Tempat Fasum: Gedung DPR

  • Gerindra: PPN 12 Persen Amanat UU, Perlu Kesepakatan DPR-Pemerintah Jika Ingin Ditunda

    Gerindra: PPN 12 Persen Amanat UU, Perlu Kesepakatan DPR-Pemerintah Jika Ingin Ditunda

    Jakarta, Beritasatu.com – Kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12% pada 1 Januari 2025 sudah menjadi amanat Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP). Wakil Ketua Komisi XI DPR dari Fraksi Partai Gerindra Mohamad Hekal mengatakan, jika ada perubahan atau penundaan pemberlakuan ketentuan tersebut, maka harus berdasarkan hasil pembahasan dan kesepakatan DPR dan pemerintah.

    “Ya tentu, itu yang sekarang kalau sudah menjadi ketentuan undang-undang, kalau kita bikin ada penundaan, itu harus menjadi kesepakatan bersama antara DPR dengan pemerintah,” ujarnya saat ditemui di gedung DPR, kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (20/11/2024).

    Hingga saat ini, kata Hekal, belum ada rencana pembahasan antara pemerintah dengan DPR soal penundaan pelaksanaan kebijakan kenaikan PPN 12%. Jika ada pembahasan khusus soal kenaikan tersebut, harus menunggu Presiden Prabowo Subianto tiba di Indonesia.

    “Nah, kalau memang ada pembahasan khusus, nanti kita juga tunggu Pak Presiden pulang, tetapi sementara, itu kan juga enggak fair untuk dibebankan (ke Prabowo). Kecuali memang ada sesuatu yang benar-benar menjadi urgent untuk kita harus mengubah undang-undang,” urainya.

    Hekal mengaku, dirinya selaku Komisi XI DPR sudah sempat melakukan rapat dengan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati soal kebijakan kenaikan PPN menjadi 12%. Dalam rapat tersebut, Menkeu Sri Mulyani menegaskan kebijakan kenaikan PPN sudah dibahas panjang lebar dengan DPR periode sebelumnya sehingga diatur dalam UU HPP bahwa kenaikan PPN menjadi 12% berlaku mulai 1 Januari 2025.

    “Itu yang saya dengar. Setelah itu saya jajaki memang waktu itu kan ada juga kompensasinya penurunan PPh (pajak penghasilan) badan, dari 25% menjadi 22%. Pemahaman saya memang kalau ada peningkatan PPN ini kan harus ada take and give-nya. Nah, take and give-nya adalah waktu itu penurunan PPh badan. Itu turun 3% dengan kompensasi PPN naik 2%,” jelas dia.

    Hekal menjelaskan, kenaikan PPN juga dilakukan secara bertahap, yaitu dari 10% menjadi 11% pada 2022 dan naik kembali menjadi 12% pada 2025. Hal itu dilakukan agar rakyat tidak kaget dan dengan rentang waktu itu diharapkan dapat lebih mudah diterima.

    Hekal memahami kekhawatiran masyarakat atas pelaksanaan kebijakan kenaikan PPN. Menurut dia, kenaikan tersebut bisa saja diubah, tetapi perubahannya menunggu pembahasan APBN mendatang pada 2025.

    “Hanya saja itu sudah menjadi ketentuan dalam undang-undang dan memang ada peluang untuk diubahnya pada saat pembahasan APBN. Nah, pembahasan APBN yang kita sama-sama ketahui, baru ada kalau kita bicara schedule yang reguler adalah Agustus 2025. Jadi, sementara ya rasanya memang itu sudah jadi amanat undang-undang dan (PPN 12%) harus dilaksanakan pada 1 Januari 2025,” pungkas Hekal.

  • Pemerintah Bisa Tunda Kenaikan PPN 12 Persen Tanpa Perlu Ubah Undang-Undang

    Pemerintah Bisa Tunda Kenaikan PPN 12 Persen Tanpa Perlu Ubah Undang-Undang

    Jakarta, Beritasatu.com –  Pemerintah bisa menunda kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) 12% yang rencana diberlakukan mulai 1 Januari 2025, tanpa harus merevisi Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP). 

    Pasalnya, di dalam Undang-Undang HPP, pemerintah diberikan ruang untuk menentukan PPN dalam interval 5 hingga 15%.

