Tempat Fasum: Gedung Putih

  • Analisis – di Bawah Trump, Amerika Punya Teman Baru: Rusia, Korea Utara, dan Belarus – Halaman all

    Analisis – di Bawah Trump, Amerika Punya Teman Baru: Rusia, Korea Utara, dan Belarus – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Langkah terbaru Presiden AS Donald Trump mungkin menunjukkan siapa saja sekutu barunya dalam masa jabatan keduanya, menurut analisis dari The New York Times.

    Dalam sebuah keputusan yang tak biasa, Trump meminta Amerika Serikat untuk memberikan suara menentang resolusi Majelis Umum PBB yang mengutuk invasi Rusia ke Ukraina pada peringatan tiga tahun perang tersebut.

    Beberapa negara yang berpihak kepada Rusia dalam hal ini antara lain Korea Utara, Belarus, dan Sudan.

    Sebaliknya, negara-negara seperti Inggris, Prancis, Jerman, Kanada, Italia, Jepang, dan mayoritas dunia, mendukung resolusi tersebut.

    Hanya sebulan setelah menjabat, Trump mulai menggeser posisi Amerika di panggung internasional.

    AS kini berada di kubu negara-negara yang dianggap terisolasi oleh dunia, dan menjauh dari negara-negara sahabat tradisionalnya sejak Perang Dunia II.

    Pegeseran hubungan dengan sekutu lama ini memiliki dampak besar bagi kebijakan luar negeri Amerika di masa depan. 

    Meski para pemimpin Eropa seperti dari Polandia, Prancis, dan Inggris berusaha mendekati Trump, mereka kini menghadapi kenyataan bahwa nilai-nilai Trump berbeda dengan mereka, atau bahwa prioritas AS kini tidak sejalan dengan kepentingan mereka.

    Jika Amerika Serikat terus merangkul negara-negara yang terisolasi secara internasional seperti Rusia, maka Eropa, Kanada, dan sekutu Asia seperti Jepang dan Korea Selatan mungkin terpaksa mencari aliansi baru.

    Sementara itu, kedekatan Trump dengan Rusia memberikan kesempatan bagi Moskow untuk keluar dari isolasi diplomatik yang berusaha dibangun oleh Barat sejak invasinya ke Ukraina.

    Susan E. Rice, mantan duta besar PBB di bawah Barack Obama, menuduh Trump terang-terangan menuruti kehendak Rusia.

    “Trump menyelaraskan Amerika dengan musuh-musuh kita dan melawan sekutu-sekutu perjanjian kita,” kata Rice.

    “Kita semua harus bertanya mengapa?”

    Langkah Amerika untuk menentang resolusi PBB pada hari Senin (24/2/2025) mengejutkan para pemimpin Eropa.

    AS, bersama China dan Rusia, memberikan suara mentang resolusi, sementara Inggris, Prancis, dan sebagian besar negara Eropa lainnya abstain.

    Bahkan di dalam Partai Republik, beberapa anggota terpaksa menyuarakan ketidakpuasan mereka secara terbuka.

    Senator John Curtis dari Utah mengungkapkan kekhawatirannya.

    “Saya sangat prihatin dengan hasil pemungutan suara di PBB hari ini yang menempatkan kita di pihak yang sama dengan Rusia dan Korea Utara,” katanya di media sosial.

    Penasihat Trump berargumen bahwa sang presiden sedang melakukan negosiasi rumit untuk mengakhiri perang.

    Mereka mengklaim bahwa pendekatan Trump, yang berbeda dari presiden sebelumnya, pasti akan menghasilkan kesepakatan yang lebih baik.

    “Presiden Trump tahu cara membuat kesepakatan lebih baik dari siapa pun yang pernah memimpin negara ini,” kata Karoline Leavitt, juru bicara Gedung Putih.

    Namun, Trump tampaknya lebih memilih untuk mendekati Putin, bahkan menyalahkan Ukraina atas perang tersebut, dan menyebut Presiden Zelensky sebagai “diktator tanpa pemilihan umum.”

    Sikap Trump yang lebih ramah terhadap otokrat seperti Putin dan Kim Jong Un semakin jelas ketika ia mengabaikan kritik terhadap Rusia.

    Sementara Trump dengan ramah menjamu Presiden Prancis Emmanuel Macron dan Perdana Menteri Inggris Keir Starmer, harapan Eropa untuk meyakinkan Trump tetap rendah.

    Pada akhirnya, Trump terlihat lebih tertarik pada aliansi dengan Rusia dan Korea Utara, daripada mempertahankan hubungan dengan sekutu tradisional Amerika.

    (Tribunnews.com, Tiara Shelavie)

  • Presiden Trump & Musk Gaungkan Efisiensi Anggaran, Ternyata Belanja Pemerintahan AS Tambah Besar

    Presiden Trump & Musk Gaungkan Efisiensi Anggaran, Ternyata Belanja Pemerintahan AS Tambah Besar

    Bisnis.com, JAKARTA – Pemerintah AS disebut menghabiskan lebih banyak uang selama bulan pertama Presiden Donald Trump menjabat dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu.

    Data tersebut mengindikasikan bahwa upaya pemangkasan biaya yang dilakukan belum mampu mengurangi kewajiban fiskal negara yang besar.

    Berdasarkan analisis Reuters terhadap data federal yang dirilis Kamis (27/2/2025), Trump telah membekukan miliaran dolar AS dalam bentuk bantuan luar negeri dan memecat lebih dari 20.000 pegawai federal sejak ia kembali berkuasa bulan lalu.

    Orang yang bertanggung jawab atas pemangkasan anggaran, pemilik media sosial X dan mobil listrik Tesla yakni Elon Musk, mengklaim telah menghemat puluhan miliar dolar AS.

    Namun, menurut catatan pengeluaran Departemen Keuangan, penghematan tersebut sejauh ini tidak sebanding dengan pengeluaran yang lebih tinggi untuk program kesehatan dan pensiun serta meningkatnya pembayaran bunga utang.

    Secara keseluruhan, pemerintah AS menghabiskan sekitar US$710 miliar antara 21 Januari dan 20 Februari, menurut data pengeluaran harian Departemen Keuangan. Angka ini naik dari sekitar US$630 miliar pada periode yang sama tahun lalu.

