Tempat Fasum: Bareskrim Mabes Polri

  • Dokter Tifa Bilang Transkrip Nilai Ijazah Jokowi Seperti Produksi Universitas Ruko: yang Benar Saja

    Dokter Tifa Bilang Transkrip Nilai Ijazah Jokowi Seperti Produksi Universitas Ruko: yang Benar Saja

    FAJAR.CO.ID, JAKARTA — Dokter Tifauzia Tyassuma kembali menggemparkan publik dengan pernyataannya soal keabsahan transkrip nilai mantan Presiden Jokowi.

    Tifa mengaku telah melihat langsung transkrip nilai asli milik seorang mahasiswa Fakultas Kehutanan UGM yang lulus tahun 1985.

    “Transkrip nilai asli itu saya lihat dengan mata kepala sendiri. Bukti fisiknya juga ada pada saya,” ujar Tifa di X @DokterTifa (14/7/2025).

    Ia menyebut, isi dari transkrip nilai asli tersebut sangat berbeda dengan dokumen yang ditampilkan Bareskrim Mabes Polri pada 22 Mei 2025 lalu. Bahkan, menurutnya, perbedaannya mencapai 180 derajat.

    “Jumlah SKS di transkrip asli itu 161 SKS. Bukan 122 SKS ditambah 88 SKS jadi 210 SKS seperti transkrip abal-abal yang ditampilkan Bareskrim,” tegasnya.

    Ia menambahkan, bentuk fisik dokumen transkrip asli terlihat sangat rapi dan dibuat menggunakan mesin ketik manual, sesuai dengan era 1980-an.

    “Dokumennya berkualitas tinggi. Khas UGM. Bukan kayak begini, transkrip nilai abal-abal yang tulisannya amburadul,” sindirnya.

    “UGM itu universitas ternama. Masa transkrip nilainya seperti dari Universitas Ruko? Yang benar saja!,” tambahnya.

    Lebih lanjut, Tifa menyebut dirinya sempat hadir saat gelar perkara terkait dokumen tersebut.

    “Saya pada waktu Gelar Perkara kemarin, ingin membantu Bareskrim,” imbuhnya.

    Ia mengaku ingin membantu pihak Bareskrim dengan menunjukkan dokumen yang menurutnya asli.

    “Dokumen-dokumen yang anda pakai sebagai barang buktinya salah atau mungkin palsu. Dan, seperti ini lho yang asli. Bareskrim nya sudah defensif duluan,” tandasnya.

  • Gelar Perkara Kasus Ijazah Jokowi Digelar Rabu, Rismon: Kami Siap Bawa Bukti Ilmiah
                
                    
                        
                            Megapolitan
                        
                        7 Juli 2025

    Gelar Perkara Kasus Ijazah Jokowi Digelar Rabu, Rismon: Kami Siap Bawa Bukti Ilmiah Megapolitan 7 Juli 2025

    Gelar Perkara Kasus Ijazah Jokowi Digelar Rabu, Rismon: Kami Siap Bawa Bukti Ilmiah
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com –
    Rismon Sianipar bersama empat saksi terlapor lainnya dipastikan hadir dalam gelar perkara khusus atas tuduhan
    ijazah palsu
    Presiden ke-7
    Joko Widodo
    yang akan dilaksanakan di Bareskrim Mabes Polri pada Rabu (9/7/2025) pagi.
    Hal itu ia sampaikan usai menghadiri undangan pemeriksaan di Polda Metro Jaya pada Senin (7/7/2025).
    “Kami diajukan. Nama kami, saya, Pak Roy (Suryo), Bu Tifa, dan lainnya itu diajukan untuk menjadi ahli di gelar perkara khusus di Bareskrim Rabu,” ujarnya kepada wartawan, Senin.
    Rismon juga menuturkan, ia bersama rekan saksi terlapor lainnya akan membuktikan kebenaran ilmiah terkait ijazah Jokowi yang diklaim lulus dari Universitas Gadjah Mada (UGM).
    “Kami ingin men-
    challenge
    karena kebenaran ilmiah itu kan
    repeatable
    , dapat diulangi, dapat diverifikasi, dapat direkonstruksi,” ucap Rismon.
    “Oleh karena itu kami ingin bahwa setiap pihak itu membawa ahlinya, baik Bareskrim maupun dari pihak Pak Jokowi, maupun dari pihak Tim Pembela Ulama dan Aktivis (TPUA),” tutur Rismon lagi.
    Ia mengatakan, tiga dari lima terlapor dari kasus
    tuduhan ijazah palsu
    Jokosi yang sedang berjalan adalah lulusan UGM. Sebab itu, ia akan meminta pihak universitas untuk membuka seluruh proses akademik Jokowi.
    “Karena kami juga tiga orang adalah alumni UGM, jadi sangat relevan bagi kami untuk meminta UGM, melalui rektor maupun wakil rektor, untuk membuka seluruh proses akademik dari Joko Widodo di UGM,” ucapnya.
    Pada kesempatan terpisah, Roy Suryo mengungkap dirinya dicecar 85 pertanyaan saat diperiksa sebagai saksi terlapor atas tudingan
    ijazah palsu Jokowi
    di Polda Metro Jaya pada Senin (7/7/2025).
    Ia bersama saksi terlapor lainnya diperiksa sekitar pukul 10.00 WIB hingga 14.50 WIB. Ia tidak merinci pertanyaan-pertanyaan apa saja yang dicecar, namun ia sempat ditanya mengenai kondisi kesehatan.
    Roy juga menuturkan, pelapor tidak memiliki legal standing dalam pelaporan kasus ijazah palsu.
    “Jadi mereka lima pihak itu tidak ada
    legal standing
    , apalagi mereka ada yang mengatasnamakan pengacara. Itu kan aneh gitu, pengacara malah lapor juga, jadi itu sama sekali di luar nalar,” ungkapnya.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Polda di Seluruh Indonesia Segera Miliki Direktorat Baru TPPO dan PPA

    Polda di Seluruh Indonesia Segera Miliki Direktorat Baru TPPO dan PPA

    Sidoarjo, Beritasatu.com – Pemerintah menyetujui pembentukan direktorat khusus tindak pidana perdagangan orang (TPPO) serta perlindungan perempuan dan anak (PPA) di tingkat polda seluruh Indonesia, karena tingginya kasus kejahatan. 

