Bonceng 3 dan Diduga Mabuk, Remaja Putri Tewas Usai Tabrak Tiang Besi
Editor
BOYOLALI, KOMPAS.com
– Tiga
remaja putri
yang berbonceng tiga mengalami
kecelakaan tunggal
di di jalan raya Solo-Selo-Borobudur (SSB), Senin dini hari (13/1/2025).
Satu dinyatakan meninggal dunia dan 2 lainnya mengalami luka-luka.
Dikutip dari
Tribunnews.com,
tiga remaja berinisial MY (14) dan VS (16) serta LN (11) yang mengendarai Honda Scoopy itu menghantam sebuah tiang penerangan jalan umum (PJU) yang ada di Dukuh Tegalrejo, Desa Winong, Kecamatan Boyolali.
Kanit Gakkum Satlantas Polres Boyolali, Iptu Budi Purnomo mengatakan, korban di bawah pengaruh alkohol dan kurang hati-hati saat mengendarai sepeda motor.
“Orang itu pada saat berkendara, (dalam) pengaruh alkohol,” kata Budi, Senin.
Dia mengatakan kecelakaan itu bermula saat korban melaju dari arah timur (Boyolali -Cepogo).
Sesaat sebelum sampai di lokasi kejadian, pengendara motor kehilangan kendali.
Sepeda motor Honda Scoopy H 6614 AMC itu pun kemudian oleng ke kanan.
Tiga remaja putri itu pun kemudian menghantam besi tiang PJU.
Akibat kejadian ini, LN mengalami luka pada bagian kepala. Warga Kecamatan Tenggaran, Kabupaten Semarang itu meninggal dunia di RSUD Pandan Arang.
Sementara, MY yang juga warga Kecamatan Tenggaran, Kabupaten Semarang mengalami luka ringan. Begitu juga dengan korban VS yang merupakan warga Desa Mliwis, Kecamatan Cepogo, juga mengalami luka ringan.
Diketahui, tiang PJU itu hanya berjarak beberapa sentimeter dengan garis jalan. Tiang itu pun berada ditengah-tengah Berem cor jalan.
Semula tiang itu memang berada di pinggir jalan yang cukup aman bagi pengendara. Namun setelah adanya pelebaran jalan, tiang itu pun akhirnya mepet dengan badan jalan.
Kepala Dishub Boyolali, Arief Wardianta akan segera melakukan asesmen terkait keberadaan tiang PJU itu.
“Nanti kalau memang harus diundurke (dimundurkan), kita undurkan,” ujarnya.
Pihaknya juga akan berkoordinasi dengan Dishub Provinsi Jateng terkait PJU tersebut.
Karena memang, jalur SSB ini merupakan jalan provinsi sehingga PJUnya juga dipasang oleh Dishub Provinsi. “Kita cek dulu,” pungkasnya
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
Tempat Fasum: Borobudur
-
/data/photo/2024/06/14/666bffe8621d6.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
2 Bonceng 3 dan Diduga Mabuk, Remaja Putri Tewas Usai Tabrak Tiang Besi Regional
-

Viral Kaus Bertuliskan ‘Candi Borobudur Yogyakarta’, Produsen: Tulisan ‘Borobudur Magelang’ Tak Laku – Halaman all
Laporan Reporter Tribun Jogja, Yuwantoro Winduajie
TRIBUNNEWS.COM, MAGELANG – Kaus bergambar Candi Borobudur bertuliskan Yogyakarta masih banyak ditemukan di berbagai lokasi, baik di Magelang, Jawa Tengah maupun di sejumlah destinasi wisata di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY).
Fenomena ini memicu kesalahpahaman, membuat sebagian orang mengira Candi Borobudur terletak di wilayah Yogyakarta, padahal realitanya berada di Kabupaten Magelang, Jawa Tengah.
Keresahan ini pun menjadi perbincangan di media sosial hingga menjadi viral. Menanggapi hal ini, Sudarminto (41) seorang produsen kaus oblong Borobudur, membenarkan bahwa dirinya sering memproduksi kaus bergambar Candi Borobudur dengan tulisan Yogyakarta.
Menurutnya, desain kaus bertuliskan Yogyakarta dengan latar belakang Borobudur mulai marak diproduksi sejak 1997.
