Tempat Fasum: Gedung Putih

  • Survei: Hampir Separuh Warga Israel Tak Yakin IDF Bisa Kalahkan Hamas Sekaligus Bebaskan Sandera – Halaman all

    Survei: Hampir Separuh Warga Israel Tak Yakin IDF Bisa Kalahkan Hamas Sekaligus Bebaskan Sandera – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Menurut jajak pendapat, hampir separuh warga Israel tidak percaya Pasukan Pertahanan Israel (IDF) mampu membebaskan sandera dan mengalahkan Hamas di Jalur Gaza secara bersamaan.

    Survei yang dilakukan oleh Viterbi Family Center for Public Opinion and Policy Research menunjukkan bahwa 49 persen responden meyakini pembebasan sandera sekaligus pelenyapan Hamas adalah hal yang tidak mungkin tercapai.

    Sementara itu, 46 persen responden mengaku yakin bahwa kedua hal itu bisa diwujudkan secara bersamaan.

    Ketika ditanya mengenai tujuan yang diprioritaskan, 68 persen responden mengatakan pembebasan sandera harus diutamakan. Hanya 25 persen yang meminta agar pemerintah Israel memprioritaskan penggulingan Hamas.

    “Jumlah responden yang memilih pemulangan sandera sebagai tujuan terpenting telah naik signifikan, sedangkan responsen yang memprioritaskan penggulingan Hamas turun,” kata lembaga survei itu dikutip dari Al Mayadeen.

    Survei ini dilakukan dari tanggal 31 Maret hingga 6 April 2025. Jumlah responden adalah 598 warga Yahudi dan 150 warga keturunan Arab.

    Sebelumnya, pada survei Januari 2024, baru sekitar setengah warga Israel meyakini pemulangan sandera adalah hal terpenting.

    Sebanyak 91 persen responden dari sayap kiri dan 60,5 responden dari sayap tengah mengatakan pemulangan sandera lebih penting. Sementara itu, hanya ada 52 persen responden dari sayap kanan yang berpikir serupa.

    Di antara responden yang memilih mengutamakan penggulingan Hamas, 74 persen di antara mereka merasa kedua tujuan Israel di Gaza bisa dicapai secara bersamaan.

    Adapun 59 persen dari responden yang meyakini pemulangan sandera adalah prioritas mengatakan kedua tujuan itu tidak bisa dicapai bersamaan.

    PASUKAN ISRAEL – Foto yang diambil dari Yedioth Ahronoth tanggal 1 April 2025 memperlihatkan pasukan Israel di Jalur Gaza. (Yedioth Ahronoth/IDF)

    Survei yang mirip pernah dilakuan pada bulan November 2024. Hasilnya, 64 responden mengatakan pembebasan tahanan untuk mengakhiri perang harus diutamakan ketimbang melanjutkan perang.

    Hanya 20 persen responden yang mendukung perang diteruskan, sedangkan 11 persen lainnya belum memutuskan pilihan.

    Mayoritas warga AS tidak menyukai Israel

    Sementara itu, jajak pendapat terbaru yang dilakukan Pew Research Center menunjukkan bahwa sebagian besar warga Amerika Serikat (AS) tidak menyukai Israel.

    Hasil jajak pendapat itu dirilis Selasa kemarin, (8/4/2025), bertepatan dengan kunjungan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu ke Gedung Putih untuk bertemu dengan Presiden AS Donald Trump.

    Pew Research Center menyebut pandangan warga AS mengenai Israel makin negatif dalam tiga tahun terakhir.

    Saat ini mayoritas orang dewasa di AS (53 persen) punya pandangan buruk tentara Israel. Jumlah ini meningkat karena pada bulan Maret 2022 angkanya 42 persen.

    Peningkatan itu terjadi setelah Hamas menyerang Israel tahun 2023, kemudian Israel menginvasi Jalur Gaza.

    Menurut survei terbaru, kepercayaan warga AS kepada Netanyahu juga tetap rendah, yakni 32 persen.

    Survei itu dilakukan tanggal 24 hingga 30 Maret 2025 atau sebelum Netanyahu kembali berkunjung ke AS. Sampel survei adalah 3.605 orang dewasa di AS.

    Adapun sebanyak 54 persen responden merasa perang di Gaza adalah persoalan yang penting bagi mereka. Angka ini turun karena sebelumnya (Januari 2024) mencapai 65 persen.

    Sebanyak 69 persen responden pendukung Partai Demokrat memandang buruk Israel, sedangkan pada responden Partai Republik ada 37 persen yang memandang buruk Israel.

    Jumlah ini meningkat karena pada tahun 2022 angkanya 53 persen (Demokrat) dan 27 persen (Republik).

  • Top 3: Saling Balas Tarif Impor Trump dan China – Page 3

    Top 3: Saling Balas Tarif Impor Trump dan China – Page 3

    Liputan6.com, Jakarta – Perang dagang semakin memanas. Amerika Serikat (AS) yang dipimpin oleh Presiden Donald Trump dengan China terus berbalas menaikkan tarif impor untuk masing-masing negara.

    Semula, tarif yang ditarik masih di bawah 50%, tetapi hanya dalam beberapa hari tarif impor AS ke China dan sebaliknya China ke AS menjadi di atas 100% dan bahkan mencapai 145%.

    Lengkapnya, berikut ini berita terpopuler di kanal bisnis Liputan6.com pada Sabtu (12/4/2025):

    1. Gedung Putih: Tarif Impor dari China Jadi 145 Persen

    Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump menargetkan tarif tinggi terhadap barang impor dari China yang mulai berlaku Kamis, 10 April 2025. Seiring hal itu, Gedung Putih mengklarifikasi kalau tarif kumulatif kepada China sebenarnya akan mencapai 145 persen.