    “Enggak perlu (revisi UU HPP), di dalam undang-undang sudah diatur mekanismenya,” kata Wakil Ketua Komisi XI DPR Dolfie OFP di gedung DPR, kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (20/11/2024).

    Dolfie memahami mayoritas masyarakat menolak kenaikan PPN menjadi 12%, meskipun kenaikan tersebut merupakan amanat UU HPP. Pasalnya, kata Dolfie, situasi ekonomi pada saat UU HPP disusun dan disahkan pada 2021, berbeda dengan situasi saat ini.

    “Jadi waktu menyusun undang-undang ini, situasi ekonominya kan berbeda dengan kondisi sekarang sehingga pada saat penyusunan APBN 2025 pada bulan September, kami sudah menyampaikan kepada pemerintah untuk mempertimbangkan apakah tarif 12 persen ini bisa ditunda atau tetap dilakukan,” tutur Dolfie.

    “Tampaknya pemerintah mengambil opsi menunggu pemerintahan baru untuk menetapkan kebijakan ke depan,” ujar legislator PDIP tersebut.

    Karena itu, Komisi XI DPR dan fraksi PDIP masih menunggu keputusan pemerintah soal pemberlakuan kenaikan PPN menjadi 12%. 

    Menurut dia, UU HPP memberi ruang kepada pemerintah untuk mengoreksi kenaikan PPN tersebut. Koreksi tersebut tergantung bagaimana pemerintah menilai situasi saat ini dan harus mendapatkan persetujuan DPR.

    “Nah, posisi kami di DPR adalah menunggu kebijakan dari pemerintah apakah tetap memberlakukan PPN 12% atau menurunkan tarif tersebut. Karena di undang-undang itu memungkinkan diturunkan dengan persetujuan DPR,” pungkas Dolfie.

  • Benny Mamoto Kritik Dewas KPK yang Belum Optimal Cegah Pelanggaran Etik

    Benny Mamoto Kritik Dewas KPK yang Belum Optimal Cegah Pelanggaran Etik

    Jakarta, Beritasatu.com – Calon anggota Dewan Pengawas (Dewas) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Benny Jozua Mamoto mengkritik Dewas KPK yang belum bekerja secara optimal mencegah pelanggaran etik hingga pidana yang menimpa para pegawai dan pimpinan KPK. Menurut dia, hal tersebut harus menjadi perhatian Dewas KPK ke depannya.

    “Pengawasan terhadap KPK belum maksimal, artinya Dewas belum optimal menjalankan peran dan fungsi pengawasan,” ujarnya saat menjalani uji kelayakan dan kepatutan atau fit and proper test calon anggota Dewas KPK di Komisi III DPR, gedung DPR, kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (20/11/2024).

    Benny menilai Dewas memiliki beberapa kendala dalam menjalankan tugasnya terhadap kelembagaan KPK. Dewas KPK, masih memiliki pengawasan secara terbatas karena tidak turun langsung ke lapangan. Selain itu, Dewas KPK melakukan pengawasan represif, bukan preventif.

    “Perlu adanya upaya optimalisasi peran Dewas untuk meminimalisasi pelanggaran maupun penyalahgunaan wewenang oleh KPK, antara lain dengan optimalisasi pengawasan secara langsung dan pengawasan yang sifatnya preventif,” imbuh Benny Mamoto.

    Benny menyarankan, perlunya komunikasi antara Dewas dengan pimpinan KPK sehingga mempunyai komitmen yang sama untuk mengembalikan citra dan kepercayaan publik kepada KPK. Dia menambahkan, perlunya mengatur teknis pengawasan oleh Dewas KPK, seperti diperbolehkan melakukan sidak ke rutan-rutan KPK.

    “Rekomendasi yang kami sampaikan adalah bagaimana optimalisasi pengawasan secara langsung ini nanti tentunya perlu kesepakatan, kemudian yang bersifat preventif.”

    “Jadi, idealnya adalah pengawasan dilakukan sejak awal dalam proses sampai akhir dan kemudian dievaluasi bersama-sama,” kata Benny Mamoto menyampaikan harapannya agar rekomendasi Dewas nantinya dapat dipatuhi KPK.