Karena di waktu tersebut, oleh-oleh berupa kaus dari Yogyakarta begitu populer. “Kaus Borobudur bertuliskan Yogyakarta itu sudah ada sejak sekitar tahun 1997. Awalnya, pabrik-pabrik di Yogyakarta memproduksi kaus ini karena terinspirasi dari brand (oleh-oleh dan kaus) ternama di Yogyakarta yang booming saat itu,” ujar Sudarminto, Senin (13/1/2025).
Lebih lanjut, tren tersebut muncul juga disebabkan adanya pola paket wisata yang mengintegrasikan Candi Borobudur sebagai bagian dari perjalanan wisata Yogyakarta.
Misalnya ketika ada paket perjalanan wisata di DI Yogyakarta,rute perjalanannya juga menjamah hingga Candi Borobudur di Magelang, Jawa Tengah sementara destinasi lainnya baru terpusat di wilayah Yogyakarta.
“Dulu, wisata itu kan paketan. Borobudur biasanya digabung dengan Prambanan, Malioboro, dan Parangtritis. Jadi wisatawan lebih familiar dengan Borobudur sebagai bagian dari Yogyakarta,” ujarnya.
Upaya untuk mengubah narasi pun sudah dilakukan Sudarminto. Ia pernah mencetak kaos dengan tulisan ‘Borobudur Magelang’. Namun, kurang laris di pasaran.
“Sudah sering saya coba, kaus dengan tulisan Magelang tidak laku. Bahkan dengan desain yang sama, begitu tulisan diganti Magelang, peminatnya berkurang. Mungkin karena wisatawan tahunya Borobudur ada di Yogyakarta,” ujarnya.
Sudarminto menjelaskan bahwa selain bahan dan desain, branding kaus bertuliskan Yogyakarta dianggap lebih memiliki daya tarik tersendiri di mata wisatawan.
Oleh karena itu, meski Candi Borobudur jelas-jelas terletak di Magelang, kaus bertuliskan Yogyakarta masih mendominasi pasar oleh-oleh.
“Ini sudah jadi kebiasaan. Wisatawan cari oleh-oleh khas Yogyakarta jadi kaus ini tetap dicetak dengan tulisan Yogyakarta,” tuturnya.
Legal Group Head InJourney Destination Management (IDM), Destantiana Nurina, menyebut jika peredaran kaus bertuliskan Yogyakarta dengan latar belakang Candi Borobudur diproduksi oleh konveksi kaus, bukan pihaknya.
Kaus tersebut juga sempat dijajakan para pedagang di Borobudur namun masalah tersebut telah diperbaiki oleh para pedagang khususnya di Kampung Seni Borobudur.
“Itu sudah diperbaiki oleh teman-teman pedagang. Waktu itu memang ada, tapi sekarang sudah tidak ada. Ini bentuk kesadaran bersama antara pedagang, pengunjung, dan kami sebagai pengelola. Karena selama ini ada kesalahpahaman, orang mengira Borobudur berada di Yogyakarta. Maka, kami luruskan bahwa Borobudur itu berada di Magelang,” ujarnya.
-
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/1699605/original/088295700_1504520908-candi_1.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
3 Mitos Sejarah yang Terjadi di Indonesia
Liputan6.com, Yogyakarta – Indonesia, dengan kekayaan sejarah dan budaya yang begitu melimpah, tak luput dari upaya pemalsuan sejarah yang bertujuan untuk kepentingan tertentu. Sejak masa penjajahan hingga era digital, sejarah Indonesia kerap kali direkayasa dan diputarbalikkan, menciptakan narasi-narasi palsu yang menyesatkan.
Pemalsuan sejarah di Indonesia bukan sekadar permainan kata, melainkan upaya sistematis untuk mengaburkan kebenaran, menghakimi masa lalu, dan bahkan memanipulasi identitas nasional.
Dari peristiwa besar seperti Perang Kemerdekaan hingga peristiwa kecil dalam kehidupan sehari-hari, semuanya rentan terhadap distorsi dan pemalsuan sejarah. Motif di balik pemalsuan sejarah di Indonesia sangat beragam, mulai dari kepentingan politik, ekonomi, hingga upaya untuk membangun legitimasi kekuasaan.
1. Candi Borobudur
Candi Borobudur, meskipun tak termasuk dalam daftar 7 Keajaiban Dunia, diakui dunia sebagai warisan budaya yang tak ternilai. Daftar 7 Keajaiban Dunia yang ada saat ini dibuat ribuan tahun lalu, jauh sebelum Candi Borobudur dibangun pada abad ke-8 Masehi.
