Tempat Fasum: Gedung Putih

  • iPhone Made in USA? Pakar Sebut Hal yang Mustahil

    iPhone Made in USA? Pakar Sebut Hal yang Mustahil

    Jakarta

    Apple memproduksi gadget andalannya seperti iPhone di kawasan Asia, terutama China, India, sampai Vietnam. Kini dengan ancaman tarif mencekik dari Donald Trump, Apple seperti didesak untuk membuat iPhone di negaranya sendiri, Amerika Serikat.

    Jubir Gedung Putih Karoline Leavitt ditanya soal jenis pekerjaan yang ingin diciptakan Trump setelah tarif berlaku. Ia menjawab pekerjaan di manufaktur dan teknologi canggih, dan ia yakin teknologi produksi iPhone bisa dibawa ke AS. “(Trump) yakin kita punya tenaga kerja, punya sumber daya untuk melakukannya,” kata Leavitt.

    Terlebih Apple berjanji investasi sampai USD 500 miliar di AS. Namun demikian, beberapa pakar berpendapat nyaris mustahil atau sangat sulit bagi Apple membuat iPhone di AS, setidaknya untuk saat ini.

    Pertama, hampir semua komponen di dalam iPhone masih dibuat di luar AS. Misalnya, chip A18 iPhone dibuat oleh TSMC di Taiwan. Kemudian, sensor kamera iPhone 16 Pro IMC903 adalah buatan Jepang. Teknologinya tidak bisa begitu saja dipindahkan ke AS.

    Analis Wedbush Securities, Dan Ives, menyebut iPhone terbaru mungkin harganya tembus USD 3.500 jika dibuat di AS versus USD 1.000 saat ini. Itu karena biaya pembuatan iPhone di AS diprediksi sangat mahal.

    “Mengubah manufaktur dan susunan rantai pasokan sangat mahal dan butuh waktu lama. Anda tidak ingin melakukannya kecuali sudah benar-benar tepat,” cetus analis Forrester Research, Dipanjan Chatterjee.

    Gil Luria, analis di D.A Davidson, meyakini Apple bisa memindahkan manufaktur ke AS, tapi butuh waktu 5 sampai 10 tahun. “Dalam 5 sampai 10 tahun, sangat mungkin Apple bisa membuat beberapa produknya di AS dan hanya ada sedikit kenaikan harga,” kata dia seperti dikutip detikINET dari Market Watch.

    Menurutnya, kelebihan China dari AS sebenarnya lebih dalam soal skill karyawan. Jika AS bisa melatih skill spesifik dalam pembuatan iPhone atau mengandalkan robotika di pabrik, maka bisa saja meniru kapabilitas yang ada di China atau Taiwan. “Kemajuan robotika akan signifikan dalam beberapa tahun lagi,” ujarnya.

    Ada pula yang menilai iPhone made in America untuk saat ini adalah fantasi. “Merupakan fantasi total. Tak ada alam semesta di mana Apple menjentikkan jari dan mulai membuat iPhone di AS dalam semalam. Secara teori, Apple dapat mulai merakitnya di sini, tapi itu pun merupakan proses yang berlangsung bertahun-tahun,” sebut 404media.

    (fyk/fay)

  • Uni Eropa Sepakat Balas Tarif Impor AS ala Trump – Page 3

    Uni Eropa Sepakat Balas Tarif Impor AS ala Trump – Page 3

    Presiden Amerika Serikat Donald Trump pada Rabu (9/4) kembali menaikkan tarif impor terhadap China menjadi 125%.

    Mengutip CNBC International, Kamis (10/4/2025) Trump mengatakan dalam sebuah postingan media sosial bahwa ia menaikkan tarif pada impor dari China menjadi 125% dan akan “berlaku segera” 

    China, yang merupakan mitra dagang terbesar ketiga AS sebelumnya mengatakan akan menaikkan tarifnya untuk impor dari AS menjadi 84%.

    Selain itu, Trump juga menurunkan tarif baru untuk impor dari sebagian besar mitra dagang AS menjadi 10% selama 90 hari untuk memungkinkan negosiasi perdagangan dengan negara-negara tersebut.

    75 Negara Negosiasi

    Presiden AS mengatakan, lebih dari 75 Negara telah menghubungi pejabatnya untuk bernegosiasi setelah ia mengumumkan tarif impor baru minggu lalu.

    “Yah, saya pikir orang-orang sedikit bertindak tidak semestinya,” ujar Trump ketika ditanya kemudian tentang alasan menunda kenaikan tarif impor hingga 90 hari.

    “Mereka mulai gelisah, Anda tahu, mereka mulai sedikit gelisah, sedikit takut,” ucap Trump di Gedung Putih.

    Dalam keterangan terpisah, Menteri Keuangan AS Scott Bessett mengklaim bahwa Trump bermaksud untuk menghentikan tarif luas yang diumumkan pekan lalu.

    “Ini adalah strateginya selama ini,” ucap Bessent di Gedung Putih.

    Diwartakan sebelumnya, Perdana Menteri Singapura Lawrence Wong buka suara terkait pengenaan tarif impor AS sebesar 10% terhadap negaranya oleh Amerika Serikat.