    Para ahli anggaran independen mengatakan angka-angka tersebut mencerminkan tekanan yang terus meningkat akibat populasi yang menua dan beban utang yang membengkak.

    “Anggaran kita sebesar US$7 triliun didorong oleh ketidakseimbangan struktural karena kita telah memberikan janji berlebihan dalam program pensiun dan perawatan kesehatan dibandingkan dengan pemasukan yang kita terima,” kata Maya MacGuineas, Presiden Committee for a Responsible Federal Budget.

    MacGuineas menambahkan bahwa AS terus berutang dalam kondisi baik maupun buruk, sehingga mencetak rekor tingkat utang tertinggi.

    Gedung Putih menyatakan bahwa Departemen Efisiensi Pemerintah (DOGE), yang dipimpin Musk, telah menepati janji Trump untuk memangkas pemborosan dan penipuan.

    “DOGE telah mengidentifikasi penghematan miliaran dolar bagi pembayar pajak Amerika, dan Presiden Trump akan terus mengarahkan upaya ini hingga pemerintahan kita benar-benar untuk rakyat dan oleh rakyat,” kata juru bicara Gedung Putih, Karoline Leavitt.

    Musk dan Trump mengatakan mereka bermaksud mengurangi anggaran federal dari US$6,7 triliun menjadi US$1 triliun. Namun, Trump juga berjanji tidak akan memangkas tunjangan bagi para manula yang menerima pembayaran pensiun Social Security dan berpartisipasi dalam program kesehatan Medicare.

    Kedua program tersebut menyerap lebih dari sepertiga anggaran federal pada tahun fiskal lalu. Meskipun anggaran untuk program ini diperkirakan akan terus meningkat seiring bertambahnya usia penduduk, pemangkasan anggaran dapat memicu kemarahan jutaan warga Amerika.

  • 3 Alasan AS Kini Dukung Rusia untuk Melawan Ukraina

    3 Alasan AS Kini Dukung Rusia untuk Melawan Ukraina

    Jakarta, CNBC Indonesia – Amerika Serikat (AS), yang kini dipimpin oleh Presiden Donald Trump, telah berubah haluan dalam konflik antara Rusia dan Ukraina. Washington kini mulai mendukung Moskow.

    Lalu apa sebabnya? Berikut beberapa alasan mengapa AS kini terlihat mendukung Ukraina, dirangkum CNBC Indonesia dari beragam sumber, Kamis (27/2/2025).

    AS Ingin Segera Akhiri Perang Ukraina

    Sejak menjabat, pemerintahan Trump mengatakan bahwa mereka setuju untuk mengadakan lebih banyak pembicaraan dengan pemerintah Presiden Rusia Vladimir Putin. Ini dilakukan untuk mengakhiri perang di Ukraina. 

    Pada pertengahan Februari lalu, AS dan Rusia telah melakukan pertemuan yang berlangsung di Riyadh, Arab Saudi. Dalam pertemuan, empat setengah jam di ibu kota Saudi berlangsung, Rusia memperkeras tuntutannya, terutama menegaskan tidak akan menoleransi aliansi NATO yang memberikan keanggotaan bagi Ukraina.

    Ini adalah pertama kalinya pejabat AS dan Rusia duduk bersama untuk membahas cara menghentikan konflik paling mematikan di Eropa sejak Perang Dunia II (PD 2). Perlu diketahui penghentian perang yang AS danai, termasuk Ukraina, menjadi salah satu program kampanye Trump.

    Meski demikian, sebenarnya pembicaraan itu sendiri tidak mengajak Ukraina di dalamnya. Bahkan Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy mengatakan bahwa ia telah menunda kunjungan ke Arab Saudi yang direncanakan pada hari Rabu hingga bulan depan.

    Sumber yang mengetahui masalah tersebut mengatakan keputusan tersebut dibuat untuk menghindari pemberian “legitimasi” bagi perundingan AS-Rusia. Kyiv mengatakan perundingan tentang cara mengakhiri perang tidak boleh dilakukan tanpa sepengetahuan Ukraina.

    Trump Buka-bukaan ‘Kangen’ Putin, Ingin Rusia Kembali Geng G-8

    Beberapa waktu lalu Trump mengaku menginginkan kehadiran Rusia kembali dalam kelompok negara-negara ekonomi terkuat dunia, G8. Hal ini terjadi saat Trump terus memberikan sinyal bahwa dirinya akan memperbaiki hubungan antara Washington dan Moskow yang memburuk pasca perang Ukraina.

    Dalam pernyataannya, Trump menegaskan kembali bahwa bergabungnya Rusia di G8 adalah sesuatu yang penting. Diketahui, Rusia sempat dikeluarkan dari kelompok itu pada tahun 2014 setelah melakukan aneksasi terhadap wilayah Semenanjung Krimea dari Ukraina.

    “Saya ingin mereka kembali. Saya pikir adalah sebuah kesalahan untuk menyingkirkan mereka. Begini, ini bukan masalah menyukai Rusia atau tidak menyukai Rusia. Ini adalah G8,” kata Trump di Gedung Putih pekan lalu, seperti dikutip Russia Today.

    Rusia menjadi anggota kelompok tersebut pada tahun 1997. Anggota kelompok itu sendiri juga meliputi Kanada, Prancis, Jerman, Italia, Jepang, Inggris, AS, dan UE.

    Trump telah berulang kali mengkritik pengecualian Rusia dari kelompok itu dan melontarkan gagasan untuk mengembalikannya selama masa jabatan pertamanya. Pada saat itu, usulan tersebut ditolak oleh anggota klub G7 lainnya. Sementara Moskow sendiri tampaknya tidak menunjukkan minat untuk kembali.

    Ingin Bekerja Sama di Bidang Ekonomi dengan Rusia

    Ekonomi Rusia diketahui mengalami tekanan seiring dengan stimulus fiskal yang besar, suku bunga yang melonjak, inflasi yang sangat tinggi, dan sanksi Barat berdampak buruk pascaserangan Moskow ke Ukraina. Namun, setelah tiga tahun perang, AS justru bisa memainkan peran baru sebagai juru selamat.

    Trump mendorong kesepakatan cepat untuk mengakhiri perang di Ukraina dengan mengambil sejumlah pernyataan keras kepada Ukraina, yang disalahkan atas terjadinya perang itu. Trump juga disebut sedang mempertimbangkan pencabutan sanksi terhadap Moskow.