    “Kami baru saja menyetujui pembentukan direktorat TPPO dan PPA di tingkat polda di seluruh Indonesia. Dengan tingginya kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak, sudah seharusnya ada penanganan yang lebih fokus dan terstruktur,” kata Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Rini Widyantini.

    Hal ini disampaikan Rini saat melakukan inspeksi mendadak (sidak) ke Polresta Sidoarjo, Jawa Timur, Kamis (3/7/2025) sore. Sidak ini dilakukan untuk memantau layanan publik di lingkungan Polri, khususnya yang berkaitan dengan perlindungan perempuan dan anak. 

    Dalam kunjungannya ke Unit PPA Satreskrim Polresta Sidoarjo dan Mal Layanan Polri, Rini menegaskan pemerintah mendukung penuh langkah Bareskrim Mabes Polri untuk membentuk direktorat khusus TPPO dan PPA di seluruh polda.

    Rini mengapresiasi terhadap pelayanan Unit PPA Polresta Sidoarjo yang dinilai responsif dan peduli terhadap korban kekerasan. Dalam kunjungannya, Rini sempat menyapa dan berdialog langsung dengan seorang anak korban kekerasan yang sedang menjalani pemeriksaan.

    Kapolresta Sidoarjo Kombes Pol Christian Tobing menyambut baik kunjungan menpan RB dan menegaskan pihaknya akan terus meningkatkan pelayanan, terutama dalam penanganan kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak.

    “Ada pengecekan langsung tadi terhadap layanan unit PPA dan Mal Pelayanan Publik Polri. Ini menjadi dorongan bagi kami untuk terus berbenah dan meningkatkan kualitas pelayanan kepada masyarakat,” ungkapnya.

    Dengan adanya persetujuan ini, diharapkan setiap polda di Indonesia akan segera memiliki struktur khusus yang menangani TPPO dan PPA secara profesional dan berkelanjutan.

  • Penyelundupan Sabu 40 Kg dari Aceh Digagalkan di Tangerang, 1 Pelaku Ditangkap

    Penyelundupan Sabu 40 Kg dari Aceh Digagalkan di Tangerang, 1 Pelaku Ditangkap

    BANDA ACEH – Tim gabungan Bea Cukai bersama kepolisian menggagalkan penyelundupan narkoba jenis sabu-sabu seberat 40 kilogram di wilayah Tangerang, Banten.

    Satu orang pelaku berinisial S berhasil diamankan saat kendaraan yang digunakan untuk membawa barang haram itu terparkir di sebuah hotel.

    Kepala Seksi Kepatuhan Internal dan Penyuluhan Bea Cukai Lhokseumawe, Vicky Fadian, mengatakan pengungkapan ini merupakan hasil koordinasi dan analisis bersama lintas instansi.

    “Penindakan ini bermula dari kegiatan sharing information dan joint analysis antara Bea Cukai dan Polri,” kata Vicky dalam keterangan di Banda Aceh, Antara, Jumat, 6 Juni.

    Operasi ini melibatkan sejumlah unsur, antara lain Kanwil Bea Cukai Aceh, Kanwil DJBC Sumatera Bagian Barat, Kanwil DJBC Banten, Direktorat IV Tindak Pidana Narkoba Bareskrim Polri, serta Direktorat Interdiksi Narkotika Kantor Pusat Bea Cukai.

    Berdasarkan informasi awal, sabu-sabu diselundupkan melalui jalur darat dari Kabupaten Aceh Utara menggunakan mobil Toyota Rush. Setelah dilakukan pemantauan selama dua hari, mobil tersebut ditemukan di parkiran sebuah hotel di Tangerang, Banten.

    “Tim langsung melakukan penggeledahan dengan bantuan Unit K9 Bea Cukai. Ditemukan 40 bungkus sabu-sabu yang disembunyikan di dalam pintu kendaraan,” jelas Vicky.

    Dalam penggeledahan itu, pelaku berinisial S berhasil ditangkap dan langsung diamankan ke Direktorat IV Tindak Pidana Narkoba Bareskrim Mabes Polri untuk proses penyidikan lebih lanjut.

    Vicky menyatakan pengungkapan ini menjadi bukti bahwa sindikat narkoba semakin terorganisir dan menggunakan modus-modus baru yang kompleks. Oleh karena itu, kerja sama antarlembaga dan penguatan pengawasan akan terus ditingkatkan, terutama di daerah rawan.

    “Bea Cukai Lhokseumawe akan terus memperkuat sinergi dan mengajak masyarakat turut berpartisipasi dengan melaporkan aktivitas mencurigakan demi menyelamatkan generasi dari bahaya narkoba,” ujarnya.

  • Polisi Tangkap WN China Penyelundup Manusia dari Labuan Bajo ke Australia

    Polisi Tangkap WN China Penyelundup Manusia dari Labuan Bajo ke Australia

    Kupang

    Tim Penyidik Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) dari Subdit IV Ditreskrimum Polda Nusa Tenggara Timur (NTT), menangkap seorang warga negara asing (WNA) asal China bernama He Jin alias Yen Cing. Yen Cing merupakan otak dari kasus penyelundupan manusia ke Australia.

    “WNA tersebut ditangkap di Jakarta pada tanggal 3 Juni kemarin di sekitar pukul 22.00 WIB di Kantor Direktorat Jenderal Imigrasi di Jakarta,” kata Kabid Humas Polda NTT KombesHenry Novika Chandra di Kupang, dilansir Antara, Kamis (5/5/2025).

