Tempat Fasum: Gedung Putih

  • Korsel Kena Tarif Jumbo 25% dari AS, Pemimpin Sementara Umumkan Langkah Penanganan

    Korsel Kena Tarif Jumbo 25% dari AS, Pemimpin Sementara Umumkan Langkah Penanganan

    Bisnis.com, JAKARTA – Presiden sementara Korea Selatan Han Duck-soo mendesak para pejabat untuk terlibat aktif dalam negosiasi dengan Amerika Serikat setelah Presiden Donald Trump mengumumkan tarif jumbo pada mitra dagangnya termasuk wilayahnya. 

    Hal tersebut dia ungkapkan kepada para pejabat pemerintahan Korea Selatan dalam sebuah pertemuan yang diadakan pada Kamis (3/4/2025) waktu setempat tak lama setelah pengumuman tarif Trump.

    “Ini adalah situasi yang sangat serius di mana perang tarif global telah menjadi kenyataan. Pemerintah harus mengerahkan semua kemampuannya untuk mengatasi krisis perdagangan,” kata Han dikutip dari Bloomberg.

    Korea Selatan termasuk di antara negara-negara yang terkena tarif yang lebih besar sebesar 25%, bersama dengan Jepang sebesar 24%, India sebesar 26% dan Kamboja sebesar 49%.

    Trump mengatakan pada hari Rabu di Washington bahwa ia akan menerapkan tarif minimum 10% pada semua impor ke AS dan mengenakan bea masuk tambahan pada sekitar 60 negara dengan ketidakseimbangan perdagangan terbesar dengan AS.

    Itu termasuk tarif yang jauh lebih tinggi pada beberapa mitra dagang terbesar negara itu, seperti China — yang sekarang menghadapi tarif setidaknya 54% pada banyak barang — Uni Eropa dan Vietnam.

    Eks Menteri Perdagangan Korea Selatan Yeo Han-koo menyebut dibandingkan dengan negara-negara lain, Korea Selatan diperlakukan tidak adil dengan tarif impor dari Amerika tersebut.

    “Menurut saya, harus ada proses di mana kedua negara duduk bersama dan menghasilkan kondisi yang lebih menguntungkan,” katanya.

    Korea Selatan termasuk negara yang paling rentan terhadap kebijakan proteksionis karena ekonominya sangat bergantung pada pendapatan dari luar negeri. Risiko perdagangan semakin menghambat kemampuan Seoul untuk mengatasi krisis.

    Di sisi lain, Korea Selatan juga masih terguncang oleh dampak buruk dari deklarasi darurat militer yang berlaku singkat oleh Presiden Yoon Suk Yeol pada bulan Desember.

    Setelah berbulan-bulan ketidakpastian politik, Mahkamah Konstitusi akan mengumumkan pada Jumat (4/4/2025) apakah Yoon akan digulingkan secara permanen dari jabatannya atau dikembalikan ke tampuk kekuasaan sebagai presiden negara tersebut. 

    Perjudian politik Yoon telah membuat ekonomi terbesar keempat di Asia tersebut tidak memiliki arah kebijakan yang jelas sementara negara-negara lain berjuang untuk menghadapi kampanye tarif Trump. 

    Gedung Putih AS menyebut, tarif baru akan berlaku setelah tengah malam pada Sabtu (5/4/2025) dan bea masuk yang lebih tinggi akan berlaku pada pukul 12:01 dini hari pada 9 April. 

  • Trump Umumkan Tarif Timbal Balik, Ekspor China Makin Terbebani

    Trump Umumkan Tarif Timbal Balik, Ekspor China Makin Terbebani

    Bisnis.com, JAKARTA — Pengumuman tarif timbal balik Amerika Serikat (AS) membuat China kini menanggung pungutan setidaknya 54% untuk semua produknya. Langkah tersebut dapat menghancurkan ekspor China ke AS.

    Tarif baru 34% yang diumumkan oleh Trump pada Rabu (2/4/2025) waktu setempat akan menambah tarif 20% yang mulai berlaku awal tahun ini, yang akan memukul sebagian besar barang senilai setengah triliun dolar yang diekspor perusahaan China ke AS pada tahun 2024. 

    Tarif baru akan mulai berlaku pada tanggal 9 April, kata Trump dalam sebuah acara di White House Rose Garden. 

    “Sederhananya: jika kenaikan tarif 20% Trump sebelumnya memukul perdagangan AS-China, tindakan hari ini adalah bazoka,” kata Jennifer Welch, kepala analis geoekonomi untuk Bloomberg Economics dikutip dari Bloomberg, Kamis (3/4/2025).

    Tarif terbaru ini membuat tarif AS mendekati tarif 60% yang diterapkan Trump saat kampanye.

    Macquarie Group Ltd. memperkirakan tahun lalu bahwa pertumbuhan PDB China dapat berkurang 2% jika tarif 60% diterapkan. Simulasi oleh Bloomberg Economics menunjukkan bahwa perdagangan antara negara-negara ekonomi terbesar di dunia akan menyusut hingga hampir tidak ada sama sekali jika tarifnya setinggi itu.

    Kementerian Perdagangan China tidak segera menanggapi permintaan komentar pada Kamis dini hari. Kantor Berita resmi Xinhua menerbitkan komentar yang mengkritik tarif ofensif Trump, menyebutnya sebagai intimidasi yang merugikan diri sendiri.

    “Dengan mengubah perdagangan menjadi permainan balas dendam yang terlalu sederhana, Washington membongkar sistem perdagangan global yang didasarkan pada efisiensi, spesialisasi, dan saling menguntungkan serta merugikan ekonomi AS dan ekonomi global secara keseluruhan,” kata Xinhua.

    Presiden AS Donald Trump

    Beijing telah membalas tarif sebelumnya dengan mengenakan pungutan pada produk-produk Amerika. China juga telah membatasi ekspor mineral-mineral penting dan menargetkan perusahaan-perusahaan AS tambahan untuk diselidiki, langkah-langkah yang dapat diambilnya sebagai tanggapan terhadap langkah-langkah terbaru Trump.

    “Tarif-tarif ini akan menempatkan China di bawah tekanan yang sangat besar,” kata Martin Chorzempa, peneliti senior di Peterson Institute for International Economics di Washington.

    “Balasan China terhadap dua putaran terakhir relatif tidak terlalu keras, tetapi tindakan hari ini dapat memperkeras pandangan di Beijing dan menyebabkan eskalasi serius yang jauh melampaui tarif,” tambahnya.

    Tarif timbal balik yang baru itu akan menambah serangkaian langkah AS yang dirancang untuk mengekang defisit perdagangan AS dengan China, termasuk tarif yang sudah ada sejak masa jabatan pertama Trump yang dipertahankan oleh pemerintahan Biden.

    Pembebasan tarif de minimis, yang saat ini mengizinkan paket senilai US$800 atau kurang dari China dan Hong Kong untuk masuk ke AS bebas bea, akan berakhir pada 2 Mei, Gedung Putih mengumumkan pada hari Rabu. 

    Makin Terbebani ….

  • Ekonom dan IMF Wanti-wanti Dampak Tarif Impor Trump, Resesi Global di Depan Mata?