    Dia menyebut, keputusan pengenaan tarif impor 10% oleh Presiden AS Donald Trump “bukan tindakan yang dilakukan seseorang terhadap seorang teman”.

  • Tarif Trump Buat China Melonjak jadi 125%, Negara Lain Ditunda 90 Hari – Page 3

    Tarif Trump Buat China Melonjak jadi 125%, Negara Lain Ditunda 90 Hari – Page 3

    Liputan6.com, Jakarta Presiden Amerika Serikat Donald Trump pada Rabu (9/4) kembali menaikkan tarif impor terhadap China menjadi 125%.

    Mengutip CNBC International, Kamis (10/4/2025) Trump mengatakan dalam sebuah postingan media sosial bahwa ia menaikkan tarif pada impor dari China menjadi 125% dan akan “berlaku segera” 

    China, yang merupakan mitra dagang terbesar ketiga AS sebelumnya mengatakan akan menaikkan tarifnya untuk impor dari AS menjadi 84%.

    Selain itu, Trump juga menurunkan tarif baru untuk impor dari sebagian besar mitra dagang AS menjadi 10% selama 90 hari untuk memungkinkan negosiasi perdagangan dengan negara-negara tersebut.

    75 Negara Negosiasi

    Presiden AS mengatakan, lebih dari 75 Negara telah menghubungi pejabatnya untuk bernegosiasi setelah ia mengumumkan tarif impor baru minggu lalu.

    “Yah, saya pikir orang-orang sedikit bertindak tidak semestinya,” ujar Trump ketika ditanya kemudian tentang alasan menunda kenaikan tarif impor hingga 90 hari.

    “Mereka mulai gelisah, Anda tahu, mereka mulai sedikit gelisah, sedikit takut,” ucap Trump di Gedung Putih.

    Dalam keterangan terpisah, Menteri Keuangan AS Scott Bessett mengklaim bahwa Trump bermaksud untuk menghentikan tarif luas yang diumumkan pekan lalu.

    “Ini adalah strateginya selama ini,” ucap Bessent di Gedung Putih.

    Diwartakan sebelumnya, Perdana Menteri Singapura Lawrence Wong buka suara terkait pengenaan tarif impor AS sebesar 10% terhadap negaranya oleh Amerika Serikat.

    Dia menyebut, keputusan pengenaan tarif impor 10% oleh Presiden AS Donald Trump “bukan tindakan yang dilakukan seseorang terhadap seorang teman”.

  • Tarif Trump Buat China Melonjak jadi 125%, Negara Lain Ditunda 90 Hari – Page 3

    Trump Tunda Penerapan Tarif Impor Resiprokal 90 Hari, Kecuali China – Page 3

    Liputan6.com, Jakarta Presiden Amerika Serikat Donald Trump mengumumkan penerapan tarif impor baru sebesar 125% untuk impor dari China, yang berlaku langsung.

    Keputusan ini diungkapkan melalui unggahan di platform Truth Social, dengan alasan “kurangnya rasa hormat yang ditunjukkan China terhadap pasar global.”

    Dikutip dari Euronews, Kamis (10/4/2025), dalam pernyataannya, Trump juga menyampaikan bahwa pemerintahannya memberikan penangguhan tarif selama 90 hari bagi sebagian besar negara mitra dagang. Namun, China secara khusus tidak termasuk dalam kebijakan penangguhan tersebut.

    Trump menyebut bahwa lebih dari 75 negara telah mengajukan permintaan untuk menegosiasikan ulang perjanjian dagang sejak pengumuman paket tarif “Hari Pembebasan”.

    Awalnya, ia menyiratkan bahwa penangguhan ini hanya berlaku untuk negara-negara tersebut. Namun, Gedung Putih kemudian mengklarifikasi bahwa penangguhan 90 hari berlaku untuk hampir semua negara, kecuali China, dan selama masa negosiasi akan diberlakukan tarif universal sebesar 10%.

    Pasar Global Langsung Positif

    Pasar global langsung merespons positif, dengan indeks Dow Jones melonjak hingga 2.000 poin hanya dalam hitungan menit setelah pengumuman tarif baru tersebut.

    Rangkaian tarif terbaru dari Trump mulai berlaku setelah tengah malam, dengan rincian tarif sebagai berikut:

    Pihak administrasi Ameriak Serikat berupaya menenangkan kekhawatiran para pemilih, anggota Kongres dari Partai Republik, dan para CEO dengan menyatakan bahwa tarif tersebut masih bersifat negosiasi. Namun, mereka juga menegaskan bahwa proses negosiasi ini bisa memakan waktu berbulan-bulan.

  • Tarif Trump Berisiko Sebabkan Inflasi dan Resesi Ekonomi AS Sendiri – Halaman all

    Tarif Trump Berisiko Sebabkan Inflasi dan Resesi Ekonomi AS Sendiri – Halaman all

    Tarif Trump Berisiko Sebabkan Inflasi dan Resesi Ekonomi AS Sendiri

    TRIBUNNEWS.COM – Tarif timbal balik yang diberlakukan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump , yang diumumkannya pada Rabu (9/4/2025) sebagai “Deklarasi Kemerdekaan Ekonomi,” akan mengawali era baru dalam perdagangan global sekaligus meningkatkan kekhawatiran inflasi dan resesi bagi ekonomi AS .