Upaya penobatan 7 Keajaiban Dunia Baru pun tidak memasukkan Candi Borobudur dalam daftarnya. Namun, UNESCO telah mengakui keistimewaan Candi Borobudur dengan menetapkan situs ini sebagai warisan dunia pada tahun 1991.
Keputusan ini didasarkan pada nilai-nilai universal yang terkandung dalam Candi Borobudur, seperti nilai estetika, budaya, seni, arsitektur, dan spiritual. Sebagai monumen Buddha terbesar di dunia, Candi Borobudur menyajikan perpaduan unik antara stupa, candi, dan simbolisme gunung yang memukau.
2. Penjajah tak tahu gold, glory, gospel, karena itu hanya peristilahan dari Indonesia
Mengutip dari buku Hystory of Western Philosophy karya Russel Betrand, semboyan 3G, yaitu gold (kekayaan), glory (kejayaan), dan gospel (agama), merupakan kebijakan yang dikeluarkan oleh Paus Alexander VI dari Vatikan. Semboyan ini menjadi motivasi bangsa Eropa untuk melakukan penjelajahan samudra dan imperialisme.
Semboyan 3G ini menjadi faktor pendorong bangsa Eropa untuk melakukan penjelajahan samudra ke berbagai tempat, termasuk Indonesia. Kedatangan bangsa Eropa ke Indonesia membawa dampak yang besar, seperti perubahan wajah Indonesia dan sejarah dunia.
Pemahaman tentang 3G di Indonesia berbeda. Masyarakat menngira bahwa semboyan tersebut berasal dari para penjajah, melainkan dari Paus Alexander VI dari Vatikan.
3. Indonesia Dijajah 350 Tahun
Pernyataan bahwa Indonesia dijajah Belanda selama 350 tahun adalah mitos. Menurut para ahli sejarah, seperti G.J Resink, penjajahan Belanda di Indonesia tidak berlangsung selama 350 tahun, melainkan hanya sekitar 40–50 tahun.
Menurut Jurnal Widya Winayata: Jurnal Pendidikan Sejarah, Belanda pertama kali tiba di Nusantara pada 22 Juni 1596, namun ekspedisi ini tidak bertujuan untuk menjajah. Penjajahan Belanda secara langsung baru dimulai pada abad ke-19, setelah VOC dibubarkan dan dibentuknya pemerintah kolonial Hindia Belanda.
Belanda baru bisa menguasai seluruh wilayah Indonesia pada tahun 1912, dengan pengecualian Timor Timur yang dikuasai oleh Portugis. Penjajahan Belanda di Indonesia tidak berjalan mulus karena banyak perlawanan yang terjadi di berbagai daerah.
Pernyataan bahwa Indonesia dijajah Belanda selama 350 tahun dipopulerkan oleh politisi Belanda dan buku-buku pelajaran sekolah kolonial. Pernyataan ini semakin kuat dipercaya sebagai kebenaran sejarah ketika Sukarno dan para pejabat juga politisi kerap menggunakannya dalam pidato-pidato.
Penulis: Ade Yofi Faidzun
-

Bamsoet Ingatkan Implikasi Putusan MK Dihapusnya Presidential Threshold
Jakarta –
Anggota Komisi III DPR RI sekaligus Wakil Ketua Umum Partai Golkar Bambang Soesatyo mengingatkan keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) No. 62/PUU-XXII/2024 terkait penghapusan presidential threshold membawa implikasi yang kompleks bagi dinamika politik Indonesia. Di satu sisi, keputusan MK memberikan kesempatan lebih besar bagi partai politik untuk berpartisipasi dalam pemilihan presiden (Pilpres) dengan bertambahnya jumlah pasangan calon yang akan bertarung dalam kontestasi Pemilu.
Namun, bertambahnya jumlah pasangan calon presiden tidak selalu menjadi pertanda positif. Ada risiko fragmentasi politik, polarisasi, tingginya biaya politik dan munculnya calon berkualitas rendah menjadi tantangan yang nyata. Perlu dicarikan strategi yang tepat untuk menghindari terlalu banyaknya pasangan calon presiden, namun dengan kualitas yang rendah dan agenda politik yang sempit.