    Ekonom dan IMF Wanti-wanti Dampak Tarif Impor Trump, Resesi Global di Depan Mata?

    Bisnis.com, JAKARTA – Langkah kontroversial Presiden AS Donald Trump yang mengumumkan tarif impor terbaru ke Amerika Serikat pada Rabu sore (2/4/2025) semakin menambah ketidakpastian ekonomi global yang baru saja pulih dari lonjakan inflasi pascapandemi Covid-19. 

    Kebijakan Trump terkait penetapan tarif minimum dan tarif resiprokal untuk negara-negara mitra dagang AS dapat menjadi titik balik bagi sistem global yang hingga saat ini telah menerima kontribusi kekuatan dan keandalan Amerika sebagai komponen terbesarnya.

    “Tarif impor Trump membawa risiko menghancurkan tatanan perdagangan bebas global yang telah dipelopori oleh AS sendiri sejak Perang Dunia Kedua,” kata Takahide Kiuchi, kepala ekonom di Nomura Research Institute dilansir dari Reuters, Kamis (3/4/2025). 

    Dia memprediksi dampak atas aturan tarif impor AS akan terjadi dalam beberapa bulan mendatang. Inflasi atau kenaikan harga, diikuti dengan penurunan permintaan konsumen, merupakan konsekuensi atas pungutan baru yang diterapkan pada ribuan barang yang dibeli dan dijual oleh konsumen dan bisnis di seluruh dunia. 

    Antonio Fatas, ekonom makro di sekolah bisnis INSEAD di Prancis bahkan melihat keputusan tarif impor Trump sebagai pergeseran ekonomi AS dan global menuju kinerja yang lebih buruk.

    “Lebih banyak ketidakpastian dan mungkin menuju sesuatu yang dapat kita sebut sebagai resesi global. Kita bergerak menuju dunia yang lebih buruk bagi semua orang karena lebih tidak efisien,” kata Fatas, yang pernah menjadi konsultan untuk Dana Moneter Internasional dan Bank Dunia itu. 

    Berbicara di Rose Garden, Gedung Putih pada Rabu Sore (2/4/2025), Trump mengatakan dia akan mengenakan tarif dasar 10% pada semua barang impor yang masuk ke AS.

    Dalam kesempatan tersebut, Trump juga menunjukkan bagan yang berisi daftar negara mitra dagang terbesar AS yang menerima bea masuk lebih tinggi, antara lain China 34%, Uni Eropa 20%, Vietnam 46%, dan Indonesia 32%.

    Tarif mobil dan suku cadang mobil sebesar 25% telah dikonfirmasi sebelumnya. Trump mengatakan tarif tersebut akan mengembalikan kemampuan manufaktur yang sangat penting secara strategis ke Amerika Serikat.

    Olu Sonola, kepala penelitian ekonomi AS di Fitch Ratings menuturkan di bawah pungutan global baru yang dikenakan oleh Trump, tarif AS pada semua produk impor melonjak menjadi 22%, tarif yang terakhir terlihat sekitar tahun 1910, dari hanya 2,5% pada 2024. 

    “Ini adalah game changer, tidak hanya untuk ekonomi AS tetapi juga untuk ekonomi global,” kata Sonola. “Banyak negara kemungkinan akan berakhir dalam resesi.”

    Direktur Pelaksana IMF Kristalina Georgieva mengatakan dalam acara Reuters minggu ini bahwa ia tidak melihat adanya resesi global untuk saat ini. Dia menambahkan bahwa Dana tersebut memperkirakan akan segera melakukan “koreksi” kecil terhadap perkiraan pertumbuhan global 3,3% pada 2025.

    Namun dampaknya terhadap ekonomi nasional akan sangat berbeda, mengingat spektrum tarif yang berkisar dari 10% untuk Inggris, 34% untuk China, hingga 49% untuk Kamboja.

    Jika hasilnya adalah perang dagang yang lebih luas, hal itu akan berdampak lebih besar bagi produsen seperti China, yang akan terus mencari pasar baru dalam menghadapi permintaan konsumen yang menurun di seluruh dunia.

    “Dan jika tarif impor mendorong AS sendiri menuju resesi, hal itu akan sangat membebani negara-negara berkembang yang peruntungannya terkait erat dengan perekonomian terbesar di dunia,” kata Kristalina.

  • Menanti Respons Prabowo usai RI Jadi Korban Tarif Trump 32%

    Menanti Respons Prabowo usai RI Jadi Korban Tarif Trump 32%

    Bisnis.com, JAKARTA — Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump telah menabuh merapkan tarif balasan atau fair reciprocal tariff terhadap sejumlah negara, tak terkecuali Indonesia. Trump bahkan mengenakan tarif sebesar 32% terhadap impor barang dari Indonesia. 

    Episode ‘perang tarif” Trump itu memicu keresahan global. Bagi Indonesia, langkah ini bisa menambah sentimen negatif terhadap perekonomian Indonesia yang sedang mengalami anomali. Respons pemerintah-pun sangat dinantikan untuk meredam dampak negatif kebijakan Trump.

    “Ini adalah deklarasi kemerdekaan kita,” ujar Trump di Gedung Putih, Rabu (2/4/2025) waktu setempat. 

    Trump sejak menjabat sebagai Presiden AS pada periode pertama, memang dikenal sebagai pengusung konservatisme yang sangat populis dan proteksionis. Dia menaruh kepentingan AS di atas segalanya. Namun demikian, kebijakan-kebijakan Trump yang cenderung protektif, memicu ‘ketidakstabilan’ di level global. 

    Dalam catatan Bisnis, AS selama beberapa dasawarsa terakhir adalah mitra dagang utama Indonesia. Salah satu negara tujuan ekspor. Produk-produk manufaktur hingga pruduk kayu mengalir deras ke sana. Alhasil, neraca perdagangan RI – AS selalu surplus selama 4 tahun belakangan.

    BPS mencatat bahwa pada tahun 2021, surplus neraca perdagangan antara Indonesia dengan AS mencapai US$14,5 miliar. Tahun 2022, terjadi lonjakan surplus hingga mencapai US$16,5 miliar. Namun pada tahun 2023, surplus negara perdagangan Indonesia dengan AS menyusut menjadi US$11,9 miliar.

    Pada tahun 2024, data sampai Desember, ekspor nonmigas Indonesia ke AS tercatat mencapai US$26,3 miliar. Sementara impor non-migas dari AS hanya di angka mencapai US$9,6 miliar.  Surplus neraca perdagangan Indonesia terhadap AS mencapai angka di kisaran US$16,85 miliar.

    Sementara itu, jika mengacu data dari United States Trade Representative (USTR), perdagangan barang antara AS dengan Indonesia diperkirakan mencapai $38,3 miliar pada tahun 2024. Ekspor barang AS ke Indonesia pada tahun 2024 sebesar $10,2 miliar, naik 3,7 persen ($364 juta) dari tahun 2023.

