Tempat Fasum: Gedung Putih

  • Akhir dari Era Perdagangan Bebas?

    Akhir dari Era Perdagangan Bebas?

    Bisnis.com, JAKARTA – Perdagangan global yang dibangun di atas sistem berbasis aturan (rules-based system) yang dipelopori antara lain oleh Amerika Serikat sejak tahun 1947 (GATT-General Agreement on Tariffs and Trade) dan dilanjutkan dengan pembentukan organisasi perdagangan dunia WTO (World Trade Organization) tahun 1995 nampak bermasa depan suram.

    Pada tanggal 2 April 2025, dalam sebuah acara dramatis di Gedung Putih, Presiden Donald Trump mengumumkan tarif bea masuk baru untuk beberapa negara mitra dagang sebagai bagian dari upayanya untuk meningkatkan ekonomi Amerika dan melindungi industri dalam negeri. Sekaligus Trump juga mengumumkan tarif timbal balik untuk sejumlah 92 negara yang memiliki defisit perdagangan terbesar dengan AS, termasuk Indonesia.

    Tarif timbal balik ini akan diterapkan mulai tanggal 9 April 2025. Kebijakan ini seharusnya bukan suatu kejutan karena sejak menjabat di periode pertama, Presiden Trump telah menerapkan kebijakan tarifikasi sebagai bagian dari kebijakan “America First” untuk membuat Amerika hebat kembali. Namun, tetap saja skala dan cakupan tarif tersebut mengkonfirmasi bahwa dalam satu gebrakan hari pembebasan (“Liberation Day”), Washington telah membatasi laju arus perdagangan internasional secara signifikan.

    Apa Dasar Penetapan Tarif Timbal Balik AS?

    Trump nampaknya melakukan penilaian kebijakan perdagangan negara mitra–baik tarif, non-tarif, dan manipulasi mata uang yang dianggap menghambat ekspor AS–untuk menetapkan tarif timbal balik tersebut. Satu sumber mengungkapkan bahwa Washington mendasarkan diri kepada ‘bad math’ (matematika yang buruk) karena menggunakan rasio perbandingan antara defisit perdagangan AS dengan Tiongkok, sebagai contoh, dengan nilai ekspor negara dimaksud ke AS. Trump juga disebutkan telah bermurah hati memberikan diskon sebesar 50% kepada Tiongkok.

    Konkritnya, pada tahun 2024 defisit perdagangan AS dengan Tiongkok mencapai USD 295,4 miliar. Impor AS dari Tiongkok sendiri tercatat sebesar USD 438,9 miliar. Dari rasio dimaksud didapatkan angka 67%, yang kemudian didiskon 50% sehingga diperoleh tarif timbal balik sebesar 34%. Tarif ini merupakan tarif tambahan di atas tarif 20% yang sudah diberlakukan sebelumnya atas Tiongkok sehingga total tarif impor mencapai 54%. (https://www.foreignaffairs.com/united-states/age-tariffs-trump-global-economy).

    Lalu bagaimana dengan tarif 34% yang dikenakan terhadap Indonesia yang memiliki suplus sebesar USD 16,8 milyar pada tahun 2024 dengan AS? Dasar pengenaan ini perlu dimintakan klarifikasi ke pihak AS. Bagaimana pula nasib sejumlah 111 negara di mana AS mencatatkan posisi surplus pada neraca perdagangan bilateralnya? Negara-negara tersebut, di antaranya Australia dan Inggris, tetap dikenakan tarif dasar sebesar 10 persen. Bagaimana pula halnya dengan perdagangan jasa–seperti pariwisata, pendidikan, asuransi dan keuangan, jasa komputer dan informasi dan jasa bisnis–di mana AS mengalami surplus dengan sebagian besar mitra dagangnya? Washington dengan mudahnya menafikan faktor perdagangan jasa ini.

    Langkah Strategis Indonesia

    Respons cepat Presiden Prabowo untuk mengirim delegasi tingkat tinggi ke Washington guna melakukan negosiasi patut diapresiasi. Meski neraca perdagangan bilateral Indonesia-AS tidak dapat diseimbangkan dalam waktu semalam, tetapi dalam engagement dimaksud kedua negara dapat menyepakati langkah awal untuk mencari solusi saling menguntungkan.

    Untuk keperluan tersebut Indonesia (pemerintah dan pelaku usaha) perlu mempersiapkan posisi trade-off yang spesifik dan terukur dengan memperhatikan kepentingan nasional dan skala prioritas pembangunan ekonomi di dalam negeri. Posisi trade-off dimaksud tentunya mempertimbangkan elemen penting surplus neraca perdagangan yang dinikmati Indonesia dan kebijakan Indonesia yang ditengarai oleh pihak AS sebagai hambatan non-tarif dalam dokumen National Trade Estimate Report on Foreign Trade Barriers tahun 2025.

    Meskipun demikian perlu diantisipasi juga pelajaran dari kebijakan Trump periode pertama yaitu kesepakatan perjanjian sektoral pengecualian tarif impor besi baja dan alumunium sebesar 25% dan 10% antara AS dengan antara lain Australia, Brazil, Canada, Mexico, Korea Selatan, Uni Eropa, Jepang, dan Inggris. Perjanjian-perjanjian dimaksud dibatalkan secara sepihak oleh Trump pada tanggal 12 Maret 2025 lalu karena terbukti pengecualian itu menyebabkan impor dari negara-negara dimaksud meningkat dari 74% pada tahun 2018 menjadi 82% pada tahun 2024.