“Pasal 6A ayat 1 UUD NRI 1945 menyebutkan presiden dan wakil presiden dipilih dalam satu pasangan secara langsung oleh rakyat. Ayat 2 disebutkan pasangan calon presiden dan wakil presiden diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilihan umum sebelum pelaksanaan pemilihan umum. Artinya, konsekwensi penghapusan presidential threshold bisa diatur dengan pembatasan minimal dan maksimal gabungan (koalisi) partai politik pengusul capres/cawapres, untuk menghindari hanya dua pasang calon maupun dominasi koalisi partai politik pengusul capres/cawapres,” ujar Bamsoet dalam keterangannya, Kamis (9/1/2025).
Ketua MPR RI ke-15 dan Ketua DPR RI ke-20 ini menjelaskan, sebelum dianulir MK, aturan presidential threshold mengharuskan partai politik atau gabungan partai politik untuk memenuhi ambang batas tertentu, yaitu 20% kursi di DPR atau 25% suara sah nasional, sebagai syarat untuk mengusulkan pasangan calon presiden.
Dengan dihapuskannya presidential threshold, setiap partai politik kini memiliki kesempatan yang sama untuk mencalonkan pasangan calon presiden. “Hal ini berpotensi memicu munculnya banyak calon presiden pada Pilpres mendatang. Hasil Pemilu 2024 mencatat 8 partai politik yang memperoleh kursi di DPR dan 10 partai politik tanpa kursi di DPR. Dengan penghapusan presidential threshold, diperkirakan jumlah pasangan calon presiden bisa meningkat dari tiga pasangan di Pilpres 2024, menjadi lebih dari empat atau bahkan enam pasangan pada Pilpres 2029,” urai Bamsoet.
Ketua Komisi III DPR RI ke-7 dan Wakil Ketua Umum KADIN Indonesia ini menjelaskan, peningkatan jumlah kandidat capres tidak selalu menjadi indikasi positif bagi demokrasi. Pengalaman di berbagai negara menunjukkan bahwa banyaknya kandidat capres yang muncul sering kali disertai dengan latar belakang politik yang kurang matang, visi misi yang terbatas, serta keterwakilan politik yang tidak proporsional. Sebagai contoh, dalam pemilu presiden Brasil tahun 2018 terdapat 13 kandidat yang bertarung. Hasilnya munculnya banyak calon presiden dengan pengalaman politik yang minimalis, serta menciptakan kebingungan di kalangan pemilih yang mencari figur pemimpin yang kredibel.
Dosen tetap pascasarjana (S3) Ilmu Hukum Universitas Borobudur, Universitas Jayabaya dan Universitas Pertahanan (Unhan) ini memaparkan, peningkatan jumlah calon presiden juga dapat memicu risiko polarisasi di masyarakat. Indonesia yang memiliki keragaman etnis dan budaya, rentan terhadap perpecahan jika tidak dikelola dengan baik. Polarisasi dapat terjadi antara pendukung berbagai calon presiden yang pada gilirannya dapat memperburuk kohesi sosial.
Data dari lembaga survei menunjukkan bahwa tingkat polarisasi di Indonesia telah meningkat dalam beberapa tahun terakhir. Menurut lembaga riset LSI, data pada tahun 2023 menunjukkan sekitar 42% responden merasa bahwa politik di Indonesia semakin terbagi dalam dua kubu yang saling berlawanan. Dengan lebih banyaknya pasangan calon, kecenderungan ini dapat meningkat lebih lanjut.
Wakil Ketua Umum Pemuda Pancasila dan Wakil Ketua Umum FKPPI ini menambahkan, untuk mengatasi dampak negatif dari penghapusan presidential threshold, perlu ada langkah-langkah strategis. Pemerintah bersama DPR harus memperkuat regulasi dalam Pemilu, menciptakan standar kualitas bagi calon presiden, dan memastikan transparansi dana kampanye. Edukasi politik bagi masyarakat sangat diperlukan untuk memastikan pemilih dapat melakukan pemilihan dengan cerdas, memilih berdasarkan kualitas dan visi misi calon, bukan sekadar popularitas.
