Tempat Fasum: Borobudur

  • Alasan Sri Mulyani Tak Setuju Tarif Pajak Flat Berlaku di RI

    Alasan Sri Mulyani Tak Setuju Tarif Pajak Flat Berlaku di RI

    Jakarta, CNBC Indonesia – Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati silang pendapat dengan ekonom AS pencetus Laffer Curve, yakni Arthur Laffer tentang penerapan prinsip pajak low-rate, broad-based, dan flat tax.

    Menurut Laffer, kemakmuran bisa terjadi bila negara menerapkan tarif pajak rendah yang berlaku luas tanpa banyak pengecualian. Baginya, pajak seharusnya menjadi alat netral untuk membiayai negara, bukan untuk merekayasa distribusi kekayaan.

    Sementara itu, Sri Mulyani berpendapat penerapan tarif pajak progresif di Indonesia seperti pajak penghasilan atau PPh yang memiliki lima lapisan tarif lebih adil. Sebab, antara masyarakat berpenghasilan tinggi dengan yang rendah tentu pungutan pajaknya harus dibedakan.

    “Saya tanya sama audience di sini, kalau yang sangat kaya dengan yang pendapatannya hanya di UMR, bayar pajaknya sama, setuju enggak?,” kata Sri Mulyani dalam acara CNBC Indonesia Economic Update 2025 di Hotel Borobudur, Jakarta, dikutip Kamis (19/6/2025).

    “Saya hampir yakin semua bilang enggak setuju,” tegas Sri Mulyani.

    Sri Mulyani mengatakan di hadapan Laffer bahwa Indonesia membedakan tarif PPh sesuai dengan penghasilan wajib pajak. Lapisan tarif paling rendah 5% untuk penghasilan sampai Rp 60 juta per tahun, sedangkan paling tinggi 35% untuk wajib pajak berpenghasilan di atas Rp 5 miliar per tahun.

    “Berbeda banget dengan yang di-advocate Pak Arthur Laffer karena kita yang pendapatannya di atas Rp 5 miliar dengan yang pendapatannya Rp 60 juta rupiah per tahun, ya harusnya rate-nya beda, itu asas keadilan, distribusi,” ucap Sri Mulyani.

    Dengan begitu, Sri Mulyani lebih condong mendukung sistem pajak progresif yang mencerminkan fungsi distribusi keadilan sosial. Indonesia menerapkan lima lapisan tarif (5%-35%) untuk membiayai layanan dasar seperti pendidikan dan kesehatan, terutama bagi kelompok rentan.

    (arj/haa)

    [Gambas:Video CNBC]

  • Warga RI Doyan Simpan Emas di Bawah Bantal, Jumlahnya Capai 1.800 Ton

    Warga RI Doyan Simpan Emas di Bawah Bantal, Jumlahnya Capai 1.800 Ton

    Jakarta, CNBC Indonesia – Ada Fakta menarik bahwa masyarakat Indonesia masih senang menyimpan kekayaannya secara konvensional. McKinsey & Company bahkan mencatat, bahwa ada 1.800 ton emas yang disimpan di “bawah bantal”.

    Hal ini diungkapkan, Deputi bidang Koordinasi Pengelolaan dan Pengembangan Usaha Badan Usaha Milik Negara, Kementerian Koordinator bidang Perekonomian, Ferry Irawan, dalam acara CNBC Indonesia Economic Update 2025, di Hotel Borobudur, Jakarta, Rabu (18/6/2025).

    “Target kita di catatan McKinsey itu ada sekitar 1.800 ton dalam tanda kutip di bawah bantal ini kita harapkan masuk dalam sistem kita, melalui bank Bullion, yang kita harapkan bisa kita putar ke ekonomi kita,” kata Ferry, saat memberikan sambutan.

    Ferry mengatakan bahwa diharapkan emas yang dimiliki masyarakat itu bisa masuk dalam ekosistem bank bullion. Supaya bisa juga turut serta berperan dalam ekonomi Indonesia.

    Ferry juga mengatakan setidaknya sampai saat ini kegiatan simpan emas di perbankan atau bullion bank di Indonesia saat ini terus berkembang. Setidaknya sampai 31 Mei sudah ada 20 ton emas yang masuk dalam ekosistem.