    Langkah strategis berikutnya adalah Indonesia perlu segera mengoptimalisasikan kerjasama kemitraan dagang dengan negara-negara partner FTA baik bilateral (Australia, Jepang, Korea, Chile, Uni Emirat Arab) maupun regional (ASEAN, ASEAN-China, ASEAN-Korea FTA, ASEAN-India, ASEAN-Australia-New Zealand, RCEP) untuk secara kolektif mengurangi dampak negatip tarif AS. Namun, perlu diwaspadai juga fenomena over capacity negara tertentu dan permintaan domestik maupun impor dunia yang lemah sehingga Indonesia tidak menjadi tempat pembuangan bagi ekspor negara lain, atau sebagai negara ‘fasilitas produksi sementara’ guna menghindari tarif AS (circumvention) apabila Indonesia nantinya mendapatkan pengecualian.

    Akhirnya, sangat disayangkan bahwa Amerika Serikat telah mencederai kepemimpinannya selama ini dalam perdagangan bebas dan sebaliknya memimpin kebangkitan proteksionisme yang justru akan lebih membebani konsumen dan bisnis Amerika sendiri karena tarif tinggi akan meningkatkan harga barang impor dan mendorong inflasi. Hari-hari ini, karena tekanan publik di dalam negeri dan lobby negara mitra dagang, kita akan menyaksikan Gedung Putih menyepakati perjanjian-perjanjian bilateral yang bersifat transaksional.

    Karena perlakuan tersebut tidak bersifat MFN (Most-Favored Nation) sesuai dengan prinsip dasar WTO maka seluruh aturan dan ketentuan perdagangan internasional berbasis WTO akan terancam. Sementara itu, apabila negara mitra menempuh jalur gugatan melalui WTO (seperti Tiongkok dan Kanada) dan Panel memutuskan bahwa AS bersalah, putusan Panel itu tetap sulit memiliki kekuatan hukum yang tetap karena AS tidak akan menerima hasil Panel begitu saja, sementara badan banding WTO diblokir oleh AS. Trump juga dengan mudah dapat memutuskan untuk meninggalkan WTO—sama seperti AS meninggalkan WHO dan Perjanjian Paris.

    Apapun keputusan yang akan diambil Pemerintah Trump, era perdagangan bebas yang ditandai dengan upaya mengurangi hambatan perdagangan dan menciptakan kondisi yang kondusif bagi pertumbuhan ekonomi nampaknya sulit untuk dikembalikan ke jalur semula.

  • Gedung Putih Minta iPhone Dibuat Langsung di AS, Harganya Bisa Naik Gila-gilaan!

    Gedung Putih Minta iPhone Dibuat Langsung di AS, Harganya Bisa Naik Gila-gilaan!

    Bisnis.com, JAKARTA – Apple seperti ditekan untuk memindahkan produksi produk mereka kembali ke Amerika Serikat (AS).

    Gedung Putih baru-baru ini menyatakan pernyataan yang meminta Apple untuk memproduksi iPhone di AS, agar sejalan dengan visi Donald Trump.

    Melansir Guardian, Sekretaris pers Gedung Putih Karoline Leavitt mengatakan kepada wartawan pada Selasa, bahwa presiden yakin investasi Apple yang baru-baru ini diumumkan sebesar $500 miliar, serta peningkatan biaya impor yang dipicu oleh tarif perdagangannya akan mendorong perusahaan untuk meningkatkan produksi di AS.

    “Dia yakin kita memiliki tenaga kerja, kita memiliki tenaga kerja, kita memiliki sumber daya untuk melakukannya. Jika Apple tidak berpikir AS dapat melakukannya, mereka mungkin tidak akan mengeluarkan uang sebanyak itu,” katanya dikutip Jumat (11/4/2025).

    Pernyataan tersebut langsung ditekankan Kembali oleh Trump di laman Truth Socialnya. Ia mengatakan, saat ini adalah waktu yang tepat untuk memindahkan perusahaan ke AS seperti yang dilakukan Apple dan perusahaan besa lain.

    Namun seorang analis teknologi memberikan pandangan berbeda dengan memperingatkan bahwa harga iPhone Apple dapat melonjak tiga kali lipat.

    iPhone yang saat ini dijual di kisaran Harga US$1.000 bisa naik hingga sekitar $3.500 apabila dibuat di AS.

    Kenaikan harga ini terjadi lantaran ekosistem produksi yang sangat kompleks.

    “Anda membangun (rantai pasokan) itu di AS dengan pabrik di West Virginia dan New Jersey. Harga iPhone itu akan menjadi $3.500,” kata Dan Ives, kepala penelitian teknologi global di perusahaan jasa keuangan Wedbush Securities, dikutip dari CNN.

    Pengamat lain pun menilai Apple bisa saja menghabiskan biaya sekitar US$30 miliar dan tiga tahun untuk memindahkan hanya 10% dari rantai pasokan ke AS sebagai permulaan.

  • Barack Obama Dirumorkan Bercerai – Halaman all

    Barack Obama Dirumorkan Bercerai – Halaman all

     

    TRIBUNNEWS.COM, AS –  Mantan Presiden Amerika Serikat (AS) Barack Obama dirumorkan bercerai.

    Namun istrinya Michelle Obama menentang rumor tersebut.

    Meski dia mengakui pernikahannya dengan Barack Obama mungkin bermasalah.

    Kerenggangan keduanya terlihat dalam beberapa waktu terakhir di hadapan publik.

    Misalnya mantan ibu negara tersebut tidak menemani suaminya ke beberapa acara penting.

    Termasuk saat pelantikan Presiden AS Donald Trump Januari lalu.

    Ibu Negara AS Michelle Obama (kiri) mengenakan gaun karya perancang busana asal Prancis, Sophie Theallet. (Huffington Post/AP) ((Huffington Post/AP))

    Michelle juga tidak mendampingi suaminya pada pemakaman mantan Presiden Jimmy Carter bulan lalu.

    Ini memicu spekulasi bahwa mereka mungkin akan berpisah.

    Selama ini pasangan ini dikenal sangat harmonis.

    Saat masih menjabat Presiden AS, Obama dan istri kerap memperlihatkan keharmonisan rumah tangga mereka bersama kedua anak gadis mereka.