    Trump menandatangani perintah eksekutif untuk mengenakan tarif timbal balik yang luas pada lebih dari 180 negara, mulai dari 10 persen hingga 50%, untuk mengakhiri praktik perdagangan, yang menurut pemerintahannya tidak adil.

    Pemerintahan Trump bermaksud menghasilkan hampir $700 miliar melalui tarif tambahan ini untuk membiayai pemotongan pajak bagi orang kaya.

    Tetapi para ekonom memperingatkan kalau hal ini akan mengakibatkan biaya impor yang lebih tinggi dan menaikkan harga bagi konsumen akhir sekaligus menghambat pertumbuhan ekonomi.

    Trump mengklaim AS “diperas” oleh semua negara, kawan atau lawan, dan bermaksud merevitalisasi produksi dalam negeri dan mengurangi ketergantungan asing melalui tarif ini.

    Presiden AS lalu menandatangani perintah eksekutif untuk mengenakan tarif pada sektor otomotif, baja, dan aluminium serta tarif pada Kanada, Meksiko, dan China karena dugaan perdagangan gelap fentanil dan masuknya migran tak berdokumen ke AS.

    Presiden AS juga menunjuk negara-negara yang memiliki defisit perdagangan luar negeri dengan AS, yang menunjukkan kalau mereka tidak cukup membeli produk buatan Amerika.

    Sebagai informasi, Impor AS mencapai $4,1 triliun, dan ekspor mencapai $3,2 triliun tahun lalu, menurut Departemen Perdagangan AS.

    Khusus untuk China, AS awalnya mematok tarif 34% sebelum menaikkannya menjadi 104 persen hanya dalam beberapa hari.

    Adapun Uni Eropa dipatok tarif impor sebesar 20%, Vietnam 46%, Taiwan 32%, Jepang 24%, India 26%, Korea Selatan 25%, Thailand 36%, Swiss 31%, Indonesia 32%, Malaysia 24%,
    Kamboja 49%, Afrika Selatan 30%, Bangladesh 30%, dan Israel 17?lam tarif timbal balik.

    Beberapa negara, seperti Turki, Inggris, Brasil, Australia, Uni Emirat Arab, Selandia Baru, Mesir, dan Arab Saudi, masing-masing dikenakan tarif timbal balik sebesar 10%.

    Hal yang mengejutkan, beberapa negara yang paling terkena sanksi di dunia, yaitu Rusia, Kuba, Belarus, dan Republik Demokratik Korea, tidak dikenakan tarif timbal balik, sementara Kepulauan Heard dan McDonald yang tidak berpenghuni di Australia disertakan.

    PRESIDEN AS – Tangkapan layar YouTube White House pada Rabu (26/3/2025) yang menunjukkan Presiden Trump Singgah Bertemu Duta Besar AS pada Selasa (25/3/2025). Trump menanggapi sebuah artikel di The Atlantic yang mengungkapkan bahwa percakapan pejabat keamanan nasional AS tentang rencana menyerang Houthi Yaman bocor di sebuah grup chat. (Tangkapan layar YouTube White House)

    Dampak Tarif Trump Bagi AS

    Lab Anggaran di Yale memperkirakan kalau tarif Trump akan menyebabkan inflasi meningkat dan membebani biaya rata-rata $3.800 per rumah tangga di AS.

    Anderson Economic Group memperkirakan kalau tarif otomotif sebesar 25% yang diberlakukan Trump akan menambah biaya sebesar $2.500 hingga $5.000 untuk mobil-mobil Amerika berbiaya terendah dan hingga $20.000 untuk beberapa model impor.

    Perkiraan biaya tarif otomotif bagi konsumen akhir di AS adalah $30 miliar untuk tahun pertama.

    Sementara itu, inflasi AS terakhir tercatat sebesar 0,2% secara bulanan dan 2,8% secara tahunan pada bulan Februari.

    Menurut Boston Fed, dampak tarif pada inflasi AS diperkirakan akan menyebabkan peningkatan 1,4 hingga 2,2 poin persentase, yang selanjutnya membatasi kemampuan Fed (Bank Federal AS) untuk memerangi inflasi.

    Kepercayaan konsumen di AS telah menurun sejak Trump menjabat pada 20 Januari, dengan indeks kepercayaan konsumen Universitas Michigan mencapai titik terendah sejak November 2022 di angka 57,9, sementara ekspektasi inflasi konsumen jangka pendek naik menjadi 4,9%, level tertinggi sejak waktu yang sama.

    Mengenai pertumbuhan ekonomi, Fitch Ratings memperkirakan bahwa AS akan tumbuh lebih lambat dari tingkat yang diproyeksikan sebesar 1,7% pada bulan Maret karena adanya tarif Trump, sementara Oxford Economics memproyeksikan pertumbuhan ekonomi AS sebesar 1,4% tahun ini.

    Departemen Perdagangan AS mengatakan ekonomi AS tumbuh 2,8% tahun lalu, menandai perbedaan mencolok dalam proyeksi pertumbuhan tahun ini sejak masa jabatan kedua Trump dimulai pada bulan Januari.