“Tidak kalah penting perlu adanya peningkatan kapasitas partai politik dalam mengedukasi kader mereka mengenai pentingnya integritas dan kualitas kepemimpinan. Pelatihan dan pembinaan kader bisa membantu menyeleksi calon presiden yang lebih berkualitas guna meningkatkan daya saing dan kemampuan mereka di untuk memimpin bangsa dan negara Indonesia,” pungkas Bamsoet.
(prf/ega)
-
Awal Tahun Penuh Kejutan: Tiga Candi Sambut Wisatawan dengan Tradisi Unik
Liputan6.com, Yogyakarta – Momen awal tahun di kawasan wisata candi ternama Indonesia menjadi istimewa. Pada 1 Januari 2025, pengunjung pertama di Candi Prambanan, Keraton Ratu Boko, dan Borobudur mendapat sambutan spesial berupa hiburan tradisional serta hadiah menarik.
Kegiatan yang digagas oleh InJourney Destination Management ini menjadi bagian dari tradisi tahunan dalam menyambut optimisme pariwisata Indonesia. Direktur Keuangan dan Manajemen Risiko InJourney, Joel Siahaan, menyebut tradisi ini sebagai bentuk penghormatan dan promosi pariwisata yang berkelanjutan. “Ini bukan sekadar seremonial, tetapi pengalaman unik untuk menanamkan kesadaran menjaga warisan budaya bagi generasi mendatang,” ujar Joel.
Di Candi Prambanan dan Keraton Ratu Boko, pengunjung pertama disambut langsung oleh Joel Siahaan bersama General Manager Prambanan & Ratu Boko, Ratno Timur. Sementara itu, di Candi Borobudur, penyambutan dilakukan oleh Direktur Taman Wisata Borobudur, Mardijono Nugroho, didampingi GM Borobudur, AY Suhartanto. Para petinggi ini tampil memukau dengan mengenakan pakaian adat Jawa, menambahkan nuansa tradisional pada momen tersebut.
Acara dimulai dengan pengalungan kain tenun sebagai simbol penghormatan budaya lokal. Diiringi kesenian tradisional, suasana semakin semarak. Di Prambanan, tarian Prajurit Bregodo memukau penonton, sementara di Keraton Ratu Boko, Tarian Punakawan diiringi musik Srandul memeriahkan pagi. Di Borobudur, pengunjung disuguhkan Kirab Budaya lengkap dengan delman.
Tidak hanya itu, acara ditutup dengan penanaman pohon Bungur, simbol keberlanjutan dan harapan atas masa depan yang lebih hijau. Joel menambahkan, “Kami ingin wisatawan ikut berkontribusi pada pelestarian alam sebagai bagian dari perjalanan mereka.”
Kesan Wisatawan
Tradisi ini meninggalkan kesan mendalam bagi para pengunjung. Sugeng Priyono, wisatawan asal Sumatera Utara, merasa bangga mengenalkan budaya Indonesia kepada anak-anaknya melalui kunjungannya ke Candi Prambanan. Sementara itu, Supriyono, asal Ngawi, menyebut momen penyambutan ini sebagai pengalaman yang tak terlupakan. “Kami merasa sangat dihargai, dan ini membuat kami ingin kembali lagi,” ujarnya.
Melalui acara ini, InJourney Destination Management menunjukkan keseriusan dalam mengintegrasikan budaya, seni, sejarah, dan pelestarian alam. Dengan dukungan peningkatan kualitas layanan dan fasilitas, kawasan wisata candi dikelola untuk menjadi destinasi pariwisata, edukasi, dan spiritualitas kelas dunia.
-

Candi Prambanan Sambut Pengunjung dengan Pengalungan Kain Tenun dan Pertunjukan Prajurit
Yogyakarta, Beritasatu.com – InJourney Destination Management memulai 2025 dengan penuh optimisme melalui penyambutan pengunjung pertama di berbagai destinasi, seperti Taman Wisata Candi Borobudur, Candi Prambanan, Keraton Ratu Boko, serta Theater dan Pentas Ramayana.
Tradisi ini bukan hanya simbol penghormatan, tetapi juga upaya untuk mengangkat kekayaan budaya dan alam Indonesia, sekaligus mempromosikan pariwisata yang berkualitas dan berkelanjutan. Di Candi Prambanan dan Keraton Ratu Boko, pengunjung disambut langsung oleh pengelola dengan mengenakan pakaian adat Jawa.