  • KPK Sering Kalah di Praperadilan, Cadewas Benny Mamoto: Profesionalisme Penyidik Kurang

    KPK Sering Kalah di Praperadilan, Cadewas Benny Mamoto: Profesionalisme Penyidik Kurang

    Bisnis.com, JAKARTA – Calon Dewan Pengawas (Dewas) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Benny Jozua Mamoto membeberkan pandangannya terkait penyebab kekalahan KPK dalam gugatan praperadilan tersangka korupsi. 

    Menurut dia, kekalahan KPK ini disebabkan oleh penyidik yang tidak profesional dan juga kurangnya koordinasi dengan instansi lain seperti kejaksaan, sehingga KPK kian kalah dalam praperadilan.

    Pendapatnya ini dia sampaikan dalam agenda uji kelayakan dan kepatutan atau fit and proper test sebagai Cadewas KPK masa jabatan 2025-2029 oleh Komisi III DPR RI, di Gedung DPR, Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta Pusat, pada Rabu (20/11/2024).

    “Inilah salah satu poin yang nantinya perlu menjadi perhatian, karena saat ini masyarakat lebih berani untuk menggugat, sehingga janganlah nanti kemudian KPK kalah kembali. Perlu profesionalisme, kehati-hatian, dan sebagainya,” tuturnya di hadapan Komisi III DPR.

    Lebih lanjut, eks Komisioner Kompolnas ini menyebut kekalahan KPK dalam praperadilan justru terjadi pada kasus-kasus yang bukan hasil operasi tangkap tangan (OTT). 

    Dengan hal ini, lanjut dia, tentunya muncul pertanyaan sejauh mana kecermatan penyidik sehingga bisa kalah dalam praperadilan.

    Sebelumnya, Benny juga mengungkapkan saat ini KPK mengalami kondisi yang kurang baik, bahkan jika merujuk pada transparency international, IPK korupsi di Indonesia itu 34 dari 100, artinya korupsi di Indonesia masih tinggi.

    Selain itu, lanjut dia, KPK juga masih diwarnai oleh berbagai permasalahan yang muncul dari internal lembaga antirasuah itu sendiri. Selain itu, KPK juga mengalami sejumlah kekalahan dalam gugatan praperadilan.

    “Ini juga menjadi atensi publik, karena publik menilai katanya [KPK] hebat dalam penyidikan, [tapi] kenapa kalah terus dalam gugatan praperadilan,” ujar Benny.

    Untuk diketahui, kekalahan KPK di praperadilan yang terbaru adalah soal Gubernur Kalimantan Selatan Sahbirin Noor atau Paman Birin. 

    Berdasarkan catatan Bisnis, Sahbirin mengajukan gugatan praperadilan kepada Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) soal sah atau tidaknya penetapan tersangka yang telah ditetapkan oleh KPK.  

    Sahbirin kemudian melawan dengan mengajukan gugatan pada Kamis (10/10/2024) dengan tercatat dengan Nomor Perkara 105/Pid.Pra/2024/PN JKT.SEL.

  • Heboh Susu Impor Masuk RI Bebas Pajak, Mendag Tegas Bilang Begini

    Heboh Susu Impor Masuk RI Bebas Pajak, Mendag Tegas Bilang Begini

    Jakarta, CNBC Indonesia – Menteri Perdagangan (Mendag) Budi Santoso menegaskan, kebijakan impor susu, khususnya dari negara-negara mitra seperti Australia dan Selandia Baru (New Zealand) sudah diatur dengan instrumen yang ada.

    Adapun polemik impor susu ini mencuat usai Menteri Koperasi (Menkop) Budi Arie mengklaim biang kerok dari anjloknya harga susu produksi peternak dalam negeri, karena kebijakan pembebasan bea masuk terhadap produk susu impor. Budi Arie pun mengusulkan agar Kemendag meninjau ulang perjanjian perdagangan bebas (FTA) terkait komoditas ini.

    Budi Santoso mengatakan, kebijakan impor susu diatur dalam Permendag 36/2023 juncto Permendag 8/2024 tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor, yang mewajibkan adanya rekomendasi teknis dari kementerian teknis, dalam hal ini Kementerian Pertanian sebelum impor dilakukan.

    “Kami sudah komunikasi dengan Kementan, apakah nanti persyaratan rekomendasi itu harus ada penyerapan susu lokal dulu oleh industri misalnya, ini akan dibicarakan atau seperti apa mekanisme, itu mungkin yang paling tepat,” kata Budi Santoso saat ditemui di Gedung DPR RI, Jakarta, Rabu (20/11/2024).

