Tempat Fasum: Gedung Putih

  • Trump Bersitegang dengan Eropa, Portugal Bakal Ganti Jet AS dengan Buatan Eropa

    Trump Bersitegang dengan Eropa, Portugal Bakal Ganti Jet AS dengan Buatan Eropa

    JAKARTA – Portugal berpeluang mengganti jet tempur F-16 buatan Amerika yang sudah tua dengan jet buatan Eropa, bukan F-35, menyusul perubahan kebijakan Presiden AS Donald Trump.

    Menteri Pertahanan Portugal Nuno Melo mengatakan kepada surat kabar Portugal Publico, sifat kebijakan Trump yang tidak dapat diprediksi terhadap NATO dan Eropa dapat menentukan pilihan pesawat negara itu.

    “Sikap AS baru-baru ini dalam konteks NATO dan dimensi geostrategis internasional membuat kita berpikir tentang pilihan terbaik, karena prediktabilitas sekutu kita merupakan faktor yang harus diperhitungkan,” katanya dilansir Reuters, Sabtu, 15 Maret

    Langkah Trump yang jelas-jelas condong ke Rusia dalam masa jabatan keduanya di Gedung Putih telah mengejutkan sekutu tradisional NATO di Eropa.

    Trump juga menuntut agar anggota NATO Eropa meningkatkan anggaran pertahanan mereka dan mempertanyakan pendanaan utama negaranya untuk NATO.

    “Sekutu kita ini, yang telah berperilaku dengan cara yang dapat diprediksi selama beberapa dekade, dapat memberlakukan batasan pada penggunaan, pemeliharaan, komponen, dan semua yang terkait dengan pengoperasian pesawat,” sambung Melo, anggota pemerintah kanan-tengah Portugal, yang minggu ini pindah ke posisi sementara menjelang pemilihan umum pada tanggal 18 Mei.

    Melo mengatakan negaranya tidak mengesampingkan kemungkinan akuisisi F-35 tetapi sedang dipertimbangkan bersama dengan “model-model lain yang tersedia di Eropa” sebagai bagian dari proses yang masih dalam tahap awal.

    “Konteks geopolitik saat ini menunjukkan perlunya memperkuat pilar pertahanan NATO di Eropa, dan itu termasuk penguatan produksi masing-masing di bidang pertahanan,” sambung kementerian tersebut.

    Komisi Eropa ingin negara-negara UE menguraikan kebutuhan pertahanan mereka yang paling mendesak dan meluncurkan “proyek-proyek unggulan pan-Eropa berskala besar” untuk memungkinkan Eropa mempertahankan diri terhadap potensi serangan Rusia.

    Komisi Eropa mengatakan peralatan Eropa harus dibeli jika memungkinkan.

  • Dibujuk Trump, Putin Akan Ampuni Tentara Ukraina Jika Serahkan Diri

    Dibujuk Trump, Putin Akan Ampuni Tentara Ukraina Jika Serahkan Diri

    Moskow

    Presiden Rusia Vladimir Putin mengatakan akan memberikan pengampunan jika tentara Ukraina, yang terkepung di wilayah Kursk, bersedia “menyerahkan diri”. Hal ini disampaikan setelah Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump membujuk Putin untuk mengampuni nyawa tentara-tentara Ukraina di wilayah Rusia.

    Militer Rusia telah melancarkan serangan balasan secara cepat di wilayah perbatasan barat Kursk selama sepekan terakhir, dalam upaya merebut kembali sebagian besar wilayah yang dikuasai pasukan Ukraina yang melancarkan serangan mendadak pada Agustus tahun lalu.

    Kekalahan di Kursk akan menjadi pukulan telak bagi rencana Kyiv untuk menggunakan cengkeramannya atas wilayah itu sebagai alat tawar-menawar, dalam perundingan damai untuk mengakhiri perang melawan Moskow yang telah berlangsung selama tiga tahun terakhir.

    “Kami bersimpati terhadap seruan Presiden Trump,” kata Putin dalam pernyataan yang disiarkan televisi Rusia, seperti dilansir AFP, Sabtu (15/3/2025).

    “Jika mereka (tentara Ukraina-red) meletakkan senjata dan menyerah, maka mereka akan dijamin nyawanya dan diperlakukan dengan bermartabat,” tegasnya.

    Trump, pada Jumat (14/3), mendesak Putin untuk menyelamatkan nyawa tentara-tentara Ukraina. Dia menyebut “ribuan” tentara Ukraina “sepenuhnya dikepung oleh militer Rusia, dan berada dalam posisi yang sangat buruk dan rentan”.

    Trump juga mengatakan bahwa utusannya, Steve Witkoff, telah melakukan pembicaraan yang “sangat baik dan produktif” dengan Putin membahas usulan gencatan senjata selama 30 hari.

    “Saya telah dengan sungguh-sungguh meminta kepada Presiden Putin agar nyawa mereka diampuni. Ini akan menjadi pembantaian yang mengerikan, yang tidak pernah terlihat sejak Perang Dunia II,” ujarnya.

    Simak berita selengkapnya di halaman selanjutnya.

    Kepemimpinan militer Ukraina membantah klaim Putin dan Trump soal pengepungan pasukan mereka di Kursk. “Tidak ada ancaman terhadap unit kami dikepung,” tegas Staf Jenderal Ukraina.

    AS, di bawah kepemimpinan Trump, berupaya menengahi gencatan senjata antara Rusia dan Ukraina. Ketegangan sempat terjadi bulan lalu antara Trump dan Presiden Volodymyr Zelensky dalam pertemuan di Ruang Oval Gedung Putih.

    Namun beberapa pekan kemudian, para pejabat AS dan Ukraina bertemu di Arab Saudi yang berujung dengan menyetujui usulan gencatan senjata. Trump kemudian mengutus Witkoff ke Moskow untuk membahas usulan itu dengan Putin dan para pejabat senior lainnya.

    Pekan lalu, Trump mengancam akan memberikan “sanksi perbankan skala besar” dan memberlakukan tarif terhadap Rusia jika mereka tidak mau bekerja sama dalam upaya mencapai gencatan senjata.