    Impor barang AS dari Indonesia mencapai $28,1 miliar pada tahun 2024, naik 4,8 persen ($1,3 miliar) dari tahun 2023. Defisit perdagangan barang AS dengan Indonesia sebesar $17,9 miliar pada tahun 2024, meningkat 5,4 persen ($923 juta) dari tahun 2023.

    Pengenaan tarif 32% di tengah posisi strategis AS sebagai salah satu mitra dagang utama Indonesia, tentu menjadi tantangan bagi Indonesia. Apalagi, dari sisi domestik, Indonesia sedang menghadapi sejumlah guncangan. Kurs dolar terus terjun bebas, IHSG jeblok, hingga yang paling banyak disorot adalah maraknya pemutusan hubungan kerja alias PHK di sektor padat karya. 

    Adapun, Trump memandang Indonesia dan sejumlah negara lainnya tidak adil terhadap produk dan barang AS. Khusus soal Indonesia, demikian dikutip dari laman resmi Gedung Putih, Trump menyebut pemerintah telah mengenakan tarif yang lebih tinggi untuk etanol dibanding Amerika Serikat yang hanya 2,5%.

    Trump juga menyoroti sejumlah kebijakan pemerintah Indonesia seperti persyaratan konten lokal di berbagai sektor, rezim perizinan impor yang kompleks, dan kewajiban perusahaan sumber daya alam untuk memindahkan semua pendapatan ekspor ke dalam negeri untuk transaksi senilai $250.000 atau lebih, sebagai pertimbangan untuk menerapkan tarif balasan.

    “Presiden Trump melawan keduanya melalui tarif timbal balik untuk melindungi pekerja dan industri Amerika dari praktik tidak adil ini.”

    Apa Langkah Pemerintah RI?

    Sejauh ini belum ada pernyataan resmi dari pemerintah RI terkait kebijakan baru Trump. Sebelumnya, Menteri Perdagangan (Mendag) Budi Santoso mengharapkan Indonesia tidak terdampak kebijakan tarif perdagangan Trump.

    Budi mengatakan, alih-alih mengambil tindakan seperti yang dilakukan Kanada dan Uni Eropa, Indonesia berupaya agar AS tetap menjaga hubungan dagang dengan Negeri Paman Sam tersebut.

    “Kalau kita lihat respons dan tindakan negara mitra AS saling balas membalas. Kita sebenarnya enggak ingin begitu, tetapi kita ingin berteman saja bagaimana supaya mereka tetap menerima pasar kita,” kata Budi saat berkunjung ke Wisma Bisnis Indonesia, Selasa (25/3/2025).

    Untuk itu, pemerintah Indonesia telah menyiapkan berbagai upaya agar tidak terdampak kebijakan Trump. Diantaranya, dialog strategis Indonesia-AS sebagai platform kerja sama ekonomi dan diplomasi perdagangan.

    Selain itu, memperkuat komunikasi dan lobi strategis melalui utusan khusus, eksplorasi perjanjian dagang terbatas untuk pengurangan tarif dan penyelesaian isu non tarif yang menjadi kepentingan kedua negara.

    Pemerintah juga berencana mere-aktivasi dan memperbaharui Indonesia-US Trade and Investment Frame Agreement (Indonesia-US TIFA) yang dibentuk pada 1966, serta memperkuat kerja sama investasi di berbagai sektor strategis.

    Tak Terlalu Berdampak?

    Sementara itu, peneliti senior Departemen Ekonomi CSIS Deni Friawan menilai pemerintah tidak perlu terlalu mengkhawatirkan dampak penerapan tarif perdagangan secara timbal-balik oleh Amerika Serikat terhadap negara lain.

    Deni menjelaskan rencana penerapan fair reciprocal tariff oleh Trump merupakan kebijakan yang lazim dan sesuai dengan ketentuan tarif most favored nation (MFN) yang berlaku secara multilateral.

    Intinya, dasar pengenaan fair reciprocal tariff adalah tarif yang dikenakan oleh Indonesia terhadap produk dari AS.

    “Jadi dari sisi ini harusnya tidak akan ada perubahan tarif yang signifikan oleh AS terhadap produk-produk Indonesia,” ujar Deni kepada Bisnis.com, dikutip Rabu (2/4/2025).

    Menurutnya, yang perlu dikhawatirkan bukan penerapan fair reciprocal tariff tetapi penerapan tambahan tarif sebesar 10%—20% untuk semua barang yang masuk ke AS. Masalahnya, Indonesia merupakan negara peringkat ke-15 yang memiliki surplus perdagangan dengan AS.

    Memang menurut Washington Post, para ajudan Trump sedang mempertimbangkan rencana yang akan menaikkan bea masuk atas produk sekitar 20% dari hampir semua negara—bukan menargetkan negara atau produk tertentu.

    Selain itu, Deni khawatir apabila AS meninjau atau merubah fasilitas generalized system of preferences (GSP) ke Indonesia seperti yang sudah terjadi kepada India dan Turki

    “Ini dampaknya bisa signifikan karena pada 2023, US$3,56 miliar ekspor Indonesia itu memanfaatkan skema GSP ini,” jelasnya.

  • Trump Umumkan Tarif Baru AS Terhadap Sejumlah Negara, Indonesia Kena 32%

    Trump Umumkan Tarif Baru AS Terhadap Sejumlah Negara, Indonesia Kena 32%

    Jakarta

    Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, mengumumkan tarif baru sebesar 10% pada hampir semua barang impor yang masuk ke AS. Di samping itu, Trump memberlakukan ‘Tarif Timbal Balik’ terhadap sejumlah negara, termasuk Indonesia.

    “Ini adalah deklarasi kemerdekaan ekonomi kami,” kata Trump saat mengumumkan langkah-langkah baru tersebut.

    Presiden mengatakan AS akan menggunakan uang yang dihasilkan dari tarif untuk “mengurangi pajak dan membayar utang nasional kami.”

    Trump kemudian mengangkat bagan besar berjudul ‘Tarif Timbal Balik’.

    Bagan yang diangkat Trump memiliki tiga kolom. Kolom pertama adalah daftar negara. Kemudian, kolom kedua merupakan besaran tarif yang dikenakan suatu negara terhadap barang-barang dari AS.

    Sedangkan kolom ketiga berisi tarif balasan yang dikenai AS terhadap negara itu.

    Bagan tersebut menampilkan tarif 10% untuk impor dari Inggris dan 20% untuk impor Uni Eropa.

    Bagaimana dengan Indonesia?

    AS kemudian akan mengenakan tarif sebesar 32% terhadap barang-barang Indonesia yang dijual di AS.

    “Mereka mengenakan biaya kepada kami, kami mengenakan biaya kepada mereka. Bagaimana mungkin ada orang yang marah?” katanya.

    Trump secara spesifik menunjuk China dan Uni Eropa. “Mereka menipu kami. Sungguh menyedihkan melihatnya. Sungguh menyedihkan.”

    Trump mengatakan negara-negara lain telah memperlakukan AS “dengan buruk” karena mengenakan tarif yang tidak proporsional pada impor AS yang ia sebut sebagai “kecurangan”.

    Sebagai balasannya, kata Trump, AS akan mengenakan tarif kepada negara-negara lain “kira-kira setengah” dari tarif yang mereka kenakan kepada AS.