    Barack Obama dan Michelle Obama. (Twitter/BarackObama)

    Tanpa secara eksplisit menyebutkan peristiwa-peristiwa tersebut, Michelle Obama mengatakan dalam podcast Work in Progress yang dipandu oleh aktris Sophia Bush bahwa dia sekarang berada dalam posisi untuk mengendalikan kalendernya sendiri sebagai “wanita dewasa”.

    Ia mengatakan orang-orang tidak dapat mempercayai bahwa ia “mengambil keputusan” untuk dirinya sendiri dan sebaliknya “harus berasumsi bahwa suami saya dan saya akan bercerai”.

    Michelle Obama menyampaikan bahwa ia merasa bersalah karena mengundurkan diri dari tugas tertentu.

    “Itulah hal yang kami sebagai wanita, saya pikir kami berjuang dengan mengecewakan orang lain,” katanya.

    “Maksudku, begitu besar kemungkinannya sehingga tahun ini orang-orang bahkan tidak dapat memahami bahwa aku telah membuat pilihan untuk diriku sendiri, sehingga mereka harus berasumsi bahwa aku dan suamiku akan bercerai.

    “Tidak mungkin seorang wanita dewasa hanya membuat serangkaian keputusan untuk dirinya sendiri, bukan? Namun, itulah yang dilakukan masyarakat kepada kita.”

    Michelle Obama dan dua putrinya (Daily Mail)

    Dia  juga mengatakan dalam podcast tersebut.

    “Saya memilih untuk melakukan apa yang terbaik bagi saya. Bukan apa yang harus saya lakukan. Bukan apa yang saya pikir orang lain inginkan dari saya.”

    Ketidakhadirannya pada pelantikan Presiden Trump dipandang sebagai pelanggaran tradisi.

    Meskipun menyediakan lebih banyak waktu untuk dirinya sendiri, mantan ibu negara itu mengatakan bahwa ia masih menyempatkan waktu untuk “memberikan pidato, berada di luar sana, dan mengerjakan proyek. Saya masih peduli dengan pendidikan anak perempuan”.

    Keluarga Obama merayakan ulang tahun pernikahan mereka ke-32 tahun lalu pada bulan Oktober.

    Nyonya Obama sebelumnya telah terbuka tentang perjuangan yang dihadapinya dalam pernikahannya karena ambisi politik Tuan Obama dan waktunya di Gedung Putih dalam memoar terlarisnya.

    Sumber: BBC

     

     

  • CEO Amazon: Harga Bakal Naik Imbas Tarif Dagang – Page 3

    CEO Amazon: Harga Bakal Naik Imbas Tarif Dagang – Page 3

    Sebelumnya, Presiden Amerika Serikat Donald Trump pada Rabu (9/4) kembali menaikkan tarif impor terhadap China menjadi 125%.

    Mengutip CNBC International, Kamis (10/4/2025) Trump mengatakan dalam sebuah postingan media sosial bahwa ia menaikkan tarif pada impor dari China menjadi 125% dan akan “berlaku segera” 

    China, yang merupakan mitra dagang terbesar ketiga AS sebelumnya mengatakan akan menaikkan tarifnya untuk impor dari AS menjadi 84%.

    Selain itu, Trump juga menurunkan tarif baru untuk impor dari sebagian besar mitra dagang AS menjadi 10% selama 90 hari untuk memungkinkan negosiasi perdagangan dengan negara-negara tersebut.

    75 Negara Negosiasi

    Presiden AS mengatakan, lebih dari 75 Negara telah menghubungi pejabatnya untuk bernegosiasi setelah ia mengumumkan tarif impor baru minggu lalu.

    “Yah, saya pikir orang-orang sedikit bertindak tidak semestinya,” ujar Trump ketika ditanya kemudian tentang alasan menunda kenaikan tarif impor hingga 90 hari.

    “Mereka mulai gelisah, Anda tahu, mereka mulai sedikit gelisah, sedikit takut,” ucap Trump di Gedung Putih.

    Dalam keterangan terpisah, Menteri Keuangan AS Scott Bessett mengklaim bahwa Trump bermaksud untuk menghentikan tarif luas yang diumumkan pekan lalu.

    “Ini adalah strateginya selama ini,” ucap Bessent di Gedung Putih.

    Diwartakan sebelumnya, Perdana Menteri Singapura Lawrence Wong buka suara terkait pengenaan tarif impor AS sebesar 10% terhadap negaranya oleh Amerika Serikat.

    Dia menyebut, keputusan pengenaan tarif impor 10% oleh Presiden AS Donald Trump “bukan tindakan yang dilakukan seseorang terhadap seorang teman”.

     

     

  • Gedung Putih: Tarif Impor dari China Jadi 145 Persen – Page 3

    Gedung Putih: Tarif Impor dari China Jadi 145 Persen – Page 3

    Liputan6.com, Jakarta – Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump menargetkan tarif tinggi terhadap barang impor dari China yang mulai berlaku Kamis, 10 April 2025. Seiring hal itu, Gedung Putih mengklarifikasi kalau tarif kumulatif kepada China sebenarnya akan mencapai 145 persen.

    Sebelumnya, Gedung Putih menunjukkan perintah penundaan penerapan tarif resiprokal selama 90 hari. Namun, Donald Trump menggandakan menaikkan tarif baru impor China menjadi 125 persen. Selain itu, tambahan tarif 20 persen dari awal tahun atas dugaan peran China dalam rantai pasokan Fentanyl, demikian seperti dikutip dari Channel News Asia, ditulis Jumat (11/4/2025).

    Hal itu mendorong tarif yang telah dikenakan Trump pada barang China pada 2025 menjadi 145 persen, terdiri dari tarif baru 125 persen untuk barang, di luar dari tarif 20 persen yang dipungut sebagai respons terhadap krisis fentanyl. Namun, angka 125 persen terbaru terhadap China yang ditujukan untuk mengatasi praktik yang dianggap tidak adil berisi pengecualiaan penting. Itu tidak termasuk produk impor baja dan aluminium serta mobil yang Trump terapkan 25 persen terpisah dari rezim sebelumnya.