    Ferry menjelaskan bahwa pemerintah saat ini tengah mendorong hilirisasi mineral untuk memutar roda ekonomi Indonesia. Ia mencontohkan seperti hasil emas yang dihasilkan oleh Freeport yang biasa diekspor, diharapkan bisa dimanfaatkan di dalam negeri dengan adanya bullion bank.

    “Jadi dari para produsen emas domestik ini kita harapkan bisa masuk ke bank bullion, ini kita harapkan bisa berputar di ekonomi kita. Realisasinya per 31 Mei itu. OJK sudah beri layanan kepada Pegadaian dan BSI. Sampai 31 Mei ada sekitar 20 ton emas yang masuk sistem ekonomi kita, yang diharapkan bisa berputar, apakah bentuknya pinjaman, trading, dan seterusnya” kata Ferry.

    (pgr/pgr)

    [Gambas:Video CNBC]

  • Sri Mulyani ‘Bingung’ WTO Letoy

    Sri Mulyani ‘Bingung’ WTO Letoy

       

    Oleh: Sefdin Alamsyah*

    MENTERI Keuangan Sri Mulyani menyebut Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) sangat tidak berguna di era sekarang. Itu dikatakan perempuan berdarah Kebumen yang lahir di Lampung itu, dalam forum CNBC Economic Update 2025 di Hotel Borobudur, Jakarta Pusat, Rabu 18 Juni 2025, yang dilansir banyak media.

    “Hari ini negara-negara besar tidak mempercayai lembaga multilateral karena merasa tidak terwadahi interest-nya. Sehingga negara-negara yang kuat merasa; ‘That I have to solve my own problem, without using those multilateral institution’,” tegas Ani.

    Masih kata Ani, saat ini era sudah bergeser ke unilateral. Ini utamanya terjadi imbas Amerika Serikat (AS) yang selalu merasa sebagai korban globalisasi. Padahal, lanjut Ani, WTO dan organisasi global lain awalnya dibentuk oleh AS bersama negara G7.

    Ani juga menyinggung negara di dunia sekarang lebih memilih mengamankan kepentingan masing-masing. Ini yang akhirnya melanggengkan persaingan politik, ideologi, militer, keamanan, sampai ekonomi.

    “Coba kita lihat akhir-akhir ini, dalam dua bulan terakhir. Negara terbesar, Amerika Serikat, terkuat, ekonominya terbesar yang merasa menjadi victim dari globalisasi yang merupakan sistem yang diadvokasi oleh Amerika Serikat sendiri,” sambung Ani.

    Pernyataan Ani ini seperti menunjukkan kebingungan. Karena tidak ada teori yang bisa menjawab situasi saat ini. Padahal, teorinya sederhana: Karma. Negara-negara yang dulu mengimpor mazhab pasar bebas, ekonomi neoliberal dan globalisasi sekarang sedang terkena karmanya sendiri.

    AS sekarang APBN-nya suffering. Karena harus menanggung biaya social safety net yang begitu besar. Akibat dari industri manufakturnya yang jeblok. Karena perusahaan di AS yang sudah diberi ruang oleh globalisasi melalui model ekonomi pasar bebas, memindahkan pabrik-pabriknya ke Asia-Afrika yang biaya buruhnya lebih murah. 

    Celakanya, hasil keuntungan mereka tidak lagi masuk ke AS. Tapi parkir dan diinvestasikan lagi di beberapa negara di luar AS. Hasilnya? Pajak yang masuk ke AS mengecil. Akibatnya: APBN negara Paman Sam itu “keringat dingin”. Karena harus membiayai penduduknya yang menjadi pengangguran dan angkanya meningkat.

    Skenario Trump menggunakan senjata hambatan tarif sejatinya adalah upaya untuk melakukan Reshoring. Untuk memindahkan kembali operasi produksi perusahaan AS dari luar negeri ke AS. Tapi rupanya doktrin ekonomi liberal dan globalisasi lebih menarik perusahaan AS untuk melakukan offshoring. Alias memindahkan operasi produksi ke luar negeri untuk mengurangi biaya produksi.

    China, sejak 40 tahun yang lalu, sebagai negara yang paling banyak menerima tamu perusahaan-perusahaan asing, cerdik mengelola. China sadar. Dirinya dituju karena upah buruh yang murah. Bukan karena persahabatan. Tapi karena buruh yang pekerja keras. Tidak banyak istirahat. Apalagi merokok sambil kerja. 