    Budi menjelaskan, peninjauan ulang FTA, seperti ASEAN-Australia-New Zealand Free Trade Agreement (AANZFTA) dan Indonesia-Australia Comprehensive Economic Partnership Agreement (IA-CEPA) bisa saja dilakukan, namun memerlukan waktu lama.

    “Review itu biasa saja dilakukan, tapi kalau perubahan kan perlu waktu lama. Perubahan itu kan harus menentukan jadwalnya lama. Jadi kita cari yang paling cepat. Tapi pada prinsipnya, instrumen untuk mengatur impor terhadap susu itu sudah ada,” jelasnya.

    Dalam kesempatan yang sama, Direktur Jenderal Perundingan Perdagangan Internasional (PPI) Kemendag Djatmiko Bris Witjaksono menekankan, susu impor dari Selandia Baru dan Australia umumnya adalah susu bubuk skim (skim milk powder), bukan susu segar. Hal ini menurutnya tidak langsung bersaing dengan susu segar yang dihasilkan oleh para peternak lokal.

    “Skim milk itu bahan baku yang digunakan oleh industri susu di Indonesia. Kita nggak bisa bikin itu, makanya kita impor. Kita nggak punya (skim milk),” jelas Djatmiko.

    Ia pun menyoroti kondisi permintaan susu nasional yang terus meningkat, namun produksi susu segar lokal belum mencukupi dan tidak seluruhnya memenuhi standar industri. “Nah itu harus ada peningkatan kualitas dari produksi peternak, yang jumlahnya juga sebenarnya nggak lebih banyak. Justru peningkatan demand itu lebih tinggi,” lanjut dia.

    Foto: Direktur Jenderal Perundingan Perdagangan Internasional (PPI) Kemendag, Djatmiko Bris Witjaksono saat ditemui di Gedung DPR RI, Jakarta, Rabu (20/11/2024). (CNBC Indonesia/Martyasari Rizky)
    Direktur Jenderal Perundingan Perdagangan Internasional (PPI) Kemendag, Djatmiko Bris Witjaksono saat ditemui di Gedung DPR RI, Jakarta, Rabu (20/11/2024). (CNBC Indonesia/Martyasari Rizky)

    Picu Efek Negatif

    Menanggapi usulan Kemenkop untuk meninjau kembali FTA dengan Selandia Baru dan Australia, Djatmiko mempertanyakan dampak positifnya bagi industri dalam negeri. Sebab menurutnya, peninjauan kembali hingga menaikkan tarif bea masuk justru hanya akan memberikan dampak negatif bagi Indonesia.

    “Kalau di-review lalu tarif dinaikkan, yang rugi siapa? Susu makin mahal di Indonesia. Rakyat makin nggak bisa minum susu. Karena nggak ada logiknya kalau di-review untuk (tarif bea masuk) makin naik, ya makin mahal bahan baku yang dibutuhkan di dalam negeri. Ngapain kita high cost economy,” tegasnya.

    Menurutnya, FTA tidak hanya mendukung ekspor Indonesia, tetapi juga menjadi sarana memenuhi kebutuhan bahan baku dalam negeri.

    “FTA itu tidak hanya berguna untuk mendukung kemampuan para produsen eksportir kita untuk keluar, tapi juga mendukung kebutuhan industri di dalam negeri. Kalau yang sifatnya bahan baku. Itu kan bahan baku semua, kan nggak mungkin kita minum skim milk,” terang dia.

    Djatmiko menekankan bahwa susu impor, terutama skim milk powder, merupakan kebutuhan vital industri susu nasional.

    “Kita tidak pernah impor susu segar. Jadi, skim milk itu 100% bahan baku industri, bukan untuk konsumsi langsung,” pungkasnya.

    (dce)

  • Benny Mamoto Kritik Dewas KPK yang Belum Optimal Cegah Pelanggaran Etik

    Calon Dewas KPK Benny Mamoto Beberkan Alasan KPK Banyak Kalah pada Praperadilan

    Jakarta, Beritasatu.com – Calon Dewan Pengawas (Dewas) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Benny Mamoto membeberkan alasan lembaga antirasuah itu banyak kalah dalam praperadilan kasus dugaan korupsi. Menurut Benny, salah satu penyebabnya adalah karena penyidik KPK tidak profesional. 