    “Jadi, tarif tersebut tidak akan berlaku secara timbal balik. Saya bisa saja melakukan itu, ya, tetapi akan sulit bagi banyak negara,” kata Trump.

    “Kami tidak ingin melakukan itu.”

    Trump mengatakan dalam hal perdagangan, terkadang “kawan (lebih) buruk daripada lawan”.

    BBC

    BBC News Indonesia hadir di WhatsApp.

    Jadilah yang pertama mendapatkan berita, investigasi dan liputan mendalam dari BBC News Indonesia, langsung di WhatsApp Anda.

    BBC

    Dia mengatakan bahwa lebih dari 80% mobil buatan Korea Selatan dijual di Korea Selatan, dan lebih dari 90% mobil yang dijual di Jepang dibuat di Jepang. Adapun mobil buatan AS hanya mewakili sebagian kecil di negara-negara tersebut.

    “Ford menjual sangat sedikit” di negara-negara lain, kata Trump. Menurutnya, ketidakseimbangan ini telah “menghancurkan” industri AS.

    “Itulah sebabnya efektif mulai tengah malam kami akan mengenakan tarif 25% pada semua mobil buatan luar negeri,” kata Trump.

    Kapan jadwal pemberlakuan tarif baru?

    Trump telah mengumumkan serangkaian tarif baru yang mencakup tarif dasar untuk semua negara serta tarif tambahan dengan besaran bervariasi untuk setiap negara.

    Kapan tarif ini akan diberlakukan?

    3 April, 00:00 waktu AS bagian timur (3 April, 13.00 WIB) tarif 25% untuk semua mobil buatan luar negeri

    5 April 12:01 (5 April, 13:01 WIB) tarif dasar 10% untuk semua negara

    9 April 12:01 (9 April, 13:01 WIB) tarif timbal balik yang lebih tinggi

    Ancaman terbaru

    Pada Minggu (30/03), Trump mengancam akan mengenakan tarif sekunder pada negara-negara yang membeli minyak Rusia, jika Presiden Rusia Vladimir Putin tidak menyetujui gencatan senjata dengan Ukraina, katanya kepada NBC News.

    “Jika Rusia dan saya tidak dapat membuat kesepakatan untuk menghentikan pertumpahan darah di Ukraina, dan jika saya pikir itu adalah kesalahan Rusia… saya akan mengenakan tarif sekunder pada minyak, pada semua minyak yang keluar dari Rusia,” kata Trump.

    Imbas dari pernyataan Trump, terjadi penurunan tajam di pasar saham seluruh Asia dan Eropa pada Senin (31/03), menjelang penerapan tarif yang dia usulkan pada Rabu (02/04).

    Apa saja tarif yang sudah diumumkan AS?

    Tarif untuk suku cadang mobil akan mulai berlaku pada Mei atau sesudahnya, kata Trump.

    Adapun AS mengimpor sekitar delapan juta mobil per tahun, dengan nilai US$ 240 miliar.

    AS mengenakan tarif sebesar 25% untuk barang dari Kanada dan Meksiko pada tanggal 4 Maret, dengan tarif sebesar 10% untuk impor energi dari Kanada.

    Baca juga:

    Namun, kendaraan bermotor dan suku cadang kendaraan bermotor yang dibuat sesuai dengan perjanjian perdagangan bebas AS-Meksiko-Kanada (USMCA) dikecualikan dari pengenaan tarif ini, hingga pejabat bea cukai AS merancang sistem untuk mengenakan bea masuk.

    Gedung Putih mengatakan tarif terhadap Kanada dan Meksiko dimaksudkan untuk membujuk pemerintah mereka agar menghentikan migran ilegal dan fentanil (obat opioid yang dibuat secara ilegal) ke AS.

    Sebelumnya, pada 4 Februari, AS mengenakan tarif menyeluruh sebesar 10% terhadap barang-barang dari China, yang kemudian dinaikkan menjadi 20% pada 4 Maret.

    Getty ImagesPresiden China Xi Jinping (kiri) dan Presiden AS Donald Trump (kanan).

    Kendati begitu, impor barang dengan nilai kurang dari US$ 800 dikecualikan.

    China kemudian merespons kebijakan tarif Trump dengan mengenakan pajak 10-15% atas barang-barang dari AS seperti produk pertanian.

    Sementara itu Kanada telah membalas dengan mengenakan tarif atas impor AS senilai lebih dari US$ 40 miliar.

    Adapun Meksiko menunda penerapan tarif balasan.

    Pada 12 Maret silam, AS memperkenalkan pengenaan tarif sebesar 25% terhadap impor baja dan alumunium dari semua negara di seluruh dunia.

    Pengenaan tarif ini secara khusus berdampak pada Kanada, Brazil, Meksiko, Korea Selatan, Vietnam dan Jepang, yang merupakan eksportir logam terbesar ke AS.

    Uni Eropa kemudian membalas dengan mengenakan tarif pada barang-barang AS senilai US$ 28 miliar mulai 1 April, termasuk kapal, wiski bourbon, dan sepeda motor.

    Pada 25 Maret, AS mengenakan tarif sebesar 25% pada semua barang dari negara-negara yang membeli minyak dari Venezuela.

    Gedung Putih mengatakan bahwa hal ini dilakukan untuk menekan pemerintah “korup” negara tersebut dan memaksanya untuk menindak tegas geng-geng Venezuela seperti Tren de Aragua, yang katanya aktif di AS.

    Sebuah organisasi penelitian, Moody’s Analytics, mencatat tarif saat ini mencakup barang senilai US$ 1,4 triliun dan telah mendorong tarif rata-rata AS untuk barang-barang impor dari 3% menjadi 10%tingkat tertinggi sejak Perang Dunia Kedua.

    Negara mana saja yang akan dikenai tarif baru pada 2 April? Akankah Indonesia terdampak?

    Trump berulang kali menyebut 2 April sebagai “Hari Pembebasan”.

    “Tanggal 2 April adalah Hari Pembebasan di Amerika!!!” tulisnya baru-baru ini di Truth Social.

    “Selama puluhan tahun kita telah ditipu dan dilecehkan oleh setiap negara di Dunia, baik kawan maupun lawan,” ujar Trump kemudian.

    “Sekarang akhirnya tiba saatnya bagi Amerika Serikat untuk mendapatkan sebagian dari UANG itu, dan RASA HORMAT, KEMBALI. TUHAN MEMBERKATI AMERIKA!!!”

    Getty ImagesDonald Trump menjanjikan tarif yang luas saat kampanye Pilpres AS 2024 silam

    Dalam kampanye Pilpres AS 2024 lalu, Trump kerap berbicara tentang pengenaan tarif sebesar 10% atau 20% pada barang-barang dari semua negara yang memasuki AS.

    Baru-baru ini ia berbicara tentang penerapan tarif “timbal balik”yang menyamakan tarif yang dikenakan negara lain pada ekspor AS dengan dasar “mereka mengenakan tarif kepada kami, kami mengenakan tarif kepada mereka”.