    Tersangka He Jin tiba di Kupang pada bersama tim dari Polda NTT pada Kamis (5/6) subuh tadi menggunakan salah satu maskapai penerbangan.

    Dia menjelaskan bahwa He Jin ditetapkan sebagai tersangka utama dalam kasus penyelundupan manusia yang terjadi pada November 2024, dari Pantai Labuan Bajo, NTT menuju pesisir pantai Australia.
    Ia diduga menjadi otak dari sindikat penyelundupan WNA asal China yang hendak masuk ke Australia secara ilegal.

    Henry mengatakan bahwa penyelidikan terhadap kasus ini dilakukan berkat koordinasi intens antara Divisi hubinter, Bareskrim Mabes Polri, Dirjen Imigrasi, dan Unit TPPO Polda NTT.

    Berdasarkan hasil penyidikan, diketahui bahwa He Jin dan komplotannya telah menyelundupkan tujuh WNA China dari Bali ke Labuan Bajo menggunakan speed boat fiber.

    WNA China yang hendak diselundupkan itu diminta bayaran per orang sebesar 5.000 ribu dollar AS.
    Tersangka He Jin disangkakan melanggar Pasal 120 ayat (1) dan Pasal 122 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian, dengan ancaman hukuman 5 hingga 15 tahun penjara.

    (idh/imk)

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • Integritas dan jejak intelektual pemimpin bangsa

    Integritas dan jejak intelektual pemimpin bangsa

    Layar menampilkan ijazah Presiden ke-7 RI Joko Widodo saat konferensi pers tentang hasil penyelidikan pengaduan masyarakat tentang dugaan tindak pidana terkait ijazah Joko Widodo di Bareskrim Mabes Polri, Jakarta, Kamis (22/5/2025). (ANTARA FOTO/Fauzan/tom.)

    Integritas dan jejak intelektual pemimpin bangsa
    Dalam Negeri   
    Editor: Calista Aziza   
    Selasa, 03 Juni 2025 – 15:06 WIB

    Elshinta.com – Polemik keaslian ijazah Joko Widodo, salah satu pemimpin bangsa, kembali mencuat sejak April 2025. Sejumlah aktivis dan kanal media alternatif mengangkat isu pendidikan Joko Widodo yang telah bergulir pada 2022.

    Persoalan ijazah pendidikan pemimpin bangsa itu tidak berhenti pada aspek administratif, tetapi juga merambah hal lain. Pertama, polemik mencerminkan krisis kepercayaan publik terhadap otoritas formal. Kedua, polemik menyentuh pertanyaan fundamental: apakah pendidikan masih penting dalam legitimasi dan kepemimpinan nasional?

    Di tengah riuhnya ruang publik, khususnya terkait pemimpin bangsa, perdebatan dipenuhi praduga, pembelaan, dan silang tafsir. Namun fokus diskusi perlu digeser ke arah yang lebih substansial bahwa pendidikan, terlepas dari dokumen formal, merupakan penanda kapasitas berpikir dan orientasi etis seorang pemimpin. Tanpa fondasi intelektual kuat, kekuasaan mudah terjebak pada pencitraan, kehilangan arah, dan gagal merumuskan kebijakan yang berpihak pada kepentingan publik.

    Dalam sejarah Indonesia, termasuk para pemimpin bangsa, pendidikan tidak sekadar alat legitimasi. Ia menjadi sarana pembentukan watak dan orientasi kepemimpinan.

    Para arsitek republik ini menempuh pendidikan, formal maupun intelektual, untuk mematangkan diri. Mereka bukan pengumpul gelar, tetapi pembelajar sejati. Ilmu pengetahuan mereka menjadi kompas pergerakan dan visi misi negara.

    Dari ruang kelas, hingga masa purgatory perjuangan, mereka membaca dengan gairah yang sama, seperti rakyat menaruh harapan pada bangsa. Pendidikan para pemimpin Indonesia mengubah nasib pribadi, sekaligus menggerakkan arah sejarah bangsa.

    Memori

    Sejarah mencatat deretan pemimpin Indonesia yang menempatkan pendidikan sebagai bagian dari perjuangan dan kepemimpinan.

    Soekarno menempuh pendidikan tinggi teknik di Technische Hoogeschool te Bandoeng dan memperoleh gelar insinyur. Namun, pemikiran Soekarno melampaui batas-batas ilmu eksakta. Ia menyerap pemikiran sosial, politik, dan filsafat, melalui bacaan dan pergaulan dengan para intelektual.

    Selanjutnya, Mohammad Hatta menyelesaikan pendidikan ekonomi di Belanda dan menjadi tokoh penting yang merumuskan ekonomi kerakyatan Indonesia berbasis koperasi.

    Kita juga tidak bisa melupakan BJ Habibie yang meraih gelar doktor teknik dari Rheinisch-Westfälische Technische Hochschule (RWTH) Aachen di Jerman. BJ Habibie menunjukkan, penguasaan ilmu pengetahuan mampu menjadi pijakan etis dalam pengambilan kebijakan negara.

    Demikian pula perjalanan pendidikan Abdurrahman Wahid di beberapa universitas di luar negeri telah membentuk intelektualitasnya. Perjalanan tersebut juga menjadi bekal kompetensi komunikasi lintas budaya dan pengetahuan tentang filosofi Islam, hingga Barat. Pengalaman menempuh pendidikan yang tidak selalu mudah, membuka cakrawala Abdurrahman Wahid alias Gus Dur, atas pentingnya pendidikan sebagai ruang pembebasan pikiran. Ia berhasil meneguhkan pendidikan inklusif, membuka era demokrasi, dan akses kebebasan pers di Indonesia.

    Kita juga ingat Susilo Bambang Yudhoyono, lulusan terbaik Akademi Militer dan doktor di bidang manajemen dan hubungan internasional. Susilo Bambang Yudhoyono menulis, membaca, dan merumuskan kebijakan dengan pendekatan ilmiah.