    Analisis lembaga pemikir Tax Foundation yang berkantor pusat di Washington menunjukkan bahwa tarif Trump diperkirakan menghasilkan $3,2 triliun selama dekade berikutnya tetapi mengakibatkan kerugian 0,8?lam produk domestik bruto (PDB) negara tersebut.

     

    (oln/anews/*)

  • Trump Sesumbar, Klaim Sejumlah Negara Mulai Menjilat AS agar Dapat Kortingan Tarif Dagang – Halaman all

    Trump Sesumbar, Klaim Sejumlah Negara Mulai Menjilat AS agar Dapat Kortingan Tarif Dagang – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump sesumbar, menyatakan bahwa sejumlah negara mulai mendekati dirinya demi mendapat kortingan tarif impor.

    Pernyataan tersebut  dilontarkan Trump dalam pidato di acara Partai Republik pada Selasa (8/4/2025) malam.

    “Negara-negara ini membujuk kita, menjilat saya,” kata Trump, seperti dikutip CNN International.

    “Mereka mengatakan ‘Tolong, Pak. Mari buat kesepakatan. Saya akan melakukan apapun. Saya akan melakukan apa saja, Pak’,” ucapnya, mencemooh para pemimpin negara yang membujuknya.

    Lebih lanjut dalam kesempatan itu, Trump juga menyindir para kader Partai Republik yang mendesak agar Kongres AS ikut turun tangan terkait pemungutan tarif sejumlah negara.

    Trump menyebut bahwa Kongres tak akan mampu bernegosiasi layaknya dia.

    “Biar saya tegaskan, kalian tidak bisa bernegosiasi seperti yang saya lakukan,” kata Trump.

    Adapun tarif impor diterapkan lantaran negara-negara lain telah memperlakukan AS “dengan buruk” karena mengenakan tarif yang tidak proporsional pada impor AS yang ia sebut sebagai “kecurangan”.

    Sebagai balasannya, Presiden Trump mengenakan tarif kepada negara-negara lain.

    Agar terhindar dari kebijakan tersebut negara lain harus membayar sejumlah ‘uang’ demi mencabut tarif yang sangat tinggi.

    Trump menggambarkan uang itu digambarkan sebagai obat yang bisa menahan pertumpahan darah lebih lanjut di pasar keuangan global.

    “Jadi, tarif tersebut tidak akan berlaku secara timbal balik. Saya bisa saja melakukan itu, ya, tetapi akan sulit bagi banyak negara,” kata Trump, dikutip dari Al Jazeera.

    “Kami tidak ingin melakukan itu.” imbuhnya.

    Gedung Putih menegaskan bahwa pintu untuk negosiasi perdagangan baru terbuka lebar, namun pihaknya tidak bisa menjamin rumus pasti untuk mendapatkan keringanan bea masuk.

    70 Negara Rayu AS

    Imbas kebijakan tarif diberlakukan, kini semua barang yang tidak dibuat di Amerika Serikat akan dikenakan pajak tambahan.

    Hal tersebut tentunya dapat meningkatkan biaya barang yang akan dijual ke pasar AS.

    Apabila kenaikan biaya terus terjadi akibatnya, produsen di luar Amerika akan mengalami penurunan dalam volume ekspor mereka, menambah beban suatu negara di tengah ancaman resesi dan gejolak ekonomi pasar global.

    Kekhawatiran ini yang mendorong puluhan negara untuk berbondong-bondong mengajukan negosiasi tarif impor ke pejabat AS. 

    Setidaknya sudah ada 70 negara yang mulai merayu AS agar dapat mengajukan negosiasi tarif impor yang diberlakukan Presiden Donald Trump.

    Pernyataan itu diungkap  Menteri Keuangan Scott Bessent tepat setelah pemerintahan Trump mengumumkan kebijakan tarif impor mulai dari 10 persen ke 180 negara di seluruh dunia.

    Terbaru, Pemerintah Indonesia dilaporkan tengah mengirimkan tim lobi tingkat tinggi untuk bertandang ke Gedung Putih, usai Presiden AS Donald Trump menjatuhkan tarif impor tinggi sebesar 32 persen kepada barang-barang Indonesia.

    Tak hanya Indonesia, sejumlah negara di Asia termasuk India yang terkena tarif baru Trump juga berupaya keras melobi AS agar memangkas kebijakannya.

    Kementerian Perdagangan dan Perindustrian India mengatakan dalam sebuah pernyataan pada bahwa mereka sedang melangsungkan penyelesaian cepat lewat Perjanjian Perdagangan Bilateral multisektoral yang saling menguntungkan dengan AS, pasca Trump memberlakukan tarif impor 26 persen kepada New Delhi.

    Meski Trump memberlakukan tarif impor 26 persen, namun Kementerian Perdagangan dan Perindustrian India menegaskan bahwa negaranya akan “tetap berhubungan” dengan AS terkait tarif terbaru Trump.

    Langkah serupa juga dilakukan pemerintah Vietnam, pasca Trump menghantam ekonomi Vietnam dengan tarif 46 persen pemimpin Vietnam mulai Gerak cepat, melobi Donald Trump untuk mengurangi tarif.