    Jumlahnya juga tidak berlaku untuk barang seperti tembaga, obat-obatan, semikonduktor, kayu dan produk energi, beberapa di antaranya Trump telah menandai rencana menargetkan secara terpisah juga. Hal ini menggambarkan lebih rumit tentang tingkat tarif, bahkan saat ketegangan melambung antara AS dan China.

    Di sisi lain, bursa saham Amerika Serikat atau wall street anjlok setelah menguat imbas Donald Trump tunda penerapan tarif resiprokal selama 90 hari.

    Investor khawatir dengan penundaan yang singkat lantaran aktivitas ekonomi akan melambat seiring tarif lebih tinggi dari China. Mengutip CNBC, indeks S&P 500 melemah 3,9 persen, indeks Nasdaq susut 5 persen dan indeks Dow Jones terpangkas 3,1 persen.

    Saham Nvidia melemah lebih dari 7 persen, saham Meta susut 7 persen. Sedangkan saham Apple dan Tesla masing-masing turun lebih dari 6 persen dan 10 persen.

    Menanggapi tarif yang diklarifikasi, juru bicara kedutaan besar China di AS Liu Pengyu menuturkan, China tidak ingin berperang tetapi tidak takut terhadapnya.

    “Jika AS benar-benar ingin berdialog, mereka harus menunjukkan kepada orang-orang bahwa mereka siap memperlakukan orang lain dengan kesetaraan, rasa hormat, dan saling menguntungkan,” kata dia seperti dikutip dari South China Morning Post.

  • Apa Itu “Liberation Day” dan Mengapa Dunia Dagang Jadi Panas Dingin?

    Apa Itu “Liberation Day” dan Mengapa Dunia Dagang Jadi Panas Dingin?

    Jakarta: Awal April 2025, dunia perdagangan internasional kembali gonjang-ganjing. Pemerintah Amerika Serikat di bawah kepemimpinan Donald Trump mengumumkan kebijakan tarif besar-besaran yang dijuluki “Liberation Day” atau Hari Pembebasan. 
     
    Alih-alih melegakan, kebijakan ini justru memicu ketegangan global dan membuat pasar finansial makin tak menentu.
     
    Apa sebenarnya yang terjadi Mengapa langkah ini bisa berisiko terhadap ekonomi global? Dan apa dampaknya ke negara-negara seperti Indonesia?
    Apa itu “Liberation Day”? bukan perayaan, tapi peringatan ekonomi
    Pada 2 April, Gedung Putih mengumumkan serangkaian kebijakan tarif baru sebagai bagian dari strategi “pembebasan ekonomi”. Paket kebijakan ini jauh lebih ketat dari yang diperkirakan pasar.

    Berikut rincian utamanya:
     
    – Tarif 10 persen untuk semua impor ke AS, mulai berlaku 5 April.
    – Tarif resiprokal untuk sekitar 60 negara, termasuk China, Uni Eropa, Jepang, Vietnam, hingga Indonesia yang efektif 9 April.
     
    Penghapusan pengecualian “de minimis” untuk paket kecil dari luar negeri, yang sebelumnya bebas bea.
     
    Langkah ini mengangkat tarif efektif AS ke atas 20 persen, tertinggi dalam lebih dari 100 tahun terakhir. Tarif sebesar itu akan berdampak langsung pada rantai pasok global, biaya produksi, hingga harga barang konsumsi.
     

    Apakah ini tanda-tanda krisis global baru?
    Meski terlihat serius, menurut tim riset Bank of Singapore yang dipublikasikan OCBC dan dirangkum oleh Medcom.id, masih terlalu dini untuk menyebut ini sebagai awal resesi global.
     
    Namun, perlu dicatat jika semua tarif diberlakukan penuh sepanjang 2025, dan masing-masing negara membalas dengan kebijakan serupa, potensi perlambatan ekonomi global bisa jadi nyata. Ini karena:
     
    – Biaya barang naik
    – Daya beli turun
    – Pendapatan perusahaan bisa menurun
    – Inflasi bisa meroket
    – Investor mulai lari ke aset aman seperti emas
    Dampak langsung: pasar jadi lebih goyang
    Aset berisiko seperti saham diperkirakan akan berfluktuasi tajam selama beberapa bulan ke depan, seiring kekhawatiran terhadap pertumbuhan ekonomi dan inflasi yang meningkat.
     
    Proses negosiasi antarnegara pun diprediksi akan berlangsung alot setidaknya selama dua kuartal. 
     
    Ini berarti ketidakpastian akan berlangsung cukup lama, sehingga investor dan pelaku pasar harus menyesuaikan strategi.
    Trump main tarik-ulur? ini soal politik juga
    Kebijakan tarif ini juga tidak lepas dari konteks politik domestik. Trump disebut memanfaatkan momentum menjelang pemilu paruh waktu untuk mengambil langkah populis. 
     
    Tapi, modal politiknya terbatas dan bila dampak ekonomi terlalu besar, bukan tidak mungkin kebijakan ini akan dikaji ulang.
     
    Menariknya, pernyataan Trump dan timnya kerap berubah-ubah. Maka, masih belum jelas apakah tarif resiprokal ini akan sepenuhnya diterapkan, atau sekadar jadi “senjata” awal negosiasi dagang.
    Sektor-sektor yang masih menarik dilirik
    Di tengah ketidakpastian ini, tim riset Bank of Singapore menyarankan investor tetap selektif. Beberapa sektor yang dianggap punya prospek lebih tahan banting adalah:
     
    – Saham berkualitas dengan valuasi rendah, yang tidak terlalu terdampak tarif
    – Perusahaan berbasis teknologi dan AI, yang punya sumber pendapatan baru dari adopsi digital
    – Sektor kesehatan dan barang konsumsi pokok, yang cenderung stabil di tengah gejolak ekonomi
    Obligasi dan emas
    Untuk pasar obligasi, disarankan untuk hati-hati terhadap obligasi high yield, baik dari pasar negara berkembang maupun negara maju. 
    Ketidakpastian ekonomi dan tekanan imbal hasil bisa membuat pasar ini jadi sangat sensitif.
     