    Sebelumnya, Gedung Putih menunjukkan perintah penundaan penerapan tarif resiprokal selama 90 hari. Namun, Donald Trump menggandakan menaikkan tarif baru impor China menjadi 125 persen. Selain itu, tambahan tarif 20 persen dari awal tahun atas dugaan peran China dalam rantai pasokan Fentanyl, demikian seperti dikutip dari Channel News Asia, ditulis Jumat (11/4/2025).

    Hal itu mendorong tarif yang telah dikenakan Trump pada barang China pada 2025 menjadi 145 persen, terdiri dari tarif baru 125 persen untuk barang, di luar dari tarif 20 persen yang dipungut sebagai respons terhadap krisis fentanyl.

    Simak berita selengkapnya di sini

     

  • Prabowo Ungkap Rencana Bertemu Donald Trump: Saya Sudah Minta Waktu

    Prabowo Ungkap Rencana Bertemu Donald Trump: Saya Sudah Minta Waktu

    Bisnis.com, JAKARTA – Presiden Prabowo Subianto, mengamini bahwa dirinya berencana untuk bertemu dengan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump.

    Ketika ditanya oleh awak media mengenai kemungkinan pertemuan dengan tokoh Partai Republik yang kembali berhasil memenangkan pemilihan presiden AS tersebut, Prabowo menjawab singkat tetapi optimistis bahwa keduanya bisa bertemu.

    Hal tersebut disampaikannya usai menjadi pembicara dalam sesi ADF Talk di Antalya Diplomacy Forum (ADF) 2025 yang digelar di Nest Convention Center, Antalya, Jumat (11/4/2025) waktu setempat.

    “Saya sudah minta waktu. Mudah-mudahan [bisa bertemu], ya,” ujarnya kepada wartawan.

    Sebelumnya, Menteri Luar Negeri (Menlu) Sugiono menyatakan bahwa pemerintah Indonesia telah mengajukan permohonan agar Presiden Prabowo Subianto dapat bertemu dengan Presiden AS Donald Trump.

    Bahkan, Sugiono menyebut permintaan pertemuan kedua kepala negara ini dilakukan sebelum pengumuman kebijakan tarif impor dari AS. Pertemuan tersebut direncanakan dalam konteks mempererat hubungan bilateral antara kedua negara.

    “Kami sudah melayangkan permintaan pertemuan dengan presiden Trump itu beberapa waktu yang lalu jauh sebelum tarif dan tentu saja dalam kaitannya dengan hubungan bilateral antar kedua negara, sekarang ada perkembangan situasi yang kita lihat,” ucapnya kepada wartawan dikutip melalui Youtube Sekretariat Presiden, Jumat (11/4/2025).

    Terkait dengan situasi terbaru soal tarif perdagangan, Sugiono menyatakan bahwa topik tersebut kemungkinan besar akan turut dibahas jika pertemuan dengan Trump terjadi.

    “Dengan perkembangan ini, saya kira itu juga pasti akan dibicarakan. Kita lihat saja nanti,” katanya.

    Sugiono juga mengonfirmasi bahwa pihak Kementerian Luar Negeri sudah mengirimkan surat permintaan resmi sejak awal masa jabatan Presiden Trump.

    “Sebelum ada [tarif Trump], sesaat setelah Presiden Trump dilantik waktu itu,” jelasnya.

    Dia menambahkan bahwa tim dari Indonesia juga telah bersiap untuk berangkat ke AS dalam waktu dekat sebagai bagian dari upaya diplomasi menyikapi kebijakan perdagangan baru yang diumumkan pemerintah AS.

    Ketika ditanya apakah sudah ada balasan dari pihak Gedung Putih, Sugiono belum memberikan jawaban pasti.

    “Kalau sudah [ada jawaban dari Gedung Putih], nanti dikasih tahu,” pungkas Sugiono.

    Diberitakan sebelumnya, Presiden AS Donald Trump akhirnya memberlakukan pengenaan tarif dasar 10% untuk semua produk impor ke Amerika Serikat (AS) dan bea masuk yang lebih tinggi untuk belasan mitra dagang terbesar di negara tersebut. Vietnam mendapat tarif timbal balik “resiprokal” tertinggi 46%, sementara Indonesia 32%.

    Kebijakan kontroversial yang diumumkan Trump di Rose Garden, Gedung Putih pada Rabu sore (2/4/2025) waktu setempat memperdalam perang dagang yang ia mulai saat dirinya kembali menjabat sebagai Presiden AS.

    Bea masuk ini akan menimbulkan hambatan baru di negara dengan ekonomi konsumen terbesar di dunia ini, membalikkan liberalisasi perdagangan selama puluhan tahun yang telah membentuk tatanan global, dan menciptakan perang dagang baru.

    Negara-negara yang menjadi mitra dagang AS diperkirakan akan merespons dengan “tindakan balasan” masing-masing yang dapat menyebabkan harga-harga melonjak untuk semua produk, mulai dari sepeda hingga wine. Saham-saham berjangka AS merosot setelah pengumuman Trump.

    “Ini adalah deklarasi kemerdekaan kita,” kata Trump di Rose Garden, Gedung Putih dilansir dari Reuters.