    (Tribunnews.com / Namira)

  • Parahnya Israel, Mencuri Nuklir dari Amerika dan Didiamkan

    Parahnya Israel, Mencuri Nuklir dari Amerika dan Didiamkan

    Jakarta

    Israel bertekad mendapatkan bom apa pun yang diperlukan, termasuk mencuri bahan peledak nuklir dan komponen bom dari Amerika Serikat (AS) dan melanggar perjanjian pengendalian senjata nuklir utama yang melibatkan Israel, bahkan berbohong tentang hal itu. Hal ini menjadi kecaman para ilmuwan.

    Kelakuan parah Israel ini dibeberkan secara terang-terangan dalam serial TV Israel berjudul ‘The Atom and Me’. Tayangan ini memaparkan bagaimana negara itu mendapatkan senjata nuklirnya.

    “Serial ini menganggap remeh apa yang telah diketahui oleh siapa pun yang mengawasi selama bertahun-tahun. Namun, serial ini jauh melampaui diskusi umum tentang senjata nuklir Israel,” tulis Victor Gilinsky dan Leonard Weiss yang tergabung dalam Bulletin of the Atomic Scientists (BAS), dikutip dari laman resmi BAS.

    Benang merah yang terjalin pada setiap episode serial tersebut adalah percakapan berkelanjutan dengan Benjamin Blumberg sebelum ia meninggal pada 2018. Benjamin Blumberg adalah kepala Lakam, badan intelijen ilmiah Israel yang bertanggung jawab atas misi nuklir yang menghasilkan bom Israel.

    Beberapa misi nuklir bahkan sangat rahasia sehingga tidak diketahui Mossad, badan Israel yang menangani pengumpulan intelijen asing dan tindakan rahasia.

    Wawancara dengan Blumberg dilakukan saat ia dalam kondisi kesehatan yang buruk. Ia setuju untuk berbicara asalkan wawancara tersebut baru ditayangkan setelah ia meninggal.

    Beberapa peristiwa yang dibahas dalam serial TV tersebut berhubungan langsung dengan AS, antara lain pencurian sejumlah bom uranium 235 dari fasilitas NUMEC di Pennsylvania, AS pada 1960-an, tempat para pemimpin tim Israel yang menyelundupkan Eichmann keluar dari Argentina muncul secara misterius pada 1968 dengan identitas palsu, pembelian gelap ratusan sakelar kecepatan tinggi (krytron) untuk memicu senjata nuklir, dan menyelundupkannya keluar dari negara tersebut pada 1980-an oleh mata-mata dan pedagang senjata Israel, dan oleh produser Hollywood saat itu, Arnon Milchan.

    Yang paling signifikan pada titik ini, uji coba nuklir Israel pada 1979 di laut lepas Afrika Selatan yang tampaknya merupakan tahap fisi awal untuk senjata termonuklir. Uji coba nuklir tersebut melanggar Perjanjian Larangan Uji Coba Terbatas pada 1963 yang melibatkan Israel.

    AS Berlagak Bisu dan Tuli

    Apa yang menonjol dari serial TV tersebut adalah cengkeraman Israel terhadap kebijakan AS terkait senjata nuklir Israel.

    Sejak John F Kennedy, tidak ada Presiden AS yang mencoba mengendalikan program nuklir Israel. Penggantinya, Lyndon B Johnson, tidak menentang Israel dalam masalah nuklir, dan menutup-nutupi upaya Israel selama perang enam hari pada 1967 untuk menenggelamkan kapal mata-mata AS Liberty.

    Tidak seorang pun pernah didakwa atas hilangnya material nuklir dari NUMEC. Ketika isu keterlibatan Israel muncul lagi pada 1976, Jaksa Agung menyarankan kepada Presiden Gerald Ford kemungkinan untuk mendakwa pejabat AS, mungkin di Atomic Energy Commission (AEC), dengan tuduhan tidak melaporkan tindak pidana. Namun, sudah terlambat.

    Ford kalah dalam pemilihan umum melawan Jimmy Carter, yang membiarkan masalah itu berlalu begitu saja. Milchan tidak pernah didakwa atas pencurian krytron meskipun ia kemudian membanggakan perdagangan senjata dan kegiatan mata-matanya untuk Israel. Dan Carter, juga setiap presiden AS setelahnya, tidak mengambil tindakan penegakan hukum sebagai tanggapan atas uji coba nuklir ilegal pada 1979.

    “Keterikatan AS terhadap senjata nuklir Israel tidak luput dari perhatian internasional, dan kemunafikan yang nyata telah merusak kebijakan nonproliferasi AS,” kata Victor Gilinsky yang saat kejadian tersebut menjabat sebagai komisaris di AEC.

    “Posisi publik pemerintah AS tetap bahwa mereka tidak tahu apa pun tentang senjata nuklir Israel, dan ini tampaknya akan terus berlanjut hingga Israel mengungkap bungkam AS. Kebijakan ini diduga ditegakkan oleh buletin rahasia federal yang mengancam tindakan disipliner bagi setiap pejabat AS yang secara terbuka mengakui senjata nuklir Israel,” jelasnya.

    Israel Pamer Senjata

    Sementara itu, Israel membanggakan senjata nuklirnya. Ironisnya, Israel merasa bebas untuk menyinggung senjata nuklir mereka kapan pun mereka merasa itu berguna. Contoh paling mewakili adalah pidato Perdana Menteri Benjamin Netanyahu di 2016 saat menerima Rahav, kapal selam terbaru yang dipasok oleh Jerman.

