Pedagang “Thrift” Ingatkan Purbaya Rakyat Kecil Cuma Mampu Beli Pakaian Bekas
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com
– Pedagang pakaian bekas (thrift) menyampaikan keluh kesah mereka kepada Komisi VI DPR mengenai kegiatan bisnis pakaian bekas impor yang ditetapkan ilegal oleh pemerintah.
Ketua Aliansi
Pedagang Pakaian Bekas
Gede Bage Dewa Iman Sulaeman mengatakan, sejak Kementerian Keuangan (Kemenkeu) yang dipimpin
Purbaya Yudhi Sadewa
menyatakan akan memusnahkan kegiatan bisnis
pakaian bekas impor
, para pelaku thrift merasa gundah.
Sebab, mereka tidak tahu bagaimana melanjutkan kehidupan ke depannya jika bisnis mereka ditutup pemerintah.
“Kami ini orang yang dituakan dari pengecer pakaian bekas. Dengan riak apa yang terjadi terkait masalah larangan barang bekas ini, ini menjadi gundah terhadap masyarakat pangsa pasar kami, bahwa dengan adanya
statement
dari Kementerian Keuangan bahwa barang bekas ini akan ditiadakan atau akan dimusnahkan,” kata Iman, di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Selasa (2/12/2025).
“Kami di sini merasa gundah saat itu. Bagaimana harapan kami ke depan ketika pangsa pasar kami ditutup secara langsung, dan bagaimana kehidupan kami selanjutnya kalau sampai kami tidak berorientasi untuk berdagang lagi,” sambung dia.
Iman meminta Purbaya dan Menteri UMKM Maman Abdurrahman untuk memberikan kebijakan sementara agar para pedagang thrift bisa berdagang dengan tenang.
Dia mengkhawatirkan para pedagang yang menjajakan pakaian bekas impor, sekaligus nasib masyarakat kecil yang kerap membeli dagangan mereka.
“Karena yang saya lihat,
statement
dari Menkeu itu sangat tegas sekali bahwa tidak ada tawar-menawar terkait masalah barang ilegal, utamanya barang bekas. Dan memang saya jujur, masyarakat kami itu menjual barang bekas. Tetapi barang bekas ini, ya mohon maaf, kami sudah berjualan puluhan tahun, Pak, dari tahun 90. Dan itu diterima masyarakat menengah ke bawah,” ujar Iman.
Selain itu, Iman menekankan bahwa selama ini tidak pernah ada kerugian yang ditimbulkan dari hasil jualan pedagang thrift.
Iman memohon kepada pemerintah agar membuat kebijakan yang sebijak-bijaknya terkait pakaian bekas impor ini.
“Yang kita lihat, bahwa masyarakat sekecil ini mampu membeli barang yang kita jual itu dengan harga yang murah, dan bisa layak dipakai oleh mereka-mereka yang ekonominya itu rendah. Jadi, harapan kami untuk pemerintah, tolong Bapak sampaikan sebagai wakil kami, supaya dapat membuat kebijakan yang sebijak-bijaknya,” kata dia.
Dalam kesempatan yang sama, Ketua Umum Aliansi Pedagang Pakaian Bekas Indonesia (APPBI) WR Rahasdikin membeberkan bahwa banyak pedagang memilih berjualan pakaian bekas dengan alasan modal.
“Kenapa mereka memilih pakaian bekas? Karena harga terjangkau untuk modal mereka. Kalau mereka harus menyewa tempat, itu Rp 50 juta sampai Rp 200 juta. Belum lagi barang. Makanya lebih memilih secara
online
menggunakan pakaian bekas, karena harga terjangkau,” papar Rahasdikin.
Lalu, Rahasdikin mengungkit kebiasaan masyarakat kecil Indonesia yang biasa belanja pakaian satu tahun sekali, utamanya ketika bulan puasa.
Menurut dia, masyarakat kelas menengah bawah biasa mengutamakan pakaian bekas sebagai baju baru, mengingat pendapatan yang pas-pasan.
“Karena di Indonesia itu punya kebiasaan, masyarakat berbelanja pakaian itu satu tahun sekali, mohon maaf, biasanya di bulan puasa. Dengan UMR tiap-tiap daerah, mungkin untuk membeli celana seharga Rp 200.000, kalau kita asumsikan satu keluarga punya satu anak, dengan UMR terendah Rp 2,5 juta, untuk beli pakaian tiap bulan kayaknya berat. Makanya mereka beralih ke pakaian bekas,” kata Rahasdikin.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
Tempat Fasum: Gedung DPR
-
/data/photo/2025/11/30/692c11df5c689.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Pedagang "Thrift" Ingatkan Purbaya Rakyat Kecil Cuma Mampu Beli Pakaian Bekas Nasional 2 Desember 2025
-

Pemerintah Didesak Perkuat Pengawasan untuk Halau Thrifting Illegal
JAKARTA – Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia mendesak pemerintah memperketat pengawasan terhadap impor pakaian bekas atau thrifting ilegal yang semakin memukul industri tekstil dalam negeri.