    Sementara Boediono, ekonom lulusan universitas terkemuka di Australia dan Amerika Serikat menjadi sosok teknokrat yang memadukan kesederhanaan dan presisi akademik.

    Pendidikan formal bukan sekadar jalur administratif untuk meraih gelar, melainkan proses bertahap yang membentuk struktur berpikir, etika, dan orientasi kepemimpinan. Dalam proses itu, sejumlah elemen memainkan peran penting bagi pembentukan watak seorang pemimpin.

    Pengalaman akademik yang melibatkan pembacaan kritis, diskusi terbuka, dan penulisan ilmiah melatih ketajaman analisis serta kemampuan menyusun argumen rasional, satu keterampilan mendasar dalam merumuskan kebijakan.

    Keterlibatan dalam organisasi, forum ilmiah, atau interaksi lintas disiplin memperkuat kapasitas sosial, kepemimpinan kolektif, serta kepekaan terhadap keberagaman pandangan. Lebih dari itu, nilai-nilai dasar ketekunan, integritas dalam berproses, serta penghargaan terhadap ilmu adalah bagian dari pendidikan formal yang membentuk karakter.

    Dari kombinasi nalar kritis dan latihan etis seorang pemimpin, mulai mengembangkan cara pandang terhadap bangsa, serta membangun fondasi untuk menyusun tujuan jangka panjang kenegaraan.

    Sejarah para pemimpin Indonesia menunjukkan, pendidikan tinggi bukan semata pelengkap identitas. Pendidikan adalah elemen sentral dalam membentuk karakter, visi, dan integritas kepemimpinan nasional.

    Pendidikan formal, dalam sejarah pemimpin Indonesia, berperan sebagai proses pembentukan struktur berpikir, kedalaman intelektual, dan integritas moral. Pendidikan bukan semata legitimasi administratif, melainkan penempaan diri untuk memahami, memimpin, dan melayani masyarakat secara utuh.

    Di era gelar “diduga” dapat direkayasa dan opini publik dibentuk oleh algoritma, urgensi pendidikan sebagai sarana berpikir kritis justru semakin relevan. Ketidakhadiran proses pendidikan berisiko melahirkan kepemimpinan tanpa kedalaman berpikir, yang lebih mengandalkan simbol ketimbang substansi.

    Karena itu, dalam menghadapi dunia yang makin kompleks, pendidikan tidak boleh hanya dipandang sebagai “tiket” status sosial, tetapi menjadi ruang pembelajaran yang melatih akal, nurani, dan tanggung jawab publik. Pendidikan yang benar membentuk nalar etis, bukan sekadar retorika.

    Gelar akademik tinggi, bukan satu-satunya syarat menjadi pemimpin, namun setiap pemimpin, dalam kapasitas apa pun, perlu melalui proses pembelajaran yang nyata dan teruji. Jika pendiri bangsa mengangkat pendidikan sebagai alat perjuangan, maka generasi hari ini harus menjadikannya sebagai sarana emansipasi diri dan bangsa.

    Dalam kontestasi politik kontemporer, popularitas berpotensi menggantikan kapabilitas intelektual. Media digital pun menjadi senjata penting kemenangan pemimpin populis. Akan tetapi, di tengah kecenderungan anti-intelektual dan polarisasi wacana, perlu ditegaskan kembali pentingnya kualitas berpikir pemimpin.

    Negarawan yang tidak terbiasa membaca, berpikir kritis, dan menyusun argumen rasional akan kesulitan menghadapi kompleksitas dunia. Kontestasi dalam demokrasi akhirnya bukan hanya membutuhkan suara terbanyak, tetapi juga pemikiran terdalam.

    Di tengah kecemasan terhadap merosotnya standar kepemimpinan, rakyat sesungguhnya masih memegang harapan. Harapan itu terletak pada kemampuan memilih pemimpin yang tidak hanya populer, tetapi juga memiliki rekam jejak pendidikan dan kedalaman intelektual.

    Pemimpin semacam itu tidak sekadar hadir untuk mengelola kekuasaan, melainkan untuk memahami, merumuskan, dan mengarahkan masa depan bangsa secara visioner. Dengan kecermatan memilih, rakyat dapat mendorong lahirnya kepemimpinan yang berpihak pada akal sehat, ilmu pengetahuan, dan tanggung jawab moral.

    Dalam sistem demokrasi, pilihan rakyat bukan hanya soal keterwakilan, tetapi juga peluang memulihkan martabat politik sebagai ruang berpikir, bukan sekadar ruang berkuasa.

    Keaslian jejak pendidikan dapat diperdebatkan, tetapi integritas intelektual tidak bisa dimanipulasi. Bangsa ini tidak hanya butuh pemimpin yang dipilih, tetapi yang sungguh-sungguh belajar.

    *) Dr. Reza Praditya Yudha adalah Kaprodi Ilmu Komunikasi (Kampus Kab. Penajam Paser Utara)-Univ. Gunadarma, Praktisi Public Relations di Center for Public Relations, Outreach, & Communication (CPROCOM)

    Sumber : Antara

  • Sarjana Muda atau Insinyur? Tanda Lingkaran di Formulir Registrasi Jokowi Picu Teka-Teki Baru

    Sarjana Muda atau Insinyur? Tanda Lingkaran di Formulir Registrasi Jokowi Picu Teka-Teki Baru

    GELORA.CO –  Sepotong surat berlogo UGM terpajang di layar konferensi pers Bareskrim, 22 Mei 2022. Tapi alih-alih menjernihkan, goresan pena di sana justru mengaburkan: “Sarjana Muda” dilingkari—bukan “Sarjana.”

    Satu surat, satu lingkaran pena, satu pertanyaan baru. Itulah yang terjadi saat Bareskrim Mabes Polri menayangkan dokumen her-registrasi milik Joko Widodo dalam jumpa pers yang semestinya membungkam keraguan terhadap ijazah Jokowi.