    The Times of Israel, menggunakan standar ‘menurut laporan asing’, menggambarkan kapal selam itu sebagai kendaraan yang mampu mengirimkan muatan nuklir.

    “Di atas segalanya, armada kapal selam kami bertindak sebagai pencegah bagi musuh-musuh kami. Mereka perlu tahu bahwa Israel dapat menyerang, dengan kekuatan besar, siapa pun yang mencoba menyakitinya,” kata Netanyahu dalam pidatonya.

    Dalam episode terakhir serial ‘The Atom and Me’ tersebut, jurnalis Meir Doron, yang telah menulis tentang rahasia keamanan Israel, mengatakan: “Setelah uji coba nuklir, untuk pertama kalinya, para pimpinan program nuklir Israel, Blumberg, Shimon Peres, dan semua orang dari reaktor, dapat tidur nyenyak di malam hari. Mereka tahu bahwa apa yang mereka bangun berhasil.”

    Berbagai Pelanggaran Israel

    Sementara Israel tidak menandatangani Perjanjian Non-Proliferasi Nuklir (NPT) 1970, negara itu menandatangani dan meratifikasi Perjanjian Larangan Uji Coba Nuklir Terbatas 1963, yang mewajibkan para pihak untuk tidak meledakkan perangkat nuklir di atmosfer atau lautan.

    Uji coba semacam itu juga memicu ketentuan nonproliferasi hukum AS, Amandemen Glenn 1977 (Bagian 102 (B) dari Undang-Undang Pengendalian Ekspor Senjata), yang mengenakan sanksi berat pada negara mana pun (selain lima negara yang disetujui dalam NPT) yang meledakkan perangkat nuklir setelah 1977. Setelah mengetahui ledakan seperti itu, presiden seharusnya mengenakan sanksi yang luas dengan ‘segera’. Namun tentu saja, sanksi itu tidak terjadi.

    Sinyal dua pucuk khas ledakan nuklir itu terdeteksi oleh satelit AS pada 22 September 1979, dan badan intelijen AS yakin Israel adalah biang keladinya. Presiden Carter tidak ingin mempertaruhkan upaya kebijakan Timur Tengahnya yang sedang berlangsung dengan menyalahkan Israel.

    Gedung Putih bertanya kepada sekelompok ilmuwan apakah kilatan cahaya yang terdeteksi itu entah bagaimana bisa jadi tidak berhubungan dengan ledakan nuklir. Para ilmuwan itu mengemukakan beberapa gagasan yang memberi presiden kesempatan untuk berbicara di depan publik.

    Pada saat yang sama, Gedung Putih merahasiakan laporan Angkatan Laut tentang gelombang suara laut dari ledakan yang mendukung data satelit itu. Dan Carter menulis dalam buku hariannya: “Kami memiliki keyakinan yang berkembang di antara para ilmuwan kami bahwa Israel memang melakukan uji coba ledakan nuklir di lautan dekat ujung selatan Afrika.” Semua ini pada dasarnya adalah upaya menutup-nutupi.

    “Amandemen Glenn memungkinkan presiden untuk menunda sanksi atas dasar keamanan nasional atau mencabutnya sepenuhnya dengan bantuan tindakan kongres. Undang-undang tersebut tidak mengizinkan presiden untuk mengabaikannya. Namun, itulah yang telah dilakukan oleh mereka semua,” kata Leonard Weiss yang pernah menjadi ajudan Senator Glenn.

    Kebungkaman pemerintah AS atas senjata nuklir Israel telah menyebabkan kebungkaman tentang senjata tersebut dalam diskusi tentang program nuklir Iran. Debat publik merupakan bagian penting dari pengembangan kebijakan AS dan, dalam kasus Iran, terhambat oleh ketidakmampuan untuk menilai secara jujur sifat dan tujuan senjata nuklir Israel.

    Keberadaan senjata-senjata ini mungkin saja dimulai sebagai tindakan pencegahan terhadap Holocaust lain tetapi kini telah berubah menjadi instrumen Israel yang agresif dan ekspansionis.

    Keheningan pemerintah AS juga membentuk pers untuk menghindari isu tersebut. Terakhir kali seorang koresponden Gedung Putih bertanya tentang senjata nuklir Israel, meskipun secara tidak langsung, adalah ketika Helen Thomas bertanya kepada Presiden Obama pada 2009 apakah ia mengetahui adanya senjata nuklir di Timur Tengah. Ia mendapat jawaban dingin, Obama mengatakan ia tidak akan berspekulasi.

    Pengecualian dari kurangnya minat pers secara umum terhadap isu ini adalah laporan New Yorker tahun 2018 oleh Adam Entous , yang mengungkap bagaimana Presiden AS telah menandatangani surat rahasia kepada Israel dengan janji tidak akan melakukan apa pun untuk mengganggu senjata nuklir Israel atau mengakui keberadaan mereka.

    Keteguhan pendirian Israel, bahwa apa yang mereka anggap terbaik bagi Israel mengalahkan semua pertimbangan lain, terlihat di akhir episode serial ‘The Atom and Me’.