    “Dorongan Washington muncul saat Moskow menghadapi dua pilihan yang tidak diinginkan,” menurut mantan wakil ketua bank sentral Rusia, Oleg Vyugin, kepada Reuters, awal pekan ini.

    “Rusia dapat menghentikan peningkatan pengeluaran militer saat menekan untuk mendapatkan wilayah di Ukraina atau mempertahankannya dan membayar harganya dengan pertumbuhan yang lambat selama bertahun-tahun, inflasi yang tinggi, dan standar hidup yang menurun, yang semuanya membawa risiko politik.”

    Meskipun pengeluaran pemerintah biasanya merangsang pertumbuhan, pengeluaran non-regeneratif untuk rudal dengan mengorbankan sektor sipil telah menyebabkan pemanasan berlebihan. Hal ini kemudian membuat suku bunga sebesar 21% memperlambat investasi perusahaan dan inflasi tidak dapat dijinakkan.

    “Karena alasan ekonomi, Rusia tertarik untuk menegosiasikan akhir diplomatik dari konflik tersebut,” tutur Vyugin.

    “(Ini) akan menghindari peningkatan lebih lanjut dalam pendistribusian ulang sumber daya yang terbatas untuk tujuan yang tidak produktif. Itulah satu-satunya cara untuk menghindari stagflasi.”

    Meskipun Rusia tidak mungkin dengan cepat mengurangi pengeluaran pertahanan, prospek kesepakatan dengan AS akan meredakan tekanan ekonomi lainnya. Ini dapat membawa keringanan sanksi dan akhirnya kembalinya perusahaan-perusahaan Barat.

    “Rusia akan enggan menghentikan pengeluaran untuk produksi senjata dalam semalam, takut menyebabkan resesi, dan karena mereka perlu memulihkan angkatan darat,” tutur Alexander Kolyandr, peneliti di Pusat Analisis Kebijakan Eropa (CEPA).

    “Tetapi dengan melepaskan beberapa tentara, itu akan sedikit mengurangi tekanan dari pasar tenaga kerja. Tekanan inflasi juga dapat mereda karena prospek perdamaian dapat membuat Washington kurang mungkin memberlakukan sanksi sekunder pada perusahaan-perusahaan dari negara-negara seperti China, membuat impor lebih mudah dan, oleh karena itu, lebih murah.”

    (sef/sef)

  • Putin di Atas Angin, Trump Tak Mau Jamin Keamanan Ukraina

    Putin di Atas Angin, Trump Tak Mau Jamin Keamanan Ukraina

    Jakarta, CNBC Indonesia – Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump tidak akan memberikan jaminan keamanan yang signifikan kepada Ukraina, yang sedang berperang melawan Rusia. Hal ini disampaikan menjelang kunjungan Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky ke AS untuk membuat kesepakatan mineral penting.

    Dalam pernyataannya, Rabu (26/2/2025), Trump mengatakan jaminan keamanan Ukraina akan diserahkan kepada negara-negara Eropa. Ia menyebut AS tidak akan melangkah lebih jauh lagi dalam mendukung Kyiv.

    “Saya tidak akan memberikan jaminan keamanan yang terlalu banyak. Kami akan meminta Eropa untuk melakukannya,” kata Trump dikutip Al Jazeera.

    Zelensky sebelumnya mengatakan bahwa perjanjian ekonomi awal antara Ukraina dan AS sudah siap. Namun ia mencatat bahwa kesepakatan itu belum mencakup jaminan keamanan AS yang dipandang Kyiv penting untuk mengakhiri perang dengan Rusia.

    “Kesepakatan penuh dapat bergantung pada hasil pembicaraan dengan Trump akhir minggu ini di Washington. Kesepakatan ini bisa menjadi sukses besar atau bisa lolos begitu saja. Dan keberhasilan besar itu bergantung pada pembicaraan kita dengan Presiden Trump,” ucapnya.

    Menurut laporan media, perjanjian tersebut akan memberikan Washington akses ke mineral penting di Ukraina sebagai kompensasi atas bantuan AS dalam perang Kyiv melawan Rusia yang dimulai pada Februari 2022. Gedung Putih telah memberikan tekanan berat kepada Kyiv untuk mengakses cadangan mineralnya yang sangat besar.

    Kesepakatan ini merupakan inti dari upaya Ukraina untuk memastikan dukungan kuat dari Trump saat presiden baru AS itu berupaya mengakhiri perang Rusia di Ukraina dengan cepat. Zelensky mengatakan kepada wartawan di Kyiv bahwa kerangka kesepakatan ekonomi dengan AS akan tunduk pada ratifikasi parlemen Ukraina.

    Di sisi lain, kunjungan ini juga dilakukan setelah seminggu yang dramatis saat kedua pemimpin saling bertukar pernyataan bermusuhan. Trump bahkan menyebut Zelensky sebagai ‘diktator’ dan meminta pembayaran kembali atas bantuan miliaran dolar kepada Kyiv selama perang.

    “Pemerintahan sebelumnya menempatkan kita dalam posisi yang sangat buruk, tetapi kita telah mampu membuat kesepakatan di mana kita akan mendapatkan kembali uang itu dan banyak uang di masa mendatang,” kata Trump.

    Trump juga mengesampingkan prospek Ukraina bergabung dengan aliansi militer NATO. Menurutnya, hal ini merupakan biang keladi serangan Moskow kepada Kyiv dimulai.

    “NATO, Anda dapat melupakannya. Saya pikir itu mungkin alasan semuanya dimulai,” pungkasnya.

    Melaporkan sebelumnya dari Kyiv, Charles Stratford dari Al Jazeera mengatakan tampaknya Zelensky ‘masih memiliki pertanyaan’ mengenai hubungan AS-Ukraina di masa depan. Menurutnya, masih banyak kesepakatan teknis yang diperlukan untuk menjelaskan lebih rinci kerangka kerja sama antara kedua negara.

    “Ukraina berharap jika AS memiliki aset besar di negara itu, maka AS akan lebih terbuka dalam memberikan dukungan. Namun, Zelensky masih memiliki pertanyaan mengenai apakah dukungan itu akan berupa, misalnya, pembelian senjata dari AS,” katanya.