    Namun, dalam wawancara dengan saluran televisi Newsmax pada 24 Maret, Trump mengatakan akan melonggarkan rencana penerapan tarif ini, dengan mengatakan bahwa dia “mungkin akan memberikan keringanan kepada banyak negara”.

    Baca juga:

    “Kami mungkin akan menerima tarif yang lebih rendah dari yang mereka tetapkan karena mereka telah menagih kami begitu banyak, saya rasa mereka tidak akan sanggup menerimanya,” katanya, dan menambahkan bahwa beberapa negara mungkin akan terhindar sama sekali.

    Selain itu, dia mengatakan akan membatalkan rencana untuk mengenakan tarif pada negara-negara yang mengenakan Pajak Pertambahan Nilai pada barang, menurut laporan CNBC yang mengutip Gedung Putih.

    Direktur Dewan Ekonomi Nasional AS, Kevin Hassett, menambahkan: “Salah satu hal yang kami lihat dari pasar adalah mereka mengharapkan… tarif yang sangat besar ini pada setiap negara… Hanya beberapa negara, dan negara-negara tersebut akan dikenakan beberapa tarif.”

    Getty ImagesMenteri Keuangan AS Scott Bessent mengisyaratkan tarif mungkin difokuskan pada sejumlah negara

    Pemerintahan Trump belum mengonfirmasi negara mana yang akan terkena dampak.

    Pada Minggu (31/04), Trump mengatakan tarif baru dapat berlaku untuk “semua negara”.

    Namun, masih belum jelas sejauh mana tarif akan diterapkan.

    Bulan lalu, Menteri Keuangan AS Scott Bessent mengatakan upaya difokuskan pada “Dirty 15”, yaitu 15% negara yang mengekspor lebih banyak barang ke AS ketimbang yang mereka impor dari AS serta mengenakan tarif atau aturan lain yang merugikan perusahaan AS.

    Kantor Perwakilan Dagang AS, saat bersiap menyusun rekomendasi, mengidentifikasi negara-negara yang “sangat diminati”.

    Negara-negara tersebut adalah Argentina, Australia, Brasil, Kanada, Tiongkok, Uni Eropa, India, Jepang, Korea, Malaysia, Meksiko, Rusia, Arab Saudi, Afrika Selatan, Swiss, Taiwan, Thailand, Turki, Inggris, Vietnam, dan Indonesia.

    Selain mengenakan pajak pada mobil impor, Trump juga baru-baru ini mengancam akan mengenakan tarif pada produk farmasi dan chip komputer asing, menurut laporan sejumlah media.

    Mengapa Trump mengenakan tarif?

    Presiden Trump telah menjadikan tarif sebagai landasan utama strategi ekonominya.

    Ia memulihkan neraca perdagangan Amerika, mengurangi kesenjangan antara seberapa banyak AS membeli dari negara lain dan seberapa banyak AS menjual kepada negara lain.

    Pada 2024 silam, AS mengalami defisit perdagangan lebih dari US$ 900 miliar.

    Pada 4 Maret, Presiden Trump mengatakan kepada Kongres AS: “Kami telah ditipu selama beberapa dekade oleh hampir setiap negara di Bumi, dan kami tidak akan membiarkan hal itu terjadi lagi.”

    Trump mengatakan bahwa dalam jangka waktu panjang, pengenaan tarif terhadap produk impor ini akan meningkatkan industri manufaktur AS, melindungi lapangan kerja, meningkatkan pendapatan pajak, dan memacu pertumbuhan ekonomi.

    Dia menyebut tarif akan meningkatkan pendapatan pemerintah dalam jumlah yang “cukup besar”.

    Getty ImagesPabrik mobil Meksiko sebagian besar mengekspor ke AS dan mungkin akan sangat dirugikan oleh tarif.

    Trump juga mengatakan tarif akan mendorong perusahaan asing untuk membuat produk di AS.

    Ia mengumumkan pada 24 Maret silam bahwa produsen mobil Korea Selatan, Hyundai, menginvestasikan US$ 21 miliar di AS.

    Trump juga mengklaim tarif telah membuat produsen mobil itu memindahkan operasinya ke AS.

    Penasihat perdagangan utama Trump, Pete Navarro, baru-baru ini mengatakan bahwa tarif akan mendatangkan pendapatan besar dan menciptakan lapangan kerja.

    Pajak atas semua impor mobil dapat meningkatkan pendapatan negara sebesar US$ 100 miliar per tahun, kata Navarro.

    Sementara untuk semua yang direncanakan, dapat meningkatkan pendapatan negara US$ 600 miliar per tahun, sekitar seperlima dari nilai total impor barang ke AS, tambahnya.

    Dokumen yang dirilis Gedung Putih pekan lalu menunjukkan tarif 10% pada setiap impor dapat menciptakan hampir tiga juta pekerjaan di AS.

    Bagaimana tarif akan memengaruhi AS dan negara lain?

    Para ekonom memperingatkan tarif akan menaikkan harga bagi konsumen AS dan menaikkan biaya produksi bagi perusahaan-perusahaan AS dengan membuat komponen impor menjadi lebih mahal.

    Mereka juga memperingatkan bahwa tarif balasan dari negara-negara lain akan merugikan eksportir AS.

    Moody’s Analytics mengatakan tarif akan mengurangi pertumbuhan ekonomi AS sebesar 0,6% selama beberapa tahun mendatang, dan akan menyebabkan hilangnya 250.000 pekerjaan.

    Dikatakan bahwa Kanada dan Meksiko yang sangat bergantung pada AS sebagai pasar untuk ekspor mereka akan “menderita lebih banyak dan tidak mungkin terhindar dari resesi”.

    Lihat juga Video ‘Trump Bakal Kurangi Tarif ke China Demi ByteDance Jual TikTok’:

    (haf/haf)

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • AS Sedang Siapkan Kajian Soal Pembiayaan Pembelian Greenland

    AS Sedang Siapkan Kajian Soal Pembiayaan Pembelian Greenland

    JAKARTA – Pemerintah Amerika Serikat dikabarkan tengah mempersiapkan kajian tentang perkiraan biaya yang harus dikeluarkan untuk menguasai Greenland dan potensi pemasukan dari sumber daya alam pulau tersebut.

    “Sudah ada diskusi soal biaya-manfaat bagi Amerika Serikat jika kita ingin mengakuisisi Greenland… berapa biaya yang harus kita keluarkan untuk memelihara Greenland sebagai teritori AS?” tulis Washington Post, yang mengutip seorang pejabat senior Gedung Putih.

    Harian itu melaporkan bahwa Gedung Putih berupaya memperkirakan konsekuensi finansial atas keputusan tersebut, termasuk biaya layanan publik bagi 58.000 warga Greenland, selama beberapa pekan.

    AS juga mempertimbangkan pemberian dana kepada Greenland hingga 600 juta dolar (sekitar Rp10 triliun) per tahun, sejumlah yang dikucurkan Denmark untuk menjalankan layanan publik di pulau itu.

    Menurut sang sumber, Presiden AS Donald Trump menganggap pencaplokan Greenland “paling mudah” di antara wacana aneksasi yang mencakup Kanada dan Terusan Panama.