    Sekarang tiba-tiba Trump marah-marah ke China. Rupanya Trump terlambat menbaca buku ‘Globalization and Its Discontents’ karya Joseph E. Stiglitz. Yang membahas kritik terhadap dampak negatif globalisasi. Terutama dalam hubungannya dengan negara berkembang. 

    Trump rupanya juga lupa sejarah. Bahwa gagasan globalisasi melalui pendirian World Bank, IMF, GATT yang dilahirkan dalam pertemuan di Bretton Woods juga inisiasi AS. Hakikat tujuan pertemuan itu adalah agar kolonialisme tetap dapat dilanjutkan tanpa harus melakukan pendudukan fisik. 

    Rupanya dunia harus mulai sadar. Sistem pasar bebas yang menyerahkan ekonomi tersusun dengan sendirinya oleh mekanisme pasar: gagal. Sekarang saatnya kita kembali menengok sejarah. Menengok pikiran para hikmat yang dulu di Indonesia pernah ada. Mereka bersidang di Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan (BPUPK) dan Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI). 

    Mereka menawarkan sistem Negara Sosialisme yang Berketuhanan melalui Lima Sila yang dijabarkan dalam Undang-Undang Dasar 1945 naskah asli. Sebelum diobrak-abrik dalam Amandemen pada tahun 1999 hingga 2002. 

    Negara dengan sistem Sosialisme yang Berketuhanan ini adalah penjabaran dari lima Sila di dalam Pancasila. Sila Pertama, Ketuhanan yang berarti ekonomi harus mendasarkan kepada moral, karena pemilik sejati adalah Tuhan. 

    Sila Kedua, Kemanusian yang Adil dan Beradab, artinya ekonomi itu harus bersifat manusiawi dan adil, dengan menganggap sama semua manusia. Satu dengan yang lain tidak boleh ada yang memiliki kedudukan atau hak yang lebih tinggi untuk melakukan penghisapan kepada yang lemah. 

    Lalu Sila Ketiga, Persatuan Indonesia, adalah wujud dari nasionalisme ekonomi, sehingga semua kebijakan harus sejalan dengan nasionalisme. Contoh teranyar: Jangan membuat gaduh dengan memindahkan hak atas pulau-pulau kecil. 

    Sila Keempat, Kerakyatan yang dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan Perwakilan, adalah prinsip demokrasi ekonomi. Setiap orang, meskipun dia miskin atau lemah, tetap harus diikutsertakan melalui perwakilan yang utuh dan perwakilan yang mewakili mereka dalam setiap pembuatan kebijakan. 

    Dan yang terakhir, Sila Keadilan Sosial adalah tujuan dari semuanya itu. 

    Kalau diperas: Sila Pertama dan Kedua adalah dasarnya, yaitu moral dan kemanusiaan. Sila Ketiga dan Keempat adalah caranya. Dan Sila Kelima adalah tujuannya.

    Jadi, wajar kalau Sri Mulyani bingung melihat situasi global hari ini. Tapi kata Gus Baha: Bingung itu perlu. Katanya: Barokahnya bingung orang tidak menjadi sombong dan tidak merasa paling tahu. Karena segala sesuatu harus dipikirkan dan dikaji dulu secara mendalam. 

    *(Penulis adalah pendiri Pusat Studi Pembangunan berbasis Pancasila. Kandidat Doktor Hukum dan Pembangunan, Sekolah Pasca Sarjana Universitas Airlangga Surabaya.)

  • Danantara Bakal Biayai Proyek DME Batu Bara

    Danantara Bakal Biayai Proyek DME Batu Bara

    Jakarta

    Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) optimistis Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (BPI Danantara) akan masuk dan mendukung proyek Dimethyl Ether (DME) Batu Bara. Proyek ini dipandang punya potensi ekonomi yang cukup besar.

    Direktur Pembinaan Pengusahaan Batu Bara Kementerian ESDM Surya Herjuna mengatakan, pemerintah saat ini masih mengkaji nilai keekonomian dari proyek-proyek DME.

    “Kalau proyek DME ini pasti memberikan tingkat keekonomian cukup potensial, saya yakin pasti Danantara akan masuk. Karena barangnya sudah ada, BPI-nya sudah ada, dana sudah ada, tinggal dikaji secara keekonomian,” kata Surya, dalam Economic Update 2025 di Hotel Borobudur, Jakarta, Rabu (18/6/2025).