  • VIDEO: Pertemuan Netanyahu-Trump di Gedung Putih

    VIDEO: Pertemuan Netanyahu-Trump di Gedung Putih

    Perdana Menteri (PM) Israel Benjamin Netanyahu melakukan kunjungan mendadak ke Amerika Serikat (AS) untuk bertemu dengan Donald Trump di Gedung Putih. Dia membawa sejumlah kekhawatiran penting: program nuklir Iran, tarif impor yang dihadirkan Trump, meningkatnya pengaruh Turki di Suriah, serta perang yang telah berlangsung 18 bulan di Jalur Gaza.

    Ringkasan

  • Kenapa iPhone Made in China? Ini Penjelasan Steve Jobs dan Tim Cook

    Kenapa iPhone Made in China? Ini Penjelasan Steve Jobs dan Tim Cook

    Jakarta

    Gedung Putih bersikeras visi Donald Trump tentang iPhone bisa diproduksi di Amerika Serikat akan berhasil. Namun pernyataan dari analis dan bahkan Apple sendiri pernah mengatakan bahwa hal itu tidak akan mungkin.

    Jubir Gedung Putih, Karoline Leavitt, mengatakan Trump percaya investasi USD 500 miliar yang baru-baru ini diumumkan Apple serta penerapan tarif akan mendorong perusahaan meningkatkan manufaktur di AS.

    “Dia percaya kita punya tenaga kerja, kita memiliki sumber daya untuk melakukannya. Jika Apple tidak berpikir AS dapat melakukannya, mereka mungkin takkan mengeluarkan uang sebanyak itu,” katanya.

    Trump sendiri membujuk perusahaan segera ke AS dalam postingan di jejaring sosial Truth Social. “Ini adalah waktu yang tepat memindahkan perusahaan Anda ke AS, seperti Apple, dan banyak lainnya, dalam jumlah yang sangat banyak, yang sedang melakukannya,” tulisnya.

    Namun CEO Apple Tim Cook dan pendahulunya, mendiang Steve Jobs pernah mengatakan bahwa AS tak memiliki tenaga kerja seperti negara tempat sebagian besar barang elektroniknya saat ini diproduksi yaitu China yang membuat sekitar 85% iPhone. Demikian juga India dan Vietnam.

    Steve Jobs di tahun 2010 saat percakapan dengan Barack Obama pernah mengatakan bahwa AS kekurangan jumlah SDM yang sangat terlatih yang dibutuhkan perusahaan.

    Apple saat itu memiliki 700.000 pekerja pabrik yang dipekerjakan di China dan membutuhkan 30.000 teknisi di lokasi untuk mendukung para pekerja tersebut. “Anda tidak dapat menemukan banyak orang di Amerika untuk dipekerjakan,” katanya.

    Tim Cook juga mengatakan kepada Fortune pada tahun 2017 bahwa perusahaan seperti Apple mengandalkan negara-negara seperti China bukan untuk tenaga kerja murah, tapi kualitas karyawan yang terlatih. “Alasannya adalah karena keterampilan dan kuantitas keterampilan di satu lokasi, dan jenis keterampilan,” katanya.

    “Produk kami memerlukan perkakas yang sangat canggih. Ketepatan yang harus dimiliki dalam perkakas, dan pengerjaan dengan material yang kami lakukan, adalah yang tercanggih, dan keterampilan perkakas sangat mendalam di sini (China),” paparnya.

    “Di AS, Anda dapat mengadakan pertemuan teknisi dan saya tidak yakin kami dapat memenuhi ruangan. Di China, Anda dapat memenuhi beberapa lapangan sepak bola,” demikian ia mengibaratkan.

    (fyk/fay)

  • Timeline AS-China Saling Serang Tarif: Trump Kena 125%-Xi Jiping 145%

    Timeline AS-China Saling Serang Tarif: Trump Kena 125%-Xi Jiping 145%

    Jakarta, CNBC Indonesia – Hubungan Amerika Serikat (AS) dan China semakin tegang. Perang dagang keduanya, dengan saling balas tarif impor semakin  panas.

    Terbaru, negeri pemerintah Presiden Xi Jinping melakukan manuver signifikan dalam menanggapi perang tarif Presiden Donald Trump dengan menaikkan tarif atas impor AS menjadi 125% pada Jumat (11/4/2025). Tarif ini akan mulai berlaku pada Sabtu, 12 April 2025.

    Ini menjadi balasan karena AS menaikkan tarif untuk impor China menjadi 145%. Berikut timeline (linimasa) perang tarif antara AS dan China, seperti dikutip CNBC Indonesia dari berbagai sumber.

    20 Januari 2025

    Trump menandatangani Kebijakan Perdagangan America First pada 20 Januari lalu. Ia Menyerukan penyelidikan atas defisit perdagangan tahunan AS dalam hal barang dan merekomendasikan langkah-langkah seperti tarif tambahan global.

    1 Februari 2025

    Trump menandatangani perintah eksekutif yang mengenakan tarif 10% atas impor China. Tarif tambahan tersebut ditambahkan sebagai maksud untuk mengekang impor fentanil dan zat terlarang lainnya dari China.

    Perintah eksekutif juga menghentikan pengecualian de minimis. Ini membebaskan paket senilai di bawah US$800 dari pemeriksaan dan tarif bea cukai.

    4 Februari 2025

    Tarif 10% atas barang China mulai berlaku. China kemudian mengenakan tarif atas impor AS dan menerapkan kontrol ekspor atas tanah jarang.

    China mengenakan tarif 15% atas batu bara dan gas alam cair Amerika; tarif 10% atas minyak mentah Amerika, mesin pertanian, mobil berkapasitas besar, dan truk pikap; dan kontrol ekspor pada 25 jenis logam tanah jarang, termasuk bahan penting untuk industri seperti elektronik, kedirgantaraan, dan energi terbarukan.

