bertahan dan orang yang masih tersisa di Gaza.”

    Seandainya Trump sukses mengusir sebagian besar warga Gaza ke Mesir dan Yordania, kedua negara itu akan tidak stabil.

    Menurut laporan yang bocor, Mesir diam-diam menyebutkan bahwa pemindahan warga Gaza ke Mesir bisa membuatnya mempertimbangkan kembali normalisasi hubungan dengan Israel.

    Beberapa pihak bahkan berspekulasi bahwa tentara Mesir nantinya bisa melawan tentara Israel. Semenatra itu, Middle East Eye melaporkan Yordania bisa mengancam akan melakukan tindakan militer.

    (*)