    Sementara diskusi tentang kesepakatan mineral sedang berlangsung, Rusia juga berusaha merayu Trump dengan memberikan pujian kepada pemimpin AS tersebut dan mendorong investasi Amerika dalam sumber daya alam di wilayah Ukraina yang dikuasai oleh pasukan Rusia.

    Menteri Luar Negeri Rusia Sergei Lavrov mengatakan pejabat AS dan Rusia akan bertemu di Istanbul pada hari Kamis untuk membahas sengketa bilateral yang dianggap penting oleh kedua belah pihak untuk mengakhiri perang Ukraina.

    (luc/luc)

  • Elon Musk Akui DOGE ‘Grasak-grusuk’, Tak Sengaja Pangkas Bantuan Penanganan Ebola di Uganda – Halaman all

    Elon Musk Akui DOGE ‘Grasak-grusuk’, Tak Sengaja Pangkas Bantuan Penanganan Ebola di Uganda – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Elon Musk menegaskan pandangannya, pribahasa “tiada gading yang tak retak” juga terjadi pada kinerja Departemen Efisiensi Pemerintah AS (DOGE) yang  dipimpinnya.

    Dikutip dari Washington Post, pada Rabu (26/2/2025), Musk menyampaikan ketidaksempurnaaan kantor DOGE yang dipimpinnya tersebut.

    Hal ini diutarakan Musk setelah Trump meminta dirinya untuk berbicara tentang upaya DOGE selama pertemuan kabinet pertama masa jabatan keduanya.

    Di dalam konferensi pers di Gedung Putih tersebut, Elon Musk mengakui DOGE yang dipimpinnya berbuat salah dengan melakukan pemangkasan pada beberapa sektor penting secara tidak sengaja,

    “Saya juga harus mengatakan bahwa kami akan membuat kesalahan. Kami tidak akan sempurna,” kata Musk kepada kabinet Presiden Donald Trump.

    Musk menyatakan stafnya sempat “tidak sengaja” ikut memotong pendanaan pencegahan Ebola.

    “Ketika kami membuat kesalahan, kami akan segera memperbaikinya. Sebagai contoh, dengan USAID, salah satu hal yang secara tidak sengaja kami batalkan untuk sementara waktu adalah pencegahan Ebola.” terang Musk.

    Parahnya lagi, hal itu terjadi saat wabah Ebola tersebut sedang berkecamuk di Uganda.

    “Saya pikir kita semua menginginkan pencegahan Ebola,” ujarnya.

    Namun demikian, Musk menyatakan “tidak ada gangguan” dalam upaya pencegahan Ebola meskipun kesalahpahaman tersebut sempat terjadi.

    Ia menjelaskan, DOGE perlu bergerak “sangat cepat” untuk tetap sesuai jalur guna mencapai tujuan utamanya yakni memotong anggaran pengeluaran setidaknya hingga $1 triliun.

    Ini bukan pertama kalinya Musk menyatakan DOGE mungkin melakukan kesalahan.

    Selama penampilannya sebagai anggota pemerintahan bersama Trump di Ruang Oval, Musk mengatakan ia “tidak akan mencapai akurasi 100 persen” dalam menjalankan program pemangkasan DOGE.

    Satu kasus di antaranya yang menjadi sorotan adalah klaim DOGE yang mengaku telah melakukan efisiensi dengan membatalkan kontrak senilai $8 miliar, sedangkan data di lapangan menunjukkan kontrak tersebut sebenarnya bernilai $8 juta.

    Ebola Mewabah di Uganda

    Penyakit Ebola menjadi perhatian utama setelah terungkap, Kantor DOGE memangkas anggaran Badan Pembangunan Internasional Amerika Serikat (USAID), yang sebelumnya menjalankan berbagai program kesehatan global, termasuk penanganan wabah tersebut di Uganda.

    Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) sebelumnya telah mengeluarkan peringatan perjalanan pada awal bulan ini, dengan menegaskan tidak ada kasus Ebola yang dilaporkan di Amerika Serikat.

    Namun demikian, penyakit tersebut sedang mewabah di Uganda, salah satu negara yang sebelumnya mendapat bantuan dari USAID.

    Pada 29 Januari, pejabat Kementerian Kesehatan Uganda menyatakan wabah Ebola yang terjadi di negara tersebut disebabkan oleh virus Sudan.
     
    Penyebaran virus di Uganda semakin meluas karena pemerintah setempat mengalami kesulitan dalam menanganinya.

    Hal ini disebabkan oleh terhentinya bantuan tenaga medis dan prasarana dari USAID, yang membuat upaya pengendalian wabah semakin terhambat.

    Penyebarannya di Uganda pun kian menjadi-jadi setelah pemerintah Uganda merasa kewalahan lantaran mandeknya bantuan tenaga dan prasarana dari USAID.

    Anggota Kongres Don Beyer dari Virginia, seorang anggota fraksi Demokrat pun mengkritik pengakuan Musk atas kelalaian terhadap pemangkasan bantuan USAID di Uganda tersebut.

    “Orang biasa yang melakukan sesuatu yang sekonyol ‘secara tidak sengaja membatalkan pencegahan Ebola’ tidak akan dipuji, melainkan akan dipecat,” tulis Beyer di platform X.

    “Musk terus naik dalam pemerintahan ini bukan karena ia mendapatkan pekerjaannya, tetapi karena ia membelinya. Ini adalah bentuk korupsi, dan membahayakan kesehatan serta keselamatan rakyat Amerika.” lanjut Beyer.

    (Tribunnews.com/Bobby)

  • Presiden AS Donald Trump: Ukraina Harus Lupakan NATO jika Ingin Damai dengan Rusia – Halaman all

    Presiden AS Donald Trump: Ukraina Harus Lupakan NATO jika Ingin Damai dengan Rusia – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump, mengatakan kepada Ukraina agar melupakan usahanya untuk bergabung dengan aliansi pertahanan NATO.

    Trump mengatakan itu adalah salah satu syarat agar Ukraina dapat menghentikan perang dengan Rusia.

    “Saya dapat memberi tahu orang Ukraina bahwa Anda dapat melupakan NATO, saya pikir itulah yang memulai semuanya,” kata Donald Trump kepada wartawan di Gedung Putih, Rabu (26/2/2025).