    Proyek DME sendiri merupakan proyek gasifikasi batu bara menjadi dimethyl ether sebagai pengganti Liquified Petroleum Gas (LPG). Apabila proyek DME ini secara ekonomi bisa dijalankan, menurutnya, investasi dari Danantara pasti akan masuk.

    Sementara itu, Ketua Komisi XII DPR RI Bambang Patijaya menilai, pemerintah membentuk Danantara dengan tujuan untuk melakukan konsolidasi dan pendanaan sehingga kemudian bisa membiayai proyek-proyek yang strategis, yang mungkin kalau dilempar kepada perbankan komersial belum tentu bisa.

    “Tetapi pemerintah punya interest, pemerintah punya kepentingan, pemerintah punya harapan, nah inilah tujuan daripada Danantara itu adalah bagaimana untuk mendukung proyek-proyek yang sifatnya strategis sehingga dapat berjalan,” ujar Bambang.

    Sebagai informasi, sebelumnya Menteri ESDM Bahlil Lahadalia memastikan bahwa proyek DME akan berlanjut di era Presiden Prabowo Subianto. Kali ini Prabowo ingin mengembangkan DME tanpa investasi asing.

    “Kita juga mau bangun DME yang berbahan baku daripada batu bara low kalori, sebagai substitusi daripada LPG. Ini kita lakukan agar produknya bisa dipasarkan sebagai substitusi impor,” beber Bahlil usai rapat di Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, Senin malam (3/3/2025).

    Bahlil menjelaskan awalnya proyek DME sempat dijalankan di Indonesia namun mandek pengembangannya karena ditinggal investor asal Amerika Serikat, yaitu Air Product.

    Bahkan, Presiden Joko Widodo (Jokowi) saat itu sempat melakukan groundbreaking atau peletakan batu pertama untuk proyek DME. Setelah investor AS pergi sempat ada tawaran investasi dari China. Namun kembali lagi hal itu tak bisa diimplementasikan.

    Kini proyek DME akan dilanjutkan tanpa investor asing. Indonesia akan menjalankan proyek ini sendiri. Keterlibatan pihak asing hanya sebatas soal teknologi, bukan investasinya. Rencananya akan ada 3 atau 4 proyek DME, dengan Lokasi di Sumatera Selatan Kalimantan Timur, dan Kalimantan Selatan.

    “Uang Capex nanti dari pemerintah ataupun swasta nasional. Kemudian salah satu di antaranya adalah Danantara,” sebut Bahlil.

    Sementara itu dalam catatan detikcom, Danantara dikabarkan akan mendanai sejumlah proyek hilirisasi. Tercatat setidaknya ada sebanyak 21 proyek hilirisasi yang akan didanai Danantara.

    (shc/fdl)

  • Komisi III DPR sepakat impunitas advokat masuk RUU KUHAP

    Komisi III DPR sepakat impunitas advokat masuk RUU KUHAP

    Kadang-kadang terdakwanya lolos, tapi kami yang justru masuk. Jadi mungkin ini yang perlu dijadikan bahan perundingan

    Jakarta (ANTARA) – Ketua Komisi III DPR RI Habiburokhman mengatakan bahwa pihaknya sepakat untuk membuat pasal terkait impunitas bagi advokat guna dimasukkan ke dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana atau KUHAP.

    Dia menyampaikan hal itu guna merespons usulan dari akademisi sekaligus advokat dari Universitas Borobudur. Usulan itu disampaikan karena ada advokat yang justru terjerat pidana ketika mendampingi klien.

    “Pasal terkait impunitas advokat itu sudah kita sepakati untuk dimasukkan di KUHAP,” kata Habiburokhman di kompleks parlemen, Jakarta, Rabu.

    Dia mengatakan bahwa Komisi III DPR RI sudah menyepakati impunitas advokat itu sejak dua bulan lalu, sehingga hal tersebut, kata dia, sudah diakomodasi jauh sebelum diusulkan.

    Sementara itu, akademisi sekaligus advokat dari Universitas Borobudur Tjoetjoe Sandjaja Hernanto mengatakan bahwa usulan itu perlu ditekankan karena advokat bisa masuk ke penjara setelah bekerja keras membela orang yang berhadapan dengan hukum.