    Namun, upaya untuk menguasai Greenland bukanlah prioritas utama dalam isu keamanan nasional AS karena hanya dianggap sebagai “keuntungan tambahan” setelah upaya mengakhiri konflik Rusia-Ukraina dan Israel-Palestina, serta menghadapi Iran.

    Washington berharap bisa meyakinkan masyarakat AS bahwa pemerintah mampu menutupi biaya untuk merebut Greenland dengan pendapatan dari mineral dan pajak kegiatan komersial, menurut laporan itu.

    Pemerintahan Trump juga mempertimbangkan cara-cara lain untuk membujuk Greenland agar wilayah Denmark itu semakin tertarik bergabung dengan AS.

    Namun, potensi ekonomi dari sumber daya mineral Greenland dikabarkan masih belum jelas karena pertambangan di pulau itu tak bisa diprediksi dan  iklimnya yang keras tidak membantu proses tersebut.

    Maret lalu, Trump menyatakan dukungannya pada rakyat Greenland untuk menentukan nasib sendiri. Dia juga mengungkapkan kesiapan AS menerima Greenland sebagai bagian dari wilayahnya, seraya menegaskan bahwa hal itu pasti akan terpenuhi dengan cara apa pun.

    Sementara itu, survei oleh Yahoo News/YouGov menunjukkan bahwa kurang dari 20 persen warga AS mendukung rencana Trump untuk menjadikan Kanada dan Greenland sebagai wilayah AS.

    Hingga 1953, Greenland adalah koloni Denmark. Pada 2009, wilayah itu mendapat status otonomi sehingga bisa menjalankan pemerintahan sendiri dan memiliki otoritas penuh terhadap kebijakan dalam negeri.

  • Para Pemimpin Dunia Bereaksi Terhadap Kebijakan Tarif Trump – Halaman all

    Para Pemimpin Dunia Bereaksi Terhadap Kebijakan Tarif Trump – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump mengumumkan kebijakan baru yang mengenakan tarif dasar 10 persen pada semua impor ke AS.

    Selain itu, tarif yang lebih tinggi juga diterapkan pada beberapa mitra dagang utama negara tersebut.

    Kebijakan ini memicu respons keras dari berbagai pemimpin dunia.

    Trump tidak mengenakan tarif baru sebesar 10 persen untuk barang-barang yang berasal dari Kanada dan Meksiko, Reuters melaporkan.

    Tarif sebelumnya yang mencapai 25 persen tetap berlaku terkait masalah kontrol perbatasan dan perdagangan fentanil, menurut Gedung Putih.

    Berikut adalah reaksi dari beberapa pejabat dunia terhadap kebijakan tarif ini:

    “Trump telah mempertahankan sejumlah elemen penting dalam hubungan kami dengan AS, namun tarif fentanil, baja, dan aluminium masih berlaku,” kata Perdana Menteri Kanada, Mark Carney.

    “Kami akan melawan tarif ini dengan tindakan balasan, melindungi pekerja kami, dan membangun ekonomi terkuat di G7,” tegas Carney.

    Kementerian Luar Negeri Brasil

    “Pemerintah Brasil menyesalkan keputusan AS untuk mengenakan tarif tambahan 10 persen pada ekspor Brasil,” jelas Kementerian Luar Negeri Brasil.

    “Kami akan mengevaluasi langkah-langkah yang diperlukan, termasuk melibatkan Organisasi Perdagangan Dunia (WTO), untuk membela kepentingan nasional.” imbuh kementerian.

    Perdana Menteri Australia, Anthony Albanese

    “Tarif ini tidak memiliki dasar logika dan bertentangan dengan dasar kemitraan antara kedua negara. Ini bukan tindakan seorang teman, dan keputusan ini akan menambah ketidakpastian serta meningkatkan biaya bagi rumah tangga Amerika,” ungkap Perdana Menteri Australia, Anthony Albanese.

    Presiden Korea Selatan sementara, Han Duck-Soo

    “Dalam menghadapi kenyataan perang dagang global, pemerintah harus mengerahkan segala kemampuannya untuk mengatasi krisis perdagangan,” kata Presiden Korea Selatan sementara, Han Duck-Soo.

    Menteri Perdagangan Selandia Baru, Todd McClay

    “Kepentingan Selandia Baru akan lebih terlayani dalam dunia perdagangan yang lancar,” kata Menteri Perdagangan Selandia Baru, Todd McClay.

    “Kami akan berbicara dengan pemerintah AS untuk memperoleh informasi lebih lanjut dan memahami dampaknya terhadap eksportir kami,” terangnya.

    Perdana Menteri Spanyol, Pedro Sanchez

    “Spanyol akan melindungi perusahaan dan pekerjanya serta tetap berkomitmen pada dunia perdagangan yang terbuka,” ungkap Perdana Menteri Spanyol, Pedro Sanchez.

    Perdana Menteri Swedia, Ulf Kristersson

    “Kami tidak ingin hambatan perdagangan semakin besar,” tutur Perdana Menteri Swedia, Ulf Kristersson.

    “Kami ingin menemukan jalan untuk kembali bekerja sama dengan AS agar masyarakat kami dapat menikmati kehidupan yang lebih baik,” imbuhnya.

    Presiden Swiss, Karin Keller-Sutter

    “Langkah selanjutnya akan segera diputuskan oleh Dewan Federal,” ungkap Presiden Swiss, Karin Keller-Sutter.

    “Kepatuhan terhadap hukum internasional dan perdagangan bebas tetap menjadi nilai inti kami,” lanjutnya.

    Perdana Menteri Irlandia, Micheál Martin

    “Keputusan AS untuk mengenakan tarif 20 persen pada impor dari Uni Eropa sangat disayangkan,” kata Perdana Menteri Irlandia, Micheál Martin.

    “Tarif ini tidak menguntungkan siapa pun, dan prioritas kami adalah melindungi lapangan pekerjaan dan ekonomi Irlandia,” ungkapnya.

    Perdana Menteri Italia, Giorgia Meloni

    “Kami akan melakukan segala yang kami bisa untuk mencapai kesepakatan dengan AS, guna menghindari perang dagang yang dapat melemahkan Barat,” jelas Perdana Menteri Italia, Giorgia Meloni.

    Presiden EPP, Manfred Weber

    Partai Terbesar di Parlemen Eropa juga berkomentar.

    “Bagi sahabat-sahabat kami di AS, hari ini bukan hari pembebasan, melainkan hari kemarahan,” ungkap Presiden EPP, Manfred Weber.

    “Tarif Trump tidak melindungi perdagangan yang adil, tetapi justru menyerangnya, merugikan kedua belah pihak,” jelasnya.

    “Eropa siap membela kepentingannya dan terbuka untuk perundingan yang adil,” bebernya.

    Menteri Luar Negeri Kolombia, Laura Sarabia

    “Kami sedang mempertimbangkan langkah-langkah yang diambil untuk melindungi industri nasional dan eksportir kami,” ungkap Menteri Luar Negeri Kolombia, Laura Sarabia.