    Sebelumnya Presiden Rusia Vladimir Putin berulang kali mengatakan salah satu penyebab perang Rusia-Ukraina adalah keinginan Ukraina untuk bergabung dengan NATO dan pergerakan NATO ke Eropa Timur yang dapat mengancam keamanan Rusia.

    Dalam wawancara kemarin, Trump mengatakan tujuan pertama pemerintahannya adalah menghentikan perang tersebut.

    Sedangkan tujuan kedua adalah mengembalikan uang bantuan yang telah dikeluarkan negaranya untuk mendukung Ukraina selama perang dengan Rusia sejak tahun 2022.

    “Kami menghabiskan 350 miliar dolar, Eropa menghabiskan 100 miliar dolar, dan orang-orang Eropa mendapatkan kembali uang mereka, tetapi kami tidak,” kata Donald Trump, membandingkan jumlah bantuan dari AS dan Eropa untuk Ukraina.

    Ia lalu membahas perjanjian mineral yang akan disepakati dengan Ukraina yang memungkinkan perusahaan-perusahaan AS untuk mengelola dan mendapat keuntungan dari sumber daya mineral di Ukraina termasuk logam tanah jarang.

    “Perjanjian tersebut akan mengembalikan uang kami,” kata Donald Trump, seperti diberitakan Al Mayadeen.

    Namun, Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky meminta jaminan keamanan dari AS sebagai salah satu syarat perjanjian mineral.
     
    Trump menekankan AS tidak akan memberikan jaminan keamanan besar kepada Ukraina, tetapi Eropa akan melakukannya.

    “Eropa akan mengawasi dengan ketat. Inggris dan Prancis telah mengajukan diri untuk mengirim pasukan penjaga perdamaian,” kata Donald Trump, pernyataan yang kemarin dibantah oleh Kremlin dan menegaskan Putin tidak setuju jika ada pasukan perdamaian dari anggota NATO di Ukraina.

    Dalam wawancara kemarin, Trump menggambarkan Presiden Rusia Vladimir Putin sebagai orang yang sangat cerdas dan mengungkapkan harapannya untuk mencapai kesepakatan mengenai Ukraina, seperti diberitakan RBC Ukraine.
     
    Trump berharap dapat mencapai kesepakatan dengan Putin untuk menyelesaikan perang di Ukraina, tetapi ia tidak dapat menjamin keberhasilannya.

    Pada pertengahan Februari, Donald Trump mengungkapkan keinginannya untuk menengahi perundingan perdamaian antara Rusia dan Ukraina.

    Menyusul usulan tersebut, perwakilan tinggi Rusia dan AS bertemu di Arab Saudi pada 18 Februari 2025, tanpa partisipasi Ukraina.

    Sementara itu Ukraina dan negara Eropa pendukungnya merasa khawatir sejak kembalinya Donald Trump ke Gedung Putih, yang memperlihatkan kedekatan pemerintah AS saat ini dengan Rusia.

    (Tribunnews.com/Yunita Rahmayanti)

    Berita lain terkait Konflik Rusia VS Ukraina

  • AS dan Rusia akan Bertemu Lagi di Istanbul, Bahas Apa? – Halaman all

    AS dan Rusia akan Bertemu Lagi di Istanbul, Bahas Apa? – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Menteri Luar Negeri Rusia, Sergei Lavrov telah mengonfirmasi bahwa diplomat Rusia dan Amerika Serikat akan mengadakan pembicaraan tingkat tinggi di Istanbul pada hari Kamis (27/2/2025), besok.

    Pertemuan ini bertujuan untuk meningkatkan hubungan diplomatik antara kedua negara, khususnya terkait dengan cara kerja kedutaan besar mereka.

    Sejak menjabat bulan lalu, Presiden AS Donald Trump telah mengubah arah kebijakan luar negeri AS.

    Ia telah menghubungi Presiden Rusia Vladimir Putin dan memulai kembali pembicaraan tingkat tinggi dengan Moskow, yang merupakan yang pertama dalam lebih dari tiga tahun.

    Fokus Pertemuan Diplomatik

    Lavrov mengatakan pembicaraan akan difokuskan pada penciptaan kondisi yang lebih baik bagi diplomat Rusia di AS dan mitranya di Rusia, setelah serangkaian pertikaian mengenai tingkat staf dan properti kedutaan. 

    Ia menyalahkan situasi ini pada pemerintahan mantan Presiden AS Joe Biden.

    “Para diplomat tingkat tinggi dan pakar kami akan bertemu dan mempertimbangkan masalah sistemik yang telah terakumulasi sebagai akibat dari aktivitas ilegal pemerintahan sebelumnya yang menciptakan hambatan buatan bagi aktivitas kedutaan Rusia.”

    “Tentu saja, kami membalasnya dan juga menciptakan kondisi yang tidak nyaman bagi aktivitas kedutaan Amerika di Moskow,” kata Lavrov, dikutip dari The Guardian.

    Pertemuan ini juga akan membahas penyelesaian masalah diplomatik yang telah berlangsung lama, termasuk pengusiran staf kedutaan dari masing-masing negara selama pemerintahan Biden. 

    Langkah ini diharapkan Lavrov dapat menjadi titik balik dalam hubungan bilateral yang lebih baik antara kedua negara.

    Pendekatan Baru dalam Hubungan Rusia-AS

    Sebelumnya, Lavrov dan Menteri Luar Negeri AS Marco Rubio telah bertemu pada 18 Februari di Riyadh, ibu kota Arab Saudi. 

    Dalam pertemuan tersebut, kedua belah pihak sepakat untuk memulai pembicaraan terkait perang Ukraina, meskipun tanpa melibatkan Kyiv, dikutip dari Al-Arabiya.

    Menteri Luar Negeri AS Marco Rubio setelah pertemuan tersebut mengatakan kepada The Associated Press bahwa kedua pihak telah menetapkan tiga tujuan utama.

    Salah satunya adalah membentuk tim tingkat tinggi untuk mendukung perundingan damai Ukraina.

    Kedua tujuan lainnya adalah staf di kedutaan masing-masing dipulihkan kembali, kerja sama ekonomi akan berjalan lagi.

    Meski telah ada kesepakatan tersebut, Rubio menjelaskan bahwa ini barulah awal proses yang panjang dari upaya perdamaian mereka.