    “Dalam hal kekalahan dalam praperadilan, kami mencoba mempelajari satu, satu, satu, kalahnya karena apa, dan sebagainya. Di sana memang kami melihat ada ketidakprofesionalan dari penyidik,” ujar Benny saat menjalani uji kelayakan dan kepatutan atau fit and proper test di Komisi III DPR, gedung DPR, kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (20/11/2024). 

    Selain itu, kata Benny, kekalahan KPK di praperadilan karena kurang koordinasi dengan instansi lain seperti kepolisian dan kejaksaan. Menurut dia, hal tersebut bakal menjadi perhatian dirinya jika terpilih menjadi Dewas KPK.

    “Ini juga cermin kurangnya koordinasi dengan instansi lain, dalam hal ini kejaksaan dan sebagainya sehingga akhirnya kalah dalam praperadilan. Inilah salah satu poin yang nantinya perlu menjadi perhatian, karena saat ini masyarakat lebih berani untuk menggugat, sehingga janganlah nanti kemudian KPK kalah kembali. Perlu profesionalisme kehati-hatian dan sebagainya,” jelas Benny.

    Benny mengaku dirinya lebih sepakat operasi tangkap tangan atau OTT tetap diberlakukan. Pasalnya, dengan OTT, unsur pidananya sudah lengkap mulai dari saksi, pelaku, dan barang bukti sehingga bisa mudah mengungkap dan mengembangkan kasus korupsi.

    “Dari pengamatan saya, KPK mengandalkan OTT karena OTT itu sudah lengkap. Dari saksi, pelaku, barang bukti, semua sudah lengkap sehingga pembuktiannya mudah, baru kemudian dikembangkan untuk nanti siapa-siapa saja yang terlibat di dalam jejaringnya,” jelas Benny.

    Bahkan, kata Benny, dengan OTT, potensi KPK di praperadilan makin kecil. “Kekalahan KPK dalam praperadilan justru pada kasus-kasus yang bukan hasil OTT. Nah ini tentunya muncul pertanyaan sejauh mana kecermatan penyidik sehingga kalah,” pungkas Benny.

  • Respons Ahmad Sahroni Soal Rencana Capim KPK Johanis Tanak Hapus OTT

    Respons Ahmad Sahroni Soal Rencana Capim KPK Johanis Tanak Hapus OTT

    Jakarta, Beritasatu.com – Wakil Ketua Komisi III DPR Ahmad Sahroni merespons soal wacana penghapusan operasi tangkap tangan (OTT) yang digagas oleh calon pimpinan KPK (capim KPK), Johanis Tanak.

    Isu seputar OTT kembali muncul seusai capim KPK Johanis Tanak mengungkapkan akan menghentikan kegiatan tersebut jika terpilih menjadi ketua KPK. 

    Dikatakan Sahroni, gagasan tersebut masih sebatas wacana yang diutarkan oleh calon pimpinan KPK saat fit and proper test.

    “Nah itu kan upaya penyampaian para calon. Menurut saya itu bagian dari skenarionya dia pada kalau menjadi pimpinan KPK,” kata Sahroni saat ditemui di Komisi III DPR, kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu, (20/11/2024).

    Meski demikian, bendahara Partai Nasdem itu menekankan agar OTT jangan dijadikan sebagai bahan mainan bagi penegak hukum untuk sebatas publikasi dalam penindakan korupsi. 

    Lebih lanjut, Sahroni berharap agar OTT dilakukan sesuai prosedur hukum yang berlaku dan tidak boleh disalahgunakan.

    “Kita berharap kegiatan ini memang OTT yang sebenarnya bukan buatan dari perangkat,” tutupnya.

    Diketahui, calon pimpinan KPK 2024-2029 Johanis Tanak menegaskan OTT tidak pas dan tidak tepat dilakukan KPK. Menurut dia, istilah operasi menurut kamus besar bahasa Indonesia (KBBI) adalah penanganan yang dilakukan dokter dengan berbagai persiapan yang sudah matang.