    Namun di media sosial, yang terjadi justru sebaliknya. Dokter Tifa, aktivis yang dikenal vokal mengkritik kekuasaan dan elite negara, kembali membuat lini masa gaduh lewat akun @DokterTifa.

    “Kenapa yang dilingkari itu ‘Sarjana Muda’? Apakah UGM masih menyelenggarakan program itu tahun 1980–1985? Kalau iya, maka gelarnya harusnya B.Sc., bukan Ir,” tulis dr Tifa di X pada Jumat, 30 Mei 2025.

    Pernyataan itu memantik gelombang diskusi publik, menyoal konsistensi data akademik Jokowi yang selama ini diklaim lulusan Sarjana (Ir.) dari Fakultas Kehutanan UGM, tahun 1985.

    Dokter Tifa, lulusan Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada (UGM), kembali menumpahkan kegusarannya lewat utas tajam. Ia membandingkan total 211 SKS yang ia tempuh untuk menjadi dokter, dengan klaim bahwa Presiden Joko Widodo bisa menjadi Insinyur dari Fakultas Kehutanan UGM hanya dengan 122 SKS.

    “Jadi dokter butuh 211 SKS. Masa jadi Ir Kehutanan cuma 122 SKS? Siapa yang bohong ini?” tulisnya di X pada Sabtu, 31 Mei 2025.

    Pernyataan itu membuka ruang diskusi akademik yang lebih serius: berapa sebenarnya beban kredit normal program sarjana di Indonesia, dan mungkinkah lulus sebagai ‘Ir’ hanya dengan 122 SKS?

    Tifa lalu menjabarkan struktur pendidikan yang ia tempuh di UGM: Mata kuliah wajib: 149 SKS, Pilihan: 8 SKS, Profesi + KKN: 54 SKS. Total menjadi dokter: 211 SKS

    Diandingkan dengan Jokowi, berdasarkan dokumen her-registrasi yang ditampilkan Bareskrim pada konferensi pers 22 Mei 2022, disebut menempuh 122 SKS di Fakultas Kehutanan. Dokumen itu bahkan menunjukkan bahwa Jokowi melingkari opsi “Program Sarjana Muda”, bukan Program Sarjana.

    “Kalau benar program Sarjana Muda, maka gelarnya B.Sc., bukan Insinyur (Ir). Kok bisa berubah?” tanya dr Tifa.

    Fakta akademik: Standar nasional dan konteks historis

    Mengacu pada Permendikbud No. 3 Tahun 2020, beban SKS minimal untuk program sarjana di Indonesia adalah 144 SKS. Fakultas Kehutanan UGM, dalam katalog akademik mutakhir, juga menetapkan standar SKS lulusan berada di atas angka tersebut.

    Namun, era 1980-an memang menyimpan kompleksitas. Program Sarjana Muda (B.Sc.) masih eksis, tetapi tengah dihapus secara bertahap sejak 1982. Jika benar Jokowi masuk 1980 dan lulus 1985, maka ia seharusnya sudah berada dalam transisi ke sistem sarjana penuh, bukan Sarjana Muda.

    Hal inilah yang menjadi titik kritis. Jika Jokowi mendaftar sebagai Sarjana Muda, mengapa kemudian ia menyandang gelar Insinyur (Ir)? Dan sebaliknya, jika ia adalah peserta Program Sarjana, mengapa formulir resmi menunjukkan pilihan “Sarjana Muda” yang dilingkari?

    “Bareskrim harusnya menyodorkan bukti yang memperjelas, bukan malah menambah teka-teki. Ini bukan tuduhan, ini pertanyaan,” tambah dr Tifa dalam unggahan terpisah.

    Prof. Ikrar yakin ijazah Jokowi palsu?

    Dalam perbincangan mendalam di podcast kanal YouTube Abraham Samad Speak Up pada 29 Mei 2025, Prof. Ikrar, ilmuwan politik dan mantan Duta Besar Indonesia untuk Tunisia, tak ragu menyatakan keyakinannya: “It is certainty in my opinion bahwa Jokowi itu memang ijazahnya palsu.”

    Prof. Ikrar, yang dulu fanatik mendukung Jokowi, mengaku pernah marah ketika isu ijazah muncul.

    “Saya berpikir, masa sih calon presiden enggak punya ijazah?” katanya. Namun, pandangannya berubah sejak 2022, saat ia aktif di Lemhannas.

    “Teman-teman di sana banyak cerita. Lembaga itu open-minded, mengundang kritikus seperti Rocky Gerung dan Faisal Basri,” ungkapnya.

    Diskusi dengan koleganya, termasuk Faisal Basri yang mengaku sebagai konsultan KPK, membuka matanya. Data dari KPK, menurut Faisal, menguatkan dugaan adanya ketidakberesan.

    Isu ijazah Jokowi ini kian rumit ketika Ikrar menyoroti sikap Jokowi yang tak kunjung menunjukkan ijazah asli.

    “Kalau memang benar, serahkan dan selesai,” tegasnya.

    Ia mempertanyakan peran Bareskrim yang mengesahkan keaslian ijazah.

    “Mana ada badan reserse kriminal di suatu negara menentukan ijazah seseorang asli atau palsu?” katanya, nada sinis. Bagi Ikrar, ini mempermalukan institusi negara.

    Ikrar menyinggung bukti fisik yang memperkuat dugaannya. Ia menyebut video di YouTube dari seorang alumni UGM yang menunjukkan ijazah Jokowi dilipat-lipat.

    “Ijazah asli UGM itu besar, tebal, tidak bisa dilipat. Kalau dilipat, itu pasti fotokopi,” jelasnya.

    Ia membandingkan dengan pengalamannya sendiri di Griffith University, Australia, di mana ijazahnya tiba dalam tabung, bukan map biasa. “Enggak mungkin dilipat,” tegasnya.