    Sementara itu, prospek emas justru semakin bersinar. Potensi stagflasi—yaitu inflasi tinggi di tengah pertumbuhan ekonomi yang stagnan bisa mendorong harga emas makin tinggi, karena investor mencari aset pelindung nilai (safe haven).

     
    Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
    dan follow Channel WhatsApp Medcom.id

    (ANN)

  • Kata Rusia soal Dunia Mulai Lelah atas Ancaman AS ke Iran

    Kata Rusia soal Dunia Mulai Lelah atas Ancaman AS ke Iran

    Jakarta

    Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump melontarkan ancaman serangan ke Iran. Namun, Rusia menyebut dunia sudah mulai lelah dengan ancaman AS ke Iran.

    Adapun ancaman itu dilontarkan Trump. Trump mengatakan bahwa Israel akan menjadi “pemimpin” dari kemungkinan serangan militer terhadap Iran, jika Teheran tidak menghentikan program senjata nuklirnya.

    Trump membuat komentar tersebut menjelang pembicaraan terjadwal akhir pekan ini yang melibatkan para pejabat AS dan Iran di kesultanan Timur Tengah, Oman. Sebelumnya, Trump awal minggu ini mengatakan pembicaraan tersebut akan bersifat “langsung” sementara Iran menggambarkan keterlibatan tersebut sebagai pembicaraan “tidak langsung” dengan AS.

    Trump juga siap untuk menyediakan kekuatan militer. AS siap mengambil tindakan.

    “Jika itu membutuhkan militer, kami akan menggunakan militer,” kata Trump. “Israel jelas akan sangat terlibat dalam hal itu. Mereka akan menjadi pemimpinnya. Namun, tidak ada yang memimpin kami, tetapi kami melakukan apa yang ingin kami lakukan,” cetus Trump dilansir The Associated Press dan Al-Arabiya, Kamis (10/4/2025).

    Bagaimana tanggapan Rusia atas ancamana AS ini? Baca halaman selanjutnya.

    Tanggapan Israel

    Foto: PM Israel Benjamin Netanyahu dan Presiden AS Donald Trump saat melakukan pertemuan di Gedung Putih (REUTERS/Elizabeth Frantz Purchase Licensing Rights)

    Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu awal minggu ini, mengatakan bahwa ia mendukung upaya diplomatik Trump untuk mencapai penyelesaian dengan Iran.

    Ia menambahkan bahwa Israel dan AS memiliki tujuan yang sama untuk memastikan bahwa Iran tidak mengembangkan senjata nuklir. Namun, Netanyahu memimpin upaya untuk membujuk Trump agar menarik diri dari kesepakatan yang ditengahi AS dengan Iran pada tahun 2018.

    Trump mengatakan pada hari Rabu (9/4) waktu setempat bahwa ia tidak memiliki jadwal pasti untuk perundingan tersebut agar mencapai resolusi.

    “Saat Anda memulai perundingan, Anda tahu, apakah itu berjalan dengan baik atau tidak,” kata Trump. “Dan saya akan mengatakan kesimpulannya adalah apa yang menurut saya tidak berjalan dengan baik. Jadi itu hanya perasaan,” ujarnya.

    Rusia Sebut Dunia Lelah dengan Ancaman AS ke Iran

    Foto: Juru bicara Kremlin Dmitry Peskov (Sputnik/Sergey Bobylev/Pool via REUTERS)

    Pemerintah Rusia mengatakan bahwa dunia mulai lelah dengan ancaman tak berujung terhadap Iran. Rusia juga menegaskan bahwa membombardir Republik Islam itu tidak akan membawa perdamaian, dan memperingatkan bahwa Teheran telah mengambil tindakan pencegahan.

    Juru bicara Kremlin, Dmitry Peskov mengatakan bahwa Moskow menyadari adanya “retorika yang cukup keras” dan bahwa Teheran mengambil tindakan pencegahan, dan menyarankan agar fokusnya adalah kontak daripada konfrontasi.

    “Memang, dunia mulai lelah dengan ancaman tak berujung terhadap Iran,” kata juru bicara Kementerian Luar Negeri Rusia Maria Zakharova ketika ditanya oleh Reuters untuk mengklarifikasi pendekatan Rusia.

    Rusia mengatakan bahwa pengeboman tidak membukan jalan ke arah perdamaian.

    “Ada pemahaman yang berkembang bahwa pengeboman tidak dapat membuka jalan menuju perdamaian,” imbuhnya, dilansir kantor berita Reuters dan Al-Arabiya, Kamis (10/4/2025).

    Program nuklir Iran, yang dimulai pada tahun 1950-an dengan dukungan dari sekutunya saat itu, Amerika Serikat, telah lama menjadi subjek perselisihan antara negara-negara besar dunia dan Iran, yang Revolusi Islamnya pada tahun 1979 mengubahnya menjadi salah satu musuh terbesar Washington.

    AS, Israel, dan beberapa negara besar Eropa mengatakan Iran secara diam-diam mencoba mengembangkan senjata nuklir. Pernyataan ini telah dibantah oleh Teheran, yang dalam beberapa tahun terakhir telah membangun kemitraan dengan Rusia, negara dengan kekuatan nuklir terbesar di dunia.

    Presiden Rusia Vladimir Putin telah menjaga hubungan baik dengan Pemimpin Tertinggi Iran Ali Khamenei, terutama karena Rusia dan Iran dianggap sebagai musuh oleh Barat. Namun, Moskow ingin agar tidak memicu perlombaan senjata nuklir di Timur Tengah.