    7 Februari 2025

    Trump menghentikan sementara tindakan eksekutif yang mengakhiri pengecualian de minimis.

    10 Februari 2025

    Trump mengumumkan tarif 25% untuk impor baja dan aluminium dari semua negara “tanpa pengecualian”.

    Sementara tarif China untuk barang-barang Amerika mulai berlaku, yang terdiri dari tarif ad valorem 25% diumumkan untuk semua impor baja ke AS; dan tarif impor aluminium dari 10% menjadi 25%.

    13 Februari 2025

    Trump menandatangani rencana untuk mengenakan tarif timbal balik pada semua mitra dagang negaranya.

    “Rencana Adil dan Timbal Balik” akan memeriksa hubungan perdagangan non-timbal balik dengan semua mitra dagang, termasuk tarif pada produk AS; pajak yang tidak adil, diskriminatif, atau ekstrateritorial pada bisnis, pekerja, dan konsumen AS; hambatan atau tindakan nontarif; dan kebijakan serta praktik yang menyebabkan nilai tukar menyimpang dari nilai pasarnya.

    21 Februari 2025

    Trump menandatangani memorandum yang membatasi investasi China di AS dengan alasan keamanan nasional:

    AS juga membatasi investor yang berafiliasi dengan China untuk berinvestasi dalam teknologi, infrastruktur penting, perawatan kesehatan, pertanian, energi, bahan mentah, dan sektor strategis lainnya di AS.

    3 Maret 2025

    Trump menaikkan tarif barang-barang China menjadi 20%, berlaku mulai 4 Maret.

    4 Maret 2025

    China membalas kenaikan tarif Trump dengan bea masuk atas produk pertanian AS. Ini terdiri dari tarif 15% untuk ayam, gandum, jagung, dan kapas; dan tarif 10% untuk sorgum, kedelai, daging babi, daging sapi, produk akuatik, buah-buahan, sayuran, dan produk susu.

    26 Maret 2025

    Perwakilan Dagang AS Jamieson Greer mengadakan panggilan video dengan Wakil Perdana Menteri China He Lifeng. Kedua belah pihak menyuarakan minat dalam perjanjian perdagangan tetapi tidak memberikan indikasi bahwa negosiasi telah dimulai.

    Sementara Trump mengisyaratkan bahwa ia mungkin mempertimbangkan untuk menurunkan tarif atas China sebagai imbalan atas kesepakatan mengenai TikTok.

    Di hari yang sama, Trump mengumumkan tarif 25% untuk impor mobil dan suku cadang di seluruh dunia. Tarif berlaku untuk kendaraan penumpang impor, truk ringan, dan suku cadang mobil utama, seperti mesin, transmisi, suku cadang mesin, dan komponen listrik.

    Rencana tersebut memungkinkan proses untuk memperluas tarif pada suku cadang tambahan.

    2 April 2025

    Trump mengenakan tarif “timbal balik” sebesar 34% pada China dan memberlakukan kembali berakhirnya pengecualian de minimis

    Tarif timbal balik dikenakan sebagai tambahan dari bea masuk 20% yang ada, menaikkan tarif akhir menjadi 54%. Selain itu tarif universal minimum 10% juga diumumkan untuk semua barang yang masuk ke AS.

    Pengakhiran pengecualian de minimis untuk semua paket dari China daratan dan Hong Kong yang nilainya di bawah US$800, yang akan dikenakan pajak bea masuk ad valorem sebesar 30% atau US$25 per item mulai 2 Mei, naik menjadi US$50 per item mulai 1 Juni.

    3 April 2025

    Pada apa yang disebut “Hari Pembebasan” tarif Trump, ia mengumumkan bea masuk tambahan 34% untuk semua impor China, bersamaan dengan tarif untuk barang-barang dari negara-negara di seluruh dunia. Tarif yang diberlakukan secara luas ini akan mulai berlaku pada tanggal 9 April.

    Di tanggal ini, tarif AS 25% untuk mobil juga mulai berlaku.

    4 April 2025

    China membalas dengan tarif 34% atas barang-barang AS. Beijing juga menerapkan pembatasan ekspor atas 7 produk tanah jarang dan memberikan sanksi kepada hampir 30 perusahaan Amerika.

    5 April 2025

    Tarif universal AS 10% mulai berlaku.

    8 April 2025

    Trump menaikkan tarif timbal balik atas China menjadi 84%. AS juga menaikkan bea ad valorem de minimis menjadi 90% dan biaya per barang menjadi US$75 mulai 1 Mei (US$150 mulai 1 Juni).

    9 April 2025

    Tarif tambahan 84% atas China mulai berlaku dan Beijing menaikkan tarif atas barang-barang AS menjadi 84%. Akibatnya tarif AS atas China mencapai 104%.

    Di hari yang sama, Trump menaikkan bea timbal balik AS atas impor China menjadi 125%, berlaku segera. Ia juga memberlakukan jeda 90 hari atas tarif timbal balik atas negara dan kawasan lain.

    Trump juga menaikkan bea masuk ad valorem de minimis menjadi 120% dan biaya per item menjadi US$100 mulai 1 Mei (US$200 mulai 1 Juni).

    10 April 2025

    Tarif 84% China untuk barang-barang AS mulai berlaku. Terkait ini, Gedung Putih mengklarifikasi bahwa tarif timbal balik 125% akan dikenakan sebagai tambahan atas tarif 20% yang telah dikenakan pada Chinam sehingga tarif tarif akhir mencapai 145%.