    Analisis dari tokoh seperti Roy Suryo dan Dr. Tifa memperkuat keraguan. Roy Suryo, misalnya, mempertanyakan keabsahan data alumni Jokowi di UGM dan SMA 6 Yogyakarta, yang ternyata terkait adik iparnya, almarhum Hari Mulyono.

    “Foto-foto masa muda Jokowi juga dipertanyakan. Gigi dan telinga di foto wisuda tak sama dengan Jokowi sekarang,” tambah Ikrar, merujuk analisis dr Tifa.

    Ikrar juga menyinggung kasus Bahlil Lahadalia, Menteri ESDM, yang gelar doktornya dari UI menuai kontroversi.

    “Promotornya kena sanksi. Ini soal etika akademik,” katanya. Menurutnya, kejujuran akademik adalah cerminan integritas pemimpin. Polemik ijazah Jokowi ini, baginya, mencerminkan kegagalan membangun kepercayaan publik.***

  • Tim Jokowi Klarifikasi Tak Pernah Polisikan Nama Tifa, dokter Tifa Bingung Diperiksa sebagai Apa

    Tim Jokowi Klarifikasi Tak Pernah Polisikan Nama Tifa, dokter Tifa Bingung Diperiksa sebagai Apa

    GELORA.CO – Pegiat media sosial sekaligus Alumnus Universitas Gadjah Mada (UGM), Tifauzia Tyassuma yang akrab disapa dokter Tifa heran masih tak tahu dirinya diperiksa Polda Metro Jaya sebagai terlapor ataukah peneliti

    Sebab, saat diperiksa, dia tidak diberi tahu oleh penyidik perihal statusnya.

    Terlebih, tim dari Jokowi telah memberikan klafikasi tak pernah melaporkan Tifa ke pihak kepolisian

    Nama Tifa mencuat setelah diperiksa dalam kasus dugaan pencemaran nama baik mantan Presiden Joko Widodo (Jokowi) sehubungan dengan tudingan ijazah palsu.

    Ketika diwawancarai oleh pakar hukum tata negara, Refly Harun, Tifa mengaku masih newbie atau pemula dalam kasus hukum.

    “Bahkan masuk Polda pun, saya baru pertama itu, loh. Polda Metro Jaya gitu, kan,” kata Tifa dalam video yang tayang di kanal YouTube Refly Harun, Minggu (25/5/2025).

    Dia berharap pemeriksan beberapa waktu lalu tidak hanya menjadi yang pertama, tetapi juga yang terakhir bagi dia.

    “Karena nature saya adalah seorang peneliti, tentu saja [pemeriksaan itu] pengalaman pertama dan sesuatu yang tidak saya ketahui. Kemudian kalau saya menjalani, saya menjadi tahu itu kan sesuatu yang sangat menarik,” ujarnya menjelaskan.

    Tifa mengaku tidak tahu diperiksa sebagai apa di Polda Metro Jaya, misalnya sebagai terlapor. Menurut dia, tidak ada kejelasan.

    “Tetapi intinya saya excited gitu ya. Saya excited sebagai peneliti. Saya jadi tahu, ada data, dapat data-data baru dan valid karena saya adalah eyewitness atau sebagai pelaku gitu kan, sebagai primary subject begitu kan.”

     Lewat pengalaman itu Tifa mengaku bisa bercerita kepada masyarakat.

    Tifa juga menyinggung surat undangan pemeriksaan dari Polda Metro Jaya yang ditujukan kepadanya. Dia mengaku kurang senang mendapat surat itu.

    “Ya seperti juga semua orang mendapatkan surat dari polisi, pasti ada rasa apaan, sih, dan enggak nyaman.

    Menurut Tifa, sudah ada total 62 orang yang berkomitmen menjadi kuasa hukumnya dalam satu tim. Namun, dia mengatakan kini ada tambahan delapan orang lagi yang menjadi kuasa hukum pribadinya.

    Dia mengklaim para kuasa hukumnya adalah tokoh-tokoh besar, salah satunya adalah advokat Abdullah Alkatiri. Tifa mengaku sangat puas dibimbing oleh para pengacara senior.

    “Insyaallah [pemeriksaan itu] akan menjadi mozaik-mozaik, menambah pengalaman saya sehingga nanti akan bisa dipakai untuk penelitian observational study saya berikutnya gitu,” tuturnya.

    “Ini undangan klarifikasi. Dalam pengertian saya, kita klarifikasi each other, dong. Karena saya juga butuh penjelasan tentang apa maksud surat ini, sampai jadi surat ini.”

    Surat undangan itu menurutnya penuh dengan kalimat yang memerluka klarifikasi. Dia sudah meminta klarifikasi, tetapi tidak diberikan oleh Polda Metro Jaya.

    “Mengapa ada pasal-pasal seperti ini yang berkaitan dengan sebuah peristiwa yang terjadi di Jakarta Selatan pada tanggal 26 Maret 2025?” tanya Tifa.

    Dia kembali mempertanyakan statusnya dalam pemeriksaan.

    “Apakah saya jadi terlapor? Katanya tidak. Lalu, saya tanya, ‘Kalau begitu ada terlapor, dong, karena ini ada penyidik, kemudian ada pelapor yang tertulis, Ir. H. Joko Widodo,’” katanya.

    “Kemudian, penyidik jelas, ada namanya juga ini. Kemudian, terlapor mestinya juga secara logis pastinya harus tertulis.”

    Tim Jokowi akui Tifa tak dicantumkan sebagai terlapor

    Kuasa hukum Jokowi, Rivai Kusumanegara, memberikan klarifikasi mengenai tidak adanya nama terlapor dalam laporan polisi yang diajukan Jokowi kepada Polda Metro Jaya pada 30 April 2025 lalu.

    Rivai membenarkan, dalam LP yang dibuat Jokowi 30 April lalu itu pihaknya tak mencantumkan nama terlapor, termasuk tak mencantumkan nama Roy Suryo atau Tifa yang menjalani pemeriksaan di Polda Metro Jaya hari Kamis, (15/5/2025).