    Dia menilai bahwa profesi advokat tidak terlalu “sakti” saat mendampingi klien. Terkadang, kata dia, seorang advokat justru masuk ke penjara, sedangkan kliennya bebas dari jeratan hukum.

    “Kadang-kadang terdakwanya lolos, tapi kami yang justru masuk. Jadi mungkin ini yang perlu dijadikan bahan perundingan,” kata Tjoetjoe.

    Adapun RUU KUHAP masuk ke dalam Program Legislasi Nasional DPR RI Prioritas 2025 yang diusulkan oleh Komisi III DPR RI. Habiburokhman pun menargetkan bahwa di masa sidang yang dimulai pada 24 Juni 2025, RUU KUHAP akan mulai bergulir dan masuk tahap pembahasan.

    Pewarta: Bagus Ahmad Rizaldi
    Editor: Edy M Yakub
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • DPR Ungkap Penyebab Banyak Proyek Smelter Bauksit Mangkrak

    DPR Ungkap Penyebab Banyak Proyek Smelter Bauksit Mangkrak

    Jakarta

    Ketua Komisi XII DPR RI Bambang Patijaya bicara tentang kondisi sejumlah proyek hilirisasi yang mangkrak. Hal ini merupakan salah satu persoalan yang menjadi bahan curhatan para pengusaha tambang.

    Bambang mengatakan, para pengusaha ini mengalami masalah yang beragam. Ia pun mencontohkannya dengan smelter alumina Smelter Grade Alumina Refinery (SGAR) yang dulu sempat mangkrak hingga 2 tahun lamanya.

    “Ternyata masalahnya banyak pada saat itu. Karena mitranya, Chalieco dari China, ternyata lagi Covid (di China) pada saat itu. Nah, akhirnya kan kita panggil dan kita berusaha uraikan,” kata Bambang, dalam Economic Update 2025 di Hotel Borobudur, Jakarta, Rabu (18/6/2025).

    Selain itu, menurutnya pada kala itu pemerintah juga baru merilis kebijakan untuk penghentian ekspor barang bauksit dan juga mineral-mineral mentah. Alhasil, ekspor hanya bisa dilakukan untuk barang-barang yang sudah diolah.

    Namun akhirnya, per hari ini smelter alumina tersebut sudah mulai berjalan dan sudah dalam tahap delivery product. Keberadaan smelter bauksit sendiri menurutnya sangat penting, di mana per hari ini di Indonesia hanya ada 4 smelter beroperasi.

    Sementara dalam beberapa waktu terakhir, kondisi banyaknya proyek smelter bauksit mangkrak juga mendapat sorotan. Setelah ditelusuri, kondisi ini muncul karena berbagai sebab.

    Bambang menyoroti dua hal utama menyangkut hal ini. Pertama,terkait dengan persoalan pendanaan, lalu yang kedua terkait dengan investor. Menurutnya, kedua hal ini saling berkaitan untuk bisa membantu menyelesaikan persoalan ini.

    “Pada proses berjalan yang kemarin-kemarin, banyak sekali yang tidak ada progres (proyek smelter). Nah, inilah banyak hal sekali yang mendasari dan pada akhirnya ada dua hal. Pertama terkait dengan persoalan pendanaan dan yang kedua terkait dengan investor. Nah, ini dua hal yang saling berkaitan,” ujarnya.

    Sebelumnya, Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara Kementerian ESDM Tri Winarno sempat menyebut, ada tujuh proyek fasilitas pengolahan dan pemurnian (smelter) bauksit yang pembangunannya masih mangkrak. Proyek-proyek tersebut progresnya masih di bawah 60%.

    “Nah untuk bauksit ini dari tujuh smelter yang direncanakan keseluruhan ini belum terbangun Bapak-Ibu sekalian. Dengan mayoritas kendala masih proses pencarian investor untuk pendanaan,” ujar Tri dalam RDP bersama Komisi XII DPR RI, Rabu (19/2/2025).

    Selain itu, kondisi ini cukup berbeda apabila dibandingkan dengan smelter nikel yang jauh lebih pesat. Menurutnya, smelter bauksit dari sisi keekonomian relatif lebih berat dan menantang. Tantangan lainnya adalah dari sisi permintaan pasar dalam negeri, di mana kebutuhan untuk aluminium domestik saat ini masih cukup rendah.