    Rusia, kata Zakharova, menginginkan “solusi negosiasi yang efektif” yang akan mengurangi kecurigaan Barat tentang program pengayaan uranium Iran, dan memulihkan kepercayaan sambil memastikan keseimbangan kepentingan.

    Lihat juga Video Trump: Iran Dalam Bahaya Besar Jika Perundingan Nuklir Gagal

    Halaman 2 dari 3

    (rdp/rdp)

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • Trump Rilis Perintah Eksekutif Baru: Make America’s Shower Great Again

    Trump Rilis Perintah Eksekutif Baru: Make America’s Shower Great Again

    Jakarta, CNBC Indonesia – Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump telah menandatangani perintah eksekutif yang mencabut pembatasan tekanan air pada pancuran. Gedung Putih menyebut langkah ini akan “make America’s showers great again” atau membuat pancuran Amerika kembali hebat.

    Trump sebelumnya telah lama mengeluh tentang tekanan air yang tidak memadai di kamar mandi warga AS. Menurutnya disebabkan oleh peraturan konservasi air federal.

    “Dalam kasus saya, saya suka mandi dengan nyaman, untuk merawat rambut saya yang indah,” kata Trump kepada wartawan saat menandatangani perintah di Ruang Oval pada Rabu (9/4/2025) pada waktu setempat, seperti dikutip AFP.

    “Saya harus berdiri di bawah pancuran selama 15 menit sampai basah. Airnya menetes, menetes, menetes. Itu konyol,” tambahnya.

    Perintah tersebut mengarahkan Departemen Energi untuk mencabut peraturan “hijau radikal” yang membatasi aliran pancuran hingga 2,5 galon air per menit.

    Gedung Putih mengatakan perintah tersebut “membebaskan orang Amerika dari peraturan berlebihan yang mengubah barang rumah tangga dasar menjadi mimpi buruk birokrasi” dan mengakhiri “perang Obama-Biden terhadap pancuran”.

    Trump telah menargetkan standar tekanan air untuk pancuran, toilet, mesin pencuci piring, dan peralatan rumah tangga lainnya, sejak masa jabatan pertamanya.

    “Rambut saya, saya tidak tahu tentang Anda, tetapi harus sempurna, sempurna,” katanya di luar Gedung Putih pada tahun 2020 lali.

    “Saya mandi, saya ingin rambut indah itu hanya berbusa,” kata Trump di Detroit pada Juni 2024. “Saya mendapatkan barang terbaik yang dapat Anda beli dan saya menumpahkannya ke mana-mana. Lalu saya menyalakan air dan air sialan itu menetes keluar. Saya tidak bisa membersihkan barang itu dari rambut saya. Itu hal yang mengerikan.”

    Sementara itu, menurut Appliance Standards Awareness Project, “standar kepala pancuran menghemat uang konsumen untuk tagihan air dan energi mereka dan membantu lingkungan”.

    “Pengujian telah berulang kali menunjukkan bahwa model saat ini dapat memberikan pancuran yang sangat baik,” kata LSM tersebut dalam laporan tahun 2024.

    (sef/sef)

  • Tarif Trump Naik, Ekonomi Indonesia Terguncang? ADB Jawab Begini

    Tarif Trump Naik, Ekonomi Indonesia Terguncang? ADB Jawab Begini

    Jakarta: Ketika Presiden Amerika Serikat Donald Trump menaikkan tarif impor hingga 32 persen terhadap berbagai negara, termasuk Indonesia, banyak yang bertanya-tanya apakah ekonomi Indonesia bakal goyang?
     
    Namun tenang dulu. Asian Development Bank (ADB) menilai kebijakan tarif AS itu tidak akan berdampak serius terhadap ekonomi Indonesia.
    ADB: ekspor RI ke AS kecil, jadi dampaknya tak terlalu signifikan
    Ekonom Bidang Asia Tenggara ADB, Nguyen Ba Hung, menjelaskan ekspor Indonesia ke AS hanya sekitar 2 persen dari total Produk Domestik Bruto (PDB). Jadi, meski angka tarif terdengar besar, eksposur ekonominya sebenarnya kecil.
     
    “Secara kualitatif, menurut kami, dampak dari kebijakan tersebut tidak akan seserius yang dibayangkan dengan adanya kenaikan tarif sebesar 32 persen ini,” ujar Nguyen Ba Hung dalam webinar Asian Development Outlook (ADO) ADB April 2025 dilansir Antara, Kamis, 10 April 2025.

    Ia juga menambahkan kekuatan ekonomi Indonesia saat ini lebih ditopang oleh konsumsi domestik dan investasi, bukan ekspor.
     

    Trump naikkan tarif jadi 32%
    Kebijakan ini diumumkan langsung oleh Trump pada 2 April 2025. Dalam unggahan resmi Gedung Putih di Instagram, Indonesia disebut berada di peringkat kedelapan dari daftar negara-negara yang terkena tarif baru.
     
    Tarif ini berlaku untuk barang-barang impor yang masuk ke AS dari negara-negara target, dan dikenakan sebesar 32 persen, jauh lebih tinggi dari tarif dasar 10 persen.
    ADB: surplus dagang jadi alasan Indonesia dikenai tarif tinggi
    Menariknya, ADB melihat bahwa tarif terhadap Indonesia bukan karena masalah ketidakseimbangan perdagangan, melainkan justru karena Indonesia mampu menjaga surplus perdagangan dengan AS.
     
    Meski begitu, ia menyebut masih terlalu dini untuk menilai secara kuantitatif berapa besar dampaknya terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia.
     
    “Masih terlalu dini untuk melakukan penilaian kuantitatif terkait dampak tarif tersebut terhadap pertumbuhan PDB Indonesia,” ujar dia.
    Luhut: tarif ini bukan bencana
    Senada dengan ADB, Ketua Dewan Ekonomi Nasional (DEN) Luhut Binsar Pandjaitan juga menilai bahwa tarif AS terhadap Indonesia tidak sepenuhnya negatif.
     