    Selain itu, Rivai juga mengklaim, pihaknya telah menjelaskan di depan awak media bahwa terlapor masih dalam penyelidikan.

    Menurut Rivai, pihaknya sengaja tak menunjuk nama sebagai terlapor karena ingin menghormati asas praduga tak bersalah.

    “Jadi betul setelah kami membuat laporan kami kan menjelaskan kepada teman-teman media bahwa kami, untuk terlapor itu dalam penyelidikan.”

    “Dalam arti memang kita tidak menunjuk nama, karena pertama kami menghormati asas praduga tak bersalah,” kata Rivai dalam Sapa Indonesia Malam di Kompas TV, Kamis (15/5/2025).

    Tifa heran dengan konferensi pers yang digelar oleh Bareskrim Mabes Polri yang mengumumkan keaslian ijazah Jokowi

    Dokter Tifa menyebut, biasanya, dalam konferensi pers sebuah kasus, polisi menghadirkan barang bukti kepada wartawan

    “Ketika konferensi pers tentang kasus narkoba, maka polisi menaruh bungkusan narkoba di meja. Terus bungkusan itu dibuka. Ini barang buktinya! Bukan foto narkobanya,” tulis dokter Tifa dikutip Warta Kota dari akun X, Kamis (5/22/2025)

    “Ketika konferensi pers tentang kasus pembunuhan, maka polisi menaruh pedang berlumuran darah, sarung yang buat bungkus mayat, sama koper yang dipakai buat buang mayat. Ini barang buktinya, pedang, sarung, koper. Bukan foto pedang, foto sarung, foto kopernyaaa,” imbuhnya

    Berkaca dengan kasus-kasus itu, dokter Tifa beranggapan mestinya polisi menunjukkan ijazah asli Jokowi, bukan hanya menampilkan foto

    “Ketika konferensi pers tentang sebuah ijazah, maka masyarakat mengharapkan, Polisi juga menunjukkan Ijazah. Asli. Kertas. Bukan fotonyaaa! Terus kapan kita bisa lihat ijazah itu woi. Biar kita lega. Kapaan?” kata Tifa

    Sementara itu, Pakar Telematika, Roy Suryo mengatakan bahwa keputusan Bareskrim Mabes Polri yang menyatakan bahwa ijazah kuliah Joko Widodo asli bukanlah akhir dari polemik

    Dia menyebut, yang berhak menentukan keaslian ijazah adalah hakim di pengadilan

    Roy Suryo bahkan mengaku telah menduga sebelumnya bahwa Bareskrim akan menyatakan ijazah Jokowi adalah asli atau identik.

    “Jadi hasil Bareskrim, puslabfor ini bukan final, bukan merupakan hasil ujung. Karena hasil ujung di pengadilan, jadi hakim yang akan menentukan hasil ini seperti apa,” tutur dia dikutip dari Youtube iNews TV, Kamis (22/5/2025).

    Seperti diketahui, Bareskrim telah mengumumkan ijazah UGM Jokowi asli atau palsu pada Kamis (22/5/2025).

    Hasil uji laboratorium forensik (labfor) terhadap ijazah sarjana satu (S1) Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada Presiden ke-7 RI Joko Widodo (Jokowi) dinyatakan asli.

    Menanggapi itu, Roy Suryo mengaku tak mempermasalahkan pengumunan dari polisi itu

  • Bareskrim Klaim Uji Labfor Ijazah Jokowi Sudah 90 Persen, Roy Suryo: Bagus, Saya Apresiasi – Halaman all

    Bareskrim Klaim Uji Labfor Ijazah Jokowi Sudah 90 Persen, Roy Suryo: Bagus, Saya Apresiasi – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Bareskrim Polri mengungkap proses penyelidikan dugaan ijazah palsu Presiden ke-7 RI Joko Widodo (Jokowi) sudah berjalan mencapai 90 persen.

    Hal ini diungkapkan oleh Direktur Tindak Pidana Umum (Dirtipidum) Bareskrim Polri, Brigjen Djuhandhani Rahardjo dalam konferensi persnya di Polresta Surakarta, Kamis (8/5/2025).

    Menanggapi hal tersebut, Pakar Telematika Roy Suryo pun memberikan apresiasinya kepada Bareskrim Polri.

    Meski demikian, Roy menilai, progres 90 persen dari Bareskrim ini tidak bisa dibilang cepat.

    Pasalnya, laporan dugaan ijazah Palsu Jokowi dari Tim Pembela Ulama dan Aktivis (TPUA) ini sudah masuk sejak Desember 2024 lalu.

    “Bagus, kalau itu bagus. Sebenarnya ini bukan kecepatan ya, laporan TPUA tuh sudah dimasukkan bulan Desember 2024. Ya jadi sebenarnya ini sudah 6 bulan ya, bulan Desember.”

    “Tapi saya tetap appreciate ya saya tetap memberikan apresiasi kepada Bareskrim Mabes Polri yang telah melakukan itu,” kata Roy Suryo dalam sesi wawancara di ‘Program Sapa Indonesia Malam’ Kompas TV, Kamis (8/5/2025) malam.

    Roy meyakini, Bareskrim pasti akan berusaha menguji keaslian ijazah Jokowi.

    Selain itu, penyidik akan melihat apa saja yang dipermasalahkan dalam kasus dugaan ijazah palsu Jokowi ini.

    “Setidak-tidaknya itu nanti akan berusaha kemudian untuk menguji terlebih dahulu apa yang dipermasalahkan. Baik itu skripsi apalagi ijazah,” imbuh Roy.

    Minta Uji Perbandingan Jika Skripsi Jokowi Dinyatakan Asli

    Terkhusus soal skripsi, Roy pun meminta uji perbandingan jika nantinya skripsi Jokowi dinyatakan asli oleh penyidik.

    Pasalnya, pihaknya selama ini meyakini bahwa 99,9 persen skripsi Jokowi adalah palsu. 