    (shc/kil)

  • Ekonom AS Sarankan RI Terapkan Pajak Tarif Flat, Sri Mulyani Tak Setuju!

    Ekonom AS Sarankan RI Terapkan Pajak Tarif Flat, Sri Mulyani Tak Setuju!

    Jakarta

    Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati merespons saran dari ekonom senior Amerika Serikat (AS) Arthur Laffer agar Indonesia menerapkan skema pajak penghasilan dengan satu tarif (flat tax). Alih-alih setuju, kebijakan itu justru ditentang karena dinilai akan memberatkan masyarakat.

    Sri Mulyani mengatakan, skema tarif pajak progresif di Indonesia saat ini sudah memadai seperti PPh yang memiliki lima lapisan tarif. Jika sistem flat tax diterapkan, ia yakin banyak masyarakat tidak setuju karena kondisi pendapatan yang berbeda-beda.

    “Di Indonesia kita punya lima bracket of income tax. Saya tanya sama audience di sini, kalau yang sangat kaya dengan yang pendapatannya hanya di UMR, bayar pajaknya sama, setuju nggak?,” kata Sri Mulyani dalam acara CNBC Indonesia Economic Update 2025 di Hotel Borobudur, Jakarta Pusat, Rabu (18/6/2025).

    “Saya hampir yakin semua bilang nggak setuju, tapi yang beliau (Arthur Laffer) sampaikan tadi begitu,” tambahnya.

    Sri Mulyani mencontohkan Indonesia membedakan tarif PPh sesuai dengan penghasilan wajib pajak. Ada lapisan tarif paling rendah 5% untuk penghasilan sampai Rp 60 juta per tahun, hingga paling tinggi 35% untuk wajib pajak yang memiliki penghasilan di atas Rp 5 miliar per tahun.

    “Pasti beda banget dengan yang di-advocate Pak Arthur Laffer karena kita yang pendapatannya di atas Rp 5 miliar dengan yang pendapatannya Rp 60 juta rupiah per tahun, ya harusnya rate-nya beda, itu asas keadilan, distribusi,” ucap Sri Mulyani.

    Menurut Sri Mulyani, pendekatan fiskal Indonesia tidak bisa disamakan dengan negara lain karena diatur oleh konstitusi dan memiliki fungsi yang lebih luas dari sekadar efisiensi pasar. Ia menegaskan bahwa kebijakan fiskal nasional dijalankan berdasarkan tiga fungsi utama yakni stabilisasi, distribusi dan alokasi.

    Sri Mulyani menjelaskan saat ekonomi melemah, pendapatan negara dari pajak akan turun secara alami karena keuntungan perusahaan menurun. Meski demikian, belanja negara tetap harus dipertahankan atau ditingkatkan terutama untuk perlindungan sosial dan pembangunan infrastruktur.

    “Kalau income perusahaan kecil atau merugi dia nggak bayar pajak sehingga pasti penerimaan pajaknya turun, sementara belanjanya nggak perlu harus ikut turun, kita pertahankan untuk bantuan sosial, perbaikan kesejahteraan, untuk memperbaiki jalan raya yang rusak, bahkan banyak sekali kemarin kita bikin subsidi upah. Itu semua dilakukan dalam konteks fungsi stabilisasi yaitu countercyclical,” jelas Sri Mulyani.

    Sebelumnya dalam kesempatan yang sama, ekonom senior AS Arthur Laffer menyarankan penerapan flat tax agar tidak mendiskriminasi satu kelompok dengan kelompok lainnya. Skema itu dinilai paling ideal untuk meningkatkan kinerja ekonomi suatu negara.

    “Saya tidak berkapasitas untuk berbicara tentang kebijakan khusus pemerintahan Anda, namun prinsip-prinsipnya yang menjadi kunci, Anda perlu memiliki (sistem) flat tax dengan tarif rendah dan berbasis luas,” katanya saat ditanya apa yang perlu dilakukan pemerintah Indonesia untuk menunjang iklim investasi, bisnis dan mendorong pertumbuhan ekonomi.

    “Sehingga Anda tidak mendiskriminasi orang-orang yang sukses. Anda perlu memilikinya (sistem flat tax), itu sangat, sangat penting,” lanjut mantan penasihat ekonomi Presiden AS Donald Trump itu.