    Hoegeng Awards 2025

    Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu

  • Tarik Ulur Kesepakatan Gencatan Senjata di Gaza, Tawaran Hamas Bebaskan Sandera Ditolak Israel – Halaman all

    Tarik Ulur Kesepakatan Gencatan Senjata di Gaza, Tawaran Hamas Bebaskan Sandera Ditolak Israel – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Tawar menawar terus terjadi antara Israel dan Hamas demi kesepakatan gencatan senjata tercapai.

    Namun, tawar menawar tersebut tak pernah menemui titik terang agar perdamaian di Gaza terwujud.

    Terbaru, Israel telah menolak tawaran Hamas untuk membebaskan seorang warga negara ganda Amerika-Israel.

    Hamas mengatakan pihaknya telah mengajukan tawaran untuk membebaskan Edan Alexander, warga asli New Jersey, seorang prajurit berusia 21 tahun dalam tentara pendudukan Israel.

    Tawaran dari Hamas ini dilakukan setelah menerima proposal dari mediator untuk negosiasi tahap kedua dari kesepakatan gencatan senjata.

    Akan tetapi, kesepakatan ini berada dalam ketidakpastian karena Israel menolak untuk memulai negosiasi tahap kedua dan berupaya memberikan tekanan maksimum kepada Palestina untuk memaksa mereka menerima persyaratan barunya.

    Dikutip dari Middle East Monitor, Hamas mengatakan pemimpin Gaza Khalil Al-Hayya tiba di Kairo, Mesir pada Jumat (14/3/2025).

    Al-Hayya berada di Kairo untuk melakukan pembicaraan gencatan senjata dengan mediator Mesir.

    Sejak fase pertama sementara gencatan senjata berakhir pada tanggal 2 Maret, Israel telah menutup perbatasan ke Gaza, melarang semua bantuan kemanusiaan memasuki Jalur Gaza, dan memutus aliran listrik ke satu-satunya pabrik desalinasi di daerah kantong itu.

    Israel mengatakan ingin memperpanjang fase pertama gencatan senjata sementara, sebuah usulan yang didukung oleh utusan AS Steve Witkoff.

    Lalu Hamas mengatakan akan melanjutkan pembebasan tawanan hanya pada fase kedua.

    Kantor Perdana Menteri Benjamin Netanyahu menyebut tawaran pembebasan Alexander sebagai “manipulasi dan perang psikologis”.

    “Meskipun Israel telah menerima usulan Witkoff, Hamas tetap pada penolakannya dan tidak bergeming sedikit pun,” kata kantor Netanyahu menambahkan.

    Dikatakan bahwa ia akan bersidang dengan kabinetnya Sabtu (15/3/2025) malam untuk membahas situasi dan memutuskan langkah selanjutnya.

    Witkoff mengatakan kepada wartawan di Gedung Putih pada awal Maret bahwa pembebasan Alexander merupakan “prioritas utama”.

    Negosiator penyanderaan AS Adam Boehler bertemu dengan para pemimpin Hamas dalam beberapa hari terakhir untuk meminta pembebasan Alexander.

    Dua pejabat Hamas mengatakan kepada Reuters bahwa persetujuan mereka untuk membebaskan Alexander dan keempat jenazah itu bersyarat pada dimulainya perundingan mengenai gencatan senjata tahap kedua, pembukaan penyeberangan, dan pencabutan blokade Israel.

    “Kami bekerja sama dengan para mediator agar kesepakatan ini berhasil dan memaksa pendudukan untuk menyelesaikan semua fase kesepakatan,” kata Abdel-Latif Al-Qanoua, juru bicara Hamas.

    Hamas Disebut Buat Taruhan yang Buruk

    Gedung Putih menuduh Hamas mengajukan tuntutan yang “sama sekali tidak praktis”.

    Hamas juga disebut menunda kesepakatan untuk membebaskan sandera AS-Israel dengan imbalan perpanjangan gencatan senjata Gaza.

    “Hamas bertaruh dengan sangat buruk bahwa waktu ada di pihaknya. Tidak demikian,” kata pernyataan dari kantor Steve Witkoff dan Dewan Keamanan Nasional AS, dikutip dari Arab News.

    “Hamas sangat menyadari tenggat waktu itu, dan harus tahu bahwa kami akan menanggapinya dengan tepat jika tenggat waktu itu terlewati,” katanya lagi.

    Witkoff menambahkan bahwa Trump telah bersumpah Hamas akan “membayar harga yang mahal” karena tidak membebaskan sandera.

    Utusan Trump itu mengajukan proposal “jembatan” di Qatar pada hari Rabu untuk memperpanjang fase pertama gencatan senjata hingga pertengahan April jika Hamas membebaskan sandera yang masih hidup dengan imbalan tahanan Palestina.

    “Hamas diberi tahu dengan tegas bahwa ‘jembatan’ ini harus segera diimplementasikan — dan bahwa warga negara AS-Israel Edan Alexander harus segera dibebaskan,” kata pernyataan itu.

    “Sayangnya, Hamas telah memilih untuk menanggapi dengan secara terbuka mengklaim fleksibilitas sementara secara pribadi mengajukan tuntutan yang sama sekali tidak praktis tanpa gencatan senjata permanen,” tambahnya.

    Menteri Luar Negeri AS Marco Rubio, ditanya apakah Amerika Serikat memprioritaskan pembebasan sandera Amerika, berkata: “Kami peduli dengan semua sandera”.

    “Kami bertindak seolah-olah ini adalah pertukaran yang normal, ini adalah hal yang normal yang terjadi. Ini adalah kemarahan. Jadi mereka semua harus dibebaskan,” kata Rubio.

    “Saya tidak akan mengomentari apa yang akan kami terima dan tidak terima, selain bahwa kita semua — seluruh dunia — harus terus mengatakan bahwa apa yang telah dilakukan Hamas adalah keterlaluan, konyol, sakit, menjijikkan,” katanya.

    (*)

  • Utusan Khusus Trump Temui Putin, Rusia Sampaikan ‘Sinyal Tambahan’ soal Gencatan Senjata di Ukraina – Halaman all

    Utusan Khusus Trump Temui Putin, Rusia Sampaikan ‘Sinyal Tambahan’ soal Gencatan Senjata di Ukraina – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Juru bicara Kremlin, Dmitry Peskov mengatakan pada hari Jumat (14/3/2025) bahwa Presiden Vladimir Putin telah mengirim sinyal “tambahan” kepada mitranya Donald Trump.