    Rubio menekankan bahwa masih banyak pekerjaan yang harus dilakukan untuk dapat mencapai tiga tujuan utama di atas.

    Setelah Rubio, Menteri Luar Negeri Rusia Sergey Lavrov memberikan tanggapannya terkait pertemuan Washington-Moskow ini.

    Menurut Lavrov, pertemuan AS-Rusia ini merupakan pertemuan penting yang membicarakan banyak hal bermanfaat.

    “Kami tidak hanya mendengarkan, tetapi juga mendengar satu sama lain,” kata Lavrov kepada wartawan.

    Kesepakatan ini menandai pergeseran signifikan dari kebijakan pemerintahan Biden yang sebelumnya berupaya mengisolasi Moskow. 

    Sejak saat itu, hubungan antara Rusia dan AS terlihat semakin dekat, dengan menyingkirkan peran Ukraina dalam diskusi mereka.

    Di sisi lain, Amerika Serikat mengambil langkah mengejutkan pada Senin lalu dengan berpihak pada Rusia dalam dua pemungutan suara di Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). 

    Langkah ini dipandang sebagai upaya Washington untuk menghindari kecaman lebih lanjut terhadap invasi Rusia ke Ukraina yang telah berlangsung selama tiga tahun.

    Lavrov mengatakan kemajuan dalam hubungan diplomatik sejak Donald Trump kembali ke Gedung Putih menunjukkan “seberapa cepat dan efektifnya kita dapat bergerak.

    Ia berharap dengan adanya pertemuan di Istanbul ini, hubungan antara Rusia dan AS dapat semakin membaik, serta memberikan dampak positif bagi stabilitas geopolitik global.

    (Tribunnews.com/Farrah)

    Artikel Lain Terkait Amerika Serikat dan Konflik Rusia vs Ukraina

  • ‘Trump Gaza’, Video AI Presiden AS Soal Gaza Banjir Kecaman: Bareng Netanyahu Buka Baju di Pantai – Halaman all

    ‘Trump Gaza’, Video AI Presiden AS Soal Gaza Banjir Kecaman: Bareng Netanyahu Buka Baju di Pantai – Halaman all

    ‘Trump Gaza’, Video AI Presiden AS Soal Gaza Banjir Kecaman dari Palestina dan Dunia Arab

    TRIBUNNEWS.COM – Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump kembali membuat kontoversi.

    Kali ini, Trump telah membagikan visinya soal pembangunan Gaza lewat sebuah video yang dihasilkan artificial intelligence (AI).

    Video AI itu menggambarkan Gaza sebagai taman bermain yang dipenuhi gedung pencakar langit bagi orang-orang berduit.

    Presiden AS mengunggah video tersebut di platform Truth Social miliknya.

    Dalam video tersebut, Gaza ditata ulang secara total menjadi kota tepi pantai bernama ‘Trump Gaza’ dengan jalan-jalan yang dipenuhi Tesla.

    “Adegan tersebut memicu kecaman di dunia Arab, di mana klaim Trump menyatakan kalau AS dapat membeli atau menyita Gaza untuk dibangun kembali – sembari memindahkan warga Palestina ke luar negeri. Usulan Trump ini disambut dengan kekecewaan dan kemarahan,” tulis ulasan The National, dikutip Rabu (26/2/2025).

    “Seluruh video itu provokatif, dan nama yang dipilihnya tidak dapat diterima, apa yang dia maksud dengan Trump Gaza? Mengapa dia pikir itu untuknya?” kata Heba Wiliam, 36 tahun, yang tinggal di kamp Al Nuseirat di Gaza tengah, kepada The National.

    Rumahnya sebagian hancur, dan dia telah mengungsi berkali-kali bersama ketiga putranya.

    “Dia mungkin melihat Gaza sebagai kota pesisir dengan lokasi dan iklim yang sangat baik, di mana dia bisa mengembangkan kawasan wisata, membangun kota, dan merekonstruksinya agar bisa menyaingi kota-kota Eropa modern,” tambahnya.

    “Gaza sudah menjadi kota yang indah tanpa keterlibatannya atau siapa pun,” katanya.

    Fantasi yang Pasti Gagal

    Rencana Trump untuk membangun kembali Gaza dan mengusir lebih dari dua juta warga Palestina, yang disampaikan dalam pertemuan di Gedung Putih dengan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu.

    Hal ini memicu kemarahan internasional dan membuat marah dunia Arab.

    Setelah kembali dari Washington dan dalam pidatonya di hadapan kabinetnya, Netanyahu memuji usulan tersebut, dan menyebutnya “revolusioner”.

    Namun, warga Gaza menentang segala upaya untuk memindahkan mereka dari daerah kantong itu, dengan mengatakan bahwa rencana Trump untuk mengambil alih kendali dan membangun kembali wilayah itu adalah “fantasi” yang pasti akan gagal.

    “Ini sama sekali tidak dapat diterima, dan videonya sangat provokatif. Ada pelanggaran yang jelas terhadap privasi kami, negara kami, dan keberadaan kami. Gaza hanya untuk warga Gaza,” kata Ibtisam Abu Saif, 50 tahun, yang tinggal di rumah keluarganya setelah rumahnya hancur total kepada The National .

    “Tidak mungkin kita bisa menerima campur tangan Trump dengan cara seperti ini—dalam mengendalikan Gaza dan membentuknya sesuai dengan preferensi dan keinginannya sendiri, video tersebut benar-benar ditolak dan sangat menyinggung perasaan kami,” tambahnya.

    Video rekaan AI itu juga menampilkan sosok Elon Musk yang diciptakan oleh AI sedang melemparkan uang tunai ke udara dan patung emas Trump.

    Trek musik pada video tersebut berbunyi: “Tidak ada lagi terowongan, tidak ada lagi rasa takut, Trump Gaza akhirnya ada di sini. Trump Gaza bersinar terang, masa depan yang cerah, cahaya yang benar-benar baru. Berpesta dan berdansa, kesepakatan telah tercapai, Trump Gaza nomor satu.”

    GAZA TRUMP – Tangkap layar video rekaan AI yang diunggah Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump, Rabu (26/2/2025) menunjukkan sosok dirinya dan Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu bertelanjang dada tengah bersantai di Tepi Pantai Gaza yang sudah dibangun kembali. Trump mengunggah video tersebut untuk menggambarkan usulannya membangun ulang Gaza, hal yang menuai kecaman warga Palestina dan Dunia Arab.