    Rincian Tarif untuk Beberapa Mitra Dagang AS

    Trump mengenakan tarif minimum 10 persen untuk hampir semua mitra dagang AS, tetapi tarif tersebut bervariasi untuk beberapa negara:

    1. Kamboja: +49 persen

    2. Vietnam: +46 persen

    3. Sri Lanka: +44 persen

    4. Bangladesh: +37 persen

    5. Thailand: +36 persen

    6. Tiongkok: +34 persen

    7. Taiwan: +32 persen

    8. Indonesia: +32 persen

    9. Swiss: +31 persen

    10. Afrika Selatan: +30 persen

    11. Pakistan: +29 persen

    12. India: +26 persen

    13. Korea Selatan: +25 persen

    14. Jepang: +24 persen

    15. Malaysia: +24 persen

    16. Uni Eropa: +20 persen

    17. Israel: +17 persen

    18. Filipina: +17 persen

    19. Singapura: +10 persen

    20. Inggris: +10 persen

    21. Turki: +10 persen

    22. Brasil: +10 persen

    23. Chili: +10 persen

    24. Australia: +10 persen

    25. Kolombia: +10 persen

    (Tribunnews.com, Andari Wulan Nugrahani)

  • Kebijakan Tarif Trump ke RI Lebih Tinggi dari India, Gara-gara China?

    Kebijakan Tarif Trump ke RI Lebih Tinggi dari India, Gara-gara China?

    Jakarta, Beritasatu.com – Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, mengumumkan kebijakan tarif resiprokal baru pada Rabu (2/4/2025) atau Kamis (3/4/2025) waktu Indonesia. Indonesia pun menjadi salah satu negara yang terdampak oleh kebijakan tarif Trump. 

    Yang menarik, menurut The Indian Express, tarif yang dikenakan pada Indonesia ternyata lebih tinggi dibandingkan India. India hanya mendapatkan tarif 26%, sementara Indonesia dikenakan tarif 32%. Negara-negara Asia Tenggara lainnya, seperti Vietnam (46%) dan Thailand (36%), juga terdampak oleh kebijakan ini. The Indian Express mengungkapkan bahwa tarif yang lebih tinggi untuk Indonesia diperkirakan karena semakin banyaknya keterlibatan Indonesia dalam rantai pasokan China.

    Menurut analisis The Indian Express, tarif yang tinggi ini merupakan cara Trump untuk memberikan sinyal kepada negara-negara yang semakin bergantung pada China. Kebijakan ini menjadi bagian dari upaya Trump untuk mengatasi ketidakseimbangan perdagangan global.

    “Tarif tinggi ini dianggap sebagai cara Trump untuk memberi sinyal kuat kepada negara-negara yang semakin bergantung pada China, sebagai bagian dari kebijakan yang lebih besar untuk mengatasi ketidakseimbangan perdagangan global,” analisis The Indian Express. 

    Dalam konferensi pers di Gedung Putih, Trump menyatakan bahwa kebijakan tarif ini bertujuan untuk mengoreksi ketidakseimbangan perdagangan yang telah berlangsung lama. Trump juga mengatakan bahwa meskipun hubungan Amerika dengan India cukup baik, India tidak memperlakukan AS secara adil dalam perdagangan.

     “Mereka mengenakan tarif 52% pada kami, sementara kami hampir tidak mengenakan tarif apapun selama bertahun-tahun,” kata Trump. Kebijakan tarif Trump yang lebih tinggi untuk India ini, menurut presiden dari Partau Republik itu, adalah bagian dari strategi untuk memastikan negara-negara memperlakukan AS secara adil.

    India sendiri tetap menjadi sorotan dalam laporan dari Perwakilan Dagang AS (USTR), yang mencatat tarif tinggi India pada berbagai barang, termasuk minyak nabati, sepeda motor, mobil, dan produk pertanian. Selain itu, kebijakan India yang membatasi impor susu, daging babi, dan ikan, serta mewajibkan sertifikasi bebas rekayasa genetika (GM-free), dianggap sebagai hambatan perdagangan bagi eksportir AS.

    Di sisi lain, faktor ketergantungan pada China tetap menjadi alasan utama dalam kebijakan tarif Trump. Presiden Amerika Serikat ke-47 itu berharap kebijakan taribaru ini dapat mengurangi ketidakseimbangan perdagangan global dan mendorong perusahaan-perusahaan AS untuk memproduksi lebih banyak barang di dalam negeri, tanpa bergantung pada impor dari negara-negara seperti China.

  • Trump Umumkan Tarif Impor, Segini yang Dikenakan AS untuk Indonesia

    Trump Umumkan Tarif Impor, Segini yang Dikenakan AS untuk Indonesia

    Washington, Beritasatu.com – Presiden Amerika Serikat Donald Trump, pada Kamis (3/4/2025) WIB,  mengumumkan kebijakan tarif impor baru yang menargetkan sejumlah negara termasuk beberapa mitra dagang terdekat AS. Langkah ini berisiko memicu perang dagang yang berpotensi merugikan perekonomian global.

    Dalam pidato di Taman Mawar Gedung Putih dengan latar belakang bendera AS, Trump menerapkan tarif impor tinggi terhadap China dan Uni Eropa. Ia menyebutnya hari itu sebagai Hari Pembebasan.

    Mata uang dolar AS langsung melemah 1% terhadap euro serta mengalami pelemahan terhadap mata uang utama lainnya setelah pengumuman tarif impor ini.

    “Selama bertahun-tahun, negara kita telah dieksploitasi oleh berbagai negara, baik sekutu maupun lawan,” ujar Trump.

    Tarif impor yang diterapkan meliputi:
     – 34% untuk impor dari Tiongkok (ditambah 20% tarif sebelumnya, total 54%)
    – 20% untuk Uni Eropa
    – 24% untuk Jepang
    – 26% untuk India
    – 46% untuk Vietnam
    – 24-49% untuk Thailand, Indonesia, Malaysia, Kamboja, dan Myanmar
    – 24% untuk Brunei
    – 10% untuk Singapura
    – Tarif dasar 10% untuk Inggris dan beberapa negara lainnya

    Trump menampilkan grafik daftar pungutan, mengeklaim bahwa kebijakan tarif impor ini lebih rendah dibandingkan tarif yang dikenakan negara-negara lain terhadap produk ekspor AS.

    Pengumuman ini disambut sorak-sorai dari para pekerja industri baja, minyak, dan gas yang hadir dalam acara tersebut. “Tarif ini akan membuat Amerika kaya kembali,” ujar Trump.

    Namun, banyak ekonom memperingatkan bahwa kebijakan ini berpotensi memicu resesi di AS karena peningkatan biaya bagi konsumen domestik serta risiko perang dagang global yang merugikan.

    Pasar keuangan juga bereaksi negatif, dengan volatilitas meningkat akibat ketidakpastian kebijakan perdagangan AS.

    Langkah Trump semakin memperburuk hubungan dengan sekutu lama AS. Mitra dagang utama telah mengancam akan melakukan pembalasan dengan memberlakukan tarif serupa terhadap produk-produk AS.

    Sementara itu, Trump tetap optimis bahwa kebijakan ini akan menandai era baru bagi industri Amerika. “Hari ini akan dikenang sebagai hari di mana industri Amerika lahir kembali,” tegasnya.