    “Rusia telah mengirimkan ‘sinyal tambahan’ kepada Presiden AS Donald Trump mengenai usulan gencatan senjata melalui utusan khusus Steve Witkoff,” kata Peskov, dikutip dari Kyiv Independent.

    Putin menyampaikan ‘sinyal tambahan’ ini kepada Trump melalui utusan AS Steve Witkoff saat bertemu dengannya pada Kamis (13/3/2025), malam.

    Peskov mengatakan bahwa Witkoff menemui Putin di Moskow pada larut malam.

    Kunjungan Witkoff ke Moskow adalah untuk menyampaikan rincian rencana gabungan AS-Ukraina terkait gencatan senjata selama 30 hari di Ukraina.

    Tidak hanya itu, dalam pertemuan tersebut, keduanya juga membahas tanggal-tanggal potensial untuk panggilan telepon antara Trump dan Putin.

    Kedatangan Witkoff ke Moskow tepat merupakan salah satu upaya AS untuk mendapatkan persetujuan Rusia soal gencatan senjata di Ukraina.

    Hal ini menyusul kesepakatan antara AS-Ukraina untuk gencatan senjata di Ukraina selama 30 hari.

    Keduanya menyepakati hal tersebut saat dalam pembicaraan di Jeddah pada 11 Maret 2025.

    Dari pembicaraan tersebut, Ukraina menyetujui usulan gencatan senjata sementara selama 30 hari.

    Hal tersebut diungkapkan oleh kedua pihak melalui pernyataan bersama.

    Trump juga berharap Rusia menyetujui kesepakatan ini.

    Setelah AS-Ukraina sepakat menyetujui gencatan senjata 30 hari, Rusia kemudian membuat pernyataan.

    Putin mengatakan bahwa Rusia siap menerima gencatan senjata.

    “Idenya benar dan kami mendukungnya, tetapi ada beberapa pertanyaan yang perlu kita bahas,” katanya, dikutip dari BBC.

    Namun Rusia memberikan sejumlah persaratan.

    Di antaranya, menghentikan mobilisasi, pelatihan militer, dan pengiriman bantuan asing selama gencatan senjata.

    Pernyataan Putin mendapat sambutan positif dari Trump.

    Menurut Trump, pernyataan Putin sangat menjanjikan.

    Akan tetapi, Trump menjelaskan bahwa pernyataan tersebut ‘belum lengkap’.

    “Dia mengeluarkan pernyataan yang sangat menjanjikan tetapi belum lengkap,” kata Trump, yang sedang bertemu dengan kepala NATO Mark Rutte di Gedung Putih, dikutip dari Al-Arabiya.

    Trump menggarisbawahi bahwa kesepakatan gencatan senjata ini harus harus segera terealisasikan.

    “Saya ingin sekali bertemu atau berbicara dengannya. Namun, kita harus segera menyelesaikannya (kesepakatan gencatan senjata),” jelasnya.

    Menurut Trump, apabila Rusia tidak menyetujui kesepatan ini, maka banyak akan kecewa dengan keputusannya.

    “Banyak rincian kesepakatan akhir yang sebenarnya telah dibahas. Sekarang kita akan melihat apakah Rusia ada di sana dan, jika tidak, ini akan menjadi momen yang sangat mengecewakan bagi dunia,” katanya.

    Sementara presiden Volodymyr Zelensky menolak tanggapan Putin.

    Zelenksy menyebut Putin sangat manipulatif.

    “Kini kita semua telah mendengar kata-kata yang sangat mudah ditebak dan sangat manipulatif dari Putin dalam menanggapi gagasan bungkam di garis depan, Dia pada kenyataannya, tengah bersiap untuk menolaknya mulai sekarang,” kata Zelensky.

    Zelensky menuduh Putin tidak menginginkan perang berakhir.

    “Putin takut untuk mengatakan secara langsung kepada Presiden Trump bahwa ia ingin melanjutkan perang ini,” tuding Zelensky, dikutip dari The Guardian.

    Setelah pernyataan Putin dan tanggapan Zelensky, terlihat ketidaksamaan tujuan dari kesepakatan ini.

    Keduanya sama-sama mempertahankan prinsip dan tujuan mereka masing-masing dalam gencatan senjata di Ukraina.

    (Tribunnews.com/Farrah)

    Artikel Lain Terkait Donald Trump, Vladimir Putin dan Konflik Rusia vs Ukraina

  • Iran, China, Rusia Keluarkan Pernyataan Bersama: Serukan AS Cabut Sanksi ke Teheran Soal Nuklir – Halaman all

    Iran, China, Rusia Keluarkan Pernyataan Bersama: Serukan AS Cabut Sanksi ke Teheran Soal Nuklir – Halaman all

    Iran, China, Rusia Keluarkan Pernyataan Bersama: Serukan AS Cabut Sanksi ke Teheran Soal Nuklir

    TRIBUNNEWS.COM – Diplomat Iran, Cina dan Rusia mengeluarkan pernyataan bersama hasil pertemuan ketiganya di Beijing pada Jumat (14/3/2025).

    MNA melansir, mereka menyerukan pencabutan “sanksi melanggar hukum” yang dijatuhkan terhadap Iran, menekankan hak Teheran untuk penggunaan energi nuklir secara damai.

    Pertemuan diplomat Iran, China dan Rusia itu berisi pertukaran pandangan tentang program nuklir Iran dan isu-isu internasional lainnya yang menjadi perhatian bersama.

    Dalam pernyataan bersama, mereka menekankan perlunya mencabut semua sanksi sepihak yang melanggar hukum.

    Pertemuan tersebut, yang dipimpin oleh Wakil Menteri Luar Negeri China Ma Zhaoxu, dihadiri oleh Wakil Menteri Luar Negeri Kazem Gharibabadi dan Wakil Menteri Luar Negeri Rusia Sergei Ryabkov.

    China, Rusia, dan Iran mengatakan bahwa pihak-pihak terkait harus berkomitmen untuk mengatasi akar penyebab situasi saat ini dan meninggalkan sanksi, tekanan atau ancaman kekuatan.

    Mereka menekankan kalau dialog berdasarkan “saling menghormati” adalah satu-satunya solusi praktis untuk masalah ini, mendesak “pihak yang relevan untuk menahan diri dari mengambil tindakan yang akan meningkatkan situasi” dan merusak upaya diplomatik.