Wakil Ketua Umum Bidang Perindustrian Kadin Indonesia Saleh Husin mengatakan praktik thrifting ilegal tidak hanya merugikan pelaku usaha lokal, tetapi juga mengancam keberlangsungan UMKM dan para pekerja yang menggantungkan hidup pada industri tersebut.
“Pakaian bekas yang beredar secara ilegal tentu ini kan sangat memukul industri kita di dalam negeri, terutama para UMKM yang ada di berbagai daerah,” kata Saleh mengutip Antara.
Menurutnya, perlu adanya peningkatan pengawasan, khususnya di pintu masuk barang impor, baik pelabuhan resmi maupun pelabuhan tikus.
Penindakan dinilai harus memberikan efek jera agar pedagang lokal tidak kalah bersaing dan bangkrut oleh serbuan pakaian bekas ilegal.
Menurutnya, persoalan ini bukan hanya soal perdagangan, tetapi juga berkaitan dengan penyerapan tenaga kerja.
Sebab, industri tekstil dan UMKM terkait, seperti sentra-sentra konveksi hingga perajin batik turut melibatkan jumlah pekerja yang besar.
“Ini kan juga menyerap tenaga kerja. Di samping itu, juga bagaimana kita dapat meningkatkan produktivitas industri kita,” tuturnya.
Sebelumnya, sejumlah pedagang baju bekas alias thrifting mendatangi gedung DPR RI untuk meminta usaha mereka dilegalkan.
Dalam rapat bersama Badan Aspirasi Masyarakat (BAM) DPR RI, di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Rabu (19/11), pedagang menyatakan usaha thrifting juga merupakan bagian dari UMKM, namun memiliki pasar yang berbeda, dan tidak tepat jika thrifting dikatakan berpotensi membunuh UMKM.
Menanggapi desakan tersebut, Saleh mengatakan pemerintah memang perlu mempertimbangkan posisi para pelaku usaha.
Namun, mantan Menteri Perindustrian itu menegaskan prioritas kebijakan harus tetap berpihak pada pelaku industri dan UMKM tekstil lokal
Bahkan, Kadin sebelumnya pernah mengusulkan kepada pemerintah agar impor khusus produk tekstil (TPT) tidak diizinkan masuk langsung melalui pelabuhan di Pulau Jawa.
Impor TPT , menurut usulan itu, sebaiknya hanya dapat masuk melalui pelabuhan di luar Jawa sebelum kemudian didistribusikan ke Pulau Jawa sebagai barang domestik.
“Kami pernah mengusulkan agar kita terutama produk tekstil, TPT itu tidak boleh masuk langsung ke pelabuhan di Pulau Jawa. Sebaiknya masuk ke pelabuhan di luar Pulau Jawa. Misalnya, di Bitun, atau di mana, baru boleh masuk ke Pulau Jawa,” kata Saleh.
Ia menyebut usulan itu telah beberapa kali disampaikan Kadin dan dibahas dalam rapat-rapat tingkat kabinet.
Namun, iplementasinya hingga kini masih belum berjalan. “Beberapa kali kami dari Kadin Indonesia menyampaikan hal ini. Ya tentu ini juga beberapa kali saya tahu memang dibahas di tingkat kabinet, tetapi pelaksanaannya sampai sekarang belum,” tambahnya.
-
/data/photo/2025/02/27/67c05b1b6b48d.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Komisi IX Minta Pemerintah Perbarui Data PBI BPJS Kesehatan, Cegah Salah Sasaran Nasional 27 November 2025
Komisi IX Minta Pemerintah Perbarui Data PBI BPJS Kesehatan, Cegah Salah Sasaran
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com
– Komisi IX DPR RI meminta pemerintah memperbarui data peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI) BPJS Kesehatan dan membersihkan nama warga yang masuk kategori mampu, agar bantuan iuran tepat sasaran.
Wakil Ketua Komisi IX DPR RI
Yahya Zaini
menjelaskan bahwa berdasarkan
Data Tunggal Sosial
dan Ekonomi Nasional (DTSEN), tercatat sekitar 10,84 juta jiwa yang menerima PBI meski berstatus mampu.