    “DEN melihat adanya resiprokal tarif dari Amerika ini sepenuhnya tidak negatif. Repositioning perdagangan global yang bisa menjadi peluang Indonesia untuk menarik investasi dari luar negeri, menjadikan Indonesia sebagai basis produksinya,” katanya dalam Sarasehan Ekonomi Bersama Presiden Prabowo beberapa waktu lalu.
     
    Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
    dan follow Channel WhatsApp Medcom.id

    (ANN)

  • Beri Waktu 2 Bulan ke Iran, AS: Israel Pimpin Pengeboman Teheran Jika Perundingan Nuklir Gagal – Halaman all

    Beri Waktu 2 Bulan ke Iran, AS: Israel Pimpin Pengeboman Teheran Jika Perundingan Nuklir Gagal – Halaman all

    Beri Waktu 2 Bulan ke Iran, AS: Israel Pimpin Pengeboman Teheran Jika Perundingan Nuklir Gagal

    TRIBUNNEWS.COM – Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump, Rabu (9/4/2025) mengatakan kalau Israel akan mengambil peran utama bersama AS dalam kemungkinan serangan militer terhadap Iran jika perundingan nuklir mendatang tidak berhasil menemui solusi.

    Pernyataan itu muncul dua hari setelah Trump menyatakan soal perundingan langsung AS-Iran untuk mengekang program nuklir Teheran akan dilakukan Sabtu mendatang.

    Saat pengumuman itu dibuat, Perdana Menteri Benjamin Netanyahu yang ada bersama Trump di Gedung Putih tampak terkejut.

    Pihak Israel juga dilaporkan kaget atas pemilihan waktu yang dibuat AS dalam berunding dengan Iran, menurut sekretaris kabinet Netanyahu, Rabu.

    Ketika ditanya oleh wartawan di Ruang Oval pada hari Rabu apakah ia akan menggunakan cara militer terhadap Iran jika negara tersebut tidak menyetujui perjanjian nuklir, Trump menjawab: “Jika itu memerlukan militer, kami akan menggunakan militer.”

    “Israel jelas akan sangat terlibat dalam hal itu — ia akan menjadi pemimpinnya,” katanya.

    Ini menjadi kali pertama Trump secara eksplisit mengancam serangan ke Iran, apalagi ancaman serangan yang dipimpin oleh negara Yahudi itu.

    Namun, Trump tampaknya menarik kembali komentarnya itu dengan mengatakan kalau AS bergerak atas kemauannya sendiri, bukan di bawah koordinasi negara mana pun jika serangan ke Iran benar terlaksana. 

    “Namun, tidak ada yang memimpin kami. Kami melakukan apa yang ingin kami lakukan.”

    Beri Waktu Dua Bulan ke Iran

    Trump mengatakan AS akan “benar-benar” menggunakan kekuatan militer terhadap Iran jika diperlukan dengan lebih dulu mengedepankan upaya diplomatik yang berbatas waktu.

    Laporan mengatakan Trump memberi waktu dua bulan untuk upaya diplomatik ke Iran. Artinya, Juni menjadi waktu penentuan apakah serangan ke Iran betul terlaksana atau ditemukan solusi atas program nuklirnya.

    “Saya tidak bisa menjelaskan secara spesifik. Namun, saat Anda memulai pembicaraan, Anda akan tahu apakah pembicaraan berjalan dengan baik atau tidak… Kesimpulannya adalah saat saya pikir pembicaraan tidak berjalan dengan baik.”

    Presiden AS mengatakan bahwa pertemuan puncak yang dijadwalkan pada hari Sabtu di Oman merupakan “awal” dari sebuah proses. 

    Utusan AS untuk Timur Tengah, Steve Witkoff, dijadwalkan untuk mewakili AS, sementara Iran akan diwakili oleh Menteri Luar Negeri Abbas Araghchi. 

    Trump mengatakan pembicaraan akan dilakukan secara langsung, sementara Iran mengatakan pembicaraan akan dilakukan melalui mediator.

    “Kita punya sedikit waktu, tetapi kita tidak punya banyak waktu karena kita tidak akan membiarkan mereka memiliki senjata nuklir,” kata Trump.

    “Kita akan membiarkan mereka berkembang. Saya ingin mereka berkembang. Saya ingin Iran menjadi hebat. Satu-satunya hal yang tidak bisa mereka miliki adalah senjata nuklir. Mereka memahami itu. Orang-orang di Iran sangat luar biasa. Mereka sangat cerdas… Mereka berada dalam situasi yang sulit, rezim yang sulit… Para pemimpin memahami: Saya tidak meminta banyak. Mereka tidak bisa memiliki senjata nuklir.”

    “Saya agak terkejut karena ketika pemilu dicurangi, saya pikir mereka akan mendapatkan senjata, karena dengan saya, mereka bangkrut,” kata Trump, mengutip sanksi.

    AS Ngotot Pembicaraan Langsung

    Witkoff mungkin akan menunda perjalanannya ke Oman pada hari Sabtu jika Iran menolak mengadakan pembicaraan langsung dengannya di Muscat, The Washington Post melaporkan .

    Para pejabat AS bersikeras kalau  negosiasi akan dilakukan secara langsung, setelah menyatakan bahwa pembicaraan tidak langsung tidak efektif.

    “Kami tidak akan dipermainkan,” kata seorang pejabat pemerintahan Trump, yang menyatakan bahwa yang dibutuhkan untuk mengatasi rasa tidak percaya yang mendalam di kedua belah pihak adalah “diskusi menyeluruh” dan “pertemuan pikiran.”

    Witkoff bahkan bersedia untuk pergi ke Teheran jika diundang, kata dua pejabat pemerintah kepada Post.

    Salah satu pejabat berspekulasi kalau keputusan Trump untuk mengumumkan pembicaraan dengan Iran bersama Netanyahu di Ruang Oval pada Senin adalah untuk bentuk kontrol terhadap Netanyahu dan mencegah kritik dari Israel.