    DONALD TRUMP – Foto ini diambil pada Kamis (13/3/2025) dari YouTube The White House memperlihatkan Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, berbicara selama konferensi pers setelah pertemuan dengan Taoiseach (Perdana Menteri) Irlandia Micheal Martin di Ruang Oval di Gedung Putih di Washington, DC, AS pada Rabu (12/3/2025). Dalam acara tersebut, Trump sebut tidak ada yang ingin mengusir penduduk Gaza, sebuah pernyataan yang berlawanan dari usulannya pada Februari lalu yang ingin memindahkan penduduk Gaza ke luar negeri. (YouTube The White House)

    Rayuan dan Ancaman Presiden AS Donald Trump

    Pertemuan di Beijing antara ketiga diplomat tersebut menyusul serangkaian pendekatan dari Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump sejak kembalinya kekuasaannya ke Gedung Putih pada bulan Januari.

    Trump menggunakan dua pendekatan, rayuan yang dibarengi ancaman untuk melanjutkan perundingan nuklir dengan Teheran.

    Pada awal minggu ini, Trump mengaku telah mengirim surat kepata Pemimpin Tertinggi Iran Ayatollah Ali Khamenei.

    Dalam surat tersebut, Trump mengatakan menawarkan pembicaraan menuju kesepakatan mengenai program nuklir.

    Menurutnya, negosiasi ini akan menghasilkan sesuatu yang lebih baik daripada intervensi yang selama ini iya lakukan.

    “Saya berharap Iran, dan saya telah menulis surat kepada mereka yang mengatakan, saya harap Anda akan bernegosiasi karena jika kita harus melakukan intervensi militer, itu akan menjadi hal yang mengerikan bagi mereka,” kata Trump dalam segmen wawancara yang disiarkan pada hari Jumat, dikutip dari Iran International.

    Trump mengklaim kalau negosiasi ini tidak akan menyakiti Iran.

    “Ada dua cara untuk menangani Iran, secara militer atau membuat kesepakatan. Saya lebih suka membuat kesepakatan karena saya tidak ingin menyakiti Iran,” imbuh Trump.

    Presiden AS ini juga mengaku memiliki banyak kenalan di Iran.

    “Mereka orang-orang hebat. Saya kenal banyak orang Iran dari negara ini,” terangnya.

    Trump menambahkan dalam wawancaranya bahwa kesepakatan nuklir akan menjadi kemenangan bagi Iran.

    “Saya pikir mereka ingin mendapatkan surat itu. Alternatif lainnya adalah kita harus melakukan sesuatu, karena kita tidak bisa membiarkan senjata nuklir lain,” katanya.

    Meski banyak orang yang tidak setuju dengan keputusannya, Trump yakin bahwa ini akan membawa kemenangan bagi Iran.

    “Saya tidak yakin semua orang setuju dengan saya. Namun, kita dapat membuat kesepakatan yang sama bagusnya seperti jika Anda menang secara militer,” tambah presiden AS.

    Iran Tak Sudi Diancam

    Presiden Iran Masoud Pezeshkian dengan tegas menolak perundingan soal Nuklir dengan Presiden AS Donald Trump.

    Menurut Pezeshkian, apa yang dilakukan Trump saat ini adalah mengancam agar Iran mau berunding dengannya.

    Pezeshkian mengatakan dirinya tak akan peduli dengan apa yang dilakukan Trump terhadap Iran.

    “Jika Anda mengancam saya, saya tidak akan bernegosiasi, lakukan apa pun yang Anda inginkan,” kata Pezeshkian dalam sebuah acara di Teheran pada hari Selasa (11/3/2025), dikutip dari Anadolu Anjansi.

    Iran semakin marah setelah enam dari 15 anggota Dewan Keamanan PBB, yaitu AS, Prancis, Yunani, Panama, Korea Selatan, dan Inggris mengadakan pertemuan tertutup minggu ini untuk membahas program nuklirnya. 

    Menurut Iran ini adalah penyalahgunaan Dewan Keamanan PBB.

    Sementara itu, Iran telah lama menegaskan bahwa programnya ditujukan untuk tujuan damai.

    Sejak Trump kembali ke menjabat sebagai Presiden AS, pemerintahannya secara konsisten mengatakan bahwa Iran harus dicegah memperoleh senjata nuklir.

    Sebelumnya, saat Trump pertama kali menjabat sebagai presiden pada tahun 2018, ia menarik diri dari pakta penting yang dicapai Iran pada tahun 2015. 

    Saat itu, Iran mencapai kesepakatan dengan kekuatan dunia, termasuk Amerika Serikat, untuk mengekang program nuklirnya karena kekhawatiran negara itu berpotensi mengembangkan senjata nuklir.

    Iran terus mematuhi kesepakatan tersebut hingga pada tahun 2018.

    Trump secara sepihak menarik kesepakatan tersebut dan menjatuhkan sanksi terhadap Iran.

     

    (oln/mna/*)

  • Terungkap! AS & Israel Diam-Diam Mau Kirim Warga Gaza ke 3 Negara Ini

    Terungkap! AS & Israel Diam-Diam Mau Kirim Warga Gaza ke 3 Negara Ini

    Daftar Isi

    Jakarta, CNBC Indonesia – Amerika Serikat (AS) dan Israel berencana memindahkan warga Palestina yang bermukim di Jalur Gaza ke beberapa negara di Afrika. Seorang pejabat dari kedua negara menyebut pihaknya telah menghubungi otoritas terkait dari tiga pemerintah Afrika Timur untuk membahas hal ini.

    Melansir The Associated Press pada Jumat (14/3/2025), AS dan Israel telah mengontak pejabat dari Sudan, Somalia, dan Somaliland, wilayah Somalia yang memisahkan diri, untuk penggunaan wilayah mereka sebagai tujuan potensial untuk memukimkan kembali warga Palestina yang terusir dari Jalur Gaza berdasarkan rencana pascaperang yang diusulkan Presiden Donald Trump.