“Bantuan negara tidak boleh diberikan secara seragam, tetapi harus diarahkan kepada mereka yang benar-benar berhak tepat sasaran, tepat manfaat, dan tepat data,” ujar Yahya di Gedung DPR RI, Kamis (27/11/2025).
Menurut Yahya, jutaan jiwa tersebut masuk kategori mampu karena berada pada desil 6 hingga 10. Padahal, PBI seharusnya hanya diberikan kepada masyarakat pada desil 1 sampai 5.
Oleh karena itu, lanjut Yahya, pembaruan data peserta
PBI BPJS Kesehatan
harus segera dilakukan, dan konsisten dilaksanakan secara berkala agar akurat.
“Pemutakhiran data mutlak dilakukan. Kriteria PBI juga harus ditetapkan secara presisi sesuai kondisi sosial-ekonomi terbaru, sementara sistem verifikasi dan validasi perlu dilaksanakan dengan akurat dan transparan,” ungkapnya.
Politikus Golkar itu menilai keberlanjutan program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) sangat ditentukan oleh ketepatan sasaran penerima subsidi.
Yahya mengingatkan, keberadaan kelompok mampu yang masih tercatat sebagai penerima PBI akan semakin membebani keuangan negara.
“Temuan ini bukan sekadar anomali administratif, tetapi menunjukkan adanya celah struktural dalam sistem data dan verifikasi peserta. Ketepatan sasaran bukan hanya penting, tetapi menjadi fondasi keberlanjutan BPJS Kesehatan,” tegasnya.
Dia berharap pemutakhiran data PBI bisa berjalan beriringan dengan rencana pemerintah melakukan pemutihan tunggakan iuran peserta BPJS Kesehatan.
Yahya juga memastikan seluruh masukan masyarakat terkait ketidaktepatan subsidi akan menjadi bahan evaluasi DPR dalam rapat pengawasan dan penyusunan kebijakan.
“Aspirasi publik tidak hanya dicatat, tetapi menjadi bagian integral dalam perbaikan kebijakan jaminan sosial,” pungkas Yahya.
Diberitakan sebelumnya, Direktur Utama BPJS Kesehatan
Ali Ghufron Mukti
menegaskan bahwa kebijakan pemutihan tunggakan iuran JKN hanya ditujukan untuk masyarakat tidak mampu.
“Intinya bahwa negara itu hadir, ini peserta tidak mampu yang bayar tunggakan, terutama masyarakat miskin sebetulnya,” ujar Ali dalam rapat kerja bersama Komisi IX DPR, Kamis (13/11/2025).
Ali meminta agar kebijakan tersebut tidak disalahartikan untuk semua peserta.
“Kalau dia
able
, dia mampu bayar, jangan nunggu,” tegasnya.
Dia memperkirakan kebijakan ini menyasar peserta pada desil 1 hingga 5 dan harus sesuai dengan Data SEN.
“Desil itu 1 sampai 10 dibagi gitu, ini (pemutihan tunggakan iuran) kira-kira 1 sampai 5. Sehingga harus masuk Data SEN dan lain sebagainya, nanti pemerintahlah yang membikin kebijakan, nanti kita dengarin. BPJS siap untuk menjalankan sampai pada teknisnya di lapangan,” ujar Ali.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -
/data/photo/2025/11/27/6927c98cf31b4.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Komisi III Singgung Kakorlantas Harus Bintang 3, Polantas Tepuk Tangan Riuh
Komisi III Singgung Kakorlantas Harus Bintang 3, Polantas Tepuk Tangan Riuh
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com –
Wakil Ketua Komisi III DPR RI Rano Alfath menyampaikan dukungan agar pangkat Kakorlantas dinaikkan menjadi bintang tiga.
Rano menyampaikannya di depan Kepala Korlantas Irjen Pol Agus Suryonugroho bersama jajaran direktorat lalu lintas (ditlantas) seluruh Indonesia di ruang rapat Komisi III
DPR RI
, Gedung DPR RI, Jakarta, Kamis (27/11/2025).
Komisi III DPR RI menggelar rapat dengar pendapat (RDP) dengan jajaran Korps Lalu Lintas (Korlantas) Polri untuk membahas persiapan menjelang
Hari Natal
dan
Tahun Baru 2025
.
“Kami semuanya sudah diskusi sebetulnya, Pak Kakor, kami sepakat sebetulnya kalau untuk Kakorlantas itu harus bintang 3,” kata Rano disambut tepuk tangan meriah anggota DPR dan polantas di ruang rapat.