    “Trump lebih bersemangat terlibat dalam diplomasi daripada pengeboman,” kata para pejabat kepada Post.

    TRUMP DAN NETANYAHU – Tangkapan layar The White House pada Selasa (8/4/2025), memperlihatkan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu (kiri) dan Presiden AS Donald Trump (kanan) melakukan konferensi pers di Ruang Oval, Gedung Putih, pada hari Senin (7/4/2025). (YouTube The White House)

    Kejutan Hari Sabtu

    Sementara itu, Sekretaris Kabinet Israel, Yossi Fuchs mengakui kalau Netanyahu terkejut atas pengumuman Trump mengenai pembicaraan langsung dengan Iran akhir pekan ini.

    Berbicara kepada stasiun radio Kol Berama, Fuchs menegaskan, Netanyahu sebetulnya sudah mengetahui sebelumnya tentang rencana perundingan AS dengan Iran.

    “Tetapi “dia tidak tahu perundingan tersebut akan berlangsung pada hari Sabtu,” katanya.

    “Ada hubungan dekat antara Trump dan Netanyahu. Tim presiden AS bersaing untuk menentukan siapa yang paling mencintai Israel,” kata Fuchs.

    Dalam rapat kabinet Rabu malam, Netanyahu dilaporkan mengatakan kepada para menterinya kalau Israel telah memperoleh informasi terlebih dahulu mengenai perundingan AS dengan Iran.

    “Washington juga telah bertanya kepada Yerusalem apa yang dianggapnya sebagai kesepakatan bagus,” tulis laporan tersebut memaparkan koordinasi AS-Israel terkait perundingan dengan Iran Sabtu mendatang tersebut.

    Lembaga penyiaran publik Israel, Kan mengutip sumber Israel yang mengatakan kalau Netanyahu menjawab AS dengan mengatakan “Proposal yang baik (dalam perundingan dengan Iran) akan serupa dengan proposal yang mengarah pada pembongkaran program nuklir Libya”.

    Artinya, Netanyahu meminta langsung ke AS untuk meniadakan sepenuhnya program nuklir apa pun yang dikerjakan Iran.

    “Netanyahu menambahkan ke AS,  kalau waktu untuk diplomasi terbatas,” tulis laporan tersebut.

    Sebelumnya dilaporkan, Netanyahu mengadakan pertemuan kabinet untuk membahas perjalanannya baru-baru ini ke Hungaria dan Amerika Serikat, dengan fokus pada AS.

    Perdana menteri Israel menyerukan agar forum tersebut diadakan segera setelah ia menyelesaikan pertemuannya dengan Trump, demikian yang dilaporkan The Times of Israel.

    Pertemuan Netanyahu dengan Trump berisi serangkaian kejutan bagi PM Israel.

    Di luar soal perundingan dengan Iran, kejutan lainnya bagi Netanyahu atas apa yang dinyatakan Trump adalah soal kurangnya keringanan tarif segera dan ketegangan atas Turki.

    Trump memuji Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan, seorang kritikus keras Israel yang memiliki hubungan dekat dengan Hamas. Pujian ini, adalah kejutan yang sangat menampar bagi Netanyahu.

    Dalam rapat Netanyahu, hanya menteri kabinet Israel yang diundang ke pertemuan kabinet tersebut.

    Kepala keamanan, termasuk kepala Shin Bet Ronen Bar serta kepala IDF dan Mossad, tidak diundang, menurut media berbahasa Ibrani.

    Lembaga penyiar publik Israel, Kan mengutip sumber yang tidak disebutkan namanya yang menegaskan hal ini terjadi karena sifat diplomatik dan non-keamanan dari pertemuan tersebut.

    Netanyahu juga bertemu dengan Direktur CIA John Ratcliffe di Yerusalem pada hari Rabu, kata kantornya, seraya menambahkan bahwa kepala Mossad David Barnea juga hadir.

    Upaya untuk menyelesaikan pertikaian mengenai program nuklir Iran, yang menurutnya semata-mata untuk penggunaan sipil tetapi negara-negara Barat melihatnya sebagai cikal bakal bom atom, telah pasang surut selama lebih dari 20 tahun tanpa penyelesaian.

    Gambar yang diambil pada 10 November 2019 menunjukkan bendera Iran di PLTN Bushehr Iran, selama upacara resmi untuk memulai pekerjaan pada reaktor kedua di fasilitas tersebut. (Atta Kenare/AFP)

    Rekam Jejak Perundingan AS-Iran Soal Nuklir

    Trump membatalkan kesepakatan tahun 2015 antara Iran dan enam negara adidaya dunia — AS, Rusia, Tiongkok, Prancis, Inggris, dan Jerman — selama masa jabatan pertamanya pada tahun 2018, dan juga memberlakukan sanksi yang berat.

    Iran menanggapinya dengan membatalkan beberapa komitmennya terhadap kesepakatan tersebut, yang dikenal sebagai Rencana Aksi Komprehensif Bersama.

    Iran, yang bersumpah untuk menghancurkan Israel, menyangkal berusaha mendapatkan senjata nuklir, tetapi telah meningkatkan pengayaan uraniumnya hingga mencapai kemurnian 60 persen, yang tidak memiliki aplikasi apa pun di luar senjata nuklir, dan telah menghalangi inspektur internasional untuk memeriksa fasilitas nuklirnya.

    Pembicaraan internasional untuk membawa kedua negara kembali ke kesepakatan telah terhenti.

    AS mengeluarkan sanksi baru terhadap Iran pada hari Rabu, dengan Departemen Keuangan mengatakan bahwa tindakan yang menargetkan lima entitas yang berbasis di Iran dan satu orang yang berbasis di Iran dijatuhkan karena dukungan mereka terhadap program nuklir Iran dengan tujuan mencegah Teheran memiliki senjata nuklir.