    Berbicara dengan syarat anonim untuk membahas inisiatif diplomatik rahasia, pejabat AS dan Israel mengonfirmasi kontak dengan Somalia dan Somaliland, sementara AS mengonfirmasi Sudan juga. Mereka mengatakan tidak jelas seberapa besar kemajuan yang dicapai dalam upaya tersebut atau pada tingkat apa diskusi tersebut berlangsung.

    Namun, pejabat dari Sudan mengatakan mereka telah menolak tawaran dari AS, sementara pejabat dari Somalia dan Somaliland mengatakan bahwa mereka tidak mengetahui adanya kontak apa pun.

    Berdasarkan rencana Trump, lebih dari 2 juta penduduk Gaza akan dikirim secara permanen ke tempat lain. Ia mengusulkan agar AS mengambil alih kepemilikan wilayah tersebut, mengawasi proses pembersihan yang panjang, dan mengembangkannya sebagai proyek real estat.

    Ide pemindahan massal warga Palestina pernah dianggap sebagai fantasi kelompok ultranasionalis Israel. Namun, sejak Trump menyampaikan ide tersebut dalam pertemuan di Gedung Putih bulan lalu, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu telah memujinya sebagai “visi yang berani.”

    Berikut adalah tinjauan lebih dekat mengenai ketiga negara yang menurut para pejabat telah didekati untuk memindahkan warga Palestina:

    Sudan

    Negara Afrika Utara tersebut merupakan salah satu dari empat negara Abraham Accord yang sepakat untuk menormalisasi hubungan diplomatik dengan Israel pada tahun 2020.

    Sebagai bagian dari kesepakatan tersebut, AS menghapus Sudan dari daftar negara pendukung terorisme, sebuah langkah yang memberi negara tersebut akses ke pinjaman internasional dan legitimasi global. Namun, hubungan dengan Israel tidak pernah terjalin karena Sudan terjerumus ke dalam perang saudara antara pasukan pemerintah dan kelompok paramiliter RSF.

    Konflik tersebut telah ditandai oleh kekejaman, termasuk pembunuhan dan pemerkosaan yang bermotif etnis, menurut PBB dan kelompok-kelompok hak asasi manusia. Pengadilan Kriminal Internasional sedang menyelidiki dugaan kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan, dan pemerintahan Presiden Joe Biden saat itu pada bulan Januari mengatakan RSF dan proksinya melakukan genosida.

    AS dan Israel akan kesulitan untuk membujuk warga Palestina agar meninggalkan Gaza, khususnya ke negara yang sedang bermasalah tersebut. Namun, mereka dapat menawarkan insentif kepada pemerintah Khartoum, termasuk keringanan utang, persenjataan, teknologi, dan dukungan diplomatik.

    Dua pejabat Sudan, yang berbicara dengan syarat anonim untuk membahas masalah diplomatik yang sensitif, mengonfirmasi bahwa pemerintahan Trump telah mendekati pemerintah yang dipimpin militer untuk menerima warga Palestina.

    Salah satu dari mereka mengatakan kontak tersebut dimulai bahkan sebelum pelantikan Trump dengan tawaran bantuan militer terhadap RSF, bantuan rekonstruksi pascaperang, dan insentif lainnya.

    Kedua pejabat tersebut mengatakan pemerintah Sudan menolak gagasan tersebut. “Saran ini langsung ditolak. Tidak seorang pun membuka masalah ini lagi,” kata seorang pejabat.

    Kepala militer Jenderal Abdel-Fattah Burhan mengatakan pada pertemuan puncak para pemimpin Arab minggu lalu di Kairo bahwa negaranya “dengan tegas menolak” rencana apa pun yang bertujuan untuk memindahkan “warga Palestina yang bersaudara dari tanah mereka dengan alasan atau nama apa pun.”

    Somaliland

    Somaliland, wilayah berpenduduk lebih dari 3 juta orang di Tanduk Afrika, memisahkan diri dari Somalia lebih dari 30 tahun yang lalu, tetapi tidak diakui secara internasional sebagai negara merdeka. Somalia menganggap Somaliland sebagai bagian dari wilayahnya.

    Presiden baru Somaliland, Abdirahman Mohamed Abdullahi, telah menjadikan pengakuan internasional sebagai prioritas.

    Seorang pejabat Amerika yang terlibat dalam upaya tersebut mengonfirmasi bahwa AS “melakukan pembicaraan diam-diam dengan Somaliland tentang berbagai bidang di mana mereka dapat membantu AS sebagai imbalan atas pengakuan.”

    Kemungkinan pengakuan AS dapat memberikan insentif bagi Abdullahi untuk menarik diri dari solidaritas wilayah tersebut dengan Palestina.

    Uni Emirat Arab, negara lain yang menandatangani Perjanjian Abraham yang telah menjalin hubungan kuat dengan Israel, pernah memiliki pangkalan militer di Somaliland dan memiliki kepentingan komersial di sana, termasuk pelabuhan. Lokasi strategis wilayah tersebut, di perairan Teluk Aden dekat Yaman, tempat tinggal kelompok pemberontak Houthi, juga dapat menjadikannya sekutu yang berharga.

    Selama bertahun-tahun, Somaliland dipuji karena lingkungan politiknya yang relatif stabil, sangat kontras dengan perjuangan Somalia yang terus berlanjut di tengah serangan mematikan oleh kelompok militan al-Shabab yang terkait dengan al-Qaeda. Sejak 1991, Somaliland telah mempertahankan pemerintahan, mata uang, dan struktur keamanannya sendiri. Namun, negara ini memiliki salah satu tingkat pendapatan terendah di dunia.

    Seorang pejabat di Somaliland, yang berbicara dengan syarat anonim karena ia tidak berwenang berbicara kepada media, mengatakan bahwa pemerintahnya belum didekati dan tidak sedang dalam pembicaraan tentang penerimaan warga Palestina.

    Somalia

    Somalia telah menjadi pendukung vokal warga Palestina, yang sering menyelenggarakan protes damai di jalan-jalannya untuk mendukung mereka. Negara tersebut bergabung dengan pertemuan puncak Arab baru-baru ini yang menolak rencana Trump dan tampaknya menjadi tujuan yang tidak mungkin bagi warga Palestina, bahkan jika mereka setuju untuk pindah.

    Sambu Chepkorir, seorang pengacara dan peneliti konflik di Nairobi, Kenya, mengatakan sulit untuk memahami mengapa Somalia ingin menampung warga Palestina mengingat negara tersebut sangat mendukung pemerintahan sendiri Palestina.