    11 April 2025

    China menaikkan tarif pada AS menjadi 125%, berlaku mulai 12 April. Beijing kemudian mengatakan tidak akan lagi menanggapi kenaikan tarif AS.

    (sef/sef)

  • Indonesia Ajukan Pertemuan dengan Trump Jauh Sebelum Tarif AS Diumumkan

    Indonesia Ajukan Pertemuan dengan Trump Jauh Sebelum Tarif AS Diumumkan

    JAKARTA – Pemerintah Indonesia telah mengajukan permintaan resmi untuk menggelar pertemuan bilateral antara Presiden Republik Indonesia Prabowo Subianto dan Presiden Amerika Serikat Donald Trump. Permintaan tersebut diajukan sejak awal masa jabatan Trump pada Januari 2025, jauh sebelum kebijakan tarif resiprokal diumumkan.

    Hal ini diungkapkan Menteri Luar Negeri RI Sugiono, sebagai respons atas isu rencana pertemuan kedua pemimpin yang kembali mencuat setelah Presiden Trump menunda pengenaan tarif resiprokal kepada sejumlah negara, termasuk Indonesia.

    “Kita sudah melayangkan permintaan pertemuan dengan Presiden Trump itu beberapa waktu lalu, jauh sebelum pengumuman tarif sebenarnya,” ujar Menlu Sugiono saat memberikan keterangan di Ankara, seperti dikutip dari ANTARA.

    Sugiono menjelaskan bahwa sejumlah delegasi, termasuk dari Kementerian Luar Negeri, telah dikirim ke Washington D.C. untuk membahas hubungan bilateral Indonesia–AS, serta dinamika kebijakan perdagangan terbaru dari Negeri Paman Sam.

    Hingga saat ini, lanjut Menlu, pihaknya masih menunggu konfirmasi resmi dari Gedung Putih mengenai jadwal pertemuan antara kedua kepala negara.

    “Permintaan sudah disampaikan sejak sesaat setelah Presiden Trump dilantik. Kita masih menantikan jadwal pastinya,” jelasnya.

    Sebelumnya, Presiden Donald Trump pada Rabu (9/4) mengumumkan penundaan selama 90 hari terhadap kebijakan tarif resiprokal bagi sejumlah negara mitra dagang. Meski demikian, AS tetap menaikkan tarif impor terhadap produk asal Tiongkok hingga 125 persen.

    Untuk negara lain, termasuk Indonesia, tarif resiprokal yang sebelumnya direncanakan akan dinaikkan kini hanya dikenakan tarif dasar sebesar 10 persen, berlaku untuk komoditas seperti baja, aluminium, dan kendaraan bermotor.

    Trump mengklaim bahwa lebih dari 75 negara telah menyatakan kesiapan untuk bernegosiasi dengan Amerika Serikat, meskipun AS juga mempertimbangkan peningkatan tarif di sektor farmasi.

    Menanggapi kebijakan ini, Pemerintah Indonesia tengah mempersiapkan sejumlah opsi dan paket negosiasi yang akan dibawa dalam perundingan di Washington D.C., sebagai langkah strategis dalam menghadapi tekanan tarif dagang dari AS.

  • Kronologi Perang Tarif Trump vs China dari 10% hingga Kini 145%

    Kronologi Perang Tarif Trump vs China dari 10% hingga Kini 145%

    Bisnis.com, JAKARTA — Tensi perang tarif impor antara China dan Amerika Serikat (AS) semakin panas menyusul langkah China yang kembali menaikkan tarif impor untuk barang dari AS menjadi 125%.

    Tarif balasan tersebut merupakan respons Negeri Tirai Bambu setelah Presiden AS Donald Trump menaikkan tarif impor AS terhadap China menjadi 145%.

    Mengutip Bloomberg pada Jumat (11/4/2025) Kementerian Keuangan China menjelaskan bahwa negaranya akan mengabaikan tarif lebih lanjut dari AS terhadap produk-produk China.

    “Mengingat tidak ada lagi kemungkinan penerimaan pasar untuk barang-barang AS yang diekspor ke China berdasarkan tingkat tarif saat ini, jika pihak AS kemudian terus mengenakan tarif pada barang-barang China yang diekspor ke AS, pihak China tidak akan memperhatikannya,” tertulis dalam keterangan resmi Kementerian Keuangan China. 

    Tarif terbaru tersebut juga menjadi babak terbaru perang dagang antara China-AS sejak Trump kembali menjabat sebagai Presiden AS mulai Januari 2025 lalu. 

    Melansir berbagai sumber, aksi saling balas melalui tarif ini dimulai pada Februari 2025 lalu. Kala itu, Trump mengenakan tarif impor sebesar 10% untuk barang-barang China. 

    China kemudian menanggapi kebijakan tersebut dengan mengenakan tarif sebesar 15% pada batu bara dan produk gas alam cair. China juga menetapkan tarif sebesar 10% pada minyak mentah, mesin pertanian, dan mobil berkapasitas besar.

    Pada 3 Maret 2025, Trump menaikkan tarif impor barang-barang China sebesar 10% menjadi 20%. Dia juga menerapkan tarif baru sebesar 25% terhadap impor dari Meksiko dan Kanada, yang memicu sengketa dagang baru dengan tiga mitra dagang utama AS.

    Sehari setelah tarif baru tersebut, China langsung membalas dengan mengenakan tarif sebesar 15% pada produk ayam, gandum, jagung, dan kapas yang berasal dari Amerika Serikat. 