    Elon Musk Lempar Uang, Trump-Netanyahu Santai di Tepi Pantai

    Rekaman itu menggambarkan kota pesisir dengan jalan setapak, gedung-gedung tinggi, dan pantai-pantai yang berkilauan – mirip dengan Tel Aviv.

    Detail yang lebih aneh termasuk penari perut berjanggut, seorang anak yang memegang balon emas berbentuk wajah Trump , dan patung emas besar Presiden AS itu sendiri.

    Adapun Elon Musk melemparkan uang tunai ke udara agar orang miskin dapat mengambilnya.

    Di akhir video, Trump sendiri terlihat sedang menyeruput minuman di kursi santai di samping Netanyahu. Keduanya digambarkan bertelanjang dada dan berjemur di pantai di resor “Trump Gaza”.

    “Trump melihat masalah ini sebagai proyek investasi dan tidak melihat hal lain. Di sisi lain, Palestina melihatnya sebagai perjuangan eksistensial yang tidak dapat dinegosiasikan dan hampir mustahil,” kata Ahmad Hassouna, 38 tahun, yang tinggal di Gaza kepada The National.

    “Trump tidak memahami konsep kepercayaan dan keterikatan pada tanah air asli, pada tanah air… Bangsa Palestina menganggap diri mereka sebagai bagian dari tanah ini sejak awal sejarah. Bagi mereka, tanah ini memiliki makna religius yang tidak dapat dikompromikan,” imbuhnya.

    KONTRAS – Pagar yang menandai zona penyangga yang dideklarasikan sendiri oleh Israel dengan Gaza terlihat dari helikopter Black Hawk. Kekontrasan terlihat, Sebelah kiri merupakan sisi Gaza, sedangkan sisi kanan merupakan wilayah pendudukan Israel. (HandOut/Diego Ibarra Sánchez untuk NPR)

    Rekonstruksi Gaza

    Pada Senin (24/2/2025) kemarin, kepala urusan luar negeri Uni Eropa, Kaja Kallas, mengatakan kepada Menteri Luar Negeri Israel Gideon Saar kalau blok tersebut menolak rencana untuk menggusur paksa warga Gaza.

    Uni Eropa, menilai, rencana ini hanya akan meningkatnya kekhawatiran atas gencatan senjata di wilayah yang dilanda perang dan kekerasan yang meningkat di Tepi Barat yang diduduki Israel.

    Sementara itu, Mesir secara aktif berupaya dengan diplomasi yang bijaksana untuk membujuk sebanyak mungkin kepala negara Arab agar berpartisipasi dalam pertemuan puncak darurat yang dijadwalkan minggu depan, menggunakan pengaruh regionalnya untuk membujuk 22 anggota Liga Arab agar mengambil sikap yang berarti terhadap rencana Trump terkait Gaza.

    Saat melakukan perjalanan dengan Air Force One menuju Super Bowl di New Orleans, Trump mengatakan kepada wartawan awal bulan ini bahwa ia ingin memastikan kalau Hamas “tidak bergerak mundur” untuk mengendalikan daerah kantong tersebut.

    Israel menjadikan penggulingan Hamas dari kekuasaan sebagai salah satu tujuan utamanya dalam perang tersebut, yang telah menewaskan lebih dari 48.000 warga Palestina di Gaza sejak dimulai pada 7 Oktober 2023.

    Perang tersebut meletus setelah faksi militan Palestina yang dipimpin oleh Hamas melancarkan serangan mematikan terhadap komunitas Israel selatan, menewaskan sekitar 1.200 orang dan menyandera ratusan orang, menurut klaim Israel.

    Tata kelola masa depan Gaza juga terkait dengan pembangunan kembali pascaperang, yang diperkirakan menelan biaya miliaran dolar.

    Banyak donor internasional, terutama pemerintah Barat, telah mengisyaratkan bahwa mereka tidak akan mendanai upaya pembangunan kembali Gaza kecuali Hamas melepaskan kendali atas wilayah tersebut.

    Namun, melucuti senjata Hamas adalah “sangat mustahil” dan tidak dapat dinegosiasikan, seorang anggota pimpinan politik kelompok tersebut mengatakan kepada The National pada hari Selasa, beberapa hari setelah faksi militan tersebut menyambut baik “pengawasan” Palestina yang bersatu di Gaza.

     

    (oln/thntnl/*)

  • Trump Jual Visa Emas ke Orang Asing yang Ingin Jadi Warga AS, Bisa Mulai Dibeli 2 Minggu Lagi – Halaman all

    Trump Jual Visa Emas ke Orang Asing yang Ingin Jadi Warga AS, Bisa Mulai Dibeli 2 Minggu Lagi – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump baru saja mengumumkan kebijakan imigrasi baru.

    Trump menjual Gold Card atau Visa Emas kepada orang asing kaya raya yang ingin menjadi warga negara Amerika.

    “Kami akan menjual Visa Emas,” kata Trump dalam pidatonya di Ruang Oval Gedung Putih pada Selasa (25/2/2025), dikutip dari AFP.

    Visa Emas ini bisa menjadi jalan pintas bagi mereka yang ingin mendapatkan kewarganegaraan AS, mulai dari individu biasa hingga oligarki internasional.

    Dengan membeli visa ini seharga US$5 juta (sekitar Rp81,8 miliar), pemegangnya akan mendapatkan hak tinggal dan bekerja di AS serta jalur menuju kewarganegaraan, 

    “Ada visa hijau dan ini adalah Visa Emas,” ucapnya.

    “Kami akan menetapkan harga sekitar US$5 juta untuk visa ini, yang memberikan hak yang sama seperti visa hijau, ditambah jalur menuju kewarganegaraan,” paparnya.

    “Orang kaya akan datang ke negara kita dengan membeli visa ini,” jelasnya.

    Trump mengatakan penjualan visa ini akan dimulai dalam dua minggu ke depan.

    Ia sangat optimis bahwa ratusan Visa Emas akan terjual.