    Percakapan dengan Benjamin Blumberg beralih ke hubungan Israel yang lebih dari sekadar bersahabat dengan Afrika Selatan pada era apartheid, tempat Israel memperoleh uranium untuk bahan bakar reaktor Dimona dan kemudian izin untuk melakukan uji coba nuklir pada 1979, dan tempat Israel menyediakan tritium untuk meningkatkan senjata nuklir Afrika Selatan.

    Dia ditanya, bukankah Afrika Selatan merupakan rezim rasis yang menindas? “Semua benar. Tetapi saya tidak peduli. Saya menginginkan yang terbaik bagi Israel,” ujarnya.

    (rns/fay)

  • Perang Dagang Berkobar, Ini Daftar Negara yang Pilih Balas Tarif AS

    Perang Dagang Berkobar, Ini Daftar Negara yang Pilih Balas Tarif AS

    Bisnis.com, JAKARTA – Sejumlah negara memilih untuk menyerang balik kebijakan tarif impor yang ditetapkan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump. Negara tersebut di antaranya China, Kanada, dan Uni Eropa.

    Pekan lalu, Trump mengumumkan kebijakan tarif timbal balik kepada negara-negara yang dianggap merugikan AS. Merujuk pernyataan resmi Trump di situs resmi Gedung Putih AS, alasan pemberlakuan tarif impor bea masuk perdagangan itu adalah kurangnya timbal balik dalam hubungan dagang antara AS dengan negara-negara mitranya.

    Kemudian, faktor perbedaan tarif dan hambatan non-tarif, serta kebijakan ekonomi negara mitra dagang AS yang dinilai menekan dan upah konsumsi dalam negeri, dipandang sebagai ancaman yang tidak biasa terhadap ketahanan ekonomi negara adidaya itu.

    Melalui kebijakan itu, Trump menetapkan tarif impor sebesar 10% untuk semua negara, sedangkan negara-negara yang dianggap memiliki hambatan tinggi terhadap barang-barang AS menghadapi tarif lebih besar. 

    “Ini adalah deklarasi kemerdekaan kita,” kata Trump di Rose Garden, Gedung Putih, melansir Reuters pada Kamis (3/4/2025).

    Mengutip data Bloomberg Economics, sebanyak 15 negara menjadi penyumbang defisit neraca perdagangan terbesar dengan AS. China menempati posisi pertama dengan total nilai defisit mencapai US$295 miliar pada 2024.

    Posisi selanjutnya ditempati oleh Meksiko yakni sebesar US$172 miliar, diikuti Vietnam US$123 miliar, Irlandia US$87 miliar, Jerman US$85 miliar, dan Taiwan US$74 miliar.

    Jepang menyumbang defisit terhadap neraca perdagangan AS sebesar US$68 miliar, Korea Selatan US$66 miliar, Kanada US$64 miliar, dan India US$46 miliar.

    Kemudian, Thailand menyumbang defisit US$46 miliar, Italia US$44 miliar, Swiss US$38 miliar, Malaysia US$25 miliar, dan Indonesia US$18 miliar.

    Kendati begitu, tak semua negara penyumbang defisit terbesar diganjar tarif tinggi oleh Trump. Hanya Vietnam yang diketahui masuk dalam daftar negara penyumbang defisit neraca dagang AS terbesar, dan turut diganjar dengan tarif bea impor jumbo oleh Trump.

    Adapun, tarif yang dikenakan ke Vietnam adalah 46%, menjadikannya sebagai negara terbesar kelima yang dikenakan tarif jumbo oleh Trump. Posisi pertama ditempati Lesotho yakni 50%, diikuti Kamboja 49%, Laos 48%, dan Madagaskar 47%.

    Sementara itu, China dikenakan tarif sebesar 34%, Uni Eropa 20%, Bangladesh 37%, Thailand 36%, serta Taiwan dan Indonesia 32%.

  • Trump Blak-blakan Ancam Pajak 100% ke Raksasa Teknologi

    Trump Blak-blakan Ancam Pajak 100% ke Raksasa Teknologi

    Jakarta, CNBC Indonesia – Setelah petaka tarif, Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump kembali membuat geger dengan ancaman pajak. Kali ini, Trump khusus menargetkan raksasa chip asal Taiwan, TSMC.

    TSMC sebelumnya sudah berjanji untuk membangun pabrik baru di AS. Namun, Trump kembali menegaskan bahwa TSMC akan membayar pajak hingga 100% jika tidak membangun pabriknya di negara tersebut.

    Berbicara di acara Komite Kongres Nasional Partai Republik, Trump mengkritik pemerintahan mantan Presiden Joe Biden karena memberikan hibah sebesar US$6,6 miliar kepada unit TSMC AS untuk produksi semikonduktor di Phoenix, Arizona. Trump blak-blakan menyebut perusahaan semikonduktor tidak membutuhkan uang tersebut.

    “TSMC, saya tidak memberi mereka uang… yang saya lakukan hanyalah mengatakan, jika Anda tidak membangun pabrik di sini, Anda akan membayar pajak yang besar,” kata Trump.

    TSMC menolak berkomentar.