“Penyambutan ini lebih dari sekadar seremonial, ini adalah cara kami untuk memberikan pengalaman unik dan memperkaya pemahaman wisatawan mengenai pentingnya menjaga warisan budaya untuk generasi mendatang,” ujar Direktur Keuangan dan Manajemen Risiko InJourney Destination Management, Joel Siahaan dalam wawancara dengan Beritasatu.com pada Rabu (1/1/2025).
Proses penyambutan dimulai dengan pengalungan kain tenun sebagai simbol kehangatan dan penghargaan terhadap budaya lokal yang memiliki kualitas global.
Suasana semakin meriah dengan penampilan kesenian tradisional, seperti Prajurit Bregodo di Candi Prambanan, Tarian Punakawan dengan musik tradisional Srandul di Keraton Ratu Boko, serta Kirab Budaya dengan delman di Borobudur.
Sebagai bagian dari harapan untuk kelestarian alam dan budaya, acara ditutup dengan aksi penanaman pohon bungur bersama-sama.
“Penanaman pohon ini melambangkan pertumbuhan dan keberlanjutan, serta mengajak setiap wisatawan untuk berkontribusi pada masa depan yang lebih hijau dan terjaga,” tambah Joel Siahaan.
Candi Prambanan sambut pengunjung pertama dengan TRADISI PENGALUNGAN KAIN TENUN dan pertunjukan Prajurit Bregodo. – (Beritasatu.com/Olena Wibisana)
Pengalaman ini tentunya menjadi momen yang tak terlupakan bagi wisatawan pertama di tahun ini.
Salah seorang pengunjung Candi Prambanan mengungkapkan, tujuan mereka datang adalah untuk mengenalkan sejarah kepada anak-anak, dan sambutan hangat ini menjadi pengalaman yang sangat berkesan.
“Kami merasa sangat dihargai dan senang dengan penyambutan ini, dan berharap dapat kembali berkunjung,” kata Sugeng Priyono, pengunjung asal Sumatera Utara.
Dengan menggabungkan seni, budaya, sejarah, dan kelestarian alam, seperti kemegahan Candi Prambanan, serta didukung dengan peningkatan kualitas layanan dan fasilitas, pihaknya menunjukkan komitmennya untuk menjadikan kawasan destinasi yang dikelola menjadi tujuan pariwisata, edukasi, dan spiritualitas kelas dunia.
-

Pengunjung Candi Borobudur ditargetkan mencapai 1,7 juta pada 2025
Kita rata-rata bisa 10.000 wisatawan per hari pada masa libur Natal dan tahun baru
Magelang (ANTARA) – Pengunjung Candi Borobudur di Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, ditargetkan mencapai 1,7 juta pada 2025, kata Direktur Taman Wisata Borobudur (TWB) Mardijono Nugroho.
“Tujuannya tidak hanya ke Candi Borobudur, tetapi ke kawasan juga karena kita ditugaskan untuk mengembangkan zona 3 seperti kita ketahui ada Kampung Seni Borobudur ,” kata Mardijono Nugroho di Magelang, Rabu.
Ia menyampaikan hal tersebut usai memberikan suvenir kepada lima pengunjung pertama Candi Borobudur pada tahun 2025.
Ke depan, katanya, pihaknya juga akan mengembangkan zona 4 dan zona 5 supaya Candi Borobudur bisa dinikmati dari kawasan tersebut.
Ia menyampaikan pada kunjungan libur Natal 2024 dan Tahun Baru 2025 tertinggi di angka 11.000 orang pada tanggal 29 Desember 2024.
“Kita rata-rata bisa 10.000 wisatawan per hari pada masa libur Natal dan tahun baru,” katanya.
Menurut dia, target jumlah pengunjung pada 2024 sebanyak 1,5 juta pengunjung, tetapi hanya bisa tercapai 1,3 juta pengunjung atau hampir 90 persen.
Ia menyampaikan dari sekitar 1,3 juta pengunjung Borobudur, ada wisman tahun ini sekitar 200 ribu .
“Sekali lagi beberapa faktor mungkin yang perlu kita bangun adalah semangat kebersamaan, semangat bahwa salah satu ukuran destinasi prioritas adalah kita membangun, memanfaatkan, memberdayakan, kawasan termasuk membangun ekonomi lokal di kawasan ini,” katanya.
Pewarta: Heru Suyitno
Editor: Agus Salim
Copyright © ANTARA 2025