    China juga memberikan tarif sebesar 10% pada sorgum, kedelai, daging babi, daging sapi, produk perairan, buah-buahan, sayur-sayuran, dan produk susu yang berasal dari AS. Kebijakan tarif itu mulai berlaku pada 10 Maret 2025.

    Sebulan berselang, Trump kembali menaikkan tarif terhadap China sebesar 34%. Trump menuduh China mengenakan tarif dan hambatan perdagangan non-tarif sebesar 67% terhadap AS.

    Gedung Putih mengonfirmasi bahwa tarif baru itu akan diterapkan di atas tarif yang telah ditetapkan sebelumnya, sehingga menghasilkan tarif efektif sebesar 54% terhadap semua impor China ke AS.

    Merespons tarif tersebut, China kemudian mengumumkan akan mengenakan tarif tambahan sebesar 34% pada semua barang AS yang berlaku mulai 10 April 2025.

    Trump kemudian mengancam akan mengenakan tarif tambahan sebesar 50% pada barang-barang China pada 9 April lalu jika China tidak menarik tindakan balasan tersebut paling lambat pada 8 April 2025. 

    Setelah China tidak mengindahkan ancaman tersebut, AS resmi meningkatkan tarif efektif impor barang-barang China sebesar 54% menjadi 104%.

    China kemudian menanggapinya dengan tarif balasan sebesar 84% atas barang-barang AS. Sebagai tanggapan balik, Trump meningkatkan tarif atas barang-barang China menjadi 125% pada hari yang sama. 

    Namun, Gedung Putih mengklarifikasi keesokan harinya bahwa tarif telah meningkat menjadi 145%. 

    Kemudian, pada 11 April 2025, China pun kembali menanggapi tarif terbaru AS itu dengan meningkatkan tarif atas barang-barang AS menjadi 125%.

  • Tumben, Ada Momen Manis Donald Trump Momong Anak Elon Musk

    Tumben, Ada Momen Manis Donald Trump Momong Anak Elon Musk

    Jakarta

    Presiden AS Donald Trump tertangkap kamera berjalan bersama dengan anak Elon Musk, Little X (X Æ A-Xii). Momen kedekatan keduanya buat netizen gemas. Trump sendiri memang dekat dengan Musk yang merupakan kepala departemen efisiensi pemerintahan (DOGE).

    Video yang beredar itu kemudian Musk unggah ulang dengan akun @ElonMusk di X. Sang anak berjalan sambil berlompat kecil. Dia nampak ceria memakai celana panjang dan mantel hitam. Bahkan ia tersenyum dan melambaikan tangan ke kamera.

    Di akhir video, Elon Musk muncul dan menaiki pesawat pribadi bersama putranya dan beberapa orang.

    “Lil X adalah contoh utama anak Amerika yang menyaksikan kebangkitan Zaman Keemasan. Suatu hari, ia akan menceritakan kisah tentang bagaimana dua legenda-ayahnya, Elon Musk, dan Presiden Trump-mewujudkannya,” tulis akun pertama yang mengunggah video momen hangat Presiden ke-47 AS itu, @iam_smx.

    Netizen pun ikutan gemas dengan kedekatan Trump dengan Little X. Mereka terlihat sangat akrab secara natural.

    “Pelatihan kerja untuk putra Elon 😎👍,” canda @Lord_Renegade68.

    “Elon, putramu membuat semua orang tersenyum 🤗lucu sekali, Tuhan memberkati kamu dan keluargamu🙏,” doa @RAC_33_714.

    “Wah lucu banget 🥰 lilx,” ujar @batchelder_dale.

    “Menggemaskan sekali!!! Jalan-jalan dengan Kakek!” seru @clowman22.

    Musk dan Trump memang sering kelihatan bersama. Akan tetapi, itu tidak membuat Musk akan terus bersama menjadi kepala DOGE.

    Sumber dalam pemerintahan mengatakan kepada media Politico bahwa Musk memang akan mengundurkan diri dari peran utamanya dalam beberapa minggu mendatang. Namun, Musk menyebut laporan itu berita palsu dan Sekretaris Pers Gedung Putih, Karoline Leavitt, menyebut berita Politico itu adalah sampah.

    “Elon Musk dan Presiden Trump sama-sama menyatakan secara terbuka bahwa Elon akan meninggalkan layanan publik sebagai pegawai pemerintah khusus ketika pekerjaannya yang luar biasa di DOGE selesai,” katanya.

    (ask/ask)

  • China Tak Gentar Hadapi Ancaman Tarif Tambahan Trump

    China Tak Gentar Hadapi Ancaman Tarif Tambahan Trump

    Jakarta

    Perang dagang antara Amerika Serikat dan China tidak menunjukkan tanda-tanda akan mereda, dengan Presiden China Xi Jinping menyerukan Uni Eropa bergabung dengan Beijing menentang “intimidasi” dari AS terkait tarif.

    Beijing mengumumkan tarif sebesar 125% terhadap barang-barang AS pada Jumat (11/04). Jumlah ini naik dari 84% yang diumumkan pada Rabu (09/04) silam.

    Tarif baru China terhadap barang-barang AS ini sama dengan tarif AS saat ini terhadap barang-barang China.

    Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump, mengatakan bahwa ia masih berharap untuk mendapatkan kesepakatan dengan Beijing, dengan mengatakan bahwa kesepakatan itu akan “berakhir dengan hasil yang sangat baik bagi kedua negara”.

    Ketika Trump pertama kali mengumumkan skema pajak impornya, China dikenai tarif resiprokal sebesar 34%. Beijing membalas dengan mengenakan tarif sebesar 34% terhadap barang-barang Amerika.