    “OTT menurut hemat saya kurang (pas) mohon izin, walaupun saya pimpinan, saya harus mengikuti. Berdasarkan pemahaman saya, OTT itu sendiri tidak pas, tidak tepat,” ujar Tanak saat menjalani uji kelayakan dan kepatutan atau fit and proper test di Komisi III DPR, gedung DPR, kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (19/11/2024).

    Lebih lanjut, Tanak berjanji bakal menghapus OTT apabila ia menjadi ketua KPK periode 2024-2029. Menurutnya, operasi itu tak sesuai KUHP.

  • Calon Dewas KPK Mirwazi Sebut Ego Sektoral Penyebab Kisruh antara Pimpinan dan Dewas KPK

    Calon Dewas KPK Mirwazi Sebut Ego Sektoral Penyebab Kisruh antara Pimpinan dan Dewas KPK

    Jakarta, Beritasatu.com – Calon Dewas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Mirwazi menilai faktor ego sektoral menyebabkan miskomunikasi yang berujung pada kekisruhan antara pimpinan KPK dan dewas selama periode 2019-2024. 

    Hal tersebut ia sampaikan saat fit and proper test atau kelayakan dan kepatutan alias di Komisi III DPR, kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (20/11/2024).

    “Kenapa terjadi miskomunikasi antara dewas dengan pimpinan KPK? Ini kemarin mungkin banyak terjadi ego sektoral Pak,” kata Mirwazi di hadapan anggota Komisi III DPR.

    Mirwazi menjelaskan, ego sektoral terjadi karena Dewas KPK merasa memiliki kewenangan untuk melakukan pengawasan penuh dalam penanganan suatu perkara hingga ke tahap penyidikan. 

    Sementara itu, di sisi lain pimpinan KPK juga menganggap memiliki jabatan yang paling kuat, salah satunya karena memegang anggaran di lembaga antirasuah tersebut.

    “Dewas merasa dia harus mengawasi sampai ke dalamnya penyidikan, sedangkan pimpinan KPK merasa dia paling hebat, aku paling jago, aku pimpinannya, aku yang pegang anggarannya,” ujarnya. 

    Untuk menyelesaikan miskomunikasi ini, menurut Mirwazi perlu duduk bersama antara komisioner dan Dewas KPK. Tujuannya untuk membuat aturan bersama guna menjaga dan membawa KPK lebih bijaksana.

    “Ini yang akan kita bentuk ke depan ini, duduk bersama membuat aturan-aturan bersama untuk menjaga KPK yang lebih bijaksana dalam menangani kasus korupsi, yang diharapkan masyarakat bahwa KPK bisa menangani korupsi yang lebih bagus dan bijaksana,” tutupnya.

    Diketahui, Komisi III DPR, hari ini mulai melakukan uji kelayakan dan kepatutan alias fit and proper test terhadap 10 calon dewan pengawas KPK di gedung DPR, kompleks parlemen, Senayan, Jakarta. Selasa (19/11/2024), DPR telah merampungkan uji kelayakan terhadap 10 calon pimpinan KPK.

    Uji kelayakan dan kepatutan calon Dewas KPK dijadwalkan digelar hingga Kamis (21/11/2024). Selain Mirwazi, sembilan calon Dewas KPK yang ikut menjalani fit and proper test adalah Elly Fariani, Wisnu Baroto, Benny Jozua Mamoto, Gusrizal, Sumpeno, Chisca Mirawati, Hamdi Hassyarbaini, Heru Kreshna Reza, dan Iskandar MZ.

  • Pimpinan KPK Tegaskan OTT Mustahil Dihapuskan

    Pimpinan KPK Tegaskan OTT Mustahil Dihapuskan

    Jakarta, Beritasatu.com – Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Alexander Marwata menegaskan operasi tangkap tangan (OTT) mustahil dihapuskan. Hal itu mengingat kegiatan penindakan tersebut telah diatur dalam undang-undang (UU).

    Namun, Alex menyebut OTT KPK memang tidak disebutkan secara spesifik dalam kitab undang-undang hukum acara pidana (KUHAP). KUHAP hanya menyebutkan seputar tertangkap tangan. Menurutnya, hanya istilahnya yang dapat dihapus tetapi tidak untuk penindakannya.

    “Istilah OTT itu emang enggak ada di KUHAP, adanya tertangkap tangan, kan begitu. Kalau tertangkap tangan enggak mungkin dihapuskan karena itu diatur dalam undang-undang. Cuma istilah saja mungkin,” kata Alex di gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Rabu (20/11/2024).