    “Penataan ulang terus berubah, jadi mungkin ada agenda tersembunyi di balik alasan Somalia,” kata Chepkorir.

    Seorang pejabat Somalia, yang berbicara dengan syarat anonim karena ia tidak berwenang berbicara kepada media, mengatakan negara tersebut belum didekati untuk menerima warga Palestina dari Gaza dan tidak ada diskusi tentang hal itu.

    (luc/luc)

  • Hamas Sambut Baik Keputusan Donald Trump untuk Batalkan dari Rencana Pemindahan Warga Gaza – Halaman all

    Hamas Sambut Baik Keputusan Donald Trump untuk Batalkan dari Rencana Pemindahan Warga Gaza – Halaman all

    Hamas Sambut Baik Keputusan Donald Trump untuk Batalkan dari Rencana Pemindahan Warga Gaza

    TRIBUNNEWS.COM- Hamas menyambut baik keputusan Presiden AS Donald Trump untuk mundur dari usulannya mengenai pemindahan permanen lebih dari dua juta warga Palestina dari Gaza, Pusat Informasi Palestina telah melaporkan.

    Dalam sebuah pernyataan setelah Trump mengatakan kemarin bahwa “tidak ada yang akan mengusir warga Palestina dari Gaza” sebagai tanggapan atas pertanyaan selama pertemuan di Gedung Putih dengan Perdana Menteri Irlandia Micheal Martin.

    Juru bicara Hamas Hazem Qassem mengatakan: “Kami menyerukan agar posisi ini diperkuat dengan mewajibkan pendudukan Israel untuk sepenuhnya melaksanakan ketentuan perjanjian gencatan senjata.”

    Juru bicara Hamas mendesak Trump untuk menahan diri dari “bersekutu dengan visi sayap kanan Zionis yang menentang hak-hak rakyat Palestina.”

    Trump mengirimkan gelombang kejutan bulan lalu ketika dia mengusulkan pengambilalihan Gaza oleh AS dan menyarankan agar penduduk Palestina di wilayah itu dipindahkan secara permanen untuk tinggal di negara-negara tetangga.

    Mesir, yang bertetangga dengan Gaza, juga menyuarakan apresiasinya atas pernyataan terbaru Trump.

    “Sikap ini mencerminkan pemahaman akan perlunya mencegah memburuknya situasi kemanusiaan di Gaza dan pentingnya menemukan solusi yang adil dan berkelanjutan untuk masalah Palestina,” kata Kementerian Luar Negeri Mesir hari ini.

    Menteri luar negeri Qatar, Mesir, Arab Saudi, Uni Emirat Arab, dan Yordania bertemu dengan utusan Timur Tengah AS Steve Witkoff di Doha, Qatar, kemarin untuk membahas rencana rekonstruksi Gaza oleh Mesir dan upaya gencatan senjata.

    Pembahasan tersebut juga meliputi pembentukan suatu komite administratif untuk mengelola urusan daerah kantong pantai yang dilanda perang.

     

    SUMBER: MIDDLE EAST MONITOR 

  • AS-Israel Dikabarkan Berupaya Pindahkan Warga Gaza ke Afrika

    AS-Israel Dikabarkan Berupaya Pindahkan Warga Gaza ke Afrika

    Washington DC

    Pemerintah Amerika Serikat (AS) dan Israel dikabarkan berupaya memindahkan warga Palestina yang ada di Jalur Gaza ke Afrika. Washington dan Tel Aviv disebut telah menghubungi para pejabat dari tiga negara Afrika Timur untuk membahas penggunaan wilayah mereka untuk permukiman kembali warga Gaza.

    Informasi itu, seperti dilaporkan Associated Press dan dilansir Reuters, Jumat (14/3/2025), diungkapkan oleh para pejabat AS dan Israel, yang enggan disebut namanya, kepada Associated Press.

    Disebutkan bahwa para pejabat dari Sudan, Somalia dan wilayah Somaliland yang memisahkan diri telah dihubungi terkait proposal tersebut.

    Namun, menurut laporan Associated Press, para pejabat Sudan mengatakan mereka menolak proposal dari AS tersebut. Sedangkan para pejabat Somalia dan Somaliland mengatakan mereka tidak mengetahui adanya kontak dengan AS dan Israel membahas hal tersebut.

    Gedung Putih dan Departemen Luar Negeri AS belum memberikan tanggapan resmi mereka atas laporan tersebut.

    Awal bulan ini, para pemimpin negara-negara Arab mengadopsi rencana rekonstruksi Jalur Gaza senilai US$ 53 miliar, yang disusun Mesir, yang akan menghindari penggusuran massal warga Palestina dari daerah kantong tersebut.

    Rencana yang disusun Mesir itu bertentangan dengan visi Presiden AS Donald Trump tentang Gaza akan menjadi “Riviera Timur Tengah”.

    Lihat juga Video ‘Gaza Berisiko Alami Krisis Kelaparan Jika Blokade Israel Berlanjut’:

    Trump sebelumnya mengusulkan pengambilalihan Jalur Gaza oleh AS untuk membangun kembali daerah kantong yang hancur tersebut. Usulan itu dilontarkan setelah pertempuran sengit yang berlangsung selama 17 bulan terakhir antara Israel dan Hamas memicu kehancuran dan menewaskan puluhan ribu orang.

    Dalam usulan kontroversialnya, Trump juga mencetuskan agar warga Palestina mengungsi secara permanen dari Jalur Gaza.

    Rencana Trump itu semakin menambah ketakutan warga Palestina sejak lama akan pengusiran permanen dari rumah mereka di Jalur Gaza, dan disambut penolakan internasional secara luas.

    Lihat juga Video ‘Gaza Berisiko Alami Krisis Kelaparan Jika Blokade Israel Berlanjut’:

    Hoegeng Awards 2025

    Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu

  • Apakah Politik Elon Musk Mengancam Tesla dan Kerajaan Bisnisnya?

    Apakah Politik Elon Musk Mengancam Tesla dan Kerajaan Bisnisnya?

    Jakarta

    Mungkin ini adalah tanda paling nyata bahwa manuver politik CEO Tesla, Elon Musk, telah menjadi bumerang bagi bisnisnya.