    Ke depan, dunia akan menunggu langkah berikutnya dari negara-negara yang terkena dampak tarif impor ini apakah mereka akan melakukan negosiasi atau memilih jalur konfrontasi dalam eskalasi perang dagang global ini.

  • Saham Merosot, Harga Minyak Anjlok, Wall Street Terseok-seok

    Saham Merosot, Harga Minyak Anjlok, Wall Street Terseok-seok

    PIKIRAN RAKYAT – Presiden Amerika Serikat, Donald Trump mengumumkan kebijakan tarif impor baru yang mengguncang pasar global pada Rabu 2 April 2025. Dia mengonfirmasi, akan memberlakukan tarif dasar sebesar 10% pada semua impor ke AS, serta tarif yang lebih tinggi pada puluhan negara lainnya, termasuk beberapa mitra dagang utama seperti China, Uni Eropa, Jepang, dan Korea Selatan.

    Kebijakan ini semakin memperdalam perang dagang dan meningkatkan kekhawatiran terhadap stabilitas ekonomi global.

    Tarif Baru: Mengubah Tatanan Perdagangan Dunia

    Dalam pernyataannya di Taman Mawar Gedung Putih, Donald Trump menegaskan bahwa tarif ini adalah bentuk “timbal balik” terhadap kebijakan perdagangan negara lain yang dianggap merugikan AS.

    “Selama beberapa dekade, negara kita telah dijarah, dijarah, diperkosa dan dijarah oleh negara-negara dekat dan jauh, baik teman maupun musuh,” ucapna.

    Tarif baru ini mencakup pungutan sebesar 34% untuk impor dari China, meningkat dari tarif 20% yang sudah berlaku sebelumnya. Jepang menghadapi tarif 24%, Vietnam 46%, dan Korea Selatan 25%. Uni Eropa juga tidak luput, dengan tarif sebesar 20%.

    Menurut seorang pejabat Gedung Putih yang berbicara secara anonim, tarif ini akan berlaku pada 9 April 2025, sementara tarif dasar 10% mulai diberlakukan pada Sabtu 5 April 2025. Namun, kebijakan ini tidak berlaku untuk beberapa barang tertentu seperti tembaga, obat-obatan, semikonduktor, kayu, emas, energi, dan “mineral tertentu yang tidak tersedia di AS”.

    Selain itu, Donald Trump juga menutup celah perdagangan yang memungkinkan pengiriman paket bernilai rendah (di bawah 800 dolar AS atau setara Rp13,2 juta) bebas bea dari China dan Hong Kong, kebijakan yang dikenal sebagai “de minimis.” Peraturan baru ini mulai berlaku pada 2 Mei 2025.

    Pasar Keuangan Terguncang: Saham Merosot, Minyak Anjlok

    Pengumuman tarif ini segera memicu kekacauan di pasar keuangan. Saham berjangka AS anjlok setelah pengumuman tersebut, dengan Nasdaq berjangka turun 4%, S&P 500 berjangka turun 3,3%, dan Nikkei berjangka jatuh lebih dari 4%.

    Pasar Asia juga terkena dampak besar, dengan saham Australia turun 2%. ETF Vietnam Van Eck (VNM.Z) merosot lebih dari 8% dalam perdagangan setelah jam kerja.

    Sektor teknologi menjadi salah satu yang paling terpukul, terutama karena China merupakan pusat manufaktur utama bagi banyak perusahaan besar AS. Saham Apple (AAPL.O) jatuh hampir 7% dalam perdagangan setelah jam kerja.

    “Kami akan mencirikan daftar tarif ini sebagai ‘lebih buruk dari skenario terburuk’ yang ditakuti Street,” kata analis dari Wedbush.

    Harga minyak juga ikut terpengaruh. Minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) turun lebih dari 2% menjadi 69,73 dolar AS (Rp1,1 juta) per barel, sementara Brent berjangka turun menjadi 74,95 dolar AS (Rp1,2 juta) per barel. Harga minyak sempat naik sebelum akhirnya jatuh ke wilayah negatif setelah Trump mengumumkan tarif baru ini.

    “Harga minyak mentah telah menghentikan reli bulan lalu, dengan Brent menemukan beberapa resistensi di atas 75 dolar AS (Rp1,24 juta), dengan fokus untuk saat ini beralih dari pengurangan pasokan yang dipimpin oleh sanksi ke pengumuman tarif Trump dan potensi dampak negatifnya pada pertumbuhan dan permintaan,” tutur Ole Hansen, kepala strategi komoditas di Saxo Bank.

    Reaksi Global dan Ancaman Resesi

    Para pemimpin dunia bereaksi dengan cemas terhadap kebijakan Donald Trump ini. Perdana Menteri Italia, Giorgia Meloni, menyatakan bahwa perang dagang akan merugikan konsumen dan tidak menguntungkan kedua belah pihak.

    “Kami akan melakukan semua yang kami bisa untuk bekerja menuju kesepakatan dengan Amerika Serikat, dengan tujuan menghindari perang dagang yang pasti akan melemahkan Barat demi pemain global lainnya,” ujar Meloni.

    Di AS, kebijakan ini juga mendapat kritik keras dari kalangan politisi. Gregory Meeks, anggota Demokrat di Komite Urusan Luar Negeri DPR, mengecam langkah Trump sebagai beban besar bagi rakyat Amerika.

    “Trump baru saja menghantam orang Amerika dengan kenaikan pajak regresif terbesar dalam sejarah modern – tarif besar-besaran pada semua impor. Kebijakannya yang sembrono tidak hanya merusak pasar, tetapi juga akan merugikan keluarga pekerja secara tidak proporsional,” tutur Meeks.

    Ekonom memperingatkan bahwa tarif ini dapat memperlambat ekonomi global, meningkatkan risiko resesi, dan meningkatkan biaya hidup bagi rata-rata keluarga AS hingga ribuan dolar per tahun. Inflasi yang dipicu oleh tarif ini juga bisa memperumit kebijakan moneter Federal Reserve, yang sedang berupaya menyeimbangkan pertumbuhan ekonomi dan pengendalian inflasi.

    Dampak pada Wall Street dan Investor

    Wall Street mengalami sesi perdagangan yang bergejolak pada Rabu 2 April 2025, dengan Dow Jones Industrial Average naik 235,36 poin sebelum akhirnya merosot kembali setelah pengumuman Donald Trump.

    S&P 500 dan Nasdaq juga mengalami penurunan signifikan. Indeks Volatilitas CBOE (.VIX), yang mengukur ketakutan pasar, tetap tinggi selama tiga sesi terakhir, mencerminkan ketidakpastian yang semakin meningkat.

    “Kata-kata dari presiden penting,” ucap Christopher Wolfe, presiden dan chief investment officer Pennington Partners & Co.

    “Mereka dapat, dan memang, mengubah kebijakan serta cara perusahaan Amerika merespons berbagai hal. Itulah beban yang kita semua rasakan sekarang,” ujarnya menambahkan, dikutip Pikiran-Rakyat.com dari Reuters.***

    Simak update artikel pilihan lainnya dari kami di Google News