Alasannya adalah untuk memberi kemudahan Kakorlantas dalam melakukan koordinasi dengan seluruh kepolisian daerah (polda).
“Karena apa? Agar bisa berkoordinasi dengan baik di semua polda. Kan enggak mungkin kalau bintang 2 sama Kapolda dan lain-lain,” ujarnya.
Lebih lanjut, Rano mengatakan anggota Korps Lalu Lintas yang ada selalu dekat berhadapan dengan masyarakat.
Mereka adalah ujung tombak dalam mencerminkan citra Polri.
Ia pun menyampaikan apresiasi kepada seluruh jajaran
Korlantas Polri
, khususnya selama mengawal hari raya di Indonesia.
“Jadi, Pak Kakor, saya terima kasih. Dengan adanya Pak Agus sebagai Pak Kakorlantas, ini berapa kali kegiatan, baik itu Lebaran maupun liburan, alhamdulillah tidak pernah macet, lancar, dan mengurangi tingkat kecelakaan. Ini luar biasa. Yang lebih penting adalah pelayanan ke masyarakat,” ucapnya.
“Saya lihat ada anggota dorong mobil, hujan-hujan. Ini penting, Pak Kakor. Hal-hal kecil ini yang dibutuhkan masyarakat,” lanjut dia.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -
/data/photo/2025/11/26/69269bec241e3.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Duga Guru Salah Ajar Bikin Nilai Matematika Jeblok, Mendikdasmen: Mudah-mudahan Tak Benar Nasional 26 November 2025
Duga Guru Salah Ajar Bikin Nilai Matematika Jeblok, Mendikdasmen: Mudah-mudahan Tak Benar
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com –
Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen) Abdul Mu’ti menjawab kritik terhadap dirinya yang dianggap menyalahkan guru atas jebloknya nilai matematika pada Tes Kompetensi Akademik (TKA) 2025.
Mu’ti mengatakan, guru salah ajar hanya salah satu kemungkinan yang menyebabkan jebloknya hasil TKA 2025 dan ia berharap dugaan tersebut tidak benar.
“Kan ada kata-kata ‘mungkin’. Jangan… kan kata-kata ‘mungkin’. Mungkin itu bisa benar, bisa tidak. Ya mudah-mudahan saja saya mudah-mudahan tidak benar,” ujar Mu’ti saat ditemui di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Rabu (26/11/2025).
Mu’ti mengatakan, ada beberapa faktor lain yang menyebabkan nilai jeblok, misalnya buku pelajaran yang dikonsumsi para murid.
Namun, ia menekankan bahwa semua pihak harus melakukan evaluasi atas hasil TKA 2025.
“Tapi kata-kata ‘mungkin’ itu jangan di… Saya bilang mungkin karena bukunya, mungkin karena salah ajarnya, silakan kita semua melakukan evaluasi aja gitu,” ucap dia.
Mu’ri pun mengaku belum bisa menyimpulkan peneybab anjloknya nilai matematika pada TKA 2025.
“Ya banyak faktor kan, banyak faktor. Nanti kita lihat secara keseluruhan, secara keseluruhan nanti akan kita lihat,” imbuh Mu’ti.
Sebelumnya, Abdul Mu’ti mengungkap alasan jebloknya nilai Matematika siswa SMA sederajat di Tes Kemampuan Akademik (TKA) 2025.
Menurut Mu’ti, buruknya nilai Matematika siswa di TKA bukan karena siswa tersebut bodoh dalam mengerjakan soal matematika.
Akan tetapi, mungkin karena buku yang digunakan untuk belajar dan cara guru mengajarkan tidak membuat siswa ingin terus belajar Matematika.
“Bukan karena muridnya goblok bukan, tapi mungkin cara kita mengajarkannya dan bukunya tidak mendorong mereka untuk belajar (Matematika),” kata Mu’ti di pembukaan Musyawarah Nasional ke-20 Ikatan Penerbit Indonesia (Ikapi) di Jakarta, Rabu (19/11/2025).
Mu’ti juga menyinggung masalah rendahnya numerasi siswa-siswa di Indonesia yang menurut Mu’ti disebabkan adanya anggapan bahwa Matematika adalah materi yang sulit.
Oleh karena itu, kini pemerintah tengah menyiapkan agar anak-anak bisa menilai suka dengan pelajaran Sains, Teknik, Teknologi, dan Matematika (STEM).
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.


/data/photo/2025/12/01/692d55449b8c7.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
/data/photo/2024/07/16/6695ded1def9f.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