    (aid/ara)

  • Iran Vs Israel Makin Panas, RI Mulai Antisipasi Dampaknya

    Iran Vs Israel Makin Panas, RI Mulai Antisipasi Dampaknya

    Jakarta

    Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menyatakan dampak perang antara Iran dan Israel perlu langsung diantisipasi. Apalagi, salah satu dampak yang langsung terjadi yakni kenaikan harga minyak dalam satu hari mencapai 8%.

    Direktur Jenderal Strategi Ekonomi dan Fiskal Kemenkeu Febrio Nathan Kacaribu mengatakan untuk langkah antisipasi, pemerintah terus melakukan disiplin fiskal guna menjaga perekonomian nasional. Hal ini dibuktikan dengan menjaga Surat Berharga Negara (SBN) agar tetap menarik bagi investor.

    “SBN kita 10 tahun, year to date dari Januari sampai sekarang itu bukan naik suku bunganya, justru turun. Kenapa? Artinya dari sekian banyak pilihan emerging economy instrument yang bisa dipilih oleh investor global, Indonesia mengalami capital inflow instead of capital outflow,” kata dia dalam acara CNBC Indonesia Economic Update 2025 di Hotel Borobudur, Jakarta Pusat, Rabu (18/6/2025).

    “Nah ini adalah lagi-lagi kita menjaga disiplin fiskal kita di tengah kondisi yang tidak pasti kita jaga resiliensinya,” tambahnya.

    Disiplin fiskal yang dilakukan ini juga untuk menjaga Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) agar negara mampu menghadapi ketidakpastian global. Febrio tidak menutup mata bahwa peperangan global ini akan berdampak pada perekonomian nasional.

    “Ketika kita dihadapkan pada kondisi tidak pasti, indikator yang langsung kita hadapi adalah IMF dan World Bank yang secara langsung merevisi proyeksi pertumbuhan ekonomi dunia termasuk Indonesia. Tadi sudah ditunjukkan pagi-pagi oleh Bu Menteri kita direvisi salah satu yang direvisi menjadi 4,7% turun 0,4% dibandingkan koreksi sebelumnya,” ungkapnya.

    Meski begitu, pemerintah telah menyiapkan stimulus bagi masyarakat Indonesia agar tidak mendapat dampak langsung dari ketidakpastian global. Salah satu langkah menjaga perekonomian nasional, pemerintah memberikan stimulus kepada masyarakat sebesar Rp 24,4 triliun.

    Paket stimulus yang diberikan pemerintah juga sebagai langkah menjaga ekonomi masyarakat yang akan terdampak langsung dari kebijakan tarif Presiden AS Donald Trump. Adapun stimulus yang diberikan pemerintah di antaranya diskon tiket transportasi, diskon tarif tol, diskon iuran JKK, Bantuan Subsidi Upah (BSU), dan tambahan bansos.

    “Nah dengan tantangan yang berat secara global ini kita harapkan kita bisa pertahankan resiliensi ekonomi kita dalam jangka pendek sambil nanti tetap akan tidak lose sight terhadap jangka menengah, jangka panjang yang mungkin nanti bisa kita lanjutkan pertanyaan berikutnya,” pungkasnya.

    (acd/acd)

  • DPR Siap Bahas Revisi KUHAP, Habiburokhman: Ini Sudah Emergency!

    DPR Siap Bahas Revisi KUHAP, Habiburokhman: Ini Sudah Emergency!

    Bisnis.com, JAKARTA — Ketua Komisi III DPR RI, Habiburokhman menyebut Daftar Inventarisasi Masalah atau DIM Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) dari pemerintah sudah masuk ke DPR.

    Habiburokhman mengaku dirinya baru saja ditelepon oleh Wakil Ketua DPR RI, Sufmi Dasco Ahmad tentang hal tersebut. Karena DIM dari pemerintah sudah masuk, maka rapat kerja (raker) membahas revisi KUHAP sudah bisa dimulai.

    “Jadi kalau mau raker kick off-nya besok pun sudah bisa, tapi gak apa-apa kita terima dulu audiensi ini,” tuturnya dalam RDPU dengan mahasiswa, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Rabu (18/6/2025).

    Dia melanjutkan alasan revisi KUHAP ini harus cepat dilakukan karena saat ini sudah masuk masa genting (emergency). Menurutnya, semakin lama berdebar tanpa menghasilkan sesuatu yang signifikan, semakin banyak pula orang yang menderita karena masih berlakunya KUHAP yang ada saat ini.