    Pada Selasa (11/03) di luar Gedung Putih, Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump berdiri di samping miliarder teknologi itu dan sebuah mobil Tesla Model S berwarna merah. Trump mengumumkan, ia akan membeli mobil listrik itu untuk digunakan para stafnya dengan pembayaran penuh.

    Dukungan tak terduga Trump terhadap raksasa kendaraan listrik (EV) itu muncul setelah kritik berbulan-bulan atas keterlibatan Musk dalam politik AS dan luar negeri, termasuk dukungan untuk partai sayap kanan di Eropa, setelah miliaran dolar menguap dari saham Tesla.

    Fakta bahwa Musk mencari dukungan publik melalui presiden AS mengundang aksi protes, boikot konsumen, dan bahkan serangan sabotase terhadap Tesla, stasiun pengisiannya, hingga pabrik produksinya. Perkembangan ini telah mengkhawatirkan para investornya.

    Trump mengecam serangan-serangan terhadap Tesla dan mengatakan itu adalah bentuk “terorisme domestik.”

    Anjloknya penjualan Tesla akibat keterlibatan politik Musk?

    Anjloknya penjualan Tesla semakin menambah tekanan. Di Jerman, di mana Musk menggunakan platform media sosialnya, X untuk mendukung partai sayap kanan AfD pada pemilu parlemen bulan lalu, penjualan Tesla turun 76% dibandingkan periode yang sama pada tahun sebelumnya. Sementara itu, penjualan EV secara keseluruhan di Jerman justru meningkat hampir sepertiga dalam periode yang sama.

    Tren serupa juga muncul di Prancis, di mana penjualan Tesla turun 45% dalam dua bulan pertama tahun ini. Di Australia, penjualan Tesla bahkan turun lebih dari sepertiga dalam empat bulan sejak Trump terpilih kembali.

    Konsumen tampaknya mulai menghindari mobil listrik milik Musk itu, di tengah tuduhan keterlibatan politik dan hubungan Musk yang terlalu dekat dengan Trump. Banyak pemilik Tesla menempelkan stiker di mobil mereka sebagai bentuk protes terhadap perubahan haluan Musk, dengan slogan seperti: “Vintage Tesla – Edisi pra-Kegilaan” atau “Saya membeli mobil ini sebelum Elon kehilangan akal sehatnya.”

    “Musk berpikir ia bisa mengatakan apa pun yang ia inginkan tanpa konsekuensi bagi Tesla,” kata analis Morningstar, Seth Goldstein, kepada Associated Press pekan lalu. “Tesla dulu berada di posisi ideal. Kini, Tesla punya banyak pesaing.”

    Survei terbaru oleh Strategic Vision, meminta warga AS untuk menyebutkan kendaraan favorit mereka. Meskipun banyak warga yang memilih EV dibandingkan model konvensional, tidak satu pun dari mereka memilih Tesla.

    Daniel A. Crane, profesor hukum di Universitas Michigan dan penulis buku tentang Tesla, mencatat bahwa produsen mobil itu “sangat identik dengan kepeduliannya terhadap lingkungan,” dan bagaimana pengemudi Tesla “cenderung berpihak ke kiri secara politik.”

    “Dalam dua tahun terakhir, Musk telah menghancurkan jembatannya dengan kelompok-kelompok itu. Selain itu, dengan hadirnya banyak EV lain di pasar (seperti Rivian dan Lucid, serta produsen otomotif besar lainnya), orang yang ingin punya EV demi alasan kepedulian terhadap lingkungan, kini tidak harus membeli Tesla,” kata Crane kepada DW.

    Crane menambahkan, meskipun Musk mungkin berpikir Tesla bisa menargetkan pendukung Trump di sayap kanan, “Kelompok MAGA justru cenderung paling skeptis terhadap EV.”

    Akhir dari julukan “Teflon Elon”?

    Persaingan ketat antar produsen kendaraan listrik ini telah memicu penurunan besar pada saham Tesla. Dalam tiga bulan terakhir, saham Tesla milik Musk itu turun hampir setengahnya.

    Jumlah kekayaan bersih Musk juga ikut turun sebesar $144 miliar (sekitar Rp2,36 triliun) dalam periode yang sama di tengah skeptisisme yang meningkat terhadap tekad Tesla untuk menghadirkan mobil otonom berbasis kecerdasan buatan.

    Valuasi perusahaan sempat mencapai puncaknya di lebih dari $1,5 triliun (sekitar Rp24,5 kuadriliun) setelah pemilu presiden AS tahun lalu, tetapi pada Senin (10/3) awal pekan ini, saham Tesla anjlok 15% akibat aksi jual di pasar yang dipicu oleh kekhawatiran resesi di AS.

    Musk memberikan dukungan dana sebesar $250 juta (sekitar Rp4,1 triliun) saat kampanye Trump dan sejak saat itu, Musk menjadi penasihat utama Trump dalam pemangkasan pengeluaran pemerintah melalui Departemen Efisiensi Pemerintahan DOGE.

    Keterlibatan Musk itu memicu laporan harian tentang pemotongan anggaran sektor publik, yang disambut baik oleh banyak pemilih AS, tetapi dikritik oleh aktivis, akademisi, dan legislator karena kurangnya pengawasan yang memadai.

    Kontroversi atas peran Musk di DOGE

    Baru-baru ini, protes bertajuk “Tesla Takedown” atau “Turunkan Tesla” itu bermunculan di berbagai dealer Tesla di seluruh AS. Protes itu untuk menentang peran Musk di DOGE, yang sejauh ini telah membatalkan kontrak senilai $60 miliar (sekitar 945 triliun) yang mendanai program kemanusiaan di seluruh dunia.

    Warga AS sedang menyaksikan “pemusatan kekuasaan yang luar biasa pada seseorang yang tidak memiliki izin keamanan tingkat tinggi dan tidak menjalani proses konfirmasi Senat,” kata Don Moynihan, profesor di Ford School of Public Policy, Universitas Michigan, kepada Reuters bulan lalu.

    Moynihan menilai, akses Musk terhadap data pemerintah yang sensitif tanpa pengawasan yang memadai itu sebagai sesuatu yang “mengkhawatirkan” dan “belum pernah terjadi sebelumnya.”