    Pada Maret lalu, TSMC mengatakan di Gedung Putih bahwa mereka berencana untuk melakukan investasi baru senilai US$100 miliar di AS yang mencakup pembangunan lima fasilitas chip tambahan dalam beberapa tahun mendatang.

    Sebelumnya pada pekan ini, Reuters melaporkan bahwa pembuat chip tersebut dapat menghadapi denda sebesar US$1 miliar atau lebih untuk menyelesaikan penyelidikan kontrol ekspor AS atas chip yang dibuatnya yang berakhir di dalam prosesor AI Huawei Technologies.

    (fab/fab)

  • China Tolak Tunduk ke Trump, Bersumpah Siapkan Balasan untuk Hajar Ekonomi AS – Halaman all

    China Tolak Tunduk ke Trump, Bersumpah Siapkan Balasan untuk Hajar Ekonomi AS – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Pemerintah China menegaskan bahwa negaranya menolak tunduk atas ancaman Presiden AS Donald Trump.

    “Kami tidak akan menoleransi segala upaya untuk merugikan kedaulatan, keamanan, dan kepentingan pembangunan China. Kami akan terus mengambil tindakan tegas dan kuat untuk melindungi hak dan kepentingan sah kami,” kata Juru Bicara Kementerian Luar Negeri China, Lin Jian, Selasa (8/4/2025)

    Pernyataan itu dilontarkan usai Donald Trump menaikkan tarif tambahan sebesar 50 persen terhadap barang-barang asal Tiongkok.

    Setelah awal Februari kemarin Trump telah mengenakan tarif 10 persen untuk semua barang China tanpa pengecualian, karena menilai China ikut terlibat dalam membantu imigrasi ilegal dan menyelundupkan fentanil ke AS.

    Kemudian pada Maret 2025, Trump kembali mengenakan tarif 20 persen kepada semua barang asal China dengan alasan yang sama.

    Dilanjutkan pada 2 April, Trump mengumumkan kombinasi tarif impor tambahan sebesar 34 persen ke China.

    Dengan total tarif impor tersebut, maka China akan dikenakan tarif impor 104 persen berlaku mulai Rabu (9/4/2025).

    “Mulai hari Rabu, total tarif rata-rata ekspor China ke AS akan melonjak hingga hampir 125 persen,” dikutip pernyataan Gedung Putih.

    Meski diancam tarif tinggi, namun China terlihat tetap tak gentar.

    Lewat Kementerian Perdagangan, Pemerintah China menyatakan tekad akan terus melawan tarif Trump.

    “Ancaman AS untuk menaikkan tarif terhadap China adalah kesalahan fatal, yang sekali lagi mengungkap sifat pemerasan AS,” tegas Juru Bicara Kementerian Perdagangan dikutip dari CNBC International.

    “China tidak akan pernah menerimanya. Jika AS bersikeras dengan caranya sendiri, China akan berjuang sampai akhir,” imbuhnya.

    China Gertak Balik AS

    Merespons tarif impor Trump, China lantas mengumumkan pengenaan tarif tambahan sebesar 34 persen atas barang-barang asal AS, selain tarif yang sudah berlaku saat ini.

    Langkah itu seolah menegaskan kembali tekad China untuk menyerang di tengah perang dagang yang meningkat pesat.

    Terlebih saat ini China merupakan pemegang kunci kekuatan ekonomi global oleh karena itu untuk mengatasi tantangan harus pemerintah berjanji akan terus membela hak pembangunan, serta integritas ekonominya.

    Sebagai informasi, sejak tahun lalu China menjadi negara kedua sumber impor AS. China memasok barang-barang dengan total harga 439 miliar dolar AS atau sekitar Rp7.440 triliun.

    Sementara AS hanya mengekspor barang dengan nilai total 144 miliar dolar AS atau Rp2.400 triliun ke China pada 2024.

    Meskipun Trump berulang kali mengklaim kenaikan tarif akan membantu menghasilkan pendapatan bagi pemerintah AS, mengurangi defisit perdagangan, dan merevitalisasi manufaktur AS.

    Namun pada kenyataannya penerapan tarif 125 persen ke China berdampak negatif terhadap saham-saham AS.

    Pada Rabu pagi, saham-saham AS mengalami penurunan pada penutupan.

    Seperti Turun S&P 550 turun 1,57 persen ke kisaran 4.982,77. Disusul Dow Jones Industrial Average (DJIA) yang ikut anjlok 0,84 persen ke 37.645,59.

    Sementara Nasdaq Composite (IXIC) merosot 2,15 persen ke 15.267,91.

    Industri Film AS Terdampak

    Lebih lanjut selain memberlakukan tarif balasan, China turut melarang penayangan semua film dari Amerika Serikat.

    Upaya ini dilakukan sebagai respons kebijakan tarif impor yang diterapkan Presiden AS Donald Trump.

     The Independent mencatat Industri film AS di China merupakan pasar yang cukup besar.

    Pada 2024, film-film Hollywood meraup sekitar 585 juta dollar AS atau sekitar Rp 9,9 triliun di pasar China, setara 3,5 persen dari total box office China.

    Dengan total keuntungan yang fantastis ini industri film dianggap penting bagi surplus perdagangan AS dengan China, mengingat film-film dari China kurang diminati di pasar internasional.

    (Tribunnews.com / Namira)