    AS menanggapi dengan menaikkan tarif mereka hingga total 104%, sehingga China menaikkan tarif mereka menjadi 84%. AS merespons lagi, dan sebagaimana keadaannya saat ini, tarif AS terhadap barang-barang China adalah sebesar 125%.

    Namun tarif AS terhadap Beijing dapat meningkat lebih jauh, hingga 145% untuk beberapa produk karena pungutan sebelumnya telah dikenakan pada perusahaan yang memproduksi fentanil.

    Beijing “dengan tegas menentang dan tidak akan pernah menerima praktik hegemonik dan intimidasi seperti itu,” kata juru bicara Kementerian Luar Negeri Lin Jian kepada wartawan.

    Kementerian Perdagangan China sebelumnya menyebut pungutan tambahan AS tersebut sebagai “kesalahan di atas kesalahan” dan mengatakan bahwa mereka tidak akan pernah menerima “aksi pemerasan” AS.

    Sementara itu, Presiden AS menuduh China tidak menghormati AS dan “merampok” AS.

    Dengan kedua negara yang saling membalas pengenaan tarif ini, siapa yang akan mengalah terlebih dahulu?

    “Salah jika berpikir bahwa China akan mundur dan menghapus tarif secara sepihak,” kata Alfredo Montufar-Helu, penasihat senior di China Center di lembaga kajian The Conference Board.

    Baca juga:

    “Langkah seperti itu tidak hanya akan membuat China tampak lemah, tetapi juga akan mendorong AS untuk meminta lebih banyak. Kita sekarang telah mencapai jalan buntu yang kemungkinan akan menyebabkan kesengsaraan ekonomi jangka panjang,” tambahnya.

    Sebagian besar tarif ini akan menghantam ekonomi Asia: tarif untuk Tiongkok akan naik menjadi 54%, tarif untuk Vietnam akan melonjak menjadi 46%, tarif untuk Kamboja mencapai 49%, dan tarif untuk Indonesia menyentuh 32%.

    Para ahli khawatir pemerintah, dunia bisnis, dan investor tidak punya banyak waktu untuk menyesuaikan diri atau bersiap menghadapi ekonomi global yang sangat berbeda.

    Pasar global telah merosot sejak pekan lalu ketika tarif baru yang dikenakan Trump terhadap hampir setiap negara, mulai berlaku.

    Bagaimana China merespons tarif Trump?

    “Tidak ada pemenang dalam perang tarif,” kata Presiden China Xi Jinping setelah pertemuan dengan Perdana Menteri Spanyol Pedro Sanchez Jumat (11/04).

    Ia menyerukan China dan Uni Eropa untuk bersama-sama “menentang praktik intimidasi sepihak”, merujuk pada tarif global besar-besaran yang diberlakukan AS.

    Dia juga menganjurkan agar kedua kekuatan internasional tersebut melanjutkan globalisasi ekonomi.

    “Melawan dunia hanya akan menyebabkan isolasi,” tambahnya.

    Getty Images

    China telah merespons putaran pertama tarif Trump dengan mengenakan tarif balasan pada impor tertentu dari AS, kontrol ekspor pada logam langka, dan penyelidikan antimonopoli terhadap perusahaan-perusahaan AS, termasuk Google.

    China juga telah mengumumkan tarif balasan, tetapi tampaknya juga bersiap menghadapi rasa sakit akibat perang dagang dengan AS.

    China telah membiarkan mata uangnya, yuan, melemah, yang membuat ekspor China lebih menarik. Dan perusahaan-perusahaan yang terkait dengan negara telah membeli saham yang dinilai sejumlah ekonom sebagai langkah menstabilkan pasar.

    Namun, pertikaian antara China dan AS tetap menjadi perhatian utama.

    Getty ImagesKaryawan bekerja di produksi topi yang diekspor ke Amerika Serikat di sebuah pabrik di Suqian, provinsi Jiangsu, Tiongkok timur, pada 7 April 2025. Pasar saham Asia anjlok pada Senin yang suram pada 7 April setelah Tiongkok menghantam Amerika Serikat dengan tarifnya yang tinggi, meningkatkan perang dagang yang ditakutkan banyak orang dapat memicu resesi.

    “Apa yang kita lihat adalah permainan siapa yang dapat menanggung lebih banyak rasa sakit. Kita telah berhenti berbicara tentang rasa untung,” kata Mary Lovely, seorang pakar perdagangan AS-China di Peterson Institute di Washington DC, kepada program Newshour BBC.

    Meskipun ekonominya melambat, China mungkin “sangat bersedia menanggung rasa sakit untuk menghindari menyerah pada tindakan yang mereka yakini sebagai agresi AS”, tambahnya.

    Terguncang oleh krisis pasar properti yang berkepanjangan dan meningkatnya pengangguran, masyarakat Tiongkok tidak banyak berbelanja. Pemerintah daerah yang terlilit utang di China juga telah berjuang untuk meningkatkan investasi atau memperluas jaring pengaman sosial.

    “Tarif memperburuk masalah ini,” kata Andrew Collier, Peneliti Senior di Mossavar-Rahmani Center for Business and Government di Harvard Kennedy School.

    Baca juga:

    Jika ekspor China terpukul, pemasukan negara akan kena dampak yang menyakitkan.

    Ekspor telah lama menjadi faktor utama dalam pertumbuhan eksplosif Tiongkok. Ekspor juga menjadi pendorong signifikan, meskipun negara tersebut mencoba untuk mendiversifikasi ekonominya dengan manufaktur teknologi canggih dan konsumsi domestik yang lebih besar.