    “Ini sudah situasi emergency harusnya teman-teman paham. Banyak sekali Pak yang client kita yang berduit aja di perlakukan tidak adil apalagi yang tidak berduit yang orang orang susah itu gak bisa didampingi, ketika didampingi advokat nya enggak bisa debat gak bisa ngomong, ya karena itu kita perlu segera,” terangnya.

    Sebagai informasi, mulai Selasa kemarin sampai Jumat (20/6/2025) mendatang Komisi III DPR RI akan menggelar RDPU dengan berbagai pihak guna membahas revisi KUHAP.

    “Kami akan menerima aspirasi dari Mahasiswa UGM, Mahasiswa FH UI, Mahasiswa FH Unila, Mahasiswa FH UBL, Program Pasca Sarjana Hukum Universitas Borobudur, LPSK, Peradi hingga beberapa orang ahli pidana ternama,” tuturnya dalam keterangan tertulis, dikutip Selasa (10/6/2025).

  • Mantan Penasihat Trump Sarankan Tarif Pajak RI Turun agar Penerimaan Naik

    Mantan Penasihat Trump Sarankan Tarif Pajak RI Turun agar Penerimaan Naik

    Bisnis.com, JAKARTA — Mantan Penasihat Presiden Amerika Serikat Donald Trump sekaligus ekonom, Arthur Luffer, menyarankan pemerintah dapat menurunkan tarif pajak untuk mendapatkan penerimaan yang lebih tinggi. 

    Secara prinsip, Luffer memperkenalkan teorinya—Luffer Curve—yakni meningkatkan penerimaan dengan kebijakan low rate, broad based, flat tax atau tarif rendah, cakupan luas, dan rata alias sama untuk seluruh kelas masyarakat.

    Luffer memandang dengan pajak datar dan tarif rendah, serta cakupan luas yang tidak mendiskriminasi satu kelompok atau melawan satu kelompok, menjadikannya netral. 

    “Pajak itu ada secara eksklusif untuk mengumpulkan pendapatan, untuk membiayai program pemerintah yang perlu dibiayai. Anda perlu melakukannya,” ujarnya dalam CNBC Economic Update 2025 di Hotel Borobudur, Rabu (18/6/2025). 

    Menurutnya, pajak ada agar mendorong kelompok bawah dapat meningkatkan taraf hidupnya tanpa menarik turun kelas atas karena pajak yang tinggi. 

    Untuk dapat membiayai program-program prioritas pun, Luffer menyarankan pemerintah untuk mengendalikan belanja negara di samping menurunkan tarif pajak.

    Mengacu teorinya, bahwa tarif pajak yang tinggi tidak serta merta memberikan penerimaan yang tinggi pula. Misalnya, kenaikan tarif sebesar 10% akan memberikan tambahan pendapatan sebesar 10% pula.

    “Itu tidak benar. Jika Anda menaikkan tarif pajak sebesar 10%, Anda mungkin hanya meningkatkan pendapatan sebesar 9%, 8%, atau 6%. Anda bahkan mungkin kehilangan pendapatan,” lanjutnya.

    Luffer menuturkan saat tarif pajak suatu negara naik, justru pelaku usaha atau Wajib Pajak (WP) akan menyewa pengacara dan spesialis bahkan lebih jauh lagi meninggalkan negara tersebut. 

    Di Indonesia, pemerintah sendiri membutuhkan tambahan pendapatan untuk membiayai belanja negara yang cukup jumbo. 

    Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati melaporkan penerimaan pajak Rp683,3 triliun per Mei 2025. Angka tersebut turun 10,13% secara tahunan (year on year/YoY) dari realisasi pajak Mei 2024 senilai Rp760,38 triliun.

    Sementara itu, realisasi penerimaan kepabeanan dan cukai mencapai Rp122,9 triliun per Mei 2025 atau setara 40,7% dari target APBN 2025 senilai Rp301,6 triliun.

    Total penerimaan perpajakan, yang terdiri dari pajak dan bea cukai, mencapai Rp806,2 triliun per Mei 2025 atau setara 32,4% dari target APBN 2025 sebesar Rp2.490,9 triliun. Angka tersebut turun 7,2% dibandingkan realisasi penerimaan perpajakan per Mei 2024 senilai Rp869,50 triliun.