    Istilah OTT juga tidak disebutkan secara gamblang dalam UU KPK. Alex menekankan KPK hanya diperintah untuk melakukan penyelidikan, penyidikan, penuntutan, dan eksekusi. Tangkap tangan menurutnya adalah bagian dari penindakan.

    “Kegiatan tangkap tangan itu kan bagian dari penindakan, gitu loh. Jadi saya kira enggak akan. Mungkin lebih selektif bisa,” ujar Alex.

    Sebalumnya, calon pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) 2024-2029 Johanis Tanak menegaskan OTT tidak pas dan tidak tepat dilakukan KPK. Menurut dia, istilah operasi menurut KBBI (kamus besar bahasa Indonesia) adalah penanganan yang dilakukan dokter dengan berbagai persiapan yang sudah matang.

    “OTT menurut hemat saya kurang (pas) mohon izin, walaupun saya pimpinan, saya harus mengikuti tetapi berdasarkan pemahaman saya, OTT itu sendiri tidak pas, tidak tepat,” ujar Tanak saat menjalani uji kelayakan dan kepatutan atau fit and proper test di Komisi III DPR, gedung DPR, kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (19/11/2024).

    Lebih lanjut, Tanak berjanji bakal menghapus OTT apabila ia menjadi ketua KPK periode 2024-2029. Menurutnya, operasi itu tak sesuai KUHP.

  • Menhum Supratman Sebut Prabowo Tak Beri Tenggat Waktu untuk Terbitkan Keppres IKN

    Menhum Supratman Sebut Prabowo Tak Beri Tenggat Waktu untuk Terbitkan Keppres IKN

    Bisnis.com, Jakarta – Menteri Hukum Supratman Andi Agtas menegaskan komitmen Presiden Prabowo Subianto dalam menyelesaikan pemindahan ibu kota Republik Indonesia dari DKI Jakarta ke Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara.

    Namun, dalam penyelesaian tersebut, Supratman menyampaikan bahwa Presiden Prabowo tidak terikat oleh tenggat waktu dalam menandatangani keputusan presiden atau Keppres pemindahan ibu kota ke IKN.

    “Soal deadline-nya [Keppres pemindahan ibu kota], karena pak Presiden Prabowo menginginkan seluruh sarana dan prasarana dasar ya, baik itu legislatif, kemudian eksekutif, dan yudikatifnya terpenuhi [di IKN]. Itu aja, nah sekarang kita kan lihat politik anggarannya ke depan,” ujarnya di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta Pusat, pada Selasa (19/11/2024).

    Supratman menambahkan, dalam waktu dekat ini, Presiden Prabowo ingin proses pembangunan gedung DPR/MPR/DPD bisa segera dilakukan. 

    Tak hanya itu, Prabowo ingin gedung Mahkamah Agung (MA) dan Mahkamah Konstitusi (MK) juga segera dibangun, karena itu sebagai tiga pilar kekuasaan dalam sistem pemerintahan Indonesia.

    Dengan demikian, lanjut eks Ketua Baleg DPR ini, sudah tidak ada masalah apapun, bahkan sekarang pembangunan gedung untuk beberapa kementerian dan apartemen untuk tempat tinggalnya sedang dikebut hingga tahap penyelesaian.

    “Jadi prinsipnya bukan soal dikasih target kapan, kan pemerintah yang akan mengukur kapan ketiga lembaga itu bisa berkantor, termasuk untuk tempat tinggalnya,” ujarnya.

    Lebih lanjut, dia mengemukakan bahwa revisi Undang-Undang (UU) tentang Daerah Khusus Jakarta (DKJ) akan berlaku seusai Presiden menerbitkan Keppres pemindahan ibu kota. Selama itu belum, maka Jakarta masih menjadi ibu kota Republik Indonesia.

    “Di Undang-undang itu sudah jelas dinyatakan Undang2 tentang DKJ itu akan berlaku setelah keputusan presiden menyangkut pemindahan ibu kota selesai ditandatangan. Nggak ada debatable lagi, jadi hari ini ibu kota kita masih tetap di Jakarta dan namanya masih juga daerah khusus ibu kota Jakarta,” tandasnya.