    Sulit untuk mengatakan kapan tepatnya tarif “akan berdampak tetapi kemungkinan besar segera,” kata Collier, seraya menambahkan bahwa “[Presiden Xi] menghadapi pilihan yang semakin sulit karena ekonomi yang melambat dan sumber daya yang semakin menipis”.

    Bagaimana dampaknya terhadap AS dan negara lain?

    Namun, bukan hanya China yang akan merasakan dampaknya.

    Menurut Kantor Perwakilan Dagang AS, AS mengimpor barang senilai US$438 miliar dari China pada 2024. Adapun ekspor AS ke China senilai US$143 miliar, sehingga terjadi defisit perdagangan sebesar US$295 miliar.

    Belum jelas bagaimana AS akan menemukan pengganti barang-barang China dalam waktu sesingkat itu.

    Selain pajak atas barang fisik, kedua negara “saling terkait secara ekonomi dalam banyak halada sejumlah besar investasi di kedua belah pihak, banyak perdagangan digital dan aliran data”, kata Deborah Elms, Kepala Kebijakan Perdagangan di Hinrich Foundation di Singapura.

    BBC

    BBC News Indonesia hadir di WhatsApp.

    Jadilah yang pertama mendapatkan berita, investigasi dan liputan mendalam dari BBC News Indonesia, langsung di WhatsApp Anda.

    BBC

    “Suatu negara hanya dapat mengenakan tarif dalam jumlah tertentu untuk jangka waktu tertentu. Namun, ada cara lain yang dapat dilakukan kedua negara untuk saling menyerang.”

    “Jadi, mungkin situasinya tidak mungkin menjadi lebih buruk, tetapi ada banyak cara yang dapat dilakukan.”

    Seluruh dunia juga mengamati, untuk melihat ke mana barang-barang impor China yang tidak masuk ke pasar AS akan mengarah.

    Mereka akan berakhir di pasar lain seperti di Asia Tenggara, tambah Elms.

    “Negara-negara ini [berurusan] dengan tarif mereka sendiri dan harus memikirkan di mana lagi kami dapat menjual produk kami?”

    “Jadi kita berada di dunia yang sangat berbeda, dunia yang benar-benar tidak jelas.”

    Bagaimana peluang negosiasi AS-China?

    Dalam sebuah postingan di Truth Social, platform media sosial yang dibuat perusahaan milik Trump, Trump memperingatkan bahwa “semua pembicaraan dengan China mengenai permintaan pertemuan mereka dengan kami [soal tarif] akan dihentikan!”

    Trump mengomentari tindakan balasan China dengan berkata “meskipun saya sudah memperingatkan bahwa negara mana pun yang membalas AS dengan mengenakan tarif tambahan… akan segera dikenai tarif baru yang jauh lebih tinggi”.

    Beijing mengatakan bahwa “menekan atau mengancam China bukanlah cara yang tepat”.

    “Langkah hegemonik AS atas nama ‘timbal balik’ adalah pemenuhan kepentingan egois dengan mengorbankan kepentingan negara lain dan mengutamakan ‘Amerika’ daripada aturan internasional,” kata juru bicara Kedutaan Besar China, Liu Pengyu, dalam sebuah pernyataan.

    Baca juga:

    “Ini adalah langkah khas unilateralisme, proteksionisme, dan intimidasi ekonomi.”

    Dari Gedung Putih, Trump berbicara soal kemungkinan tarif bersifat permanen dan peluang negosiasi.

    “Kita punya utang US$36 triliun [sekitar Rp608 kuadriliun] karena suatu alasan,” katanya, seraya menambahkan bahwa AS akan berbicara dengan China dan negara-negara lain untuk membuat “kesepakatan yang adil dan kesepakatan yang baik”.

    “Sekarang Amerika yang utama,” kata Trump.

    Apa sebenarnya tujuan Trump?

    Ketika Trump memberlakukan tarif kepada sejumlah negara, dua pertanyaan mengemuka: Apa sebenarnya tujuan akhir Trump? Apakah itu sepadan dengan kehancuran ekonomi global?

    Satu teori mencuat bahwa Trump memiliki rencana dengan beberapa penasihat utamanya yang disebut “kesepakatan Mar-a-Lago”.

    Kesepakatan ini bertujuan memaksa mitra dagang Amerika melemahkan dolar AS di bursa mata uang internasional.

    Langkah ini dinilai dapat membuat ekspor Amerika lebih terjangkau bagi pasar luar negeri sekaligus mengurangi nilai cadangan mata uang AS di China.

    Penasihat ekonomi Trump, Stephen Miran, disebut-sebut mendorong rencana ini. Mirran telah membantah bahwa itu adalah kebijakan pemerintahan Trump.

    Teori ini hanya salah satu kemungkinan penjelasan atas kekacauan pasar saham yang sengaja dipicu Trump yang sangat berisiko menurut banyak ekonom terkemuka. Itu bukanlah satu-satunya.

    Sejak Trump mengejutkan dunia dengan rencana tarifnya, pejabat-pejabat Gedung Putih telah berbicara ke media dengan penjelasan yang terkadang bertentangan.

    Trump disebut menerapkan tarif untuk meningkatkan pendapatan dan melindungi industri Amerika atau sebagai alat negosiasi.

    Tarif itu disebut bersifat permanen atau sementara. Tarif itu disebut akan mendorong kesepakatan individual dengan negara lain atau memaksakan beberapa perjanjian multilateral yang besar.

    Saat Trump meneken tarif pada Rabu (09/04) , ia tampak ingin membuat khalayak dunia terus menduga-duga.

    (ita/ita)

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini