Tempat Fasum: Borobudur

  • Ferry Hongkiriwang di Balik Dugaan Penculikan Anggota Densus 88

    Ferry Hongkiriwang di Balik Dugaan Penculikan Anggota Densus 88

    GELORA.CO – Polda Mertro Jaya tengah melakukan penyidikan kasus dugaan penculikan terhadap personel Detasemen Khusus Antiteror (Densus 88) Polri, Briptu FF, yang diduga terjadi pada Jumat (25/7/2025) lalu.

    Surat Perintah Dimulainya Penyidikan (SPDP) atas kasus ini telah diterbitkan sejak 28 Juli 2025, dan pemberitahuan pelaksanaan penyidikan telah dikirimkan kepada Kejaksaan Tinggi Jakarta. SPDP itu atas nama Ferry Yanto Hongkiriwang (FYH).

    “SPDP atas nama FYH sudah kami terima pada 30 Juli 2025,” kata Pelaksana Harian (Plh) Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejati Jakarta, Rans Fismy, Jumat (8/8/2025).

    Diduga didukung Jampidsus

    Ferry merupakan seorang pengelola kafe di kawasan Cipete, Jakarta Selatan, yang diduga berkaitan dengan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung Febrie Adriansyah. 

    “Adanya kasus penganiayaan dan penculikan yang terkait dengan saudara FYH yang dikuntit oleh Densus dan kemudian (anggota) Densusnya ditangkap oleh anggota BAIS atas permintaan FYH yang diduga didukung oleh Jampidsus ini kan tidak dibantah, laporan polisi itu ada,” kata Ketua Indonesia Police Watch (IPW) Sugeng Teguh Santoso, kepada wartawan, Jumat (8/7/2025).

    Sugeng menegaskan kasus ini harus diusut tuntas, sebab berdasarkan informasi yang diperolehnya, FYH adalah seorang makelar kasus.  “Karena berdasarkan informasi yang didapat oleh IPW, hasil pemeriksaan FYH telah mengungkap satu informasi penting dugaan adanya praktik makelar kasus. Nah, makelar kasus ini harus didalami,” katanya.

    Adapun menurut informasi beredar, dugaan penculikan tersebut terjadi pada 25 Juli 2025. Awalnya, Briptu FF ketahuan menguntit Ferry makan siang bersama seseorang di Bogor Cafe Hotel Borobudur, Sawah Besar, Jakarta Pusat. 

    Tidak terima, Ferry membanting ponsel Briptu FF. Kemudian dia melapor ke salah satu petinggi TNI lalu tidak selang lama anggota BAIS TNI ke lokasi membawa Briptu FF. Dua diduga disekap beberapa hari lalu dibebaskan pasca komunikasi petinggi Polri dan BAIS.

    Tentang Ferry

    Tak banyak informasi mengenai sosok Ferry Yanto Hongkiriwang. Dia merupakan seorang pengusaha kuliner dan juga pegiat otomotif.

    Ferry adalah pendiri sekaligus promotor Japan Super Touring Championshop (JSTC) yakni ajang balap mobil yang digelar di Indonesia Sentul Series of Motorsport (ISSOM).

    Suami Susan Limurty ini pernah tergabung menjadi anggota Indonesia Asian Para Games Organizing Committee (INAPGOC).

    Ferry Yanto Hongkiwirawang merupakan pengusaha muda asal kota Luwuk, Sulawesi Tengah yang merantau ke Jakarta. Di ibukota, Ferry memulai kariernya sebagai seorang salesman kipas angin. 

    Berkat kegigihannya, kini ia menjadi seorang pengusaha sukses. Dikutip dari perfourm.com, Ferry memiliki koleksi mobil mewah. Jumlahnya pun fantastis mencapai 24 mobil.

    Untuk menampung semua mobil mewahnya ini, Ferry sampai harus menyewa basement sebuah mal yang ia sulap menjadi garasi pribadinya.

    Dalam sebulan, Ferry harus merogoh kocek dalam-dalam untuk biaya sewa basement mal. Dia bisa mengeluarkan uang Rp60 juta hingga Rp80 juta sebulan untuk biaya sewa garasinya. Ini setara dengan harga sebuah BMW E36 bekas.

    Selain promotor ajang balap, Vice president Gazpoll Racing Team ini juga ikut turun ke arena balapan. Dia sangat menyukai olahraga adu kecepatan ini.

    Ferry tercatat sebagai salah satu pemilik mobil limited edition Honda Civic Type R FK8 yang merupakan generasi ke-5 dari line up keluarga Civic Type R. Di Indonesia, mobil ini hanya ada 50 unit saja.

    Dimana dia membeli Type R generasi ke-5 ini pada saat mobil ini diperkenalkan pertama kali di Indonesia pada saat Gaikindo 2017 pada bulan Agustus yang lalu, dengan mahar kawinnya senilai Rp. 995.000.000 untuk sebuah mobil FWD tercepat.

    Monitorindonesia.com telah berupaya mengonfirmasi hal ini kepada Jampidsus Kejagung Febrie Adrianyah, Kepala Divisi Humas Polri Irjen Sandi Nugroho, dan pihak hotel Borobodur. Namun hingga tenggat waktu berita ini diterbitkan, belum ada respons.

  • Anggota Densus Diculik Usai Buntuti Ferry Hongkiriwang, Diduga Didukung Jampidsus

    Anggota Densus Diculik Usai Buntuti Ferry Hongkiriwang, Diduga Didukung Jampidsus

    GELORA.CO – Ketua Indonesia Police Watch (IPW) Sugeng Teguh Santoso menyoroti kasus Anggota Densus 88 Antiteror Polri, Briptu F yang diduga menjadi korban penculikan dan penganiayaan. 

    Informasi yang diperoleh Monitorindonesia.com, bahwa Briptu F awalnya membuntuti seorang pengusaha Ferry Hongkiriwang (FYH) di Hotel Borobudur, Jakarta Pusat, namun ketahuan.

    Dia kemudian ditangkap BAIS TNI dan disekap beberapa hari. Jampidsus Kejagung, Febrie Adriansyah diduga terlibat dalam kejadian ini. Setelah bebas, Briptu F melaporkan kejadian yang menimpanya.

    “Tetapi adanya kasus penganiayaan dan penculikan yang terkait dengan saudara FYH yang dikuntit oleh Densus dan kemudian (anggota) Densusnya ditangkap oleh anggota BAIS atas permintaan FYH yang diduga didukung oleh Jampidsus ini kan tidak dibantah, laporan polisi itu ada,” kata Sugeng kepada wartawan, Jumat (8/7/2025).

    Sugeng menegaskan kasus ini harus diusut tuntas, sebab berdasarkan informasi yang diperolehnya, FYH adalah seorang makelar kasus.  “Karena berdasarkan informasi yang didapat oleh IPW, hasil pemeriksaan FYH telah mengungkap satu informasi penting dugaan adanya praktik makelar kasus. Nah, makelar kasus ini harus didalami,” katanya.

    Sementara Plt Kasi Penkum Kejati DKI Jakarta, Rans Fismy membenarkan pihaknya menerima Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) terkait kasus Briptu F diduga dianiaya. Namun, dia mengaku tak tahu Briptu F betul adalah anggota Densus 88 atau tidak. Pun terkait kronologi pelaporan ini, tak mau disampaikannya. “Yang jelas pelapornya itu Elis Aloisio ya, pelapornya itu. Terlapornya Ferry Yanto,” kata Rans Fismy.

    Monitorindonesia.com telah berupaya mengonfirmasi hal ini kepada Jampidsus Kejagung Febrie Adrianyah, Kepala Divisi Humas Polri Irjen Sandi Nugroho, dan pihak hotel Borobodur. Namun hingga tenggat waktu berita ini diterbitkan, belum ada respons.

  • Semangat Gotong Royong Aset Utama Filantropi Indonesia

    Semangat Gotong Royong Aset Utama Filantropi Indonesia

    Jakarta: Perhimpunan Filantropi Indonesia (PFI) menyelenggarakan Filantropi Indonesia Festival (FIFest) 2025 sebagai bentuk upaya mendorong transformasi ekosistem filantropi. 

    Agenda ini sekaligus menjadi momentum penting untuk merefleksikan warisan filantropi di Indonesia sekaligus memperkuat kolaborasi menuju sistem filantropi yang berkelanjutan.

    Ketua Badan Pengurus Perhimpunan Filantropi Indonesia, Rizal Algamar mengajak seluruh pihak untuk bisa bersama-sama melahirkan gagasan dan inisiatif baru yang dapat dierjemahkan menjadi aksi nyata bersama.

    “Berbagai rekomendasi dari FIFest 2025 ini akan kita rumuskan untuk ditindaklanjuti agar membangun budaya dan ekosistem filantropi yang kuat,” ujar Rizal Algamar di sesi diskusi FIFest bertema ‘Dari Tradisi Menuju Transformasi Sosial: Rekonstruksi Budaya Filantropi di Indonesia untuk Membangun Ekosistem Filantropi yang Berkelanjutan’, Kamis, 7 Agustus 2025 di Hotel Borobudur, Jakarta. 

    Menurutnya, filantropi Indonesia tidak hanya tumbuh secara tradisional, tetapi juga telah bertransformasi menjadi kekuatan kolektif untuk membangun keadilan sosial dan mendukung pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDG’s).

    “Dari tradisi menuju transformasi sosial, kita akan banyak melakukan refleksi sekaligus melihat ke depan. Bagaimana warisan budaya filantropi Indonesia bisa kita terus transformasikan menjadi kekuatan kolektif untuk membangun sistem yang berkelanjutan,” kata Rizal.

    Perhimpunan Filantropi Indonesia (PFI) telah berdiri sejak 2007 dan kini menaungi lebih dari 250 anggota lintas sektor dan wilayah. Melalui inisiatif Filantropi Hub, PFI mendorong terbentuknya budaya filantropi yang kolaboratif dan berorientasi pada dampak nyata.

    “Melalui Filantropi Hub, kami mendorong ekosistem yang gotong-royong demi keadilan sosial dan pencapaian SDGs,” ujarnya.

    Perhimpunan Filantropi Indonesia (PFI) juga melakukan kerja sama strategis dengan berbagai kementerian, termasuk dengan Kementerian PPN/Bappenas.
     

    Sementara itu, Ketua Dewan Pers, Komarudin Hidayat mengungkapkan bahwa salah satu tantangan filantropi di Indonesia saat ini salah satunya muncul krisis kepercayaan publik serta minimnya transparansi terhadap masyarakat. 

    Ia mencontohkan, pada saat ini kegiatan diskusi yang diselenggarakan oleh mahasiswa berbeda dengan jaman ketika dirinya masih berkuliah. Di mana diskusi pada saat ini sering diwarnai dengan prasangka politik, ketimbang pembahasan-pembahasan yang lebih ilmiah.

    “Pada tahun 1980-an ketika aktif di kalangan mahasiswa, diskusinya itu lebih ilmiah dan tidak langsung masuk ke ruang negara. Tapi sekarang kumpul-kumpul diskusi timbul prasangka, ini kelompok mana ya? Ini supporter siapa ya? Jadi saling curiga,” kata Komarudin yang juga hadir sebagai pembicara.
     
    Semangat gotong royong jadi solusi

    Menurut Komarudin, solusi agar filantropi di Indonesia terus lestari di setiap zaman adalah dengan kembali fokus pada semangat gotong royong yang selama ini menjadi aset utama kekuatan Indonesia dalam tradisi filantropi.

    “Kritik dan harapan kita hari ini agar aset sejarah sosial budaya dari Aceh hingga Papua kalau saja dikelola dengan semangat kegotong-royongan, semangat memberi pasti Indonesia ini makmur,” beber Komarudin Hidayat.

     

    Jakarta: Perhimpunan Filantropi Indonesia (PFI) menyelenggarakan Filantropi Indonesia Festival (FIFest) 2025 sebagai bentuk upaya mendorong transformasi ekosistem filantropi. 
     
    Agenda ini sekaligus menjadi momentum penting untuk merefleksikan warisan filantropi di Indonesia sekaligus memperkuat kolaborasi menuju sistem filantropi yang berkelanjutan.
     
    Ketua Badan Pengurus Perhimpunan Filantropi Indonesia, Rizal Algamar mengajak seluruh pihak untuk bisa bersama-sama melahirkan gagasan dan inisiatif baru yang dapat dierjemahkan menjadi aksi nyata bersama.

    “Berbagai rekomendasi dari FIFest 2025 ini akan kita rumuskan untuk ditindaklanjuti agar membangun budaya dan ekosistem filantropi yang kuat,” ujar Rizal Algamar di sesi diskusi FIFest bertema ‘Dari Tradisi Menuju Transformasi Sosial: Rekonstruksi Budaya Filantropi di Indonesia untuk Membangun Ekosistem Filantropi yang Berkelanjutan’, Kamis, 7 Agustus 2025 di Hotel Borobudur, Jakarta. 
     
    Menurutnya, filantropi Indonesia tidak hanya tumbuh secara tradisional, tetapi juga telah bertransformasi menjadi kekuatan kolektif untuk membangun keadilan sosial dan mendukung pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDG’s).
     
    “Dari tradisi menuju transformasi sosial, kita akan banyak melakukan refleksi sekaligus melihat ke depan. Bagaimana warisan budaya filantropi Indonesia bisa kita terus transformasikan menjadi kekuatan kolektif untuk membangun sistem yang berkelanjutan,” kata Rizal.
     
    Perhimpunan Filantropi Indonesia (PFI) telah berdiri sejak 2007 dan kini menaungi lebih dari 250 anggota lintas sektor dan wilayah. Melalui inisiatif Filantropi Hub, PFI mendorong terbentuknya budaya filantropi yang kolaboratif dan berorientasi pada dampak nyata.
     
    “Melalui Filantropi Hub, kami mendorong ekosistem yang gotong-royong demi keadilan sosial dan pencapaian SDGs,” ujarnya.
     
    Perhimpunan Filantropi Indonesia (PFI) juga melakukan kerja sama strategis dengan berbagai kementerian, termasuk dengan Kementerian PPN/Bappenas.
     

     
    Sementara itu, Ketua Dewan Pers, Komarudin Hidayat mengungkapkan bahwa salah satu tantangan filantropi di Indonesia saat ini salah satunya muncul krisis kepercayaan publik serta minimnya transparansi terhadap masyarakat. 
     
    Ia mencontohkan, pada saat ini kegiatan diskusi yang diselenggarakan oleh mahasiswa berbeda dengan jaman ketika dirinya masih berkuliah. Di mana diskusi pada saat ini sering diwarnai dengan prasangka politik, ketimbang pembahasan-pembahasan yang lebih ilmiah.
     
    “Pada tahun 1980-an ketika aktif di kalangan mahasiswa, diskusinya itu lebih ilmiah dan tidak langsung masuk ke ruang negara. Tapi sekarang kumpul-kumpul diskusi timbul prasangka, ini kelompok mana ya? Ini supporter siapa ya? Jadi saling curiga,” kata Komarudin yang juga hadir sebagai pembicara.
     

    Semangat gotong royong jadi solusi

    Menurut Komarudin, solusi agar filantropi di Indonesia terus lestari di setiap zaman adalah dengan kembali fokus pada semangat gotong royong yang selama ini menjadi aset utama kekuatan Indonesia dalam tradisi filantropi.
     
    “Kritik dan harapan kita hari ini agar aset sejarah sosial budaya dari Aceh hingga Papua kalau saja dikelola dengan semangat kegotong-royongan, semangat memberi pasti Indonesia ini makmur,” beber Komarudin Hidayat.
     
     
     
    Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

    (PRI)

  • Tantangan dan Solusi Membangun Ekosistem Filantropi Indonesia

    Tantangan dan Solusi Membangun Ekosistem Filantropi Indonesia

    Jakarta: Filantropi Indonesia Festival (FIFest) 2025 digelar sebagai wadah penguatan budaya filantropi. Dengan mengusung pendekatan strategis dan integratif, FIFest mendorong kontribusi nyata sektor filantropi dalam mendukung pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) secara berkelanjutan dan berdampak luas.

    Dalam kegiatan ini, Ketua Badan Pengurus Perhimpunan Filantropi Indonesia, Rizal Algamar mengajak seluruh pihak untuk bisa bersama-sama melahirkan gagasan dan inisiatif baru yang dapat dierjemahkan menjadi aksi nyata bersama.

    “Berbagai rekomendasi dari FIFest 2025 ini akan kita rumuskan untuk ditindaklanjuti agar membangun budaya dan ekosistem filantropi yang kuat,” ujar Rizal Algamar di sesi diskusi FIFest bertema ‘Dari Tradisi Menuju Transformasi Sosial: Rekonstruksi Budaya Filantropi di Indonesia untuk Membangun Ekosistem Filantropi yang Berkelanjutan’, Kamis, 7 Agustus 2025 di Hotel Borobudur, Jakarta. 

    Sementara itu, Ketua Dewan Penasihat Perhimpunan Filantropi Indonesia, Franciscus Welirang menambahkan bahwa FIFest sudah menajdi ajang dua tahunan sejak pertama kali digelar tahun 2016 silam. Menurutnya, dalam beberapa dekade terakhir, budaya kedermawanan di Indonesia terus tumbuh dan menjadi gaya hidup.

    “Seperti gotong royong, bersedekah, tidak lagi jadi tradisi namun bertransformasi menjadi kekuatan sosial,” ungkap Franciscus Welirang.

    Meski begitu, kegiatan filantropi tentunya memiliki tantangan tersendiri sehingga perlu adanya transformasi untuk menentukan arah yang tepat. 

    “Transformasi ini perlu dikawal bersama, untuk menentukan nilai dan arah filantropi di Indonesia. Tidak mudah berfilantropis, kegagalan dalam melaksanaan aktivitas, kecemburuan bisa terjadi. sehingga beberapa nilai juga sangat penting, seperti nilai kebersamaan, keterbukaan dalam komunikasi sosial. Perlu ekosistem hibrida yang memadukan nilai lokal dan agama dengan inovasi teknologi, praktik modern. Ini akan memperkuat lintas sektoral filantropi,” sambung Franciscus. 
     

     

    Tradisi dan budaya membentuk iklim filantropi Indonesia

    Di sesi ini, FIFest menghadirkan Amelia Fauzia selaku Co-Chair Dewan Pakar Perhimpunan Filantropi Indonesia dan Direktur Social Trust Fund (STF) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

    Dalam pemaparannya, Amelia membeberkan peran budaya yang membangun fondasi iklim filantropi di Indonesia. Menurutnya, budaya kedermawanan masyarakat Indonesia sejatinya lahir dari tradisi lokal seperti gotong royong, ajaran agama yang kuat, serta dipengaruhi kompleksitas permasalahan sosial-ekonomi.

    “Budaya filantropi lahir dari interaksi dinamis antara nilai-nilai agama, adat istiadat lokal, pengalaman sejarah, serta faktor sosial dan psikologis yang membentuk rasa empati dan kepedulian sosial,” kata Amelia.

    Setidaknya ada empat (4) pilar yang membentuk budaya filantropi di Indonesia. Yang pertama adalah ajaran agama seperti praktik zakat, sedekah, serta persepuluhan. Kedua tradisi yang mencakup praktik selamatan, arisan, dan urunan. Lalu yang ketiga adalah nilai sosial-psikologis lewat dorongan emosional dan rasa empati sesama. Terakhir yaitu nilai ke-Indonesiaan yang mengajarkan nilai gotong royong, Pancasila, serta Bhineka Tunggal Ika. 
     
    Filantropi Tradisional dan Institusional

    Amelia menjelaskan domain filantropi terbagi dua antara lain filantropi tradisional dan filantropi institusional. “Filantropi tradisional bersifat spontan dan berbasis empati, tidak terstruktur, serta tanpa strategi jangka panjang. Domain ini fokus pada bantuan langsung dan sesaat seperti memberi uang ke pengemis atau ikut gotong royong musiman,” terang Amelia. 

    Berbeda dengan tradisional, filantropi institusional justru dikelola secara profesional oleh NGO, yayasan, CSR, dan lain-lain serta terencana dan berbasis data. “Filantropi institusional berorientasi pada keadilan sosial dengan motivasi beragam termasuk altruistik, pragmatis, atau ideologis. Contohnya program pemberdayaan berbasis aset dan monitoring,”  sambung Amelia.
     
    Filantropi harus ditopang sistem

    Untuk menuju ekosistem filantropi yang inklusif dan transformatif, maka harus ada jembatan antara filantropi tradisional dengan institusional.

    “Tradisi dan institusi harus saling menopan dan mengisi. Maka tantangan kita ke depan adalah membangun jembatan antar domain ini. Seperti yang dijelaskan, budaya memiliki dua sisi,  baik yang mendukung maupun yang menghambat pembangunan yang berkelanjutan. Karena itu budaya saja tidak cukup, budaya harus ditopang oleh sistem,” pungkas Amelia. 

    Filantropi Indonesia Festival (FIFest) 2025 adalah platform katalitik yang mempertemukan pemangku kepentingan dari berbagai sektor untuk mendorong kemajuan filantropi Indonesia Indonesia melalui dialog, inovasi dan kolaborasi. 

    FIFest 2025 yang berlangsung dari tanggal 4-8 Agustus 2025 mengusung tema ‘Budaya dan Ekosistem Filantropi untuk Dampak yang Lebih Baik: Membuka Potensi Filantropi untuk SDGs dan Agenda Iklim’, dengan tujuan memperkuat peran strategis filantropi dalam pencapaian tujuan pembangunan berkelanjutan secara inklusif dan berkelanjutan. 

    Jakarta: Filantropi Indonesia Festival (FIFest) 2025 digelar sebagai wadah penguatan budaya filantropi. Dengan mengusung pendekatan strategis dan integratif, FIFest mendorong kontribusi nyata sektor filantropi dalam mendukung pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) secara berkelanjutan dan berdampak luas.
     
    Dalam kegiatan ini, Ketua Badan Pengurus Perhimpunan Filantropi Indonesia, Rizal Algamar mengajak seluruh pihak untuk bisa bersama-sama melahirkan gagasan dan inisiatif baru yang dapat dierjemahkan menjadi aksi nyata bersama.
     
    “Berbagai rekomendasi dari FIFest 2025 ini akan kita rumuskan untuk ditindaklanjuti agar membangun budaya dan ekosistem filantropi yang kuat,” ujar Rizal Algamar di sesi diskusi FIFest bertema ‘Dari Tradisi Menuju Transformasi Sosial: Rekonstruksi Budaya Filantropi di Indonesia untuk Membangun Ekosistem Filantropi yang Berkelanjutan’, Kamis, 7 Agustus 2025 di Hotel Borobudur, Jakarta. 

    Sementara itu, Ketua Dewan Penasihat Perhimpunan Filantropi Indonesia, Franciscus Welirang menambahkan bahwa FIFest sudah menajdi ajang dua tahunan sejak pertama kali digelar tahun 2016 silam. Menurutnya, dalam beberapa dekade terakhir, budaya kedermawanan di Indonesia terus tumbuh dan menjadi gaya hidup.
     
    “Seperti gotong royong, bersedekah, tidak lagi jadi tradisi namun bertransformasi menjadi kekuatan sosial,” ungkap Franciscus Welirang.
     
    Meski begitu, kegiatan filantropi tentunya memiliki tantangan tersendiri sehingga perlu adanya transformasi untuk menentukan arah yang tepat. 
     
    “Transformasi ini perlu dikawal bersama, untuk menentukan nilai dan arah filantropi di Indonesia. Tidak mudah berfilantropis, kegagalan dalam melaksanaan aktivitas, kecemburuan bisa terjadi. sehingga beberapa nilai juga sangat penting, seperti nilai kebersamaan, keterbukaan dalam komunikasi sosial. Perlu ekosistem hibrida yang memadukan nilai lokal dan agama dengan inovasi teknologi, praktik modern. Ini akan memperkuat lintas sektoral filantropi,” sambung Franciscus. 
     

     

    Tradisi dan budaya membentuk iklim filantropi Indonesia

    Di sesi ini, FIFest menghadirkan Amelia Fauzia selaku Co-Chair Dewan Pakar Perhimpunan Filantropi Indonesia dan Direktur Social Trust Fund (STF) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
     
    Dalam pemaparannya, Amelia membeberkan peran budaya yang membangun fondasi iklim filantropi di Indonesia. Menurutnya, budaya kedermawanan masyarakat Indonesia sejatinya lahir dari tradisi lokal seperti gotong royong, ajaran agama yang kuat, serta dipengaruhi kompleksitas permasalahan sosial-ekonomi.
     
    “Budaya filantropi lahir dari interaksi dinamis antara nilai-nilai agama, adat istiadat lokal, pengalaman sejarah, serta faktor sosial dan psikologis yang membentuk rasa empati dan kepedulian sosial,” kata Amelia.
     
    Setidaknya ada empat (4) pilar yang membentuk budaya filantropi di Indonesia. Yang pertama adalah ajaran agama seperti praktik zakat, sedekah, serta persepuluhan. Kedua tradisi yang mencakup praktik selamatan, arisan, dan urunan. Lalu yang ketiga adalah nilai sosial-psikologis lewat dorongan emosional dan rasa empati sesama. Terakhir yaitu nilai ke-Indonesiaan yang mengajarkan nilai gotong royong, Pancasila, serta Bhineka Tunggal Ika. 
     

    Filantropi Tradisional dan Institusional

    Amelia menjelaskan domain filantropi terbagi dua antara lain filantropi tradisional dan filantropi institusional. “Filantropi tradisional bersifat spontan dan berbasis empati, tidak terstruktur, serta tanpa strategi jangka panjang. Domain ini fokus pada bantuan langsung dan sesaat seperti memberi uang ke pengemis atau ikut gotong royong musiman,” terang Amelia. 
     
    Berbeda dengan tradisional, filantropi institusional justru dikelola secara profesional oleh NGO, yayasan, CSR, dan lain-lain serta terencana dan berbasis data. “Filantropi institusional berorientasi pada keadilan sosial dengan motivasi beragam termasuk altruistik, pragmatis, atau ideologis. Contohnya program pemberdayaan berbasis aset dan monitoring,”  sambung Amelia.
     

    Filantropi harus ditopang sistem

    Untuk menuju ekosistem filantropi yang inklusif dan transformatif, maka harus ada jembatan antara filantropi tradisional dengan institusional.
     
    “Tradisi dan institusi harus saling menopan dan mengisi. Maka tantangan kita ke depan adalah membangun jembatan antar domain ini. Seperti yang dijelaskan, budaya memiliki dua sisi,  baik yang mendukung maupun yang menghambat pembangunan yang berkelanjutan. Karena itu budaya saja tidak cukup, budaya harus ditopang oleh sistem,” pungkas Amelia. 
     
    Filantropi Indonesia Festival (FIFest) 2025 adalah platform katalitik yang mempertemukan pemangku kepentingan dari berbagai sektor untuk mendorong kemajuan filantropi Indonesia Indonesia melalui dialog, inovasi dan kolaborasi. 
     
    FIFest 2025 yang berlangsung dari tanggal 4-8 Agustus 2025 mengusung tema ‘Budaya dan Ekosistem Filantropi untuk Dampak yang Lebih Baik: Membuka Potensi Filantropi untuk SDGs dan Agenda Iklim’, dengan tujuan memperkuat peran strategis filantropi dalam pencapaian tujuan pembangunan berkelanjutan secara inklusif dan berkelanjutan. 
     
    Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

    (PRI)

  • Anggota DPR Sebut Revisi UU Jadi Momentum Perbaiki Penyelenggaraan Haji
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        6 Agustus 2025

    Anggota DPR Sebut Revisi UU Jadi Momentum Perbaiki Penyelenggaraan Haji Nasional 6 Agustus 2025

    Anggota DPR Sebut Revisi UU Jadi Momentum Perbaiki Penyelenggaraan Haji
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com –
    Anggota Komisi VIII DPR RI Dini Rahmania meyakini kualitas penyelenggaraan ibadah haji akan meningkat signifikan, jika revisi Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah rampung.
    Politikus NasDem itu menyatakan bahwa revisi UU tersebut akan menjadi momentum untuk membenahi total sistem haji yang selama ini dijalankan di Indonesia.
    “Harapan saya dari revisi ini sangat jelas: tata kelola haji harus berubah total. Layanan harus jauh lebih profesional, transparan, dan terpusat di tangan Badan Pelaksana Haji (BP Haji),” ujar Dini kepada Kompas.com, Rabu (6/8/2025).
    “Ini adalah momentum perbaikan menyeluruh dari sistem yang selama ini penuh kendala,” sambungnya.
    Dini menerangkan bahwa revisi UU akan menegaskan pemisahan fungsi pelayanan dan keuangan dalam penyelenggaraan ibadah haji.
    Untuk pelayanan, lanjut Dini, sepenuhnya akan ditangani BP Haji.
    Sedangkan pengelolaan dana tetap menjadi tanggung jawab Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH).
    “Skema baru ini akan memisahkan secara tegas fungsi pelayanan oleh BP Haji dan fungsi keuangan oleh BPKH yang tetap independen. Kita ingin dana haji dikelola secara amanah, dengan investasi strategis yang benar-benar kembali untuk kepentingan jemaah, bukan hanya disimpan,” tegasnya.
    Oleh karena itu, Dini mengingatkan pemerintah untuk memastikan transisi kelembagaan dari Kementerian Agama ke BP Haji berjalan mulus.
    Dengan demikian, dia berharap pelayanan pada masa transisi tidak terganggu, terutama menjelang musim haji 2026.
    “Saya juga menekankan pentingnya transisi kelembagaan yang mulus dari Kemenag ke BP Haji. Tidak boleh ada kekosongan fungsi, harus ada roadmap yang jelas agar pelayanan ke jemaah tidak terganggu, terutama menjelang musim haji 2026,” tutur Dini.
    Lebih lanjut, Dini mengaku optimistis BP Haji akan mampu meningkatkan kualitas pelayanan secara signifikan, jika kelak memiliki kewenangan penuh berdasarkan RUU Nomor 8 Tahun 2019.
    “Kalau revisi UU ini selesai dan BP Haji bisa mengelola penyelenggaraan haji secara penuh, saya optimis pelayanan akan jauh lebih baik. Tidak ada lagi jemaah yang telantar, tidak tahu arah, terpisah dari mahrom-nya, atau harus makan makanan basi. Sistemnya akan lebih rapi, terukur, dan cepat responsif,” jelasnya.
    Dia menambahkan, reformasi tata kelola ini juga diharapkan dapat memangkas antrean haji dan menekan biaya agar lebih terjangkau.
    Sementara itu, Kementerian Agama bisa kembali fokus pada tugas utamanya dalam hal pembinaan umat hingga penguatan pendidikan keagamaan.
    “Dengan reformasi tata kelola ini, kita juga berharap antrean haji bisa dipangkas, biaya haji bisa ditekan agar lebih murah dan terjangkau, dan Kemenag bisa fokus pada tugas-tugas besarnya yang lain, seperti pembinaan umat, penguatan madrasah, dan pendidikan pesantren,” katanya.
    Adapun proses revisi UU Haji saat ini telah memasuki Tahap II di Badan Legislasi (Baleg) DPR RI.
    Komisi VIII DPR RI pun tengah menunggu Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) dari pemerintah.
    “Revisi UU Haji saat ini sudah memasuki Tahap II di Baleg DPR RI. Kami di Komisi VIII sedang menunggu DIM dari pemerintah. Jadi belum bisa dikatakan akan disahkan dalam waktu dekat, karena proses legislasi masih berlangsung,” jelas Dini.
    Dia memastikan Fraksi NasDem akan mengawal revisi ini agar tidak sekadar menjadi perubahan nama kelembagaan, tetapi benar-benar memperbaiki sistem penyelenggaraan haji.
    “Fraksi NasDem akan terus mengawal revisi ini agar benar-benar berpihak pada jemaah dan tidak jatuh ke dalam jebakan birokrasi baru yang hanya ganti nama, tapi tidak ganti sistem,” pungkasnya.
    Diberitakan sebelumnya, Kepala Badan Penyelenggara Haji (BP Haji) Mochamad Irfan Yusuf (Gus Irfan) yakin DPR akan mengesahkan revisi UU Haji pada pekan depan.
    Keyakinan ini diutarakan Gus Irfan saat memberikan sambutan dalam Workshop Penyelenggaraan Haji Tahun 1447 Hijriah atau 2026 Masehi, di Hotel Borobudur, Jakarta Pusat, Selasa (5/8/2025).
    “Revisi UU Haji akan disahkan DPR dalam waktu dekat. Bila ini sudah disahkan, maka tongkat estafet penyelenggara ibadah haji dan umrah akan berpindah ke BP Haji,” kata Gus Irfan di lokasi, Selasa.
    Gus Irfan menuturkan, penyelenggara ibadah haji mulai tahun depan akan dipegang penuh oleh BP Haji setelah peralihan dari Kementerian Agama.
    “Jadi kalau ditanya siapa yang penyelenggara ibadah haji saat ini ya bertanggung jawab Kementerian Agama. Tapi pekan depan Insya Allah sudah berganti ke BP Haji. Saat ini sedang diproses,” ujarnya.
    Dia melanjutkan, workshop yang digelar bersama Kementerian Haji dan Umrah Arab Saudi ini sebagai wadah informasi yang resmi bagi masyarakat.
    “Mudah-mudahan workshop ini bisa saling melengkapi, dengan apa yang diharapkan pemerintah Saudi dan kita berupaya untuk bisa melengkapi,” imbuhnya.
    Gus Irfan mengatakan, pemerintah merasa terhormat karena Indonesia menjadi destinasi pertama dari kunjungan Kementerian Haji dan Umrah Arab Saudi.
    “Kami paham bahwa dari pemerintah Indonesia maupun pemerintah Saudi itu punya cita-cita sama memberikan pelayanan terbaik kepada seluruh jemaah haji,” tutur dia.
    Dia juga berharap melalui workshop ini, Pemerintah Arab Saudi dapat memahami kesulitan yang dihadapi jemaah haji Indonesia selama melaksanakan ibadah di Tanah Suci.
    “Insya Allah 2026 nanti pelayanan jemaah haji akan jauh lebih baik,” tutur dia.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Festival Pesta Bunga dan Buah Tanah Karo 2025 Resmi Dibuka, Gubernur Bobby Nasution Disambut Hangat Warga – Page 3

    Festival Pesta Bunga dan Buah Tanah Karo 2025 Resmi Dibuka, Gubernur Bobby Nasution Disambut Hangat Warga – Page 3

    Liputan6.com, Jakarta Antusiasme luar biasa mewarnai pembukaan Festival Pesta Bunga dan Buah Tanah Karo 2025. Ribuan warga memadati kawasan Berastagi sejak pagi hari demi menyambut kedatangan Gubernur Sumatera Utara (Sumut), Bobby Nasution. Nama sang gubernur terus-menerus diteriakkan warga sebagai bentuk sambutan hangat.

    Keramaian tersebut menjadi bukti nyata semangat masyarakat dalam menyambut salah satu festival budaya terbesar di Tanah Karo. Selain ingin menyaksikan langsung kemeriahan festival, kehadiran Bobby Nasution juga menjadi magnet tersendiri bagi warga.

    “Luar biasa antusias warga Karo, luar biasa sambutannya, melihat ramainya warga yang memeriahkan event ini akan menjadi dorongan ekonomi di Karo dan juga dorongan pariwisata,” ujar Bobby Nasution usai melepas parade Festival Bunga dan Buah di Berastagi, Kamis (31/7).

    Suasana semakin meriah saat Bobby Nasution, Wakil Menteri Kebudayaan Giring Ganesha dan Bupati Karo masuk ke panggung utama di Open Stage Berastagi. Kepada seluruh masyarakat, Bobby Nasution meminta agar tidak melupakan hakikat Festival Bunga dan Buah.

    Perbesar

    Pembukaan Festival Pesta Bunga dan Buah Tanah Karo 2025…. Selengkapnya

    “Kita harus mensyukuri pemberian Tuhan ini, tanah yang subur, pertanian yang bagus, kita harus menjaganya agar alam ini juga menjaga kita, memberi kita kehidupan,” kata Bobby Nasution.

    Festival Bunga dan Buah kali diisi berbagai kegiatan seperti parade mobil hias, parade peragaan busana dan parade kontingen yang dilepas langsung Bobby Nasution. Selain itu, event yang akan berlangsung selama tiga hari ini juga di isi dengan penampilan seni musik, tarian, business matching, makan buah gratis dan berbagai kegiatan lainnya.

    “Ke depannya kita ingin event ini bisa mendatangkan investor baru, memperluas pasar UMKM dan lebih mendorong sektor pariwisata kita,” kata Bobby Nasution

    Wakil Menteri Kebudayaan Giring Ganesha mengatakan, Karo punya andil besar untuk Indonesia. Dari sektor pertanian, Karo berkontribusi besar memasok produk pertanian, sektor pariwisata yang diperhitungkan dan memiliki catatan sejarah nasional.

    Perbesar

    Pembukaan Festival Pesta Bunga dan Buah Tanah Karo 2025…. Selengkapnya

    “Karo berkontribusi besar untuk Indonesia, pertaniannya, pariwisatanya dan juga sejarah karena di sini Soekarno dan Hatta, pernah diasingkan dan nenek moyang Karo membantu kuat memperjuangkan kemerdekaan Indonesia,” kata Giring.

    Sementara itu, Bupati Karo Antonius Ginting berkomitmen untuk terus menyempurnakan pelaksanaan festival di tahun-tahun mendatang. Ia menegaskan pentingnya persiapan sejak dini agar Festival Bunga dan Buah yang masuk dalam agenda Karisma Event Nusantara (KEN) dapat berjalan semakin maksimal.

    “Satu minggu setelah event ini kita langsung bentuk panitia untuk tahun depan, jadi tidak ada alasan persiapan dalam waktu yang sempit, jadi festival ini lebih baik lagi,” tegas Antonius.

    Pembukaan Festival Bunga dan Buah 2025 turut dihadiri Direktur Otorita Borobudur Agustin Peranginangin, unsur Forkopimda Sumut, anggota DPRD Sumut, serta sejumlah bupati/walikota, pejabat Kementerian Pariwisata, dan anggota DPRD Karo.

  • Dongkrak Ekonomi Jateng Lewat Ajang Rupiah Borobudur Playon 2025 – Page 3

    Dongkrak Ekonomi Jateng Lewat Ajang Rupiah Borobudur Playon 2025 – Page 3

    Liputan6.com, Magelang – Sekitar 4.000 orang menjadi peserta ajang olahraga lari bertajuk Rupiah Borobudur Playon 2025 di Kawasan Candi Borobudur, Kabupaten Magelang, pada Minggu (27/7/2025) pagi. Agenda lari dengan rute sepanjang 5 KM dan 10 KM ini diharapkan memberikan dampak terhadap pariwisata dan ekonomi di Jawa Tengah.

    Acara ini digelar Kantor Perwakilan Bank Indonesia (KPw BI) Provinsi Jawa Tengah bersama Pemerintah Provinsi Jawa Tengah.

    “Tahun ini jumlah pesertanya meningkat menjadi 4.000 dibandingkan tahun lalu sekitar 3.500. Tujuan dari Rupiah Borobudur Playon ini adalah menyukseskan program Pemerintah Provinsi Jawa Tengah yaitu sport tourism dan ujung-ujungnya tentu (meningkatkan) pariwisata,” kata Rahmat Dwisaputra, Kepala Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Jawa Tengah kepada Media di Magelang, Sabtu (26/7/2025).

    Rahmat menuturkan, pelaksanaan event merupakan salah satu cara yang dinilai bisa mendorong konsumsi masyarakat sehingga muncul ide membuat ajang lari ini. Seperti diketahui, konsumsi rumah tangga seperti makanan dan minuman menjadi pendorong pertumbuhan ekonomi daerah dan nasional.

    Jawa tengah dikatakan juga sedang menggalakkan sport tourism demi mendorong sektor pariwisata di wilayahnya. “Jadi kalau ada trail run, ultra run, road run seperti Rupiah Borobudur Playon ini bisa meningkatkan konsumsi,” jelas dia.

    Selain itu, ajang lari Rupiah Borobudur Playon menjadi cara BI terus menyosialisasikan rupiah dan sistem pembayaran lain seperti Qris.

    Berdasarkan catatan Pemerintah Kabupaten Magelang, pelaksanaan agenda Rupiah Borobudur Playon pada tahun-tahun sebelumnya bisa menyentuh angka hingga miliaran rupiah. “Kalau tahun lalu, kurang lebih Rp5 miliar uang masuk di sektor perdagangan, hotel, dan restoran menurut catatan Kabupaten Magelang. Insya Allah tahun ini mestinya lebih, karena jumlah pesertanya juga banyak dan kita ada pameran UMKM (Usaha Mikro, Kecil, Menengah),” ucap Rahmat.

  • Keraton Yogyakarta Sewakan Tanah Sultan Ground Rp160 Miliar untuk 2 Proyek Tol

    Keraton Yogyakarta Sewakan Tanah Sultan Ground Rp160 Miliar untuk 2 Proyek Tol

    YOGYAKARTA – Keraton Yogyakarta menyewakan 320.000 meter persegi tanah Sultan Ground (SG) untuk dua proyek jalan tol nasional dengan nilai sewa Rp160 miliar melalui skema sewa jangka panjang.

    Sebagaimana dikutip dari laman resmi Pemda DIY, Penghageng II Panitikismo KRT Suryo Satriyanto menjelaskan tarif sewa ditetapkan Rp12.500 per meter per tahun, atau setara Rp500.000 per meter untuk jangka waktu 40 tahun.

    “Total nilai sewa mencapai Rp160 miliar. Namun jika dibandingkan dengan manfaat proyek jalan tol yang berskala strategis nasional, angka tersebut tergolong sangat rendah secara proporsional,” ujar dia dilansir ANTARA, Kamis, 24 Juli.

    KRT Suryo Satriyanto menuturkan beberapa bidang sebelumnya merupakan tanah anggaduh kalurahan, yakni hak pakai oleh pemerintah desa.

    Namun, hak anggaduh tersebut telah dikembalikan secara resmi kepada Keraton Yogyakarta sehingga secara administratif seluruh bidang kini berstatus murni Sultan Ground.

    Hak anggaduh merupakan hak adat yang diberikan Kasultanan atau Kadipaten untuk mengelola dan memungut/mengambil dari tanah Kasultanan atau tanah Kadipaten terhadap tanah bukan keprabon kepada desa dalam menyelenggarakan pemerintahan desa dalam jangka waktu selama dipergunakan.

    Menurut dia, pengembalian hak anggaduh tersebut menjadi syarat penting agar proses sewa tidak menimbulkan tumpang tindih administratif.

    “Agar tidak terjadi kesalahan dalam administrasi sewa, maka hak anggaduh dari kalurahan terlebih dahulu dikembalikan kepada Keraton. Setelah itu, baru disusun skema sewa yang sah secara hukum dan adat,” kata Suryo.

    Sebagai bentuk penghormatan dan apresiasi, Keraton Yogyakarta memberikan kompensasi tahunan kepada kalurahan yang telah mengembalikan hak anggaduh tersebut.

    Dengan menyewakan tanah SG melalui tarif simbolik, Keraton menegaskan bahwa pembangunan nasional dan nilai-nilai budaya dapat berjalan berdampingan.

    Skema ini disebut sebagai wujud keberpihakan Keraton terhadap kepentingan rakyat, tanpa mengabaikan tata kelola yang sah, adat dan berkeadaban.

    Direktur Jenderal Bina Marga Kementerian Pekerjaan Umum Roy Rizali Anwar memastikan seluruh biaya sewa lahan ditanggung oleh Badan Usaha Jalan Tol (BUJT) yang menjadi investor proyek.

    “Masuk ke investasinya BUJT. Rp160 miliar untuk 320 ribu meter persegi, selama masa konsesi,” ujarnya di Jakarta, Senin (21/7).

    Lahan SG itu dimanfaatkan untuk dua Proyek Strategis Nasional (PSN), yakni Jalan Tol Solo–Yogyakarta–Kulon Progo dan Jalan Tol Yogyakarta–Bawen.

    Untuk proyek Tol Solo–Yogyakarta–Kulon Progo, lahan SG yang digunakan mencapai 245.302 meter persegi, terdiri dari 177 bidang tanah desa dan 17 bidang Sultan Ground.

    Proyek ini terbagi menjadi tiga tahap. Ruas Klaten–Prambanan telah selesai dan saat ini beroperasi tanpa tarif.

    Sementara ruas Prambanan–Purwomartani telah mencapai progres fisik 78,93 persen. Ruas lain seperti Purwomartani–Maguwo dan JC Sleman–Trihanggo masih dalam tahap pembangunan. Proyek ini ditargetkan dapat beroperasi penuh pada 2028.

    Sementara itu, Jalan Tol Yogyakarta–Bawen memanfaatkan lahan SG seluas 75.440 meter persegi. Lahan ini terdiri atas 90 bidang tanah desa dan 8 bidang Sultan Ground.

    Tol sepanjang 75,12 kilometer ini akan menghubungkan Yogyakarta dengan Bawen melalui Borobudur, Magelang, Temanggung dan Ambarawa. Proyek tersebut dibagi menjadi enam seksi konstruksi.

     

     

  • Kado Raja Jogja buat Proyek Tol

    Kado Raja Jogja buat Proyek Tol

    Jakarta

    Sri Sultan Hamengku Buwono X memberikan Serat Kekancingan kepada Kementerian Pekerjaan Umum (PU). Dokumen tersebut tanda kerja sama untuk pembangunan Jalan Tol Yogyakarta-Bawen dan Jalan Tol Solo-Yogyakarta-Kulon Progo.

    Pemberian Serat Kekancingan menjadi bentuk kerja sama antara Ditjen Bina Marga Kementerian PU, Karaton Ngayogyakarta Hadiningrat, dan Badan Usaha Jalan Tol (BUJT).

    Dokumen tersebut berisi izin penggunaan objek tanah Kasultanan Ngayogyakarta seluas 320.000 meter persegi untuk pembangunan kedua ruas jalan tol tersebut.

    Direktur Jenderal (Dirjen) Bina Marga Roy Rizali Anwar menyampaikan, penyerahan Serat Kekancingan ini merupakan simbol kehormatan, amanah budaya, dan bentuk kolaborasi luhur antara negara dan Kasultanan sebagai institusi adat.

    “Jalan tol Yogyakarta-Bawen dan Solo-Yogyakarta-Kulon Progo adalah bagian penting dari Proyek Strategis Nasional (PSN), untuk mempercepat konektivitas antardaerah, meningkatkan pertumbuhan ekonomi, serta memperkuat integrasi wilayah Yogyakarta dengan Jawa Tengah dan sekitarnya,” Ujar Roy, dikutip dari keterangan tertulis, Jumat (18/7/2025).

    Sebagaimana tertuang dalam perjanjian kerja sama tersebut, Roy menjabarkan, pembangunan kedua jalan tol ini memanfaatkan lebih dari 320.000 meter persegi lahan Sultan Ground. Saat ini, pekerjaan konstruksi jalan tol tersebut juga telah dilaksanakan.

    Secara rinci, objek tanah Kasultanan Ngayogyakarta seluas 320.000 meter persegi akan digunakan untuk pembangunan Jalan Tol Yogyakarta-Bawen seluas 75.440,75 meter persegi. Tanah tersebut terdiri dari 90 bidang tanah desa dan 8 bidang tanah Sultan Ground.

    Sedangkan untuk pembangunan jalan tol Solo-Yogyakarta-Kulon Progo, objek tanah yang digunakan seluas 245. 302 meter persegi. Tanah tersebut terdiri dari 177 bidang tanah desa dan 17 bidang tanah Sultan Ground.

    “Atas nama Kementerian PU dan secara khusus Ditjen Bina Marga, kami mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Ngarsa Dalem Sri Sultan Hamengkubuwono X beserta seluruh Penghageng Karaton atas restu, dukungan, dan kelapangan hati dalam menyediakan tanah Kasultanan demi kemaslahatan rakyat,” tutur Roy.

    Progres Pembangunan Tol

    Sementara itu, Kepala Badan Pengatur Jalan Tol (BPJT) Wilan Oktavian menjelaskan, Jalan Tol Yogyakarta-Bawen memiliki panjang 75,12 kilometer (km). Pembangunan jalan tol ini terbagi menjadi 6 seksi.

    Pembagian tersebut antara lain, Seksi 1 Yogyakarta-SS Banyurejo dengan panjang 8,8 km, Seksi 2 SS Banyurejo-Borobudur dengan panjang 15,2 km, dan Seksi 3 Borobudur-SS Magelang dengan panjang 8,1 km.

    Selanjutnya, ada Seksi 4 SS Magelang-SS Temanggung dengan panjang 16,65 km, untuk Seksi 5 SS Temanggung-SS Ambarawa 21,39 km dan terakhir seksi 6 SS Ambarawa-JC Bawen total panjang 4,98 km.

    Sedangkan terkait Jalan Tol Solo-Yogyakarta-Kulon Progo, pembangunannya terbagi menjadi 3 tahap. Adapun Tahap 1 yang telah beroperasi berada diruas tol Kartasura-Klaten, sementara ruas Klaten-Prambanan saat ini sudah beroperasi namun belum bertarif.

    Wilan menambahkan, untuk ruas Prambanan-Purwomartani sudah mencapai progres fisik konstruksi 78,93%. Lalu ruas Purwomartani-Maguwo dan JC. Sleman-Trihanggo masih dalam proses pembangunan.

    “Untuk tahap 2 dan 3, masih dalam proses pembebasan lahan, ruas tol Solo-Yogyakarta-Kulon Progo direncanakan operasi pada tahun 2028,” kata Wilan.

    (shc/rrd)

  • Kelola Pulau-Bangun Resor Tanpa Izin Siap-siap Disegel!

    Kelola Pulau-Bangun Resor Tanpa Izin Siap-siap Disegel!

    Jakarta – Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) akan menutup usaha yang tak melaporkan dokumen Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut (KKPRL). Hal ini menyusul masih banyaknya perusahaan yang tak melaporkan kewajiban laporan tahunan ke KKP.

    Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono mengatakan pelaku usaha yang tidak melaporkan KKPRL akan dikenakan sanksi, mulai dari pengenaan denda hingga penutupan izin usaha.

    KKPRL merupakan izin dasar yang harus dimiliki setiap orang atau badan usaha yang ingin melakukan kegiatan menetap di ruang laut, seperti penggelaran pipa dan kabel bawah laut hingga mendirikan bangunan/infrastruktur produksi di laut.

    Penyampaian laporan tahunan dilakukan setiap tahun dan tidak boleh melebihi tanggal diterbitkannya dokumen KKPRL. Misal dokumen KKPRL terbit pada 24 Agustus 2023, maka laporan tahunan pertama wajib diserahkan maksimal pada 23 Agustus 2024. Tanggal tersebut berlaku untuk laporan tahunan di tahun-tahun selanjutnya.

    “Sanksinya ditutup. Didenda, ditutup (jika tidak melaporkan KKPRL),” kata pria yang akrab disapa Trenggono kepada awak media di Hotel Borobudur, Jakarta Pusat, Selasa (15/7/2025).

    KKP juga mengawasi pemanfaatan pulau oleh orang asing. Trenggono menerangkan KKP melalui Direktorat Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) sempat menyegel resort milik orang asing di Kepulauan Anambas lantaran tak mengantongi izin KKPRL.

    “Itu (Kepulauan Anambas) ada resort miliknya orang asing di sana, yang tidak memiliki izin kesesuaian ruang laut atau izin KKPRL itu, lalu kemudian oleh beliau (Dirjen PSDKP Pung Nugroho Saksono) disegel,” ujarnya.

    KKP akan mengecek apakah wilayah tersebut boleh dimaksimalkan untuk pengembangan ekonomi, seperti resort. Usaha tersebut akan tetap disegel jika wilayah tersebut masuk ke dalam zona konservasi.

    “Tapi apabila wilayahnya kemudian itu menjadi zona konservasi, tentu itu sama sekali tidak boleh, harus kembalikan ke fungsi konservasi,” terang dia.

    Untuk mengawasi hal itu, Trenggono akan memanfaatkan teknologi dengan mengembangkan infrastruktur teknologi Ocean Big Data. Sistem tersebut akan dibangun melalui perangkat berbasis teknologi pemantauan pesisir, laut, dan udara, seperti radar, sensor pengukuran kualitas air dan laut, drone bawah air, drone udara, hingga satelit nano.

    “Ocean Big Data ini sekarang kita tujuannya untuk memonitor mana ada aktivitas di laut yang kemudian tidak, yang bisa kita deteksi tapi kemudian tidak melaporkan kepada kita,” jelas Trenggono.

    Sebelumnya, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) mengimbau para pemegang dokumen Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut (KKPRL) untuk menyelesaikan kewajiban menyerahkan laporan tahunan. Jika mengabaikan, denda administratif sebesar Rp 5 juta per hari telah menunggu.

    “Laporan tahunan dari pemegang dokumen KKPRL itu wajib. Kami sudah selalu mengimbau bahwa ada sanksi bagi yang telat apalagi tidak menyerahkan laporan,” ujar Staf Khusus Menteri Kelautan dan Perikanan Bidang Hubungan Masyarakat dan Komunikasi Publik Doni Ismanto Darwin dalam keterangannya.

    Doni menerangkan pengiriman laporan tahunan merupakan salah satu kewajiban bagi Pemegang Dokumen KKPRL yang diatur dalam Permen KP 28/2021 tentang Penyelenggaran Penataan Ruang Laut. Sedangkan pengawasan penataan ruang laut yang mengatur sanksi yang diberikan terhadap Pemegang KKPRL yang tidak memenuhi kewajiban tersebut tertera dalam PermenKP 31/2021.

    “Laporan tahunan ini untuk melihat komitmen dari pemegang KKPRL terhadap kewajiban dalam pemanfaatan ruang laut, salah satunya dalam pengelolaan lingkungan dan tanggungjawab sosial ekonomi bagi masyarakat pesisir,” tegas Doni.

    (rea/hns)