    Ketika ditanya apakah ia akan mempertimbangkan untuk menjual visa ini kepada oligarki Rusia, Trump menjawab, “Ya, mungkin saja. Saya mengenal beberapa oligarki Rusia yang merupakan orang-orang baik.”

    Pernyataan ini muncul di tengah kekhawatiran sekutu Eropa terhadap kedekatan Trump dengan Rusia, terutama terkait dengan invasi Rusia ke Ukraina.

    Visa Emas Gantikan Visa EB-5

    Dikutip dari NPR, Menteri Perdagangan AS, Howard Lutnick, menjelaskan visa emas ini akan menggantikan program visa investor EB-5 yang telah ada sejak 1992.

    Visa EB-5 memungkinkan imigran untuk mendapatkan green card setelah berinvestasi minimal US$1.050.000 dalam proyek yang menciptakan lapangan kerja di AS, atau US$800.000 di area dengan tingkat pengangguran tinggi atau daerah ekonomi terpuruk.

    Ia menekankan pelamar visa emas akan melalui pemeriksaan ketat.

    “Mereka tentu akan melalui proses penyaringan untuk memastikan bahwa mereka adalah warga dunia kelas atas yang luar biasa,” kata Lutnick seperti dikutip dari CNN.

    Lutnick, yang mendukung visa emas, menyebut program EB-5 penuh dengan “omong kosong, kepura-puraan, dan penipuan”.

    Program visa EB-5 selama ini banyak dimanfaatkan oleh bisnis-bisnis yang terkait dengan Trump dan keluarganya untuk mendanai proyek properti besar.

    Program EB-5 sempat mendapat kritik, terutama di masa jabatan Trump.

    Sebagian pihak mengingatkan program ini menyimpang dari tujuan aslinya.

    Pihak lainnya bahkan meminta reformasi terhadap program tersebut.

    Potensi Keuntungan Gold Card atau Visa Emas

    Menurut Trump, visa emas ini juga bertujuan untuk mengurangi utang nasional AS.

    “Satu juta visa akan bernilai US$5 triliun.

    “Jika Anda menjual 10 juta visa, itu akan menjadi US$50 triliun. Kami memiliki utang US$35 triliun. Itu akan sangat membantu,” ujarnya optimis.

    Program ini juga diharapkan dapat mendatangkan orang-orang kaya dan sukses yang akan berinvestasi, membayar pajak, serta menciptakan lapangan kerja.

    “Mereka akan menghabiskan banyak uang dan membayar banyak pajak, dan kami pikir ini akan sangat sukses,” kata Trump.

    (Tribunnews.com, Andari Wulan Nugrahani)

  • Trump akan Jual Visa Emas Senilai 5 Juta Dolar, Pemiliknya Bisa Jadi Permanent Resident di AS – Halaman all

    Trump akan Jual Visa Emas Senilai 5 Juta Dolar, Pemiliknya Bisa Jadi Permanent Resident di AS – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump, mengatakan AS akan menjual Golden Visa atau Visa Emas senilai lima juta dolar.

    Kartu izin tinggal tersebut akan memberikan status permanent resident (penduduk tetap) bagi pemiliknya di AS.

    Visa tersebut berbeda dengan Visa EB-5 berwarna hijau yang diluncurkan pada tahun 1990 bagi individu yang berinvestasi di AS.

    “Kami akan menjual kartu (Visa) emas,” kata Donald Trump kepada wartawan di Ruang Oval, Gedung Putih, pada Selasa (25/2/2025).

    “Anda memiliki kartu hijau (Visa EB-5), ini adalah kartu emas. Kami akan mematok harga kartu ini sekitar 5 juta dolar,” lanjutnya.

    Donald Trump menekankan pemegang Visa Emas tetap akan membayar pajak di Amerika Serikat.

    “Orang-orang kaya akan datang ke negara kita dengan membeli kartu ini, mereka akan menjadi kaya dan sukses, dan mereka akan menghabiskan banyak uang dan membayar banyak pajak dan mempekerjakan banyak orang,” kata Trump.

    Presiden AS menjelaskan proses penjualan Visa Emas ini diharapkan akan dimulai dalam waktu dua minggu.

    “Ini seperti kartu hijau tetapi pada tingkat kecanggihan yang lebih tinggi,” katanya, seperti diberitakan Axios.

    Donald Trump mengatakan Visa Emas dapat berfungsi sebagai salah satu jalur menuju kewarganegaraan AS.

    “Kartu emas ini akan memungkinkan pemegangnya untuk memperoleh kewarganegaraan Amerika dalam jangka panjang,” tambahnya.

    Para oligarki Rusia, yang sebagian besar telah dikenai sanksi oleh Amerika Serikat sejak dimulainya perang Rusia di Ukraina, mungkin dapat mengajukan permohonan visa ini.

    “Saya kenal beberapa oligarki Rusia yang merupakan orang-orang yang sangat baik. Mereka mungkin memenuhi syarat untuk membelinya,” kata Trump.

    Donald Trump menekankan Visa Emas ini akan memungkinkan untuk menarik orang-orang ke sektor Teknologi Informasi (TI) yang mampu menciptakan lapangan kerja, orang-orang dengan level yang sangat tinggi.

    “Saya pikir perusahaan akan membayar untuk mendatangkan orang di bawah kartu baru,” katanya.

    “Apple dan semua perusahaan yang ingin orang datang dan bekerja untuk mereka akan dapat membeli kartu emas,” tambahnya.

    Ia yakin AS dapat menjual lebih dari satu juta Visa Emas.

    Menteri Perdagangan AS, Howard Lutnick, telah mengindikasikan Visa Emas tersebut akan menggantikan visa EB-5 dalam waktu dua minggu, seperti diberitakan AP News.

    “Kartu emas, yang pada dasarnya adalah kartu penduduk tetap (kartu hijau), akan meningkatkan biaya visa bagi investor dan menghilangkan penipuan dan gangguan yang telah diciptakan oleh program EP-5. Seperti halnya kartu hijau lainnya, visa ini akan mencakup jalur menuju kewarganegaraan,” kata Howard Lutnick dalam pertemuannya dengan Trump pada Selasa kemarin.

    Program baru ini secara efektif akan memungkinkan orang kaya membeli jalan mereka ke AS tanpa harus menciptakan lapangan kerja atau membangun bisnis.

    (Tribunnews.com/Yunita Rahmayanti)