    “Tapi sekali lagi kalau skripsi, izinkanlah saya nanti tetap akan mengatakan kalau itu memang skripsi yang dinyatakan asli, yang padahal kami menyatakan 99,9 persen itu palsu, maka nanti kita perlu perlu memperbandingkan,” tegas Roy.

    Menurut Roy, uji perbandingan ini sah-sah saja untuk dilakukan.

    Pasalnya dalam uji perbandingan ini yang diuji adalah ilmu pengetahuan.

    “Enggak apa-apa yang namanya uji perbandingan itu sah-sah saja. Ya kita punya ilmu, sana punya ilmu, kedua-duanya ilmu pengetahuan yang harus dihormati,” pungkas Roy.

    Penyelidikan Sudah Capai 90 Persen

    Sebelumnya,Dirtipidum Bareskrim Polri, Brigjen Djuhandhani Rahardjo mengeklaim, proses penyelidikan dugaan ijazah palsu Jokowi sudah mencapai mencapai 90 persen.

    Kini prosesnya pun sudah masuk dalam tahap akhir, yakni uji laboratorium secara saintifik.

    “Kami tindaklanjuti sekitar 1 bulan ini mungkin secepatnya kami akan berupaya memberikan kepastian. Kalau persentasenya penyidikan kita sudah 90 persen dan 10 persennya adalah uji lab,” kata Djuhandhani dalam konferensi persnya di Polresta Surakarta, Kamis (8/5/2025).

    Menurut Djuhandhani, dalam proses uji lab forensik, persentase 90 persen bisa gugur jika ada yang tak identik di 10 persen.

    Untuk itu diperlukan uji foto hingga lembaran seperti yang didalilkan oleh pelapor.

    “Termasuk foto, lembaran yang didalilkan oleh pengadu, kita uji semua. Jadi waktunya juga cukup menguras tenaga tapi kembali lagi kita saat ini sudah pada sampai tataran penguji, pengujian secara saintifik terkait ijazah,” jelasnya.

    Djuhandhani meyakini bahwa uji lab akan dilakukan secara hati-hati. Meski begitu, Djuhandhani memastikan, hasilnya akan disampaikan secepatnya.

    “Saya tetap meminta pada kalabfor untuk bisa secepatnya dengan pengujian yang profesional dan saya yakin labfor kita adalah labfor yang diakui oleh internasional,” tuturnya.

    (Tribunnews.com/Faryyanida Putwiliani/Muhamad Deni Setiawan)

    Baca berita lainnya terkait Ijazah Jokowi.

  • Bareskrim Ungkap Kasus PMI Non Prosedural di Nunukan

    Bareskrim Ungkap Kasus PMI Non Prosedural di Nunukan

    NUNUKAN – Satgas Koordinasi Penegakan Hukum Desk Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (PMI) Bareskrim Mabes Polri mengungkap kasus penempatan Imigran Ilegal yang terindikasi kuat sebagai tindak pidana perdagangan orang (TPPO) di Nunukan, Kalimantan Utara (Kaltara).

    Direktur Tindak Pidana Perlindungan Perempuan dan Anak dan Pemberantasan Perdagangan Orang (PPA-PPO) Bareskrim Polri Brigjen Nurul Azizah mengatakan kasus ini terungkap berkat adanya laporan masyarakat mengenai dugaan pengiriman warga negara Indonesia secara ilegal ke Malaysia lewat Kalimantan Utara untuk dipekerjakan sebagai asisten rumah tangga dan buruh perkebunan sawit.

    “Kita bersama personel gabungan lainnya melaksanakan pemeriksaan terhadap penumpang kapal KM. Thalia pada hari Senin tanggal 05 Mei 2025 dan mengungkap 4 kasus dengan 3 tersangka dan berhasil menyelamatkan sebanyak 19 orang Korban, Kemudian melakukan pemeriksaan penumpang kapal KM. Bukit Siguntang pada hari Selasa tanggal 6 Mei 2025 dan berhasil mengungkap 5 kasus dengan 4 tersangka dan menyelamatkan 63 orang Korban sehingga total 9 Laporan Polisi dengan 7 tersangka dan menyelamatkan Korban sebanyak 82 orang” kata Brigjen Nurul Azizah, Rabu, 8 Mei.

    Modus operandi yang digunakan adalah mengirimkan PMI secara non prosedural lewat pelabuhan – pelabuhan kecil di wilayah Nunukan khususnya Pulau Sebatik menuju Malaysia dengan meminta bayaran sebesar Rp. 4.500.000 hingga Rp. 7.500.000 kepada Korban yang memiliki paspor maupun tidak.

    “Barang bukti yang diamankan yaitu 14 paspor, 13 unit Handphone, 13 tiket kapal, 2 surat cuti dari perusahaan Malaysia dan 3 kartu vaksin dari klinik di Malaysia,” kata dia.

    Para tersangka dijerat dengan Pasal 81 Jo Pasal 69 Undang – undang Nomor 18 tahun 2017 tentang Perlindungan PMI, Pasal 4 UU Nomor 21 tahun 2007 tentang TPPO dan Pasal 120 ayat 2 UU Nomor 06 tahun 2011 tentang Keimigrasian.

    “Kami mengimbau masyarakat agar tidak mudah percaya dengan janji/bujuk rayu atau iming – iming baik melalui perekrut/ sponsor atau media sosial, silahkan dipertanyakan keabsahan perusahaan dan kontrak kerja sehingga para PMI dapat terlindungi hak – haknya sebagai pekerja migran dan juga mendorong Pemerintah Daerah untuk menyediakan pelatihan keterampilan bagi yang ingin bekerja diluar negeri,” sambung Brigjen Nurul Azizah.

    Satgas Penegakan Hukum Desk Perlindungan Pekerja Indonesia akan terus melakukan penegakan hukum secara konsisten dan tegas dengan harapan membawa manfaat dan rasa aman bagi warga negara Indonesia.