    Sementara itu, bisnis Musk lainnya masih berkembang. Ada SpaceX, perusahaan luar angkasa swasta pertama milik Musk. Selain itu, ada Neuralink, yang mengembangkan antarmuka yang ditanamkan pada otak. Lalu, ada xAI yang menciptakan chatbot AI Grok, serta platform media sosial X. Perusahaan infrastruktur dan konstruksi terowongan The Boring Company juga dimiliki oleh Musk. Ia juga memiliki ambisi untuk menjajah Mars.

    Tidak seperti Tesla, perusahaan-perusahaan itu tidak terdaftar di bursa saham tetapi masih bisa diperdagangkan oleh investor di pasar sekunder. Bloomberg melaporkan pada Rabu (12/03), meskipun valuasi Tesla merosot, nilai gabungan dari empat perusahaan swasta milik Musk itu justru naik 45% sejak pemilu, menurut analisis dari platform perdagangan Caplight. Harga saham xAI bahkan meningkat 110% sejak 5 November 2024.

    Akankah Musk mundur dari Tesla?

    Bulan lalu, Brad Lander, pengawas keuangan Kota New York, yang mengelola dana pensiun karyawan dengan kepemilikan saham Tesla senilai $1,25 miliar (sekitar Rp20,5 triliun), mengatakan Musk harus mundur sebagai CEO Tesla tetapi tetap berada di dewan direksi. Menurutnya, langkah ini akan mengembalikan Tesla ke “model dasar tata kelola pemegang saham di AS.”

    Meskipun Musk secara terbuka mengatakan bahwa keterlibatannya dengan DOGE kemungkinan akan berlangsung selama satu tahun lagi, salah satu investor paling optimis, Dan Ives, kini berpikir Musk harus meninggalkan komitmennya dalam pemerintahan Trump.

    “Waktu untuk Musk dan DOGE sudah berakhir … dia perlu kembali fokus sebagai CEO Tesla,” kata Ives kepada DW. “Keseimbangan adalah kunci, dan itu yang harus dilakukan Musk untuk menghentikan anjloknya saham Tesla.”

    Sebuah jajak pendapat oleh bank investasi AS Morgan Stanley menunjukkan bahwa 85% investor meyakini langkah Musk ke dunia politik itu akan berdampak “negatif” atau “sangat negatif” terhadap bisnis Tesla.

    Artikel ini diadaptasi dari DW berbahasa Inggris

    (ita/ita)

    Hoegeng Awards 2025

    Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu

  • Bertemu Bos NATO, Trump Bilang AS Butuh Greenland

    Bertemu Bos NATO, Trump Bilang AS Butuh Greenland

    Washington DC

    Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump bertemu dengan Sekretaris Jenderal (Sekjen) NATO Mark Rutte yang berkunjung ke Gedung Putih. Dalam pertemuan itu, Trump mengatakan kepada Rutte bahwa kendali AS atas Greenland diperlukan untuk meningkatkan keamanan internasional.

    Pernyataan Trump kepada Sekjen NATO itu, seperti dilansir Reuters, Jumat (14/3/2025), semakin mengobarkan ambisi sang Presiden AS untuk mencaplok pulau strategis di kawasan Arktik tersebut.

    “Anda tahu, Mark, kita membutuhkannya untuk keamanan internasional, bukan hanya keamanan — internasional — kita memiliki banyak pemain favorit yang berlayar di sekitar pantai itu, dan kita harus berhati-hati,” ucap Trump kepada Rutte di Ruang Oval Gedung Putih pada Kamis (13/3) waktu setempat.

    “Kita akan berbicara dengan Anda,” imbuh Trump.

    Saat ditanya langsung mengenai prospek aneksasi Greenland, Trump menjawab: “Saya pikir hal itu akan terjadi.”

    Trump menjadikan ambisi menguasai Greenland sebagai topik pembicaraan utama sejak dia kembali ke Gedung Putih pada 20 Januari lalu. Pernyataan pada Kamis (13/3) menunjukkan Trump mungkin ingin NATO terlibat dalam upayanya mengambil alih Greenland, yang merupakan wilayah semi-otonomi Denmark.

    Pernyataan terbaru Trump itu langsung menuai penolakan dari Premier Greenland, Mute Egede, yang akan mengakhiri masa jabatannya. “Presiden AS sekali lagi menyuarakan pemikiran untuk menganeksasi kita. Cukup sudah,” tegas Egede dalam pernyataan via Facebook.

    Lihat juga Video Melihat Pemandangan Greenland, Wilayah yang Didambakan Trump

    Jens-Frederik Nielsen, pemimpin Partai Demokraatit yang baru saja memenangkan pemilu parlemen Greenland pada Selasa (11/3), juga menyatakan penolakan terhadap ambisi Trump.

    “Pernyataan Trump dari AS itu tidak pantas dan hanya menunjukkan sekali lagi bahwa kita harus bersatu dalam situasi seperti ini,” ucapnya.

    Menanggapi Trump, Rutte mengatakan akan menyerahkan pertanyaan soal masa depan Greenland kepada pihak lainnya. Dia secara tegas menyatakan “tidak ingin menyeret NATO” ke dalam perdebatan.

    Menurut Rutte, hal itu seharusnya menjadi pembicaraan negara-negara di area “utara” karena China dan Rusia menggunakan jalur perairan di area tersebut.

    Namun Trump bersikeras mengatakan Denmark menolak untuk membahas topik tersebut dan mencetuskan NATO untuk terlibat.

    “Kami telah berurusan dengan Denmark, kami telah berurusan dengan Greenland, dan kami harus melakukannya. Kami benar-benar membutuhkannya untuk keamanan nasional. Saya pikir itulah sebabnya NATO mungkin harus terlibat, karena kami benar-benar membutuhkan Greenland untuk keamanan nasional. Itu sangat penting,” ucap Trump dalam argumennya kepada Rutte.

    NATO dan Kedutaan Besar Denmark di Washington belum memberikan tanggapannya. Sementara jajak pendapat menunjukkan sebagian besar penduduk Greenland menolak bergabung dengan AS, meskipun mayoritas mendukung kemerdekaan pulau itu dari Denmark.

    Lihat juga Video Melihat Pemandangan Greenland, Wilayah yang Didambakan Trump

    Hoegeng Awards 2025

    Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu